EtikaBisnis
Disusun oleh :
SALLIMA SHOFWAN FADILA
112110555
MA 21 CB 01
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin besar suatu organisasi, maka semakin besar pula tuntutan masyarakat
terhadap organisasi tersebut. Banyak lembaga bisnis yang menggunakan segala cara
untuk memenangkan persaingan oleh karena itu, diharapkan manajer dapat
menjalankan bisnis yang memenuhi syarat dalam etika bisnis, baik secara moral
maupun norma masyarakat. Organisasi sebagai suatu system juga diharapkan dapat
memiliki tanggung jawab social terhadap masyarakat.
Berita yang menggembirakan dari kalangan dunia usaha dewasa ini adalah
semakin banyaknya jumlah organisasi yang menciptakan jabatan-jabatan baru yang
berkaitan dengan lingkungan dalam jajaran pimpinan puncak mereka. Yang menjadi
pusat perhatian para pimpinan tersebut adalah segala kegiatan perusahaan, dari
2
program daur ulang yang dilakukan sampai ke kebijaksanaan jangka panjang
perusahaan terhadap lingkungan. Ini semua menuntut keterampilan dari manajer
ditambah kemampuan mereka dalam mengatasi berbagai macam isu tentang
peraturan dan hal-hal teknis yang berkaitan dengan lingkungan. Kemampuan
melakukan diplomasi juga akan sangat membantu karena mereka juga berbicara atas
nama lingkungan alam, dan rakyat, dalam berbagai forum eksekutif. Pada perusahaan
DuPont, misalnya, setiap tahun dilakukan penilaian terhadap para line manajer
tentang seberapa baik mereka mengelola tanggung jawab yang berkaitan dengan
lingkungan.
Secara lebih teoritis dan sistematis, konsep Piramida Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan yang dikembangakan oleh Archie B Carrol memberi justify logis
mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan TSP bagi masyarakat di sekitarnya.
Sebuah perusahaan tidak hanya memiliki tangungjawab ekonomis, melainkan pula
tanggungjawab legal, etis dan filantropis
Berdasarkan hal tersebut, maka saya tertarik untuk membuat makalah ini yang
akan membahas mengenai pengenalan tentang gambaran CSR secara umum hingga
sampai kepada perencanaan CSR yang tepat dalam pengaplikasiannya..
B. Rumusan Masalah
3
f. Bagaimana Peraturan Perundangan CSR ?
g. Bagaimana perencanaan CSR yang baik ?
h. Bagaimana implementasi CSR oleh Perusahaan ?
C. Tujuan
D. Manfaat
4
BAB I
PPEMBAHASAN
Sebenarnya jika diperhatikan di dalam sejumlah literatur tidak ada yang dapat
memastikan kapan mulai dikenalnya atau munculnya CSR itu. Namun di dalam
banyak literatur banyak yang sepakat bahwa karya Horward Bowen yang berjudul
Social Responsibilities of the Businessman yang terbit pada tahun 1953 merupakan
tonggak sejarah CSR Modern. Di dalam karyanya ini, Bowen memberikan definisi
awal dari CSR sebagai “it refers to the obligations of the businessmen to pursue those
policies, to make those decisions, or to follow those lines of actions which are
desirable in terms of the objectives and values of our society”.
Definisi tanggung jawab sosial yang diberikan oleh Bowen telah memberi
landasan awal bagi pengenalan kewajiban pelaku bisnis untuk menetapkan tujuan
bisnis yang selaras dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat.
Pada saat Bowen menulis buku ini, terdapat dua hal yang kiranya perlu
diperhatikan mengenai CSR pada saat itu. Pertama, Bowen menulis buku tersebut
pada saat di dunia bisnis belum mengenal bentuk perusahaan korporasi. Kedua, judul
buku Bowen pada saat itu masih menyiratkan bias gender (hanya menyebutkan
businessmen bukan businesswomen), karena pada saat itu pelaku bisnis di Amerika
masih didominasi oleh kaum lelaki. Walaupun judul dan isi buku Bowen ini masih
bias gender namun Universitas Sumatera Utara sejak penerbitan buku Bowen ini,
memberikan pengaruh yang besar terhadap buku-buku CSR yang terbit sesudahnya
sehingga banyak yang sepakat untuk menyebut Bowen sebagai Bapak CSR.
5
Selanjutnya pada tahun 1960, banyak usaha yang dilakukan untuk
memberikan formalisasi definisi CSR dan salah satu akademis yang dikenal pada
masa itu adalah Keith Davis. Keith Davis menambahkan dimensi lain tanggung jawab
sosial perusahaan, pada saat itu ia merumuskan tanggung jawab sosial sebagai,
“businessmen’s decision and actions taken for reasons at least partially beyond the
firm’s direct economic and technical interest”. Melalui definisi tersebut, Davis
menegaskan adanya tanggung jawab sosial perusahaan di luar tanggung jawab
ekonomi semata-mata. Argumen Davis menjadi sangat relevan karena pada masa
tersebut, pandangan mengenai tangung jawab sosial perusahaan masih sangat
didominasi oleh pemikiran para ekonom klasik. Pada saat itu, ekonom klasik
memandang para pelaku bisnis memiliki tanggung jawab sosial apabila mereka
berusaha menggunakan sumber daya yang dimiliki perusahaan seefisien mungkin
untuk menghasilkan barangdan jasa yang dibutukan oleh masyarakat pada kisaran
harga yang dapat terjangkau oleh masayarakat konsumen, sehingga masyarakat
bersedia untuk membayar harga barang tersebut. Bila hal tersebut berjalan dengan
baik, maka perusahaan akan memperoleh keuntungan maksimum sehingga
perusahaan bisa melanjutkan tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat (yakni
menghasilkan barang pada tingkat harga yang rasional, menciptakan lapangan kerja,
memberikan keuntungan bagi faktor-faktor produksi, serta memberi kontribusi pada
pemerintah melalui pembayaran pajak).
Pada saat itu, konsep ini telah mengakibatkan sebagian orang yang terlibat
dalam aktivitas bisnis maupun para teoritis ekonomi klasik menarik kesimpulan
bahwa satu-satunya tujuan perusahaan adalah meraih laba semaksimal mungkin, serta
menjalankan operasi perusahaan sesuai dengan hukum dan undang-undang yang
berlaku. Setelah itu Davis memperkuat argumennya dan ia berhasil memberikan
pandangan yang mendalam atas hubungan antara CSR dengan kekuatan bisnis. Davis
menegaskan adanya “Iron Law of Responsibility” yang menyatakan “social
responsibilities of businessmen need to be commensurate with their social
6
power…..then the avoidance of social responsibility leads to gradual erosion of social
power.” Davis menegaskan adanya tanggung jawab sosial para pelaku bisnis akan
sejalan dengan kekuasaan sosial yang mereka miliki…..oleh karenanaya bila pelaku
usaha mengabaikan tanggung jawab sosialnya maka hal ini bisa mengakibatkan
merosotnya kekuatan sosial perusahaan.
7
2. Perkembangan Konsep CSR Periode Tahun 1970-1980-an
8
Kedua, perusahaan yang melaksanankan program CSR pada periode 1970-
1980 mulai mencari model CSR yang dapat mengukur dampak pelaksanaan CSR
oleh perusahaan terhadap masyarakat serta sejauh mana pelaksanaan CSR sebagai
suatu investasi sosial memberikan Dari pemaparan Sethi dapat disimpulkan bahwa
social obligation bersifat wajib, social responsibility bersifat anjuran dan social
responsivenes bersifat preventif. Dimensi-dimensi kinerja sosial (social
performance) yang dipaparkan Sethi juga mirip dengan konsep lingkaran konsentris
yang dipaparkan oleh CED.
9
bertujuan mendorong pengambilan kebijakan pembangunan yang lebih sensitif pada
isu-isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerja sama multilateral dalam rangka
melakukan pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Menurut The
Brutland Commisssion yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan
(sustainability development) adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan
Corporate Social Performance adalah suatu konfigurasi prinsip-prinsip tanggung
jawab sosial, proses social responsiveness serta berbagai kebijakan, program, dan
hasil-hasil yang bisa diobservasi sebagai hasil dari hubungan sosial yang dilakukan
perusahaan.
Manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang
dalam memenuhi kebutuhan mereka. Pengenalan konsep sustainability development
memberi dampak besar kepada perkembangan konsep CSR selanjutnya. Beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep CSR di era tahun 1990-an sampai
saat ini ialah diperkenalkannya konsep sustainable development yang mendorong
munculnya sustainability report dengan menggunakan metode triple bottom line yang
dikembangkan oleh Elkington maupun GRI. Perkembangan CSR saat ini juga
dipengaruhi oleh perubahaan orientasi CSR dari suatu kegiatan bersifat sukarela
untuk memenuhi kewajiban perusahaan yang tidak memiliki kaitan dengan strategi
dan pencapaian tujuan jangka panjang, menjadi suatu kegiatan strategis yang
memiliki keterkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan dalam jangka panjang.
Kotler dan Lee menyebutkan beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan
melalui pelaksanaan CSR yang bersifat yang strategis ini, seperti peningkatan
penjualan dan market share, memperkuat brand positioning, meningkatkan citra
perusahaan, menurunkan biaya operasi, serta meningkatkan daya tarik perusahaan di
mata para investor dan analis keuangan.
10
B. Definisi Tanggungjawab Sosial Perusahaan
1. Defenisi Corporate Social Responsibility Menurut para ahli
Defenisi CSR menurut Edi Suharto, adalah “kepedulian perusahaan yang
menyisihkan sebagian keuntungannya (profit) bagi kepentingan pembangunan
manusia (people) dan lingkungan (planet) secara berkelanjutan berdasarkan prosedur
(procedure) yang tepat dan profesional”.
Defenisi CSR menurut Ismail Solihin, adalah “salah satu dari bentuk
tanggung jawab perusahaan terhadap pemangku kepentingan (stakeholders)”.
CSR menurut Merrick Dodd menyatakan, bahwa CSR adalah “suatu
pengertian terhadap para buruh, konsumen dan masyarakat pada umumnya dihormati
sebagai sikap yang pantas untuk diadopsi oleh pelaku bisnis….”.
Saleem Sheikh menjelaskan bahwa “CSR merupakan tanggung jawab
perusahaan, apakah bersifat sukarela atau berdasarkan undang-undang, dalam
pelaksanaan kewajiban sosial-ekonomi di masyarakat”.
Ramon Mullerat menggambarkan CSR sebagai konsep bahwa perusahaan
secara sukarela sebagai penghargaan kepada stakeholders yang lebih luas
memberikan kontribusi terhadap lingkungan hidup lebih bersih, kehidupan
masyarakat lebih baik melalui interaksi aktif dengan semua pihak. S. Zadek, M.
Fostater dan P. Raynard membagi CSR ke dalam 3 (tiga) generasi yakni mulai dari
yang sifatnya sekedar filantropis, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
strategi bersaing jangka panjang perusahaa, serta yang terakhir yang lebih maju lagi,
yakni yang berorientasi pada advokasi dan kebijakan public.
Menurut defenisi The Jakarta Consulting Group, CSR diarahkan baik ke
dalam (internal) maupun keluar (eksternal) perusahaan. Tanggung jawab internal
(Internal Responsibilities) diarahkan kepada pemegang saham dalam bentuk
profitabilitas yang optimal dan pertumbuhan perusahaan, termasuk juga tanggung
jawab yang diarahkan kepada karyawan terhadap kontribusi mereka kepada
perusahaan berupa kompensasi yang adil dan peluang pengembangan karir.
11
Sedangkan tanggung jawab eksternal (External Responsibilities)berkaitan dengan
peran serta perusahaan sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja,
meningkatkan kesejahteraan dan kompetisi masyarakat, serta memelihara lingkungan
bagi kepentingan generasi mendatang
Magnan dan Ferrel juga memberikan defenisi CSR yaitu “A business acts in
socially responsible manner when its decision and account for and balance diverse
stake holder interest.” Defenisi ini menekankan kepada perlunya memberikan
perhatian secara seimbang terhadap kepentingan berbagai pihak stakeholders yang
beragam dalam setiap keputusan yang diambil oleh pelaku bisnis melalui perilaku
yang secara sosial bertanggung jawab.
Versi lain mengenai defenisi CSR diberikan oleh World Bank. Lembaga
keuangan global ini memandang CSR sebagai ”the commitment of business to
contribute to sustainable economic development working with employees and their
representative the local community and society at large to improve quality of life, in
ways that are both good for business and good for development.” (yaitu komitmen
bisnis dalam memberikan kontribusi untuk pembangunan ekonomi berkelanjutan
bekerjasama dengan para pegawai dan melibatkan komunitas lokal serta masyarakat
luas untuk meningkatkan kualitas hidup, yang mana cara-cara ini baik untuk bisnis
dan pembangunan). CSR Forum juga memberikan definisi, “CSR mean open and
transparent business practices that are based on ethical values and respect for
employees, communities and environment..”(CSR berarti praktek bisnis yang terbuka
dan transparan berdasarkan nilai-nilai etis dan penghargaan bagi para pegawai,
komunitas dan lingkungan). Sementara sejumlah negara juga mempunyai defenisi
tersendiri mengenai CSR. Uni Eropa (EU Green Paper on CSR)mengemukakan
bahwa “CSR is a concept where by companies integrate social and environmental
concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders
on a voluntary basic.”(CSR adalah suatu konsep dimana perusahaan
mengintegrasikan keprihatinan terhadap lingkungan dan sosial terhadap kegiatan
12
bisnis dan interaksi mereka dengan stakeholders mereka berlandaskan dasar
sukarela).
Defenisi CSR secara etimologis di Indonesia kerap diterjemahkan sebagai
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Namun setelah tanggal 16 Agustus
2007, CSR di Indonesia telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas yang selanjutnya disingkat UUPT bahwa CSR yang
dikenal dalam undang-undang ini sebagaimana yang termuat dalam Pasal 1 Ayat 3
yang berbunyi, “Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan
untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”
Dari berbagai defenisi CSR yang beragam diungkapkan oleh para ilmuan
tersebut di atas, maka peneliti menyatakan konsep yang perlu dipahami tentang CSR
ini, yakni CSR menawarkan sebuah kesamaan dalam bentuk keseimbangan antara
perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta
lingkungan. Selain itu, ada beberapa isu yang terkait dengan CSR antara lain Good
Corporate Governance (GCG), Sustainable Development, Protokol Kyoto, Millenium
Development Goals (MDGs) dan Triple Bottom Line.
CSR adalah suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usah untuk bertindak
etis dan memberikan kontrinusi bagi perkembangan ekonomi dari komunitas
setempat ataupun masyarakat luas ,Bersama meningkatkan taraf hidup pekerja beserta
keluarganya dan masyarakat luas .WORLD BISNIS COUNCIL FOR SUSTAINEBEL
DEVELOPMEN ( WBCSD ) .
Schermerhorn (1993) memberi definisi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
sebagai suatu kepedulian organisasi bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka
sendiri dalam melayanai kepentingan organisasi dan kepentingan public eksternal.
13
Secara konseptual, TSP adalah pendekatan dimana perusahaan
mengintegarasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka
dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders ) berdasarkan prinsip kesukarelaan
dan kemitraan. ( Nuryana, 2005 ). Meskipun sesungguhnya memiliki pendekatan
yang relative berbeda, beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan
identik dengan TSP antara lain, Investasi Sosial Perusahaan( corporate social
Investment/investing), pemberian perusahaan ( Corporate Giving), kedermawanan
Perusahaan ( Corporate Philantropy ).
Secara teoretis, berbicara mengenai tanggung jawab yang harus dilaksanakan
oleh perusahaan, maka setidaknya akan menyinggung 2 makna, yakni tanggung
jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab moral atau etis, dan tanggung
jawab dalam makna liability atau tanggung jawab yuridis atau hukum.
14
3)Keberanian (bravery). Berarti suatu rasa yang didorong oleh rasa keikhlasan, tidak
ragu-ragu dan tidak takut dengan segala rintangan. Jadi pada prinsipnya tanggung
jawab dalam arti responsibility lebih menekankan pada suatu perbuatan yang harus
atau wajib dilakukan secara sadar dan siap untuk menanggung segala resiko dan atau
konsekuensi apapun dari perbuatan yang didasarkan atas moral tersebut. Dengan kata
lain responsibility merupakan tanggung jawab dalam arti sempit yaitu tanggung yang
hanya disertai sanksi moral. Sehingga tidak salah apabila pemahaman sebagian
pelaku dan atau perusahaan terhadap CSR hanya sebatas tanggung jawab moral yang
mereka wujudkan dalam bentuk philanthropy maupun charity.
15
bahasa inggris berarti Tuli), sebuah akronim dari Dehumanisasi, Equalisasi,
Aquariumisasi, dan Feminisasi ( Suharto, 2005)
16
kesehatan bagi anak-anak, atau pusat-pusat kegiatan olah raga dan rekreasi
bagi remaja bisa merupakan sebuah “kompensasi” sosial terhadap isu ini.
17
tiada lain dan harus merupakan usaha mencari laba itu sendiri ( Saidi dan Abidan
(2004:60)
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainability development) dapat juga berarti
menjaga pertumbuhan jumlah penduduk yang tetap sepadan dengan kapasitas
produksi sesuai dengan daya dukung lingkungan. Dengan demikian pembangunan
berkelanjutan merupakan integrasi dari cita ideal untuk memenuhi kebutuhan
generasi kini secara merata (intra-generational equity), hal ini menentukan tujuan
pembangunan, dan memenuhi kebutuhan generasi kini dan generasi mendatang
secara adil (inter-generational equity) menentukan tujuan kesinambungan.
Pembangunan berkelanjutan sebagai sarana untuk menjaga keseimbangan
antara jumlah penduduk dan kemampuan produksi sesuai daya dukung lingkungan
mengindikasikan adanya keterbatasan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi
kebutuhan dan persyaratan keseimbangan dalam pelaksanaan pembangunan untuk
mencapai kondisi kesinambungan yang akan berubah sesuai situasi dan kondisi serta
waktu. Pada intinya pembangunan berkelanjutan memiliki dua unsur pokok yaitu
kebutuhan yang wajib dipenuhi terutama bagi kaum miskin, dan kedua adanya
keterbatasan sumber daya dan teknologi serta kemampuan organisasi sosial dalam
memanfaatkan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan masa kini dan masa
mendatang. Untuk itu Komisi Brandtland memberikan usulan penting dalam
pembangunan berkelanjutan yaitu adanya keterpaduan konsep politik untuk
melakukan perubahan yang mencakup berbagai masalah baik sosial, ekonomi
maupun lingkungan. Pembangunan berkelanjutan perlu dilakukan karena dorongan
berbagai hal, salah satunya adalah kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh
pelaksanaan pembangunan. Pengalaman negara maju dan negara berkembang
menunjukkan bahwa pembangunan selain mendorong kemajuan juga menyebabkan
kemunduran karena dapat mengakibatkan kondisi lingkungan rusak sehingga tidak
lagi dapat mendukung pembangunan. Pelaksanaan pembangunan akan berhasil baik
apabila didukung oleh lingkungan (sumber daya alam) secara memadai.
18
Penerapan TSP di Indonesia semakin meningkat, baik dalam kuantitas
maupun kualitas. Selain keragaman kegiatan dan pengelolaannya semakin bervariasi,
dilihat dari kontribusi finansial, jumlahnaya semakin besar. Penelitian PIRAC pada
tahun 2001 menunjukkan bahwa Dana TSP di Indonesia mencapai lebih dari 115
miliar rupiah atau sekitar 11,5 juta dolar AS dari 180 Perusahaan yang dibelanjakan
untuk 279 kegiatan sosial yang terekam oleh media masa. Meskipun dana ini masih
sangat kecil jika dibandingkan dengan dana TSP di Amerika Serikat, dilihat dari
angka kumulaitif tersebut, perkembangan TSP di Indonesia cukup menggembirakan.
Angka rata-rata perusahaan yang menyumbangkan dana bagi kegiatan TSP adalah
sekitar 640 juta rupiah atau sekitar 413 juta per kegiatan. Sebagai perbandingan, di
AS porsi sumbangan dana TSP pada atahun 1998 mencapai 21,51 miliar dollar dan
tahun 2000 mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah ( Saidi dan
Abidin, 2004:64).
Apa yang memotivasi perusahaan melakukan TSP ?
Saidi dan Abidin ( 2004:69) membuat matriks yang menggambarkan tiga
tahap atau paradigma yang berbeda, diantaranya :
1. Corporate Charity, yakni dorongan amal berdasarakan motivasi keagamaan.
2. Corporate Philanthropy,yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya
bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan
memperjuangkan kemerataan sosial.
3. Corporate Citizenship, yakni motivasi kewargaan demi mewujudkan keadilan
social berdasarkan prinsip keterlibatan social.
Jika dipetakan, tampaklah bahwa spectrum paradigm ini terentang dari
“sekedar menjalankan kewajiban” hingga “ demi kepentingan bersama “ atau
dari “ membantu dan beramal kepada sesama” menjadi “memberdayakan
manusia”. Meskipun tidak selalu berlaku otomatis, pada umumnya perusahaan
melakukan TSP didorong oleh motivasi Karitatif kemudian kemanusiaan dan
akhirnya kewargaan.
19
Tahapan/Paradigma
Motivasi
Karitatif Filantropis Kewargaan
Semangat/Prinsip Agama, Norma, etika, dan Pencerahan diri
Tradisi, Adat hukum universal: dan rekonsiliasi
redistribusi kekayaan dengan
ketertiban sosial
Misi Mengatasi Menolong sesama Mencari dan
masalah mengatai akar
sesaat/saat itu masalah :
memberikan
kotribusi kepada
masyarakat
Pengelolaan Jangka Pendek Terencana,terorganisasi, Terinternalisasi
dan Parsial dan terprogram dalam kebijakan
perusahaan
Pengorganisasian Kepanitiaan Yayasan/ dana abadi Professional :
keterlibatan
tenaga-tenaga
ahli didalamnya
Penerima Manfaat Orang Miskin Masyarakat Luas Masyarakat luas
dan perusahaan
Kontibusi Hibah sosial Hibah pembangunan Hibah sosial
maupun
pembangunan
dan keterlibatan
sosial
Inspirasi Kewajiban Kemanusiaan Kepntingan
bersama
Sumber : Dikembangkan dari Saidi dan Abidin (2004:69)
20
D. Model Tanggungjawab Sosial Perusahaan
Menurut Saidi dan Abidin ( 2004:64-65) ada empat model pola TSP di
Indonesia :
1. Keterlibatan langsung, Perusahaan menjalankan program TSP secara
langsung dengan menyelengarakan sendiri kegaiatn social atau
menyerahkan sumbangan ke masyarakat tanpa perantara.
2. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan, Perusahaan mendirikan
yayasan sendiri dibawah perusahaan atau grupnya. Model ini merupaka
adopsi dari model yang lazm diterapkan di perusahaan-perusahaan di
negara maju.
3. Bermitra dengan pihak lain, Perusahaan menyelenggarakan TSP melalui
kerjasama dengan lembaga sosial atau organisasinn pemerintah (Ornop),
Instansi Pemerintah, Universitas atau media masa, baik dalam mengelola
dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya.
4. Mendukung atau bergabung dalam suatu Konsorsium, perusahaan turut
mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu lembaga social yang
didirikan untuk tujuan social tertentu
Jenis kegiatan TSP berdasarkan jumlah kegiatan dan dana
No Jenis/Sektor Kegiatan Jumlah Kegiatan Jumlah Dana
. (rupiah)
1 Pelayanan Sosial 95 kegiatan(34,1 % ) 38 miliar (33,0 % )
2 Pendidikan dan Penelitian 71 kegiatan(25,4 % ) 66,8 miliar (57,9
%)
3 Kesehatan 46 kegiatan(16,4 % ) 4,4 miliar (3, 8% )
4 Kedaruratan (emergency) 30 kegiatan(10,8 % ) 2,9 miliar (2,5 % )
5 Lingkungan 15 kegiatan(5,4 % ) 395 juta (0,3 % )
6 Ekonomi Produktif 10 kegiatan(3,6 % ) 640 juta ( 0,6 % )
7 Seni, olahraga dan pariwisata 7 kegiatan(2,5 % ) 1 miliar ( 0,9 % )
21
8 Pembangunan 5 kegiatan(1,8 % ) 1,3 miliar (1,0 % )
prasarana,perumahan
9 Hokum, advokasi, politik 0 0
JUMLAH 279 Kegiatan 115,3 miliar
22
pada proses pemerkuasaan, peningktan kekuasaan, atau penguatan kemampuan para
penerima pelayanan.
Pemberdayaan masyarakat ini pada dasarnya merupakan kegiatan terencana
dan kolektif dalam memperbaiki kehidupan masyarakat yang dilakukan melalui
program peningkatan kapasitas orang, terutama kelompok lemah atau kurang
beruntung(disadvantaged groups ) agar mereka memiliki kemampuan dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya, mengemukakan gagasan, melakukan pilihan-pilihan
hidup, melaksanakan kegiatan ekonomi, menjangaku dan memobilisai sumber, serta
berpartisipasi dalam kegiatan social.
Meskipun pemberdayaan masyarakat dpat dilakukan terhadap semua
kelompok atau kelas masyarakat, namun pada umumnya pemerdayaan dilakukan
terhadap kelompok masyarakat yang dianggap lemah atau kurang berdaya yang
memiliki karakteristik lemah atau rentan dalam aspek :
1. Fisik : Orang dengan kecatatan dan kemampuan khusus.
2. Psikologis : Orang yang mengalami masalah personal dan penyesuaian
diri.
3. Finansial : Orang yang tidak memiliki Pekerjaan, pendapatan, modal, dan
asset yang mampu menopang kehidupannya.
4. Struktural : Orang yang mengalami diskriminasi dikarenakan status
sosialnya, gender, etnis,orientasi sosial, dan pilihan politiknya.
Selanjutnya, melalui program-program pelatihan, pemberian modal usaha,
perluasan akses terhadap pelayanan sosial, dan peningkatan kemandirian, proses
pemberdayaan diarahkan agar kelompok lemah tersebut mimiliki kemampuan atau
keberdayaan. Keberdayaan disini bukan saja dalam arti fisik atau ekonomi, melainkan
pula dalam arti psikologis dan sosial, seperti :
1. Memiliki sumber pendapatan yang dapat menopang kebutuhan diri dan
keluarganya.
23
2. Mampu mengemukakan gagasan didalam keluarga mauoun didepan
umum.
3. Memiliki mobilitas yang cukup luas : pergi keluar rumah atau wilayah
tempat tinggalnya.
4. Berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
5. Mampu membuat keputusan dan menentukan pilihan-pilihan hidupnya.
24
2. Membantu rakyat agar mereka bisa membantu dirinya sendiri dan orang
lain.
3. Pemberdayaan bukan kegiatan satu malam.
4. Kegiatan diarahkan bukan saja untuk mendapat satu hasil, melainkan juga
agar menguasai prosesnya.
Agar berkelanjutan, pemberdayaan jangan hanya berpusat pada komunitas
lokal, melainkan pula pada sistem sosial yang lebih luas termasuk kegiatan
sosial.
25
konsisten mengembangkan tanggung jawab sosial maka masalah SR akan
mencakup 7 isu pokok yaitu:
1. Pengembangan Masyarakat
2. Konsumen
4. Lingkungan
5. Ketenagakerjaan
26
menyebutkan secara khusus kebutuhan pegawai sesuai dengan gender tertentu,
maka sesuai dengan konsep ISO 26000 perusahaan tersebut sesungguhnya
belum melaksanakan tanggung jawab sosialnya secara utuh.
1. Tahap perencanaan
27
memberikan kejelasan dan keseragaman pola pikir dan pola tindak seluruh elemen
perusahaan guna tercapainya pelaksanaan program yang terpadu, efektif dan efesien.
2. Tahap Implementasi
Perencanaan sebaik apapun tidak akan berarti dan tidak akan berdampak
apapun bila tidak diimplementasikan dengan baik. Akibatnya tujuan CSR secara
keseluruhan tidak akan tercapai, dan masyarakat tidak akan merasakan manfaat yang
optimal. Padahal anggaran yang telah dikucurkan tidak bisa dibilang kecil. Oleh
karena itu perlu disusun strategi untuk menjalankan rencana yang telah dirancang.
Dalam memulai implementasi, pada dasarnya terdapat tiga aspek yang harus
disiapkan, yaitu; siapa yang akan menjalankan, apa yang harus dilakukan, dan
bagaimana cara mealakukan impelementasi beserta alat apa yang diperlukan. Dalam
istlah manajemen populer, aspek tersebut diterjemahkan kedalam:
Tahap impelementasi ini terdidri dari tiga langkah utama, yaitu sosialisasi,
pelaksanaan dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada
28
komponen perusahaan mengenai berbagai aspek yang terkait degan implementasi
CSR khsusnya mengenai pedoman penerapan CSR. Agar efektif, upaya ini perlu
dilakukan dengan suatu tim atau divisi khusus yang dibentuk untuk mengelola
program CSR, langsung berada dibawah pengawasan salah satu direktur atau CEO.
Tujuan utama sosialisasi adalah agar program CSR yang akan diimplementasikan
mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan, sehingga dalam
perjalanannya tidak ada kendala serius yang dapat dialami oleh unit penyelenggara
3. Tahap Evaluasi
29
4. Pelaporan
30
e. Lingkungan : Mengelola limbah B3 dengan baik, membangun kolam renang
yang asri, menanam pohon sebagai penghijauan, dan Membangun Jababeka
Botanical Garden yang luasnya mencapai 100 Ha.
31
a. Bidang Sosial : Memberdayakan perempuan agar dapat menjadi sosok mandiri;
Menyelenggarakan kegiatan budaya untuk mempererat tali silaturahmi di
antara warga.
b. Bidang Ekonomi : Mengambangkan usaha kecil rumput laut serta
pendampingan kepada masyarakat; Memberikan pelatihan-pelatihan
keterampilan kepada masyarakat, perempuan, dan anak-anak usia produktif.
6. PT Bank Mandiri, Tbk
a. Bidang Sumber Daya Manusia : Memberikan pelatihan kewirausahaan dan
mengadakan berbagai macam event wirausaha muda dengan memberikan dana
bantuan bagi pengusung format wirausaha yang fresh dan achievable.
b. Bidang Pendidikan : Memberikan support dan rangsangan lomba-lomba untuk
mengasah kecerdasan dan kreatifitas siswa; Memberikan dana beasiswa bagi
yang ebrprestasi dan kurang mampu.
7. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk
a. Bidang IT : Mendirkan kampung digital sehingga di sana(Sampali, Sumut)
banyak orang yang melek teknologi, utamanya computer dan internet;
pelatihan berbagai macam program komputer perkembangan; Memberikan
pelatihan kepada siswa SMP dan SMA.
b. Bidang Sosial : Pemberdayaan pendidikan anak kurang mampu; Pembinaan
remaja olahraga; Pasar murah penjualan sembako; Cerdas cermat; Gebyar
festival seni Islami; dan juga Peringatan HUT RI dengan mengadakan berbagai
macam lomba.
c. Bidang Ekonomi : Program kemitraan untuk usaha kecil menengah; Kelompok
usaha pembuatan pupuk organik; dan juga Membuat koperasi simpan pinjam.
d. Bidang Lingkungan : Perbaikan dan pengembangan drainase; Penanaman
pohon pelindung; Pengerasan dan pengaspalan jalan; Pembuatan gapura
Kampung Digital Sampali; dan Pembuatan plang nama PKK Kampung
Sampali.
32
8. PT HM Sampoerna, Tbk
Berbagai macam kegiatan CSR nya antara lain : Membentuk Tim Sampoerna
Resque untuk melaksanakan tanggap darurat terhadap bencana; Menciptakan
air bersih untuk masyarakat; Membangun usaha mikro dan kecil; Memberikan
beasiswa bagi SMA dan Sarjana; Melakukan penanaman pohon untuk
reboisasi.
9. PT Tambang Batubara Bukit Asam
a. Bidang Lingkungan : Pembuatan kolam pengendap lumpur; Pemanfaatan
tanaman minyak kayu putih; Membangun Taman Hutan Raya
b. Bidang Ekonomi : Membangun kelompok usaha pupuk Bokashi Organik
c. Bidang Sosial : Penataan Pasar Tanjung Enim
10. PT Arutmin Indonesia
Programnya antara lain : Kerjasama dengan KUD setempat; Program
AHPB(Aku Himung Petani Banua) yang mengajak masyarakat untuk
memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya; Membangun insfrastruktur;
Memberikan bantan kesehatan dan sosial lainnya.
11. PT Bakrieland Development, Tbk
Program CSR di Bakrieland antara lain : Membangun Rasuna Epicentrum,
yakni sebuah kawasan resapan air; Penggunaan solar energy system dalam
setiap project Bakrieland; Goes Green di Bali Nirwana Resort; Mempekerjakan
2 orang anggota keluarga yang tanahnya dibeli Bakrieland.
33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara konseptual, TSP adalah pendekatan dimana perusahaan
mengintegarasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis dan interaksi mereka
dengan para pemangku kepentingan ( stakeholders ) berdasarkan prinsip kesukarelaan
dan kemitraan. ( Nuryana, 2005 ). Meskipun sesungguhnya memiliki pendekatan
yang relative berbeda, beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan
identik dengan TSP antara lain, Investasi Sosial Perusahaan( corporate social
Investment/investing), pemberian perusahaan ( Corporate Giving), kedermawanan
Perusahaan ( Corporate Philantropy ). Secara teoretis, berbicara mengenai tanggung
jawab yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, maka setidaknya akan menyinggung
2 makna, yakni tanggung jawab dalam makna responsibility atau tanggung jawab
moral atau etis, dan tanggung jawab dalam makna liability atau tanggung jawab
yuridis atau hukum.
B. Saran
Adapun saran yang bisa saya berikan selaku penyusun makalah ini adalah,
sebaiknya setiap perusahaan harus bisa memahami dan merealisasikan CSR dengan
baik dan benar untuk bisa menciptakan sinerji keuntungan yang bisa dirasakan oleh
semua pihak termasuk didalamnya pemerintah dan masyarakat itu sendiri, semua ini
tidak lepas dari kerjasama partisipatif semuanya untuk bisa mewujudkan apa yang
dikatak oleh UUD 1945 pasal 33 ayat 3 yang intinya adalah segala kekayaaan alam di
34
ndonesia dikelola sepenuhnya oleh Negara dan dimanfatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.
35
HASIL DISKUSI DI KELAS
Tujuannya jelas!!! Yakni untuk membuat citra yang positif bagi perusahaan oleh
masyarakat. Semakin perusahaan dikenal “baik” oleh masyarakat, secara tidak
langsung produk yang dihasilkannya pun akan mendapatkan predikat “baik” pula,
dan itu akan meningkatkan kepercayaan masyarakat dan tentunya meningkatkan hasil
penjualan juga.
Adapun alasan perusahaan melakukan CSR ada 3 hal seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya :
36
2. Corporate Philanthropy, yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya
bersumber dari norma dan etika universal untuk menolong sesama dan
memperjuangkan kemerataan sosial.
Ketiga hal di atas pulalah yang menjadi dasar suatu perusahaan melaksanakan
program CSR bagi masyarakat di sekitarnya.
Apa langkah kongkrit pemerintah dalam hal menjadi Regulator atas kebijakan
perusahaan?
Apa peranan seorang Pekerja Sosial di dalam pelaksanaan CSR suatu perusahaan?
Menarik sekali pertanyaannya karena ini sudah memasuki wilayah pekerja sosial
dalam kaitannya dengan pelaksanaan CSR perusahaan. Yang jelas Pekerja Sosial di
sana dapat menjadi seorang manajer program, artinya Pekerja Sosial lah yang
merancang program-program pelayanan CSR bagi masyarakat. Pekerja Sosial juga
yang melakukan asesmen terhadap kebutuhan pelayanan masyarakat. Jadi nantinya
program CSR yang dijalankan oleh perusahaan akan tepat guna dan bermanfaat.
37
Ini juga sebuah pertanyaan yang menarik dan kami rasa patut menjadi pertanyaan kita
semua. Baiklah akan coba kami jawab. Sejatinya peluang Pekerja Sosial Industri ini
amatlah luas. Hanya saja memang dari kitanya sendiri yang masih “malu-malu”
menunjukkan kualitas kita. Alhasil ya malah orang lain yang menyerobot posisi
strategis itu. Padahal sebenarnya kita yang bisa menghandle dan mengerti kebutuhan
khusus dari masyarakat melalui asesmen yang detil. Nah, jadi sekarang ini
merupakan PR bagi kita semua untuk menunjukkan kualitas kita sebagai Pekerja
Sosial Profesional dan juga dukungan dari semua pihak untuk ikut mempromosikan
profesi ini.
Kita saat ini sedang menjalani Jurusan Rehabilitasi Sosial, bagaimana penerapan
Pekerja Sosial Klinis dalam perusahaan?
Sungguh pertanyaan yang kritis. Sebagai Pekerja Sosial Klinis, kita dalam perusahaan
bisa memberikan pelayanan kepada Bos dan Karyawan dalam rangka ikut
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dialami dan juga memberikan
pelayanan konseling guna meningkatkan kualitas dan semangat kerja.
DAFTAR PUSTAKA
38
Wahyudi, Isa & Busyra Azheri. 2008. Corporate Social Responsibility : Prinsip,
Pengaturan dan Implementasi. Malang : Inspire.
Tofi, La. Majalah Bisnis dan CSR. Juli 2008. Jakarta : LatofiSukma DivaEvente
http://www.jababeka.com/site/
http://www.unilever.co.id/ourvalues/
Suharto, Edi, Ph.D, 2007, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri: Memperkuat
Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Bandung : Refika Aditama.
39