Dosen pengampuh :
Disusun oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Hal yang pertama dan utama yang wajib sampaikan adalah ungkapan rasa syukur kami
kelompok 4 kepada Allah SWT karena hanya atas bimbingan dan hidayah-Nya, kelompok kami
mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Tanggung Jawab Etika Sosial Perusahaan”
Sholawat serta Salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad saw yang telah
memberikan teladan kehidupan kepada kita semua dan semoga kita diberikan kemampuan untuk bisa
menteladani apa yang sudah dicontohkan kepada kita.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Mikro Dalam penyusunan
makalah ini kami sempat mengalami berbagai kesulitan, oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih atas bimbingan dan bantuan kepada:
1. Ibu Maziyah Mazza Basya, M. SEI. sebagai dosen pembimbing mata kuliah Etika dan
Hukum Bisnis di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Kami kelompok 4 sangat menyadari bahwa di dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kelompok kami sangat mengharapkan
saran dan koreksi yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Kelompok kami
juga berharap bahwa makalah ini dapat menjadi sarana untuk saling bertukar informasi dan sebagai
bentuk pengabdian diri penulis kepada Allah SWT.
Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan umat islam
umumnya. Amiin Ya Robbal’alamin
Kelompok 4
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................iv
A. Latar Belakang......................................................................................................iv
B. Rumusan Masalah..................................................................................................v
C. Tujuan Masalah.....................................................................................................vi
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................7
A. Kurva Kepuasan Sama dan Peta Kepuasan Sama’.................................................7
B. Garis Anggaran Pengeluaran................................................................................11
C. Keseimbangan Konsumen....................................................................................14
D. Faktor-Faktor Yang Mengubah Keseimbangan Konsumen..................................14
E. Efek Penggantian dan Efek Pendapatan...............................................................14
BAB III PENUTUPAN..........................................................................................................14
A. KESIMPULAN....................................................................................................14
B. SARAN................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memperhatikan keadaan sosial budaya yang ada di sekitar sangat penting dalam membangun
sebuah perusahaan, karena ditakutkan munculnya pergerakan sosial dan budaya dari masyarakat
sekitar yang akan menghambat kegiatan operasional perusahaan tersebut seperti adanya rasa
cemburu sosial akibat pola hidup dan pendapatan yang sangat jauh antara pegawai perusahaan
dengan masyarakat sekitar perusahaan atau bahkan karena kondisi yang ada dalam perusahaan
itu sendiri seperti adanya perbedaan gaji antara pegawai pendatang atau karyawan asing dengan
pegawai lokal. Keadaan-keadaan yang ada tersebut pada dasarnya dapat menjadi pemicu
munculnya hambatan untuk berjalannya sebuah koorporasi dan menjadi penghambat untuk
membentuk kebudayaan perusahaan tersebut.
Dari berbagai permasalahan yang timbul, menyebabkan banyak perusahaan swasta mulai
mengembangkan Tanggung jawab sosial atau perusahaan atau Corporate Social Responsibility
(CSR). Tanggung jawab sosial perusahaan menunjukkan bentuk perhatian dari sebuah
perusahaan terhadap pihak lain yang terkait dengan perusahaan secara lebih luas dibandingkan
sekedar kepentingan perusahaan saja. Tanggung jawab atau CSR ini merujuk pada semua
hubungan yang terjadi antara perusahaan dengan semua stake holder yang mencakup pelanggan,
komunitas, pegawai, pemerintah, pemilik atau investor, supplier bahkan juga kompetitor.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perumusan masalah dalam Makalah ini meliputi;
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ialah sebagai berikut;
iv
3. Untuk mengetahui penerapan atau praktek CSR di Indonesia
4. Untuk mengetahui kebutuhan dalam standarisasi CSR
5. Untuk mengetahui efek dari mengimplementasikan CSR dalam perusahaan
v
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
pemimpin harus memahami dan mematuhi aturan-aturan yang terkait
dengan lingkungan sekitar, hak asasi manusia dan lain-lainnya.
d. Tanggung jawab diskresi
Tanggung jawab ini untuk mempertimbangkan kepentingan para
pemangku organisasi yang tidak tercakup pada tiga tanggung jawab
sebelumnya, sehingga pemimpin harus mempertimbangkan implikasi
keputusan yang mereka ambil terhadap masyarakat, lingkungan dan para
pemangku organisasi tersebut.
1) Pepsico
Perusahaan ini telah menetapkan target global untuk mengurangi
penggunaan air dalam memproduksi minumannya dan memperkenalkan
makanan-makanan yang lebih sehat seperti buah dan sayur ke pasar global.
2) Unilever
Kebijakan yang dilakukan yaitu mengurangi limbah plastik dengan
mengembangkan produk yang dapat digunakan secara berkelanjutan dan
8
juga memperkenalkan program kemitraan sosial supaya dapat membantu
masyarakat lokal yang ada di berbagai daerah.
3) Patagonia
Merupakan perusahaan yang memproduksi pakaian olahraga. Perusahaan
ini memilih memprioritaskan keberlanjutan dalam memproduksi barang
yang dihasilkan dan melakukan berbagai upaya untuk memperkuat
lingkungan dan masyarakat di daerah-daerah sekitar mereka beroperasi.
9
sekarang adalah peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR
atau laporan keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas
perusahaan di mata para pemangku kepentingannya.
10
C. Praktek CSR di Indonesia
Awal mula munculnya konsep Corporate Social Responsibility (CSR) adalah
adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Perusahaan disini
tidak terbatas pada perseroan terbatas, tetapi juga kegiatan usaha yang ada, baik
berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum (Widjaja & Pratama, 2008). CSR
sendiri telah diatur secara tegas di Indonesia yaitu pada Undang-Undang Nomor
40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007
tentang Penanaman Modal, dan Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara Nomor Per-5/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan
Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, khusus untuk perusahaanperusahaan
BUMN. Setelah itu tanggung jawab sosial perusahaan dicantumkan lagi dalam
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. CSR merupakan
komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya,
komunitas lokal, dan komunitas luas. Konsep CSR melibatkan tanggung jawab
kemitraan antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas masyarakat setempat
yang bersifat aktif dan dinamis (Marnelly, 2012). Eka Tjipta Foundation
mengatakan, CSR akan menjadi strategi bisnis yang inheren dalam perusahaan
untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan
merek produk (loyalitas) dan citra perusahaan (Widjaja & Pratama, 2008). Dari
pelaksanaan program CSR yang dijalankan oleh sebuah perusahaan maka hal itu
memberikan keunggulan bagi perusahaan itu sendiri, karenanya pada era ini
masyarakat yang sudah memikirkan bukan hanya kepada harga tetapi yang
berdampak baik bagi masyarakat luas. Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan suatu tindakan yang diambil pelaku bisnis atau pemangku kepentingan
melalui perilaku yang secara sosial bertanggung jawab kepada masyarakat. Dalam
menjalankan tanggung jawab sosialnya, pelaku bisnis atau perusahaan
memfokuskan perhatiannya kepada tiga hal, yakni ekonomi, sosial, dan
lingkungan, hal ini difokuskan sebagai kegiatan yang berkesinambungan dan
salah satu cara untuk mencegah krisis, yaitu dengan peningkatan reputasi atau
image (Sari, 2010).
11
Csr sendiri memiliki dua jenis konsep, yaitu dalam pengertian luas dan
dalam pengertian sempit.
CSR dalam pengertian luas :
berkaitan erat dengan tujuan mencapai kegiatan ekonomi berkelanjutan
(sustainable economic activity). Keberlanjutan kegiatan ekonomi bukan hanya
terkait soal tanggungjawab sosial tetapi juga menyangkut akuntabilitas
(accountability) perusahaan terhadap masyarakat dan bangsa serta dunia
internasional. Menurut (Widjaja & Yeremia, 2008) CSR merupakan bentuk
kerjasama antara perusahaan (tidak hanya Perseroan Terbatas) dengan segala hal
(stake-holders) yang secara langsung maupun tidak langsung berinteraksi dengan
perusahaan untuk tetap menjamin keberadaan dan kelangsungan hidup usaha
(sustainability) perusahaan tersebut. Pengertian tersebut sama dengan tanggung
jawab sosial dan lingkungan, yaitu merupakan komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya (Widjaja & Yani, 2006).
CSR menurut Kotler & Nance (2005) mendefinisikan sebagai komitmen korporasi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar melalui kebijakan praktik
bisnis dan pemberian kontribusi sumber daya korporasi.
CSR dalam pengertian sempit :
Dalam lingkup yang sempit CSR mencakup antara lain, yang pertama tanggung
jawab sosial kepada karyawan. Sedangkan yang kedua adalah tanggung jawab
sosial kepada steakholder, yakni pihak-pihak eksternal yang ikut mempengaruhi
jalannya korporasi.
Adapun pendapat yang menyatakan bahwasannya tujuan dari ekonomi dan
sosial adalah terpisah dan bertentangan adalah pandangan yang sangat salah.
Perusahaan tidak berfungsi secara terpisah dari masyarakat sekitarnya.
kebenarannya, kemampuan perusahaan untuk bersaing sangat tergantung pada
keadaan lokasi dimana perusahaan itu beroperasi. Oleh sebab itu, piramida CSR
yang dikembangkan Archie B. Carrol harus difahami sebagai satu kesatuan.
Karena, CSR sendiri adalah kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip
dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu profit, people dan
planet (3P). Penerapan CSR dipandang sebagai sebuah keharusan. CSR bukan
saja sebagai tanggung jawab, tetapi juga sebuah kewajiban. CSR merupakan suatu
peran bisnis dan harus menjadi bagian dari kebijakan bisnis. Jadi, bisnis tidak
hanya mengurus permasalahan laba, tapi juga sebagai sebuah institusi
pembelajaran. Bisnis harus mengandung kesadaran sosial terhadap lingkungan
sekitar (Tanudjaja, 2006).
Dalam CSR terdapat dua orientasi bentuk program yaitu internal dan
eksternal. Internal yang berbentuk tindakan atas program yang diberikan terhadap
12
komunitas dan eksternal yang mengarah berupa nilai dan korporat yang dipakai
untuk menerapkan atau mewujudkan tindakantindakan yang sesuai dengan
keadaan sosial terhadap komunitas sekitarnya.
Gerakan CSR di negara-negara maju, terutama Amerika Serikat memang
lebih banyak didorong oleh kesadaran secara sukarela (voluntary driven) (Kotler
& Nance, 2005). Akan tetapi Fyrnas dalam Raharjo ST (2017) juga menemukan
sejumlah hambatan penting dalam penerapan CSR di beberapa negara, anatara
lain adanya kegagalan dalam memahami negara dan konteks isu-isu khusus, gagal
melibatkan beneficiaries CSR, kurangnnya sumber daya manusia, specialist
pengembangan masyarakat; sikap-sikap sosial dari staf perusahaan atau hanya
fokus pada solusi teknis dan manajerial; tidak ada integrasi ke dalam sebuah
rencana pembangunana yang lebih luas. Di negara Indonesia, permasalahan yang
biasanya terjadi mengenai negara dan konteks isu khusus antara lain seperti
konflik antar suku, korupsi, tidak adanya upaya membangun partisipasi dari
perusahaan, , upaya memandirikan benerficiaries (Fyrnas dalam Raharjo ST,
2017).
Pelaksanaan CSR di Indonesia masih berada pada tahap pembagian
keuntungan yang dipergunakan untuk menjawab felt needs (keinginan) daripada
real needs (kebutuhan nyata) masyarakat. Hal ini disebabkan banyak perusahaan
belum memahami pentingnya mengetahui dan memfasilitasi kebutuhan nyata
masyarakat melalui pelaksanaan CSR yang tepat. Jika dalam penanganan yang
kurang tepat, maka hal tersebut akan menimbulkan sebuah masalah baru lagi,
karena permasalahan yang seharusnya diselesaikan, tidak terselesaikan dalam
masyarakat. Hal ini adanya kecenderungan perusahaan yang memberikan
sumbangan, padahal hal tersebut kurang tepat untuk mendidik atau
mengembangkan masyarakat, hal tersebut menciptakan sebuah ketergantungan
masayarakat kepada perusahaan. Perusahaan perlu menanamkan bahwa
masyarakat memerlukan pengembangan bagi diri mereka atau daerahnya.
Pengembangan bagi masyarakat agar lebih memiliki kualitas kehidupan yang
lebih baik sehingga dalam hal ini perusahaan dan masyarakat ikut serta dalam
berkembang bersama-sama. Namun, pada penelitian PIRAC pada tahun 2001
dalam jurnal Tanudjaja (2006) menunjukkan bahwa dana CSR dana CSR di
Indonesia mencapai lebih dari 115 miliar rupiah atau sekitar 11.5 juta dollar AS
dari 180 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial yang terekam
oleh media massa. Meskipun dana ini masih sangat kecil jika dibandingkan
dengan dana CSR di Amerika Serikat, dilihat dari angka kumulatif tersebut,
perkembangan CSR di Indonesia ini sangat menggembirakan.
Pelaksanaan CSR di Indonesia masih memiliki beberapa hambatan
tersendiri. Kebutuhan masyarakat masih belum terpenuhi secara nyata dan tepat
sasaran. Terkadang dari tiap perusahaan pun masih melakukan CSR ini bukan
sebagai tanggung jawab sosialnya saja. Tetapi melaksanakan sebagai keuntungan
13
komersial bagi perusahaan. Maka perusahaan perlu melakukan pembukti nyata
yang tepat bahwasannya yang dilakukan oleh mereka adalah komitmen yang
nyata. Agar CSR dapat berjalan dengan sesuai dan tepat maka perusahaan yang
menjalankan CSR perlu mengakui bahwa permasalahan masyarakat merupakan
milik mereka. Maka saat permasalahan dalam masyarakat milik dalam perusahaan
pula, mereka akan lebih mudah melakukan penanganan dan membuat rencana
strategis. CSR dapat membantu dan berkontribusi pada Indonesia bahwa dapat
mengurangi masalah yang ada. CSR dapat dijadikan sebagai kebutuhan yang
harus dilakukan bagi perusahaan bukan tuntutan, karena selain meingkatkan
image bagi perusahaan juga bisa dilakukan untuk membangun negara Indonesia.
D. Kebutuhan Standarisasi CSR
Sejak diberlakukannya UU No.40/2007 yang memuat ketentuan mengenai
kewajiban hukum pelaksanaan CSR bagi perusahaan yang bergerak di bidang
sumber daya alam maka terjadi pro-kontra antara pemerintah, perusahaan dan
LSM. Pemerintah dan perusahaan satu suara untuk menolak kebijakan penerapan
CSR sebagai kewajiban hukum karena hal tersebut dapat membebani biaya
operasional perusahaan, menurunkan produktifitas perusahaan dan menurunkan
minat investasi di Indonesia. Walaupun demikian, ada juga perusahaan-
perusahaan minyak dan gas bumi yang sudah menjalankan program CSR dengan
berpedoman pada beberapa panduan CSR internasional seperti ISO 26000 tentang
Social Responsibility atau Ten Principles of United Nations Global Compact.
Penggunaan standar internasional yang bersifat voluntary tersebut merupakan
langkah maju yang patut diapresiasi dalam rangka mewujudkan terlaksananya
program CSR yang transparan dan akuntabel. Namun demikian, perusahaan-
perusahaan lainnya yang belum menggunakan panduan apapun dalam
melaksanakan program CSR wajib menggunakan panduan yang ada sehingga
ukuran keberhasilan program CSR-nya dapat dievaluasi sesuai dengan panduan
yang dipakainya. Kemudian panduan- panduan Internasional yang bersifat
voluntary tersebut wajib diformalkan ke dalam peraturan perundang-undangan
Indonesia sehingga kedudukannya menjadi jelas sebagai panduan yang dapat
digunakan dalam melaksanakan program CSR di Indonesia. Panduan-panduan
internasional dalam pelaksanaan program CSR memang seharusnya dimasukkan
ke dalam salah satu Pasal khusus di dalam Peraturan Pemerintah tentang
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan. Dengan dimasukkannya
beberapa panduan internasional tersebut ke dalam peraturan perundang-undangan
maka para perusahaan menjadi tidak ragu lagi untuk menggunakan salah satu
panduan internasional tersebut yang sudah diakui keberadaaannya secara legal
formal oleh peraturan perundang-undangan Indonesia. sehingga unsur kepastian
hukum dapat diberikan oleh negara kepada warga negaranya khususnya bagi 4
VOLUME 5 NO. 1 Agustus 2014-Januari 2015 JURNAL ILMU HUKUM para
perusahaan yang sangat berkepentingan dalam melaksanakan program CSR
tersebut. Sampai saat ini para perusahaan masih menggunakan instrumen
14
internasional dalam menjalankan program CSR seperti; 1) ISO 26000 on Social
Responsibility 2) Ten Principles of United Nations Global Compact 3) RSPO
(Roundtable for Sustainable Palm Oil) 4) OECD Guidelines for Multinational
Enterprises 5) United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights
6) The Equator Principles Instrumen-instrumen internasional tersebut juga disusun
oleh organisasi-organisasi internasional baik organisasi bisnis, LSM maupun
pihak perusahaan sendiri. Instrumen-instrumen tersebut belum menjadi bagian
dari hukum internasional karena tidak melibatkan negara secara resmi dalam
proses pembahasan maupun penerapannya. Oleh karena itu salah satu alternatif
untuk menjadikannya sebagai bagian dari hukum formal masing-masing negara
maka masing-masing negara yang punya komitmen jelas terhadap transparansi
dan akuntabilitas pelaksanaan program-program CSR maupun program-program
lainnya yang sejalan dengan semangat instrumen-instrumen tersebut dapat
memasukkannnya ke dalam hukum positifnya dengan cara mengadopsi panduan-
panduan tersebut ke dalam sistem peraturan perundangannya. Dengan demikian
maka panduan- panduan tersebut menjadi bagian dari hukum formal di masing-
masing negara tersebut. Sehingga bagi para perusahaan yang ingin menggunakan
salah satu instrumen tersebut sebagai panduan dalam melaksanakan program
CSR-nya tanpa keragu-raguan dapat menggunakannya instrumen tersebut secara
resmi sudah diakui oleh negara. Pada akhirnya, panduan-panduan tersebut sudah
menjadi bagian dari kebijakan mandatory CSR karena sudah ditetapkan di dalam
sistem hukum positif Indonesia melalui peraturan perundang-undangan.
Kemudian alternatif kedua yaitu dengan menggabungkan semua panduan-panduan
CSR internasional dengan panduan-panduan dan kebijakan CSR nasional
Indonesia yang kemudian menghasilkan satu panduan baku yang mengakomodir
semua panduan- panduan tersebut. Selanjutnya, panduan yang baku tersebut
dijadikan standar bagi semua pihak khususnya CSR stakeholders dalam rangka
melaksanakan program CSR di Indonesia sehingga setiap perusahaan memiliki
standar panduan yang sama dalam melaksanakan program CSR. Hal tersebut
dapat semakin mendorong prinsip keterbukaan dan akuntabilitas dalam
pelaksanaan program CSR di Indonesia.
E. Efek Implementasi CSR dalam Perusahaan
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nurlela dan Islahudin (2008)
menemukan bahwa investor dengan adanya praktik CSR yang baik memiliki
estimasi nilai perusahaan yang akan dinilai dengan baik. Dalam penelitian
Kusumadilaga (2010) juga menguji tentang pengaruh Corporate Social
Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Profitabilitas sebagai Variabel
Moderating dimana hasil penelitiannya menunjukkan variabel CSR mempunyai
pengaruh yang signifikan kepada nilai perusahaan dan variabel profitabilitas
15
sebagai variabel moderating tidak dapat mempengaruhi hubungan CSR dan nilai
perusahaan. Penelitian Saraswati dan Basuki (2012) yang berjudul Pengaruh
Corporate Governance Pada Hubungan Corporate Social Responsibility Dan Nilai
Perusahaan Manufaktur yang tercatat Di BEI. Hasil penelitian yang didapatkan
adalah menunjukkan bahwa corporate social responsibility (CSR) memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan tetapi dengan arah negatif.
Hasil menjelaskan bahwa perusahaan yang mengungkapkan CSR yang lebih luas
justru cenderung menurunkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat meningkat
dengan adanya peningkatan harga saham perusahaan yang dapat meningkatkan
nilai pasar ekuitas perusahaan.
Terdapat beberapa penelitian tentang dampak mekanisme Tata Kelola
Perusahaan terhadap nilai perusahaan dan ditemukan hasil yang beragam.
Menurut Suranta dan Machfoedz (2003) kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusinal dan ukuran dewan direksi berkorelasi positif dengan nilai perusahaan.
Siallagan dan Machfoedz (2006) menemukan bahwa mekanisme tata kelola
perusahaan yang terdiri dari kepemilikan manajerial, dewan komisaris dan komite
audit secara statistik berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hasil penelitian
Yuniasih dan Wirakusuma (2007) juga menunjukkan bahwa mekanisme GCG
yang diproksi kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap nilai
perusahaan. Hasil penelitian ini didukung oleh Amri dan Untara (2011)
menetapkan bahwa kepemilikan manajerial tidak mempunyai pengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan. Studi yang dijelaskan sebelumnya yang telah diuraikan
tersebut menunjukkan adanya ketidak konsistenan hasil penelitian. Menurut teori-
teori yang dapat menjelaskan mengenai Tata Kelola Perusahaan dan Tanggung
jawab Sosial Perusahaan, jika perusahaan menerapkan sistem Tata Kelola
Perusahaan yang baik dan mengungkapkan Tanggung jawab Sosial Perusahaan
sesuai dengan kewajibannya diharapkan kinerja tersebut akan meningkat menjadi
lebih baik. Meningkatnya kinerja perusahaan diharapkan juga dapat meningkatkan
harga saham perusahaan yang merupakan indikator dari nilai perusahaan. Menurut
teori stakeholder, meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan membuat
perusahaan menjadi lebih menarik bagi masyarakat dan investor. Teori ini
16
memiliki hubungan yang kompleks dengan individuals, organisasi, dan
masyarakat lainnya. Seperti perusahaan, pihak-pihak yang berkepentingan atau
pemilik perusahaan yang memiliki dampak positif atau negatif terhadap
kelangsungan usaha. Praktik pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan
memainkan peran yang penting bagi perusahaan karena perusahaan hidup
dilingkungan masyarakat sehingga kemungkinan aktivitasnya memiliki dampak
sosial dan lingkungan. Perusahaan diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
informasi yang dibutuhkan melalui pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan. Teori legitimasi (Legitimacy theory) berfokus pada interaksi antara
perusahaan dengan masyarakat. Menurut (Dowling dan Pfeffer dalam Ghozali dan
Chariri 2007), legitimasi adalah hal yang penting bagi organisasi, batasan-batasan
yang ditekankan oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial, dan reaksi terhadap
batasan tersebut mendorong pentingnya analisis perilaku organisasi dengan
memperhatikan lingkungan
Tanggung Jawab sosial perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai
perusahaan. Kepemilikan manajerial terhadap saham perusahaan dipandang dapat
menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar
dengan manajemen (Jensen dan Meckling, 1976). Dengan meningkatkan
kepemilikan saham oleh manajer, diharapkan manajer akan bertindak sesuai
dengan keinginan para prinsipal, karena manajer akan termotivasi untuk
meningkatkan kinerjanya sehingga dalam hal ini akan berdampak baik kepada
perusahaan. Nurlela dan Islahuddin (2008) menyatakan bahwa terdapat sebab
signifikan antara kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan.
BAB III
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Jadii kesimpulan blablablablabidycbibciebricuwvy
17
B. SARAN
Kami selaku pemakalah mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat
dalam makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen
pengampuh agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
18