Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika Profesi

Dosen Pengampu : Selfi Afriani Gultom, S.E.,Ak.,M.Si.

OLEH :
Dola Malau (1705151012)
Erin Ariani Br. Surbakti (1805151035)
Gabriella M. Sitorus (1805151046)
Maymunah Ghavira (1805151056)

JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI AKUNTANSI KEUANGAN PUBLIK
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah tentang
“Corporate Social Responsibility (CSR).”

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Selfi Afriani Gultom, S.E.Ak.,
M.Si, selaku dosen mata kuliah Etika Profesi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua anggota kelompok yang
telah berperan dalam memberikan waktu dan pikirannya dalam penyusunan
makalah ini serta referensi dari sumber-sumber infomasi yang kami peroleh.

Akhir kata, disadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, dan kemampuan penulis.
Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan penulisan makalah ini.

Medan, 17 November 2021

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang CSR..................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................. 4
A. Pengertian CSR............................................................................ 4
B. Manfaat CSR................................................................................ 8
C. Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR................................... 10
D. Teori Pendukung CSR.................................................................. 12
E. Pro dan Kontra terhadap CSR...................................................... 13
F. CSR dan Hukum Perseroan di Indonesia..................................... 15
G. CSR dan Implikasinya pada Iklim Penanaman Modal di Indo.... 17
H. CSR dalam Badan Usaha Milik Negara....................................... 21
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 23
A. Kesimpulan................................................................................... 23
B. Saran............................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang Corporate Social Responsibility (CSR)

CSR adalah sebuah konsep yang tidak hadir secara instan. CSR
merupakan hasil dari proses panjang dimana konsep dan aplikasi dari konsep CSR
pada saat sekarang ini telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan dari
konsep-konsep terdahulunya.
Perkembangan CSR secara konseptual baru dikemas sejak tahun  1980-
an yang dipicu sedikitnya oleh 5 hal berikut:
1) Maraknya fenomena “take over” antar korporasi yang kerap dipicu oleh
keterampilan rekayasa finansial.
2) Runtuhnya tembok Berlin yang merupakan simbol tumbangnya paham komunis
dan semakin kokohnya imperium kapitalisme secara global.
3) Meluasnya operasi perusahaan multinasional di negaranegara berkembang,
sehingga di tuntut supaya memperhatikan: HAM, kondisi sosial dan perlakukan
yang adil terhadap buruh.
4) Globalisasi dan menciutnya peran sektor publik (pemerintah) hampir di seluruh
dunia telah menyebabkan tumbuhnya LSM (termasuk asosiasi profesi) yang
memusatkan perhatian mulai dari isu kemiskinan sampai pada kekuatiran akan
punahnya berbagai spesies baik hewan maupun tumbuhan sehingga ekosistem
semakin labil.
5) Adanya kesadaran dari perusahaan akan arti penting merk dan reputasi perusahaan
dalam membawa perusahaan menuju bisnis berkelanjutan.

Pada tahun 1990-an muncul istilah corporate social reponsibility(CSR).


Pemikiran yang melandasi CSR yang sering dianggap inti dari etika bisnis adalah
bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban-kewajiban ekonomi dan
legal (artinya kepada pemegang saham atau shareholder) tetapi juga kewajiban-
kewajiban terhadap pihak-pihak lain yang berkepentingan (stakeholder) yang
jangkauannya melebihi kewajiban-kewajiban di atas. Tanggung jawab sosial dari

1
perusahaan terjadi antara sebuah perusahaan dengan semua stakeholder, termasuk
di dalamnya adalah pelanggan atau customer, pegawai, komunitas, pemilik atau
investor, pemerintah, supplier bahkan juga kompetitor. Perkembangan CSR saat
ini juga dipengaruhi oleh perubahaan orientasi CSR dari suatu kegiatan bersifat
sukarela untuk memenuhi kewajiban perusahaan yang tidak memiliki kaitan
dengan strategi dan pencapaian tujuan jangka panjang, menjadi suatu kegiatan
strategis yang memiliki keterkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan dalam
jangka panjang.
Di Indonesia wacana mengenai CSR mulai mengemuka pada tahun 2001,
namun sebelum wacana ini mengemuka telah banyak perusahaan yang
menjalankan CSR dan sangat sedikit yang mengungkapkannya dalam sebuah
laporan. Hal ini terjadi mungkin karena kita belum mempunyai sarana pendukung
seperti: standar pelaporan, tenaga terampil (baik penyusun laporan maupun
auditornya). Di samping itu sektor pasar modal Indonesia juga kurang mendukung
dengan belum adanya penerapan indeks yang memasukkan kategori saham-saham
perusahaan yang telah mempraktikkan CSR. Sebagai contoh, New York Stock
Exchange memiliki Dow Jones Sustainability Index (DJSI) bagi saham-saham
perusahaan yang dikategorikan memiliki nilai corporate sustainability dengan
salah satu kriterianya adalah praktik CSR. Begitu pula London Stock Exchange
yang memiliki Socially Responsible Investment (SRI) Index dan Financial Times
Stock Exchange (FTSE) yang memiliki FTSE 4Good sejak 2001.
CSR bukan saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban.
CSR adalah suatu peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis.
Maka,bisnis tidak hanya mengurus permasalahan laba , tapi juga sebagai sebuah
institusi pembelajaran. Bisnis harus mengandung kesadaran sosial terhadap
lingkungan sekitar.
Ada enam kecenderungan utama, yang semakin menegaskan arti penting
CSR, yaitu :
1) Meningkatnya kesenjangan antara kaya dan miskin;
2) Posisi negara yang semakin berjarak pada rakyatnya;
3) Makin mengemukanya arti kesinambungan;
4) Makin gencar sorotan kritis dan resistensi publik, bahkan bersifat anti perusahaan.

2
5) Tren ke arah transparansi;
6) Harapan terwujudnya kehidupan lebih baik dan manusiawi pada era  millennium
baru.
Tak heran, CSR telah menjadi isu bisnis yang terus menguat. Isu ini sering
diperdebatkan dengan pendekatan nilai-nilai etika, dan memberi tekanan yang
semakin besar pada kalangan bisnis untuk berperan dalam masalah-masalah
sosial, yang akan terus tumbuh. Isu CSR sendiri juga sering diangkat oleh
kalangan bisnis, manakala pemerintahan nasional di berbagai negara telah gagal
menawarkan solusi terhadap berbagai masalah kemasyarakatan
                        Namun, upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari
kalangan ekonom sendiri juga muncul reaksi sinis. Ekonom Milton Friedman,
misalnya, mengritik konsep CSR, dengan argumen bahwa tujuan utama
perusahaan pada hakikatnya adalah memaksimalkan keuntungan (returns) bagi
pemilik saham, dengan mengorbankan hal-hal lain. Ada juga kalangan yang
beranggapan, satu-satunya alasan mengapa perusahaan mau melakukan proyek-
proyek yang bersifat sosial adalah karena memang ada keuntungan komersial di
baliknya. Agar mengangkat reputasi perusahaan di mata publik atau pemerintah.
Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus menunjukkan bukti nyata bahwa
komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah main-main. Manfaat dari
CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis juga bervariasi, tergantung pada sifat
(nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit diukur secara kuantitatif.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Corporate Social Responsibility (CSR)


Walaupun konsep CSR dewasa ini sangat popular, namun belum dijumpai
keseragaman dalam mendefinisikan konsep CSR. Istilah CSR sendiri
diperkenalkan pertama kali dalam tulisan Social Responsibility of the
Businessman tahun 1953. CSR digagas Howard Rothmann Browen untuk
mengeleminasi keresahan dunia bisnis. CSR adalah sebuah pendekatan dimana
perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka. CSR
bisa dikatakan komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk
berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi,
seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta
komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya. Dalam interaksi dengan
para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan
kemitraan.
Dibawah ini diberikan beberapa definisi yang dikutip dari beberapa ahli
dan juga dari buku Membedah Konsep dan Aplikasi CSR  karangan Yusuf
Wibisono (2007), buku Corporate Social Responsibility dari A.B. Susanto (2007),
dan beberapa buku lainnya.
a)      The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan CSR
sebagai “Continuing commitment by business to behave athically and contribute
to economic development while improving the quality of life of the workforce and
their families as well as of the local community and society at large”.[“Komitmen
bisnis untuk secara terus-menerus berperilaku etis dan berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi serta meningkatkan kualitas hidup karyawan dan
keluarganya, masyrakat local, serta masyarakat luas pada umumnya.”]
b)      EU Green Paper on CSR memberikan definisi CSR sebagai “ a concept whereb
companies intergrate social and environmentalconcerns in their business
operations and it their interaction with their stakeholders on a voluntary
basis.” [“Suatu konsep dimana perusahaan menginterasikan perhatian pada

4
masyarakat dan lingkungan dalm operasi bisnisnya serta dalam interkasinya
dengan para pemangku kepentingan secara sukarela.”]
c)      Magnan dan Ferrel mendefinisikan CSR sebagai “ a business acts in a socially
responsible manner when its decision and account for and balance diverse
stakeholder interest”. [“Suatu bisnis dikatakan telah melaksanakan
tanggungjawab sosialnya jika keputusan-keputusan yang diambil telah
mempertimbangkan keseimbangan antar berbagai pemangku kepentingan yang
berbeda-beda”.]
d)     A.B. Susanto mendefinisikan CSR sebagai tanggungjawab perusahaan baik ke
dalam maupun ke luar perusahaan. Tanggungjawab ke dalam diarahkan kepada
pemegang saham dan karyawan dalam wujud profitabilitas dan pertumbuhan
perusahaan, sedangkan tanggungjawab ke luar dikaitkan dengan peran perusahaan
sebagai pembayar pajak dan penyedia lapangan kerja, meningkatkan
kesejahteraan dan kompetensi masyarakat, serta memelihara lingkungan bagi
generasi mendatang.
e)      Elkington mengemukakan bahwa tanggaungjawab social perusahaan mencakup
tiga dimensi, yang lebih popular dengan singkatan 3P, yaitu: mencapai
keuntungan (profit) bagi perusahaan, memberdayakan masyarakat (people), dan
memelihara kelestarian alam (planet).
f)       Kotler dan Nancy CSR didefinisikan sebagai komitmen perusahaan untuk
meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis yang baik dan
mengkontribusikan sebagian sumber daya perusahaan
g)      CSR Forum, CSR didefinisikan sebagai bisnis yang dilakukan secara transparan
dan terbuka serta berdasarkan pada nilai-nilai moral dan menjunjung tinggi rasa
hormat kepada karyawan, komunitas dan lingkungan.
Jika dilihat dari beberapa definisi CSR diatas, tampak bahwa secara umum
CSR adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai
kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap
sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. Contoh bentuk
tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian
beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas

5
umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan
berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar
perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan
fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan
stakeholder-nya.
Berdasarkan dari konsep 3P yang dikemukakan Elkington, konsep CSR
sebenarnya ingin memadukan tiga fungsi perusahaan secara seimbang, yaitu :
a)      Fungsi Ekonomis. Fungsi ini merupakan fungsi tradisonal perusahaan, yaitu
untuk memperoleh keuntungan(profit) bagi perusahaan.
b)     Fungsi Sosial. Perusahaan menjalankan fungsi ini melalui pemberdayaan
manusianya, yaitu para pemangku kepentingan(people) baik pemangku
kepentingan primer maupun pemangku ke[entingan sekunder. Selain itu, melalui
fungsi ni perusahaan berperan menjaga keadilan ndalam membagi manfaat dan
menanggung beban yang ditimbulkan dari aktivitas perusahaan.
c)      Fungsi Alamiah. Perusahaan berperan dalam menjaga kelestarian alam(planet).
Perusahaan hanya merupakan salah satu elemen dalam system kehidupan di bumi
ini. Bila bumi ini dirusak maka seluruh bentuk kehidupan di bumi akan terancam
musnah. Bila tidak ada kehidupan, bagaimana mungkin akan ada perudahaan yang
masih bertahan hidup?
Menurut Philip Kotler, ada enam program CSR yang mungkin untuk
dijalankan sebuah perusahaan:
1)      Cause Promotion. Perusahaan menyediakan dana atau menyediakan resources
lainya seperti tenaga sukarela atau mendukung kegiatan pengumpulan dana untuk
membiayai suatu program CSR. Contoh, Body Shop mendukung kampanye 
untuk anti pengunaan binatang  sebagai percobaan untuk produk-produk
kosmetik.
2)      Cause-Related Marketing. Peresahaan mendukung suatu program CSR
tertentu dengan cara menyumbangkan dana dari hasil penjualan produk
perusahaan, biasanya dilakukan untuk jenis produk tertentu dan untuk periode 
tertentu saja.Contoh,Avon and The Avon Foundation mendukung program
kampanye kanker payudara tentang penyebab dan penangulangannya

6
3)      Corporate Social Marketing. Perusahaan mendukung program CSR yang
sifatnya  kampanye perubahan perilaku yang tidak baik menjadi baik atau lebih
baik seperti, peningkatan kesehatan masyrakat, keselamatan kerja, kerusakan
lingkungan dan lain-lain. Bisa dilakukan sendiri atau mencarimitra yang
mempunyai kepedulian yang terhadap isu yang sama. Contoh, The Home Depot
mengkampanyekan dan memberikan petunjuk mengenai bagaimana menghemat
pengunaan air melalui brosur,pelatihan dan lain-lain.
4)      Corporate Philanthropy. Program CSR ini dilakukan dengan cara
memberikan bantuan langsung, baik dana maupun tenaga terhadap isu sosial
tertentu.Contoh, Microsoft memberikan bantuan uang tunai dan software gratis
kepada sekolah-sekolah
5)      Community Voluntering. Perusahaan memberikan bantuan untuk isu tertentu
dengan cara memberikan bantuan tenaga sukarela yang diperlukan dalam program
CSR tersebut. Contoh, IBM memberikan bantuan dengan cara memberikan
pelatihan tentang komputer kepada siswa.
6)      Social Responsible Business Practice. Program CSR ini dilakukan dengan
melakukan untuk tujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat dengan cara
memilih cara-cara operasi yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Pemilihan
cara-cara oeprasi yangs esuai dengan etika dan moral yang berkembang
dimasyarakat.Contoh, Kraft Food bekerja sama dengan  Wellness Advisory
Council mencantumkan label nutrisi dalam setiap kemasan produknya.
Berkaitan dengan implementasi CSR perusahaan dapat dikelompokan
kedalam beberapa kategori untuk menggambarkan komitmen dan kemampuan
perusahaan dalam menjalankan CSR. Dengan menggunakan dua pendekatan,
sedikitnya ada delapan kategori perusahaan. Perusahaan yang ideal memiliki
kategori reformis dan progresif. Dalam kenyataan, kategori ini bisa saling
bertautan.

1. Berdasarkan proporsi keuntungan perusahaan dan besarnya anggaran CSR, ada


empat kategori yaitu;
- Perusahaan Minimalis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggaran CSR yang
rendah. Perusahaan kecil dan lemah biasanya termasuk dalam kategori ini.

7
- Perusahaan Ekonomis. Perusahaan yang memiliki keuntungan tinggi, namun
anggran CSR-nya rendah seperti perusahaan besar namun pelit.
- Perusahaan Humanis. Meskipun profitnya perusahaan rendah, proporsi anggaran
CSR-nya relatif tinggi. Layak disebut perusahaan dermawan atau baik hati.
- Perusahaan Reformis. Perusahaan yang memiliki profit dan anggran CSR yang
tinggi. Perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada strategi bisnisnya,
memandang CSR bukan sebagai beban, melainkan sebagai peluang untuk maju.
2. Berdasarkan tujuan perusahaan dalam implementasi CSR, ada empat kategori
yaitu;
- Perusahaan Pasif. Perusahaan yang menerapkan CSR tanpa tujuan jelas, sekedar
melakukan kegiatan karitatif. Perusahaan seperti ini melihat promosi dan CSR
sebagai hal kurang bermanfaat bagi perusahaan.
- Perusahaan Impresif. Perusahaan yang menggunakan CSR untuk promosi alias
tebar pesona daripada untuk pemberdayaan.
- Perusahaan Agresif. CSR lebih ditujukan untuk pemberdayaan ketimbang
promosi. Perusahaan seperti ini lebih mementingkan karya nyata ketimbang tebar
pesona.
- Perusahaan Progresif. Perusahaan menerapkan CSR untuk tujuan pemberdayaan
dan sekaligus promosi. Promosi dan CSR dipandang sebagai kegiatan yang
bermanfaat dan menunjang satu sama lain bagi kemajuan perusahaan.

B.   Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)


CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan sustainability perusahaan
jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar profitability. Manfaat bagi
masyarakat dan keuntungan bagi perusahaan Manfaat bagi masyarakat dan
perusahaan itu sangat bagus dengan adanya CSR ini. Karena di dalam CSR ini
terdapat point-point seperti :
- Pengembangan Ekonomi misalnya kegiatan di bidan pertanian,
peternakan,koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM).
- Kesehatan dan Gizi Masyarakat misalnya penyuluhan, pengobatan, pemberian
gizibagi balita, program sanitasi masyarakat dan sebagainya.

8
- Pengelolaan Lingkungan misalnya penanganan limbah, pengelolaan sampah
rumah tangga, reklamasi dan penanganan dampak lingkungan lainnya.
- Pendidikan, Ketrampilan dan Pelatihan misalnya pemberian beasiswa bagi siswa
berprestasi dan siswa tidak mampu, magang atau job training, studi
banding,peningkatan ketrampilan, pelatihan dan pemberian sarana pendidikan.
- Sosial, Budaya, Agama dan Infrastruktur misalnya kegiatan bakti sosial,
budayadan keagamaan serta perbaikan infrastruktur di wilayah masyarakat
setempat.
Dari point-point tersebut jadi bisa diambil kesimpulannya bawa manfaat
CSR bagi masyarakat itu ialah :
- Masyarakat jadi lebih mudah dalam mendapatkan hak nya sesuai dengan sila-4,
- Dapat membantu masyarakat apabila ingin melakukan kegiataan perekonomian,
- Meningkatkan tingkat kesehatan,
- Mengurangi tingkat penggangguran dan
- Mengurangi tingkat putus sekolah masyarakat.

Kemudian manfaat bagi perusahan adalah :


- Perusahaan lebih mudah mengalokasikan dana yang mengendap melalui
kegiatan pemberian kredit bagi masyarakat yang ingin melakukan kegiatan
ekonomi seperti (KUR)
- Dapat meningkatkan penghasilan perusahaan juga sebab apabila taraf hidup
masyarakat maju maka daya beli masyarakat juga akan bertambah hal ini yang
akan menjadi bertambahnya penghasilan bagi perusahaan.
- Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan;
- Mendapatkan lisensi untuk beroprasi secara sosial;
- Mereduksi risiko bisnis perusahaan;
- Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha;
- Membuka peluang pasar yang lebih luas;
- Mereduksi biaya misalnya terkait dampak lingkungan;
- Memperbaiki hubungan dengan stakeholders;
- Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan;
- Peluang mendapatkan penghargaan

9
Lalu jika dikelompokkan, sedikitnya ada empat manfaat CSR terhadap
perusahaan (Wikipedia, 2008) :
- Brand differentiation. Dalam persaingan pasar yang kian kompetitif, CSR bisa
memberikan citra perusahaan yang khas, baik dan etis di mata publik yang pada
gilirannya menciptakan customer loyalty. The Body Shop dan BP (dengan
bendera “Beyond Petroleum”-nya), sering dianggap sebagai memiliki image unik
terkait isu lingkungan.
- Human resources. Program CSR dapat membantu dalam perekrutan karyawan
baru, terutama yang memiliki kualifikasi tinggi. Saat interview, calon karyawan
yang memiliki pendidikan dan pengalaman tinggi sering bertanya tentang CSR
dan etika bisnis perusahaan, sebelum mereka memutuskan menerima tawaran.
Bagi staf lama, CSR juga dapat meningkatkan persepsi, reputasi dan dedikasi
dalam bekerja.
- License to operate. Perusahaan yang menjalankan CSR dapat mendorong
pemerintah dan publik memberi ”ijin” atau ”restu” bisnis. Karena dianggap telah
memenuhi standar operasi dan kepedulian terhadap lingkungan dan masyarakat
luas.
- Risk management. Manajemen resiko merupakan isu sentral bagi setiap
perusahaan. Reputasi perusahaan yang dibangun bertahun-tahun bisa runtuh
dalam sekejap oleh skandal korupsi, kecelakaan karyawan atau kerusakan
lingkungan. Membangun budaya ”doing the right thing” berguna bagi perusahaan
dalam mengelola resiko-resiko bisnis.

C.   Tingkat/Lingkup Keterlibatan dalam CSR

Walaupun sudah banyak perusahaan yang menyadari pentingnya untuk


menajalankan CSR, namun masih ada juga yang keberatan untuk menjalankannya.
Bahkan di antara mereka yang setuju agar perusahaannya menjalankan CSR,
masih terdapat perbedaan dalam memaknai tingkat keterlibatan perusahaan dalam
menjalankan program CSR. Pada akhirnya, keberhasilan CSR dan cakupan
program CSR yang dijalankan akan ditentukan olehtingkat kesadaran para
pelaku bisnis dan para pemangku kepentingan terkait lainnya. Ada tiga tingkat

10
kesadaran yang dimiliki oleh seseorang yaitu, tingkat kesadaran hewani, tingkat
kesadaran manusiawi, dan tingkat kesadaran transedental. Mereka yang masih
berkeberatan dengan program CSR ini dapat dikatakan bahwa mereka masih
mempunyai tingkat kesadaran hewani,dan masih menganut teori etika egoisme.
Program CSR akan berjalan efektif bila para pihak yang terkait dalam bisnis
(oknum pengelola, pemerintah, dan masyarakat) sudah mempunyai tingkat
kesadaran manusiawi atau transedental, serta menganutteori-teori etika dalam
koridor utilitarianisme, deontologi, keutamaan, dan teonom.
Lawrence, Weber, dan Post (2005) melukiskan tingkat kesadaran ini
dalam bentuk tingkat keterlibatan bisnis dengan para pemangku kepentingan
dalam beberapa tingkatan hubungan, yaitu : inactive, reactive, proactive, dan
interactive.
1. Perusahaan yang inactive sama sekali mengabaikan apa yang menjadi perhatian
pihak pemangku kepentingan.
2. Perusahaan yang reactive hanya bereaksi bila ada ancaman atau tekanan yang
diperkirakan akan mengganggu perusahaan dari pihak pemangku kepentingan
tertentu.
3. Perusahaan yang proactive akan selalu mengantisipasi apasaja yang menjadi
kepedulian para pemangku kepentingan, sedangkan
4. Perusahaan yang interactive selalu membuka diri dan mengajak para pemangku
kepentingan untuk berdialog setiap saat atas dasar saling menghormati, saling
memercayai, dansaling menguntungkan.

Berdasarkan tingkap/lingkup keterlibatan ini, Lawrence, Weber, dan Post


(2005) membedakan dua prinsip CSR, yaitu: prinsip amal (charity principles) dan
prinsip pelayanan (stewardship principles). Perbedaan kedua prinsip ini terletak
pada perbedaan kesadaran dan ruang lingkup keterlibatan. Berikut cirri-ciri yang
membedakannya.

Ciri-ciri Prinsip Amal Prinsip Pelayanan


Definisi Bisnis seharusnya Sebagai agen publik, tindakan
memberikan bantuan bisnis seharusnya

11
sukarela kepada orang atau mempertimbangkan semua
kelompok yang memerlukan kelompok pemagku kepentingan
yang dipengaruhi oleh keputusan
dan kebijakan perusahaan.
Tipe Filantropi korporasi : Mengakui adanya saling
Aktivitas tindakan sukarela untuk ketergantungan perusahaan
menunjang cita perusahaan dengan masyarakat;
Menyeimbangkan kepentingan
dan kebutuhan semua ragam
kelompok di masyarakat.
Contoh Mendirikan yayasan amal, Pribadi yang tercerahkan,
berinisiatif untuk memenuhi ketentuan hukum,
menanggulangi masalah menggunakan pendekatan
social, bekerja sama dengan stakeholders dalam perencanaan
kelompok masyarakat yang strategis perusahaan.
memerlukan

D.   Teori Pendukung CSR


Menurut Parsons (1961) teori CSR dan pendekatan terkait difokuskan
pada salah satu aspek berikut realitas sosial: ekonomi, politik, integrasi sosial dan
etika yang dapat diamati dalam sistem sosial.
1.      Teori Instrumental. Teori ini mengasumsikan bahwa korporasi merupakan
instrumen untuk penciptaan kekayaan dan bahwa ini adalah tanggung jawab
sosialnya. Hanya aspek ekonomi dari interaksi antara bisnis dan masyarakat
dianggap. Jadi setiap kegiatan sosial yang seharusnya diterima jika, dan hanya
jika, itu konsisten dengan penciptaan kekayaan. Teori ini disebut Teori berperan
karena mereka memahami CSR sebagai sarana hanya untuk akhir keuntungan.

2.      Teori Politik. Teori kedua yang kekuatan sosial perusahaan ditekankan,


khususnya dalam hubungannya dengan masyarakat dan tanggung jawab dalam
arena politik terkait dengan kekuasaan ini. Hal ini menyebabkan perusahaan untuk
menerima tugas sosial dan hak atau berpartisipasi dalam kerjasama sosial tertentu.

12
3.      Teori Integratif. Teori ini menganggap bahwa bisnis harus mengintegrasikan
tuntutan sosial. Mereka biasanya berpendapat bahwa bisnis tergantung pada
masyarakat untuk kelangsungan dan pertumbuhan dan bahkan untuk keberadaan
bisnis itu sendiri. Tuntutan sosial umumnya dianggap sebagai cara di mana
masyarakat berinteraksi dengan bisnis dan memberikan suatu legitimasi dan
prestise tertentu. Akibatnya, manajemen perusahaan harus memperhitungkan
tuntutan sosial, dan mengintegrasikan mereka sedemikian rupa bahwa bisnis
beroperasi sesuai dengan nilai-nilai sosial. Jadi, isi dari tanggung jawab bisnis
terbatas pada ruang dan waktu dari setiap situasi tergantung pada nilai-nilai
masyarakat pada saat itu, dan datang melalui peran fungsional perusahaan
(Preston dan Post, 1975). Dengan kata lain, tidak ada tindakan khusus yang
manajemen bertanggung jawab untuk melakukan seluruh waktu dan dalam setiap
industri.
4.      Teori Etis. Teori keempat memahami bahwa hubungan antara bisnis dan
masyarakat tertanam dengan nilai-nilai etika. Hal ini menyebabkan visi CSR dari
perspektif etika dan sebagai konsekuensinya, perusahaan harus menerima
tanggung jawab sosial sebagai kewajiban etis atas pertimbangan lainnya.

E.   Pro dan Kontra terhadap CSR


Sebagimana telah diungkap sebelumnya, masih banyak pihak yang
menentang implementasi CSR walaupun telah banyak pelaku bisnis dan
pemangku kepentingan terkait yang menyadari dan menyetujui pentingnya
perusahaan untuk melaksanakan program CSR. Proses lahirnya Undang-undang
Perseroan Terbatas di Indonesia-yang dalam salah satu pasalnya (Pasal 74)
mewajibkan perusahaan untuk menjalankan tanggung jawab social dan
lingkungan-telah menimbulkan kontroversi pro dan kontra. Ini menunjukkan
bahwa para pelaku bisnis-khususnya di Indonesia- belum banyak yang
mendukung program CSR ini. Tidak sulit memperoleh fakta untuk mendukung
fenomena ini. Lihat saja misalnya kasus Lumpur Lapindo Brantas di
Sidoarjo,kasusu Freeport di Papua, kerusakan hutan lumpuhnya bandara
Internasional Soekarno-Hatta dan akses jalan tol ke bandara karena banjir dan,
sebagainya. Semua ini ada hubungannya dengan aktivitas bisnis yang tidak peduli

13
dengan lingkungan social dan alam sekitar. Ketersendatan pelaksanaan CSR ini
tidak saja terjadi di Indonesia, tetapi juga hamper di semua Negara termasuk
Negara-negara maju.
            Pada konferensi tentang pemanasan global yang dihadiri oleh hamper
semua Negara di dunia pada akhir tahun 2007 di Bali, semua Negara menyadari
dan sepakat bahwa pemanasan global yang terjadi dewasa ini disebabkan oleh
kelalaian umat manusia pada umunya dan masyarakat bisnis pada khususnya
dalam menjaga kelestarian alam. Namun memasuki sesi perundingan mengenai
bagaimana mengatasi filantropi pemanasan global ini, timbullah perdebatan sengit
dan berlarut-larut yang justru hambatannya dating dari Negara-negara maju yang
dipelopori oleh Amerika Serikat. Hal ini tidk mengherankan karena bila
membicarakan program CSR, berarti membawa konsekuensi biaya yang harus
dipikul dalam menanggulangi kerusakan lingkungan. Akhirnya disini muncul
kermbali egoism Negara atau egoism kelompok usahawan besar yang kurang
menyadari pentingnya tindakan bersama dalam menyelamatkan lingkungan hidup.
            Sonny Keraf (1998) telah mencoba menginvetarisasi alasan-alasan bagi
yang mendukung dan menentang perlunya perusahaan menjalankan program
CSR.

1.      Alasan-alasan yang menentang antara lain :


a) Perusahaan adalah lembaga ekonomi yang tujuan pokoknya mencari keuntungan,
bukan merupakan lembaga social.
b) Perhatian manajemen perusahaan akan terpecah dan akan membingungkan
mereka bila perusahaan dibebani banyak tujuan.
c) Biaya kegiatan social akan meningkatkan biaya produk yang akan ditambhakan
pada harga produk sehingga pada gilirannya akan merugikan
konsumen/masyarakat itu sendiri.
d) Tidak semua perusahaan mempunyai tenaga yang terampil dalam menjalankan
kegiatan social.

2.      Alasan-alasan yang mendukung CSR yaitu :

14
a) Kesadaran yang meningkat dan masyarakat yang semakin kritis terhadap dampak
negatif dari tindakan perusahaan yang merusak alam serta merugikan masyarakat
sekitarnya.
b) Sumber daya alam yang semakin terbatas.
c) Menciptakan lingkungan social yang lebih baik.
d) Perimbangan yang lebih adil dalam memikul tanggung jawab dan kekuasaan
dalam memikul beban social dan lingkungan antara pemerintah, perusahaan dan
masyarakat.
e) Bisnis sebenarnya mempunyai sumber daya yang berguna
f) Menciptakan keuntungan jangka panjang

F.     CSR dan Hukum Perseroan di Indonesia

Kegiatan perusahaan (perseroan) di Indonesia didasarkan atas paying


hukum Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. Namun
Undang-Undang ini kemudian dicabut dan diganti dengan Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2007. Sebagimana diatur dalam Pasal 1 ayat 1 UU Nomor 40
Tahun 2007, yang dimaksud dengan perseroan adalah badan hukum yang
merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan
pelaksanaannya.
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2007, dikatakan alasan pencabutan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 untuk
diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007. Pertimbangan tersebut
antara lain karena adanya perubahan dan perkembangan yang cepat berkaitan
dengan teknologi, ekonomi, harapan masyarakat tentang perlunya peningkatan
pelayanan dan kepastian hukum, kesadaran sosial dan lingkungan, serta tuntutan
pengelolaan usaha yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan
yang baik.

15
Dan untuk CSR sendiri jelas ditegaskan dalam 2 Undang-undang, yakni
UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) pasal 74 & UU No.25
tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34.

1.      UU PT No.40 tahun 2007 pasal 74, berisi :


Ayat (1) : Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial
dan lingkungan.
Ayat (2) : Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan & diperhitungkan sebagai
biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan
& kewajaran.
Ayat (3) : Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (4) : Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial & lingkungan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2.      UU No.25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal pasal 15,17 & 34, berisi :
Pasal 15
Setiap penanam modal berkewajiban:
a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya
kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman
modal; dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundangundangan.

Pasal 17
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan
wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang

16
memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 34
1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai
sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi
atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.
3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat
dikenai sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

G.  CSR dan Implikasinya pada Iklim Penanaman Modal di Indonesia

Penanaman modal dalam  UUPM No. 25 Tahun 2007, Pasal  1 angka 1


dinyatakan bahwa ”Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing
untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia”.
Kehadiran UUPM NO. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
diharapkan, mampu memberikan angin segar kepada investor dan memberikan
iklim investasi yang menggairahkan. Kenyamanan dan ketertarikan investor asing
terutama apabila terciptanya sebuah kepastian hukum dan jaminan adanya
keselamatan dan kenyamanan terhadap modal yang ditanamkan. Secara garis
besar tujuan dari dikeluarkannya UU PM tentunya disamping memberikan
kepastian hukum juga adanya transparansi dan tidak membeda-bedakan serta
memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam dan luar negeri.

17
Dengan adanya kepastian hukum dan jaminan kenyamanan serta
keamanan terhadap investor, tentunya akan meningkatkan daya saing Indonesia di
pasar global yang merosot sejak terjadinya krisis moneter. Berkaitan dengan hal
tersebut, penanaman modal harus menjadi bagian dari penyelenggaraan
perekonomian nasional dan ditempatkan sebagai upaya untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan
pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kapasitas dan kemampuan
teknologi nasional, mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan, serta
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu sistem perekonomian yang
berdaya saing.
Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila
faktor penunjang yang menghambat iklim investasi dapat diatasi, antara lain
melalui perbaikan koordinasi antar instansi Pemerintah Pusat dan Daerah,
penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal,
biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di
bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan faktor
tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan.
Suasana kebatinan yang diharapkan oleh pembentuk UU PM, didasarkan
pada semangat ingin menciptakan iklim penanaman modal yang kondusif yang
salah satu aturannya mengatur tentang kewajiban untuk menjalankan CSR. Bagi
pelaku usaha (pemodal baik dalam maupun asing) memiliki kewajiban untuk
menyelenggarakan CSR baik dalam aspek lingkungan, sosial maupun budaya.
Penerapan kewajiban CSR sebabagaimana diatur dalam UU No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal , Pasal 15 huruf b menyebutkan ”Setiap penanam
modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan”. Jika tidak
dilakukan maka dapat diberikan sanksi administrasi berupa peringatan tertulis,
pembatasan kegiatan usaha, pembekuan, hingga pencabutan kegiatan usaha
dan/atau fasilitas penanaman modal (Pasal 34 ayat (1) UU No. 25 Tahun 2007).
Sedangkan yang dimaksud “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung
jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap
menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan,
nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat.

18
Ilustrasi yang menggambarkan keinginan dari berbagai anggota dewan
pada waktu itu adalah kewajiban CSR terpaksa dilakukan lantaran banyak
perusahaan multinasional yang beroperasi di Indonesia, lepas dari tanggung
jawabnya dalam mengelola lingkungan. ”Pengalaman menunjukkan, bahwa
banyak sekali perusahaan yang hanya melakukan kegiatan operasional tetapi
kurang sekali memberikan perhatian terhadap kepentingan sosial”. Beberapa
contoh kasus , seperti : lumpur Lapindo di Porong, lalu konflik masyarakat Papua
dengan PT. Freeport Indonesia, konflik masyarakat Aceh dengan Exxon Mobile
yang mengelola gas bumi di Arun, pencemaran oleh Newmont di Teluk Buyat dan
sebagainya.
Alasan lainnya adalah kewajiban CSR juga sudah diterapkan pada
perusahaan BUMN. Perusahaan-perusahaan pelat merah telah lama menerapkan
CSR dengan cara memberikan bantuan kepada pihak ketiga dalam bentuk
pembangunan fisik. Kewajiban itu diatur dalam Keputusan Menteri BUMN
maupun Menteri Keuangan sejak tahun 1997. ”oleh karena itu, perusahaan yang
ada di Indonesia sudah waktunya turut serta memikirkan hal-hal yang berkaitan
dengan lingkungan dimana perusahaan itu berada”. 
Tren globalisasi menunjukkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan
sudah menjadi hal yang mendesak bagi kepentingan umat manusia secara
keseluruhan. Lingkungan hidup yang sehat merupakan bagian dari hak azasi
manusia. Di Inggris dan Belanda misalnya, CSR menjadi sebuah penilaian hukum
oleh otoritas pasar modal, disamping penilaian dari publik sendiri. ”Kalau
perusahaan itu tidak pernah melakukan CSR justru kinerja saham di bursa saham
kurang bagus”.
CSR dalam konteks penanaman modal harus dimaknai sebagai instrumen
untuk mengurangi praktek bisnis yang tidak etis. Oleh karena itu harus dibantah
pendapat yang menyatakan CSR identik dengan kegiatan sukarela, dan
menghambat iklim investasi. CSR merupakan sarana untuk meminimalisir
dampak negatif dari proses produksi bisnis terhadap publik, khususnya dengan
para stakeholdernya. Maka dari itu, sangat tepat apabila CSR diberlakukan
sebagai kewajiban yang sifatnya mandatory dan harus dijalankan oleh pihak
perseroan selama masih beroperasi. Demikian pula pemerintah sebagai agen yang

19
mewakili kepentingan publik. Sudah sepatutnya mereka (pemerintah) memiliki
otoritas untuk melakukan penataan atau meregulasi CSR.
Dengan demikian, keberadaan perusahaan akan menjadi sangat
bermanfaat, sehingga dapat menjalankan misinya untuk meraih optimalisasi
profit, sekaligus dapat menjalankan misi sosialnya untuk kepentingan masyarakat.
Pengaturan mengenai tanggung jawab penanam modal diperlukan untuk
mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung jawab
lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban  serta upaya mendorong ketaatan
penanam modal terhadap peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan CSR secara konsisten oleh perusahaan akan mampu
menciptakan iklim investasi (penanaman modal). Anggapan yang mengatakan
bahwa CSR akan menghambat iklim investasi patut ditolak. Ada kewajiban bagi
setiap penanam modal yang datang ke Indonesia wajib mentaati aturan atau
hukum yang berlaku di Indonesia, apapun bentuknya. Indonesia masih
menjanjikan bagi investor dalam maupun asing. Sumber daya alam masih
merupakan daya tarik tersendiri dibandingkan negara-negara sesama ASEAN
dalam posisi  Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Kondisi tersebut dapat terwujud apabila diimbangi dengan  manfaat dari kesiapan
peningkatan mutu infrastrukturt, manusia, pengetahuan dan fisik.
UU PM memberikan jaminan kepada seluruh investor, baik asing maupun
lokal, berdasarkan asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan
yang sama dan tidak membedakan asal negara, kebersamaan, efisiensi,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, dan
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.   
CSR dalam UUPM dapat terlaksana jika dibarengi dengan lembaga yang
kuat dalam menegakkan aturan dan proses yang benar. Sebagaimana dikatakan
oleh Mochtar Kusumaatmadja, pengertian hukum yang memadai harus tidak
hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan azas-azas yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup
lembaga (institutions) dan proses (processes) yang diperlukan untuk mewujudkan
hukum itu dalam kenyataan. 
H.  CSR Dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

20
Menurut Edi Suharto (2008), peraturan tentang CSR yang relatif lebih
terperinci adalah UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. UU ini kemudian
dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN
No.:Per-05/MBU/2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tatacara
pelaksanaan CSR. Seperti diketahui, CSR milik BUMN adalah Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). Dalam UU BUMN dinyatakan bahwa
selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan
bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat.
Selanjutnya, Permeneg BUMN menjelaskan bahwa sumber dana PKBL berasal
dari penyisihan laba bersih perusahaan sebesar maksimal 2 persen yang dapat
digunakan untuk Program Kemitraan ataupun Bina Lingkungan.
Peraturan ini juga menegaskan bahwa pihak-pihak yang berhak mendapat
pinjaman adalah pengusaha beraset bersih maksimal Rp 200 juta atau beromset
paling banyak Rp 1 miliar per tahun. Namun, UU ini pun masih menyisakan
pertanyaan. Selain hanya mengatur BUMN, Program Kemitraan perlu dikritisi
sebelum disebut sebagai kegiatan CSR. Menurut Sribugo Suratmo (2008),
kegiatan Kemitraan mirip dengan sebuah aktivitas sosial dari perusahaan namun
di sini masih ada unsur bisnisnya (profit motive). Masing-masing pihak harus
memperoleh keuntungan.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dalam kedudukannya memiliki
posisi yang sangat strategis. Selaku unit bisnis/entitas usaha, BUMN yang
berbentuk Perseroan Terbatas (PT) tunduk sepenuhnya pada Undang-Undang
Perseroan Terbatas No.40/2007. Sedangkan dalam kedudukan selaku entitas usaha
yang dimiliki oleh Negara, maka BUMN tunduk pada Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 tentang BUMN. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan PKBL
sebagaimana diamanatkan UU No.19/2003 dan kewajiban pelaksanaan CSR
sebagai amanat UU No.40/2007 dapat dijabarkan sebagai berikut :
Untuk pelaksanaan PKBL di BUMN, diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 88
UU No. 19/2003 tentang BUMN sebagai berikut:
a. Pasal 2 ayat (1) huruf e. Salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah
turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

21
b. Pasal 88 ayat (1). BUMN dapat menyisihkan sebagian laba bersihnya untuk
keperluan pembinaan  usaha kecil/koperasi serta pembinaan masyarakat sekitar
BUMN.
c. Pasal 88 ayat (2). Ketentuan lebih lanjut mengenai penyisihan dan penggunaan
laba sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.

Selanjutnya dalam butir 5 Pasal 1 UU No.19/2003 tersebut


dinyatakan "Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk
mewakili pemerintah selaku pemegang saham negara pada Persero dan pemilik
modal pada Perum dengan memperhatikan peraturan perundang-
undangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan PKBL yang
diatur oleh Menteri Negara BUMN dalam Peraturan No.:Per-05/MBU/2007
tentang PKBL adalah dalam kedudukan Menteri Negara BUMN selaku pemegang
saham di BUMN.
Terbitnya UU No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas yang antara lain
mengatur kewajiban pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi
Perseroan Terbatas di satu pihak dan berlakunya kewajiban BUMN melaksanakan
PKBL di lain pihak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda karena pada
dasarnya kedua hal tersebut mengatur tentang tanggung jawab Perseroan. Oleh
karena itu diperlukan suatu kajian mengenai hal tersebut agar tidak menimbulkan
kerancuan dalam implementasinya bagi perusahaan BUMN di masa datang.

22
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A.   KESIMPULAN
CSR merupakan kewajiban mutlak perusahaan sebagai suatu bentuk
tanggung jawab sosial perusahaan berupa kepedulian dan perhatian pada
komunitas sekitarnya. Pandangan perusahaan terhadap kewajiban tersebut
berbeda-beda. Mulai dari anggapan sekedar basa-basi atau suatu keterpaksaan,
hanya untuk pemenuhan kewajiban, hingga pelaksanaan berdasarkan asas
kesukarelaan. Bentuk-bentuk CSR yang dapat dilakukan oleh perusahaan dapat
diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan yang penerapannya harus
disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat penerima CSR.
CSR memberikan manfaat yang sangat besar dalam menyejarterakan
masyarakat dan melestarikan lingkungan sekitarnya, serta bentuk investasi bagi
perusahaan pelakunya. Investasi bagi perusahaan dapat berupa jaminan
keberlanjutan operasi perusahaan dan pembentukan citra positif perusahaan.
Manfaat ini dapat diperoleh apabila perusahaan menerapkan CSR atas dasar
kesukarelaan, sehingga akan timbul hubungan timbal balik antara pihak
perusahaan dengan masyarakat sekitar. Masyarakat akan secara sukarela membela
keberlanjutan perusahaan tersebut dan memberikan persepsi yang baik pada

23
perusahaan. Dengan begitu citra positif perusahaan akan terbentuk dengan
sendirinya.

B.   SARAN
Berdasarkan pada pembahasan CSR di makalah ini, maka :
- Sebaiknya perusahaan memandang dan melaksanakan CSR secara sukarela
sebagai bentuk kearifan moral perusahaan
- Dalam pelaksanaan dan penerapan CSR, sebaiknya tujuan dan fokus utamanya
adalah kesejahteraan masyarakat dan upaya pelestarian lingkungan sebagai bentuk
tanggung jawab sosial perusahaan
- Perusahaan sebaiknya menjalin hubungan dan komunikasi yang  baik dengan
komunitas sekitar, agar penerapan CSR tepat pada sasaran yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/39325003/Makalah-CSR
http://wayangputra.blogspot.com/2012/11/pengertian-corporate-social.html
http://www.mediaqitafoundation.org/CSR.html
http://achmadsaerozi.wordpress.com/2011/10/17/corporate-social-responsibility-csr/
http://bisnisgroup.wordpress.com/2008/10/10/tindakan-dari-corporate-social-
responsibility-yang-dilakukan-oleh-perusahaan-indosat/
http://sumurung.wordpress.com/2009/02/24/csr-dan-undang-undang-no40-tahun-
2007-tentang-perseroan-terbatas/
http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/hukum-bisnis/84-tanggung-jawab-sosial-
perusahaan-corporate-social-responsibility-dan-iklim-penanaman-modal.html
http://blognyamitra.wordpress.com/2012/04/05/csr-tanggung-jawab-sosial-diatur-
oleh-undang-undang/
http://www.csrbusinessindonesia.com/2009/08/corporate-social-
responsibility_05.html
http://biola22.wordpress.com/category/makalah-csr/

24

Anda mungkin juga menyukai