Perbedaan antara Kewajiban Sosial, Responsivitas Sosial, dan Tanggung Jawab Sosial
Kewajiban Sosial
Kewajiban sosial adalah keterlibatan perusahaan dalam aksi sosial karena
kewajibannya untuk memenuhi tanggung jawab ekonomi dan legal tertentu.
Hal itu mencerminkan pandangan klasik dari tanggung jawab sosial, yang menyatakan
bahwa tanggung jawab sosial manajemen hanyalah maksimalisasi keuntungan. Organisasi
melakukan apa yang wajib dilakukan dan tidak lebih. Milton Friedman seorang ekonom
serta peraih Nobel berpendapat bahwa, tanggung jawab utama manajer adalah
mengoperasikan bisnis demi kepentingan terbaik pemegang saham dan yang menjadi
perhatian utamanya adalah keuangan.
Responsivitas Sosial
Responsivitas sosial adalah keterlibatan perusahaan dalam aksi sosial sebagai
respons terhadap kebutuhan sosial yang popular.
Dimana tanggung jawab manajer bukan hanya sekedar menghasilkan keuntungan,
tetapi juga termasuk melindungi dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Hal itu
mencerminkan pandangan sosio-ekonomi.
Tanggung Jawab Sosial
Tanggung jawab sosial adalah sebuah intensi bisnis, melampaui kewajiban legal
dan ekonomi, untuk melakukan hal yang benar dan bertindak dengan cara yang baik
bagi masyarakat.
Hal tersebut diasumsikan bahwa sebuah bisnis yang mematuhi hukum dan
memperhatikan pemegang sahamnya, menambahkan kebutuhan etis untuk melakukan hal-
hal yang membuat masyarakat lebih baik dan tidak melakukan hal yang membuat
masyarakat menjadi lebih buruk. Sama halnya dengan responsivitas sosial, tanggung
jawab sosial juga mencerminkan pandangan sosio-ekonomi.
Berikut tabel perbedaan Tanggung Jawab Sosial dan Responsivitas Sosial
Tanggung Jawab Sosial Responsivitas
Sosial
Bagi banyak bisnis, tindakan sosial lebih bagus dipandang sebagai responsi secara
sosial daripada bertanggung jawab secara sosial. Bertanggung jawab secara sosial berarti
meningkatkan hidup melalui pendidikan, entah mengembangkan produk yang mendukung
1
pencapaian mereka yang berhasil berinvestasi dalam proyek yang meningkatkan
kehidupan di sekeliling dunia.
Peranan Organisasi dalam Keterlibatan Sosial
Menentukan apakah organisasi harus terllibat secara sosial dapat dilakukan dengan
melihat argumen yang mendukung dan menentangnya. Cara lainnya adalah dengan
menilai dampak dari keterlibatan sosial pada kinerja ekonomi perusahaan dan
mengevaluasi dari dana SRI versus dana non-SRI.
Mendukung Menentang
2
sebelum mereka menjadi lebih serius dan makin
mahal untuk diperbaiki.
3
membantu para petani yang ingin mengurangi penggunaan bahan kimia, dengan
mengembangkan produk ini berarti perusahaan menjawab permintaan konsumen.
4
ISO 14000 (manajemen lingkungan) sebuah perusahaan yang ingin memenuhi standar
ISO 14000 ini harus mengembangkan manajemen total untuk memenuhi standar
lingkungan. Standar yang terbaru ada standar ISO 26000, standar yang mengatur tentang
tanggung jawab sosial.
Cara terakhir untuk mengevaluasi “green action” adalah menggunakan daftar
global 100 (www.global100.org) . Untuk masuk dalam daftar ini, sebuah perusahaan
harus menunjukkan kemampuan mereka untuk secara efektif mengatur faktor lingkungan
dan sosial. Pada tahun 2008, Inggris memimpin dengan 23 perusahaan yang tercantum
dalam daftar itu, diikuti oleh Amerika Serikat dengan 19 perusahaan dan Jepang dengan
13 Perusahaan. Beberapa perusahaan yang ada ada didaftar adalah Diago PLC (Inggris),
Mitsubishi(Jepang), dan Nike (Amerika Serikat).
5
C. MANAJER DAN PERILAKU ETIS
Definisi Etika
Etika didefinisikan sebagai prinsip, nilai dan kepercayaan yang mendefinisikan
keputusan dan tindakan yang benar dan yang salah. Banyak keputusan yang dibuat
seorang manajer menuntut mereka untuk mempertimbangkan baik proses maupun siapa
yang akan terkena dampak oleh keputusan itu.
Faktor yang Menentukan Tindakan Beretika dan Tidak Beretika
Bagaimana seseorang bertindak secara beretika atau tidak beretika saat
berhadapan dengan suatu permasalahan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :
Tindakan Perkembangan Moral
Berdasarkan riset yang telah dibenarkan, ada tiga level perkembangan moral,
masing-masing mempunyai dua tingktkan. Pada setiap tingkatan tersebut,
penilaian moral seseorang semakin tidak tergantung kepada pengaruh dari luar
dan lebih terinternalisasi.
Pada level pertama, level prakonvensional, pilihan seseorang antara benar dan
salah didasarkan pada konsekuensi personal dari sumber luar, seperti hukuman
fisik, hadiah atau pertukaran kebutuhan. Pada level kedua, level konvensional,
keputusan etika bergantung pada penjagaan standar yang diharapakan dan
memenuhi ekspektasi dari orang lain. Pada level prinsipal, individu
mendefinisikan nilai moral terpisah dari otoritas kelompok tempat mereka
bergabung atau masyarakat umum.
Tiga level ini dan enam tingkatan digambarkan pada Peraga 5-6.
Level Deskrpsi Tingkatan
Prinsipal 6. Mematuhi prinsip etika yang
dipilih sendiri walaupun melanggar
hukum.
5. Menghargai hak orang lain dan
menjunjung nilai dan hak absolut
tanpa mempedulikan opini
mayoritas.
Konvensional
4. Menjaga tatanan konvensional
dengan memenuhi kewajiban yang
telah Anda setujui.
3. Hidup sesuai dengan espektasi
orang-orang di sekitar Anda.
Prakonvensional
2. Mengikuti peraturan hanya bila
sesuai dengan kepetingan pribadi.
1. Mengikuti peraturan unt
6
Dari penjelasan diatas dapat kita simpulkan beberapa poin mengenai
perkembangan moral. Pertama, manusia berproses melalui enam tingkatan secara
berurutan. Kedua, tidak ada jaminan dari perkembangan moral secara terus
menerus. Ketiga, mayoritas orang dewasa berada pada tingkat 4 : Mereka
menuruti secara terbatas peraturan dan akan bertindak secara etis, walaupun
untuk alasan yang berbeda. Seorang manajer pada tahap 3 lebih mungkin
membuat keputusan berdasarkan persetujuan sejawatnya; seorang manajer pada
tingkat 4 akan mencoba “ menjadi anggota masyarakat yang baik” dengan
membuat keputusan yang menghormati peraturan dan prosedur organisasi: dan
seorang manajer pada tingkat 5 mungkin menantang praktek organisasi yang ia
rasaka salah.
Karakteristik Individual
Ada dua karakteristik individual, yaitu nilai dan kepribadian. Dua hal ini
menentukan apakah seseorang berperilaku sesuai etika. Nilai pribadi
mengapresiasikan keyakinan dasar tentang apa yang benar dan apa yang salah.
Nilai-nilai itu berkembang sejak kita masih muda. Berdasarkan apa yang kita lihat
dan dengar dari orang tua, guru, teman-teman, dan orang lain.
Ada dua variabel kepribadian yang mempengaruhi tindakan seseorang
menurut keyakinannya tentang apa yang benar dan salah: kekuatan ego dan
kemampuan mengendalikan. Kekuatan ego mengukur kekuatan keyakinan
seseorang. Orang yang memiliki kekuatan ego tinggi sering menolak rangsangan
untuk bertindak secara tidak etis dan tidak mengikuti keyakinan mereka.
Kemampuan mengendalikan adalah tingkat sampai di mana orang yakin
mereka dapat mengendalikan nasibnya sendiri. Mereka lebih suka bertanggung
jawab terhadap konsekuensi dan bertanggung pada standar internal mereka
sendiri tentang baik atau buruk untuk memandu perilaku mereka. Orang yang
memiliki pengendalian eksternal yakin bahwa apa yang terjadi pada mereka
adalah akibat keberuntungan atau peluang. Mereka tidak suka mengemban
tanggung jawab pribadi atas konsekuensi perilaku mereka dan lebih sering
bergantung pada kekuatan eksternal.
Variabel Struktural
Struktur organisasi dapat mempengaruhi perilaku etis karyawan. Struktur
tersebut dapat meminimalkan ambiguitas dan ketidakpastian dengan aturan dan
regulasi formal dan terus mengingatkan karyawan tentang etika yang lebih
mendorong perilaku etis. Variabel struktural lain yang mempengaruhi pilihan
etika meliputi tujuan, sistem penilaian kerja, dan prosedur alokasi penghargaan.
Meski banyak organisasi menggunakan tujuan untuk memandu dan
memotivasi karyawan, tapi dapat menciptakan beberapa masalah yang tidak
terduga. Salah satu studi menemukan bahwa orang yang tidak mencapai tujuan
yang ditetapkan lebih mungkin terlibat dalam perilaku tidak etis. Penelitipun
menyimpulkan bahwa “penentu tujuan dapat menyebabkan perilaku tidak etis”
Sistem penilaian kinerja organisasi juga dapat mempengaruhi perilaku etis.
Beberapa sistem hanya memfokuskan diri pada hasil, sementara sistem lain
7
mengevaluasi sarana dan lain. Peneliti meyimpulkan bahwa “keberhasilan
mungkin tercapai dari perilaku tidak etis”
Prosedur alokasi penghargaan berhubungan erat dengan sistem penilaian
organisasi. Banyaknya penghargaan atau hukuman itu bergantung pada hasil
tujuan tertentu, semakin besar tekanan terhadap karyawan untuk melakukan
apapun yang harus mereka lakukan untuk mencapai tujuan ini, mungkin sampai
pada titik mengkompromikan standar etika mereka.
Budaya Organisasi
Nilai-nilai yang ada pada budaya organisasi mencerminkan tujuan
organisasi dan apa yang diyakininya, dan nilai-nilai ini menciptakan lingkungan
yang mempengaruhi perilaku karyawan secara etis maupun tidak etis.
Berdasarkan riset, perilaku manajer paling mempengaruhi keputusan seseorang
untuk bertindak secara etis atau tidak etis. Orang melihat apa yang dilakukan
otoritas dan menggunakannya sebagai acuan untuk praktek dan ekspektasi yang
dapat diterima.
Intensitas Masalah
Intensitas masalah juga berpengaruh pada perilaku etika. Ada enam
karakteristik yang menentukan intensitas masalah atau seberapa penting suatu
masalah etika bagi seseorang; besarnya kerusakan yang ditimbulkan, konsensus
kesalahan, probabilitas kerusakan, ketepatan konsekuensi, kedekatan terhadap
korban, dan konsentrasi pengaruh.
Standar Buruh
Prinsip 3. : Kebebasan asosiasi dan pengakuan efektif hak terhadap penawaran kolektif.
Prinsip 4. : Eliminasi semua bentuk tenaga kerja paksa dan wajib.
8
Prinsip 5. : Abolisi efektif buruh anak.
Prinsip 6. : Eliminasi diskriminasi yang berkaitan dengan tenaga kerja dan
pekerjaan.
Lingkungan
Prinsip 7. : Mendukung pendekatan berhati-hati terhadap tantangan lingkungan.
Prinsip 8. : Mengambil inisiatif untuk mempromosikan tanggung jawab
lingkungan yang besar.
Prinsip 9. : Mendorong perkembangan dan difusi teknologi yang ramah
lingkungan.
Prinsip 10: Bisnis harus bekerja melawan korupsi dalam segala bentuk,
termasuk meminta uang dan penyuapan.
9
D. Mendorong Perilaku Etis
Manajer dapat melakukan banyak hal untuk mendorong perilaku etis, menerima
karyawan dengan standar etika tinggi, membuat kode etik, serta memimpin dengan
memberi teladan. Program etika yang diajarkan oleh manajer secara komprehensif
berpotensi meningkatkan suasana etika di organisasi.
Beberapa kiat spesifik dimana manajer dapat mendorog perilaku etis dan menciptakan
program etika yang komprehensif :
Pemilihan Karyawan
Proses seleksi (wawancara, tes, pengecekan latar belakang dan yang lainnya)
dipandang sebagai kesempatan untuk mempelajari tingkat pengembangan moral,
nilai personal, kekuatan ego, dan kemampuan mengontrolseorang individu.
Kode Etik dan Peraturan Keputusan
George David, mantan CEO dan komisaris dari United Technologies
Corporation (UTC) meyakini kekuatan kode etik. Karena itu UTC mempunyai satu
yang cukup eksplisit dan rinci. Karyawan mengetahui ekspektasi perilaku, terutama
bila berhubungan dengan etika. Namun, tidak semua organisasi seperti itu.
Ketidakpastian mengenai apa yang etis dan apa yang tidak, dapat menjadi
problem bagi karyawan. Kode etik, pernyataan yang formal dari nilai organisasi dan
peraturan etika yang diharapkan dipatuhi oleh karyawan, serta pilihan yang populer
untuk mengurangi ketidakjelasan. Riset yang dilakukan oleh Institute of Global
Ethics bahwa nilai – nilai seperti kejujuran, keadilan, menghormati, tanggungjawab,
dan mengayomi lebih diterima secara universal didunia.
Bagaimana kode etik seharusnya terlihat? Kode etik harus cukup spesifik untuk
menunjukkan kepada karyawan tentang semangat bahwa mereka harus melakukan
hal yang benar namun cukup longgar untuk memungkinkan kebebasan penilaian.
10
Isi kode etik dapat dibagimenjadi tiga kategori, yaitu :
Namun sayangnya kode etik terlihat tidak berjalan dengan baik. Menurut sebuah
survei bagi karyawan perusahaan di AS menemukan bahwa 56% dari para mereka
yang disurvei mengetahui pelanggaran etika atau hukum dalam 12 bulan terakhir,
termasuk didalamnya konflik kepentingan, perilaku dasar atau mengintimidasi, dan
berbohong pada karyawan. Lalu, apakah ini berarti bahwa kode etik tidak
seharusnya dikembangkan? TIDAK. Karena dalam perjalanannya, para manajer
harus menggunakan saran – saran berikut ini :
1. Pemimpin organisasi harus memberi contoh yang baik tentang perilaku dan
memberi imbalan kepada mereka yang bertindak etis.
2. Semua manajer harus senantiasa meneguhkan pentingnya kode etik dan secara
konsisten mendisiplinkan mereka yang melanggar.
3. Para pemangku kepentingan perusahaan (karyawan, pelanggan dan yang lain)
harus turut dipertimbangkan pada saat kode etik dikembangkan atau
ditingkatkan.
11
4. Para manajer harus mengkomunikasikan dan menegakkan kode etik secara
teratur.
5. Manajer harus menggunakan pedndekatan 12 pertanyaan untuk memandu
karyawan pada saat menghadapi dilema etika.
Pelatihan Etika
Sekarang ini banyak organisasi yang mengadakan seminar, lokakarya, dan
program pelatihan semacam itu bukannya tanpa kontroversi, kekhawatiran utamanya
adalah apakah etika dapat diajarkan. Para kritikus menekankan bahwa usaha ini
12
tidak ada tujuannya karena masyarakat karena masyarakat menentuka sistem ini
perorangan atau mereka sendiri.
Mekanisme Protektif
Karyawan yang menghadapi dilema etika memerlukan mekanisme protektif agar
mereka dapat melakukan apa yang benar tanpa takut mendapat peringatan. Sebuah
organisasi dapat menugaskan konselor/penasehat etika bagi karyawan yang
menhadapi dilema etika. Konselor/penasehat ini juga dapat menyarankan alternatif
yang dianggap “benar” secara moral.
13
E. TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN MASALAH ETIKA DI DUNIA MASA
KINI
14