Anda di halaman 1dari 76

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik serta
hidayah-Nya, sehingga kami selaku kelompok penyusun dapat menyelesaikan makalah “Akuntansi
Biaya” dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas “Akuntansi Biaya”, Dalam makalah ini kami
banyak mendapat bantuan dari berbagai referensi buku dan website, selain itu makalah ini berisikan
tentang Meode Harga Pokok Proses yang merupakan metode pengumpulan biaya produksi melalui
departemen produksi atau pusat pertanggungjawaban biaya, yang umumnya diterapkan pada perusahaan
yang menghasilkan produk atau massa..
Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini terdapat kelemahan dan kekurangan, maka
saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah
ini.
Akhir kata, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai
acuan pembuatan makalah yang sama dikemudian hari.

Baubau, 07 Januari 2018


Kelompok Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .. ............................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ... ............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................. ............................................................................................................... iii
PENDAHULUAN ......... ..................................................................................................... 1
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
BAB 1
A. Karakteristik dan tujuan metode harga pokok proses .............................................
B. Metode Harga Pokok Proses ....................................................................................
C. Penggolongan biaya produksi pada metode harga pokok proses .............................
D. Arus Produk ............................................................................................................
E. prosedur akuntansi biaya pada metode harga pokok proses .....................................
F. Pengaruh dari otomatisasi .........................................................................................
G. Laporan biaya produksi ............................................................................................
H. Metode harga pokok proses – produk diolah melalui lebih dari satu
Departemen produksi ..............................................................................................
BAB II
A. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi ...............................................................
B. Metode Harga Pokok Pesanan Full Costing .............................................................
C. Metode Harga Pokok Proses Full Costing - Pengantar.............................................
D. Metode Harga Pokok Proses Full Costing – Lanjutan..............................................
BAB III
A. Pengertian Metode Full Costing ............................................................................
B. Siklus Akuntansi Biaya Dalam Perusahaan Manufaktur ................................
C. Karakteristik Metode harga Pokok Pesanan ...................................................
D. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi Per Pesanan .................................
E. Rekening Kontrol dan Rekening Pembantu....................................................
F. Metode Harga Pokok Pesanan ........................................................................
BAB 1V
A. Pengertian Variabel Costing .....................................................................
B. Sistem Biaya Standar .............................................................................................
C. Analisis Selisih .........................................................................................
BAB V
BAB VI
A. Pengertian Pengendalian Biaya .........................................................................................
B. Pengertian Variable Costing ..............................................................................................
BAB VII
BAB VIII
A. Pengertian Analisis BEP .............................................................................
B. Asumsi Analisis BEP ...................................................................................
C. Manfaat dan Kegunaan BEP ...........................................................................
D. Kelemahan Analisis BEP .............................................................................
E. Komponen Yang Berperan Pada BEP ..........................................................
F. Fungsi Analisis BEP .....................................................................................
G. Rumus Analisis BEP ....................................................................................

PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................. ...........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Metode harga pokok proses yang merupakan metode pengumpulan biaya produksi untuk
menentukan harga pokok produk pada perusahaan yang menghasilkan produk atas dasar
pesanan. Pemahaman terhadap konsep biaya memerlukan analisis yang hati-hati terhadap karekteristik
dari transaksi yang berkaitan dengan biaya. Ada elemen laporan lain yang sifatnya hampir sama dengan
biaya namun sebaiknya tidak dimasukkan sebagai komponen biaya. Harga pokok pesanan dapat dipahami
dengan mengenali batasan atau pengertian yang berkaitan dengan biaya.
Dengan pemahaman seperti ini, transaksi yang berkaitan dengan hpp dapat dengan mudah
diidentifikasi sehingga dapat disajikan dengan benar dalam laporan keuangan. Dalam makalah ini akan
membahas tentang biaya yang merupakan dasar pencatatan nilai dalam akuntansi pada tahap
pembebanan.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas, maka dapat di ambil suatu rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana karakteristik dan tujuan metode harga pokok proses ?
2. Bagaimana metode harga pokok proses ?
3. Bagaimana penggolongan biaya produksi pada metode harga pokok proses ?
4. Bagaimana proses arus produk ?
5. Bagaimana prosedur akuntansi untuk biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead
pabrik ?
6. Bagaimana pengaruh dari otomatisasi ?
7. Bagaimana laporan biaya produksi pada metode harga pokok proses ?
8. Bagaimana penambahan bahan pada departemen berikutnya ?
9. Bagaimana penyelesaian dari contoh soal metode harga pokok proses ?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui karakteristik dan tujuan metode harga pokok proses.
2. Untuk mengetahui metode harga pokok proses.
3. Untuk mengetahui penggolongan biaya produksi pada metode harga pokok proses.
4. Untuk mengetahui arus produk.
5. Untuk mengetahui prosedur akuntansi untuk biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya
overhead pabrik.
6. Untuk mengetahui pengaruh dari otomatisasi.
7. Untuk mengetahui laporan biaya produksi pada metode harga pokok proses.
8. Untuk mengetahui penambahan bahan pada departemen berikutnya.
9. Untuk mengetahui penyelesaian dari contoh soal metode harga pokok proses.
BAB I

A. Karakteristik dan Tujuan Metode Harga Pokok Proses

Metode harga pokok proses (processing cost) adalah metode pengumpulan biaya produksi melalui
departemen produksi atau pusat pertanggungjawaban biaya, yang umumnya diterapkan pada perusahaan
yang menghasilkan produk atau massa. Contoh perusahaan yang menggunakan metode harga pokok
proses adalah:
 Memproduksi barang : pabrik tekstil, penyulingan minyak, pabrik baja, pabrik semen, pabrik
gula, pharmasi, radio, mesin cuci, TV, Kalkulator, mesin tik, dan sebagainya.
 Memproduksi jasa : tenaga listrik (PLN), gas kota, pemanasan (di negara dingin), angkutan,
dan sebagainya.

Karakteristik Metode Harga Pokok Proses


Karakteristik metode harga pokok proses yaitu sebagai berikut :
a. Produk yg dihasilkan merupakan bersifat seragam (homogen), bentuk produk standar, tidak
tergantung spesifikasi yang diminta oleh pembeli.
b. Biaya dikumpulkan untuk setiap satuan waktu tertentu, misalnya bulan, tahun dan sebagainya.
c. Kegiatan produksi didasarkan pada budget produksi atau schedule produksi untuk satuan
waktu tertentu
d. Sistem produksi merupakan sistem produksi yang berjalan terus-menerus (kontinyu).
e. Tujuan produksinya adaah untuk membentuk persediaan (inventory).
f. Jumlah total biaya maupun biaya satuan dihitung setiap akhir periode, misalnya akhir bulan,
akhir tahun.
Tujuan Informasi dari Harga Pokok Proses
Tujuan informasi dari harga pokok proses, yaitu sebagai berikut :
a. Penentuan harga jual produk yang tepat.
b. Memantau realisasi biaya produksi.
c. Menghitung laba/rugi per periodik secara transparan.
d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan
dalam neraca.

B. Metode Harga Pokok Proses

Metode harga pokok proses- tanpa memperhitungkan persediaan produk dalam proses awal.
Variasi contoh penggunaan metode harga pokok proses yang diuraikan dalam bab ini mencakup:
a) Metode harga pokok proses yang diterapkan dalam perusahaan yang produksinya diolah
hanya melalui satu departemen produksi :
Pengolahan produk melalui satu tahap (departemen), semua biaya dibebankan
berdasarkan biaya sesungguhnya.
Pengolahan produk melalui satu tahap (departemen), biaya overhead pabrik (BOP)
dibebankan berdasarkan tarif yang ditentukan dimuka.
b) Metode harga pokok proses yang diterapkan dalam perusahaan yang produknya diolah
melalui lebih dari satu departemen produksi :
Pengolahan produk melalui beberapa tahap (departemen), produk selesai pada
departemen tertentu langsung dipindah ke departemen berikutnya.
Pengolahan produk melalui beberapa tahap (departemen), produk selesai dari
departemen permulaan dimasukkan ke gudang produk selesai, dimana sebagian akan
diproses didalam departemen lanjutan dan sebagian langsung dijual.
C. Penggolongan Biaya Produksi Pada Metode Harga Pokok Proses

Dalam akuntansi biaya untuk metode harga pokok proses, biaya produksi dapat digolongkan
menjadi :
a) Biaya Bahan
Dalam metode harga pokok proses tidak diadakan pemisahan antara bahan baku dan bahan
penolong, hal ini disebabkan umumnya produk yang dihasilkan bersifat homogen dan bentuknya
standar sehingga setiap satuan produk yang sama akan menikmati bahan yang relatif sama juga.
Semua harga pokok bahan yang diproses atau diolah menjadi prodek selesai atau bagian produk
selesai, baik dapat diidentifikasikan atau tidak dapat diidentifikasikan dengan produk tertentu,
adalah merupakan biaya bahan. Kartu buku besar pembantu persediaan dibuat untuk setiap jenis
bahan, permintaan bahan oleh setiap departemen yang menggunakan bahan digunakan dokumen
Bon Permintaan Bahan dan Pemakaian bahan didalam produksi oleh setiap departemen harus
dibuatkan Laporan Pemakaian Bahan yang akan dipakai dasar menyusun Laporan Harga Pokok
Produksi. Laporan Pemakaian Bahan digunakan pula untuk pengendalian pemakaian bahan oleh
setiap departemen.
Misalnya proses pengolahan produk melalui satu tahap pengolahan, pemakaian bahan dibuat
jurnal sebagai berikut :
jurnal untuk mencatat biaya bahan baku ;
Barang dalam proses – Biaya Bahan Rp, xx
Persediaan Bahan Rp. xx
Jurnal untuk mencatat biaya bahan penolong
Barang dalam proses- biaya bahan penolong Rp. xx
Persediaan bahan penolong Rp. Xx

Apabila produk diproses melalui Deoartemen A dan Departemen B, dimana bahan hanya dipakai
pada Departemen A, jurnal pemakaian bahan sebagai berikut :
Barang dalam proses – Departemen A Rp. xx
Persediaan bahan Rp. xx
Apabila bahan dipakai didepartemen A dan Departemen B, jurnalnya sebagai berikut :
Barang dalam proses – Biaya Bahan – Departemen A Rp. xx
Barang dalam proses – Biaya Bahan – Departemen B Rp. xx
Persediaan bahan Rp. xx
b) Biaya Tenaga Kerja
Dalam metode harga pokok proses tidak dipisahkan atau dibedakan antara biaya tenaga kerja
langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Apabila produk diolah dalam satu tahapan
pengolahan, maka semua biaya tenaga kerja dipabrik digolongkan sebagai elemen biaya tenaga
kerja, dari daftar gaji dan upah untuk produksi dibuat jurnal sebagai berikut :
Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja
Barang dalam proses – biaya tenaga kerja Rp. xx
Biaya gaji dan upah Rp. xx
Apabila produk diolah melalui beberapa tahapan atau departemen, semua biaya tenaga kerja
pada departemen produksi digolongkan sebagai biaya tenaga kerja, sedangkan biaya tenaga kerja
departemen pembantu diperuntukkan sebagai elemen biaya overhead pabrik. Dari daftar gaji dan
upah departemen produksi, misalnya Departemen A dan Departemen B, akan dibuat jrnal sebagai
berikut :
Barang dalam proses – biaya tenaga kerja – Departemen A Rp. xx
Barang dalam proses – biaya tenaga kerja – Departemen B Rp. xx
Biaya gaji dan upah Rp. Xx
c) Biaya Overhead Pabrik
Dari uraian penggolongan biaya ba han dan biaya tenaga kerja tersebut diatas dapat ditarik
kesimpulan biaya overhead pabrik. biaya overhead pabrik dalam metode harga pokok proses, yaitu
meliputi semua biaya produksi di departemen produksi selain biaya bahan dan biaya tenaga kerja
ditambah semua biaya pada departemen pembantu yang ada dipabrik. Apabila perusahaan tidak
memiliki departemen pembantu dipabrik, biaya biaya overhead pabrik meliputi semua elemen
biaya produksi selain biaya bahan dan tenaga kerja. Jurnal yang dibuat untuk mencatat biaya
overhead pabrik sebagai berikut :
Produk diolah melalui satu tahapan produksi
Untuk perusahaan yang telah menggunakan tarif biaya overhead pabrik, biaya overhead pabrik
yang sesungguhnya dibuat jurnal :
Biaya overhead pabrik Rp. xx
Kas Rp. xx
Persediaan supplies pabrik xx
Persediaan suku cadang xx
Persekot biaya xx
Akumulasi penyusutan xx
Hutang biaya xx
Dan lain-lain rekening dikredit xx
Pembebanan biaya overhead pabrik kepada produk dibuat jurnal sebagai berikut :
JurnaL untuk mencatat biaya overhead pabrik
Barang dalam proses – biaya overhead pabrik Rp. xx
Biaya overhead pabrik Rp. xx
Untuk perusahaan yang menggunakan tarif biaya overhead pabrik, jurnal yang dibuat atas biaya
overhead yang sesungguhnya sebagai berikut :
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp. xx
Kas Rp. xx
Persediaan supplies pabrik xx
Persediaan suku cadang Rp. xx
Persekot biaya xx
Akumulasi penyusutan xx
Hutang biaya xx
Dan lain-lain rekening dikredit xx
Terhadap pembebanan biaya overhead pabrik pada produk dibuat jurnal sebagai berikut:
Barang dalam proses – biaya overhead pabrik Rp. xx
Biaya overhead pabrik dibebankan Rp. xx
Pada akhir periode dalam rangka menghitung selisih biaya overhead pabrik, biaya overhead
pabrik yang dibebankan ditutup ke rekening biaya overhead pabrik sesungguhnya denga jurnal
sebagai berikut :
Biaya overhead pabrik dibebankan Rp. xx
Biaya overhead pabik sesungguhnya Rp. xx
Produk diolah melalui beberapa tahap dan perusahaan memiliki departemen pembantu
dipabrik
Untuk perusahaan yang tidak menggunakan tarif biaya overhead pabrik, biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya dibuat jurnal sebagai berikut (misalnya perusahaan memiliki
departemen produksi : Departemen A dan Departemen B, serta departemen pembantu :
Departemen Y dan Departemen Z) :
Biaya overhead pabrik – Departemen A Rp. xx
Biaya overhead pabrik – Departemen B xx
Biaya overhead pabrik – Departemen Y xx
Biaya overhead pabrik – Departemen Z xx
Kas Rp. xx
Biaya gaji dan upah xx
Persediaan supplies pabrik xx
Persediaan suku cadang xx
Persekot biaya xx
Akumulasi penyusutan xx
Hutang biaya xx
Dan lain-lain rekening dikredit xx
Setelah biaya sesungguhnya setiap departemen diketahui, biaya overhead pabrik departemen
pembantu dialokasikan ke departemen prosuksi, karenaa produk yang memikul harga pokok
diolah di departemen produksi, jurnal alokasi sebagai berikut :
Biaya overhead pabrik – Departemen A Rp. xx
Biaya overhead pabrik – Departemen B xx
Biaya overhead pabrik – Departemen Y Rp. xx
Biaya overhead pabrik – Departemen Z xx
Selanjutnya biaya overhead pabrik setiap departemen produksi dibebankan pada produk
yang diproses dengan jurnal sebagai berikut :
Barang dalam proses – biaya overhead pabrik – Departemen A Rp. xx
Barang dalam proses – biaya overhead pabrik – Departemen B xx
Biaya overhead pabrik – Departemen A Rp. xx
Biaya overhead pabrik – Departemen B xx
Apabila perusahaan menggunakan tarif biaya overhead pabrik, biaya overhead pabrik yang
sesungguhnya dibuat jurnal sebagai berikut :
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen A Rp. xx
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen B xx
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen Y xx
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen Z xx
Kas Rp. xx
Biaya gaji dan upah xx
Persediaan supplies pabrik xx
Persediaan suku cadang xx
Persekot biaya xx
Akumulasi penyusutan xx
Hutang biaya xx
Dan lain-lain rekening yang dikredit xx
Alokasi biaya overhead pabrik sesungguhnya dari departemen pembantu ke departemen
produksi dibuat jurnal sebagai berikut :
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen A Rp. xx
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen B xx
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen Y Rp. xx
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen Z xx
Pembebanan biaya overhead pabrik pada setiap departemen produksi dibuat jurnal sebagai
berikut :
Barang dalam proses – biaya overhead pabrik – Departemen A Rp. xx
Barang dalam proses – biaya overhead pabrik – Departemen B xx
Baya overhead pabrik dibebankan – Departemen A Rp. xx
Biaya overhead pabrik dibebankan – Departemen B xx
Pada akhir periode dalam rangka menghitung selisih biaya overhead pabrik setiap
departemen produksi, biaya overhead pabrik yang dibebankan ditutup ke rekening biaya overhead
pabrik sesungguhnya denga jurnal sebagai berikut :
Biaya overhead pabrik dibebankan – Departemen A Rp. xx
Biaya overhead pabrik dibebankan – Departemen B xx
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen A Rp. xx
Biaya overhead pabrik sesungguhnya – Departemen B xx

D Arus Produk

Dalam kalkulasi biaya proses, biaya total dan biaya per unit pada setiap departemen akan
diiktisarkan dalam laporan biaya produksi. Arus produk yang berkaitan dengan metode kalkulasi biaya
proses dibagi dalam tiga bentuk, yaitu :
1. Arus produk berurutan (Saquential Product Flow). Dalam arus produk berurutan, setiap produk
diproses melalui rangkaian langkah yang sama.
2. Arus produk sejajar (Parallel Product Flow). Dalam arus produk sejajar, bagian tertentu dari
pekerjaan dilaksanakan secara serentak atau bebarengan kemudian sama – sama ditransfer keproses
penyelesaian dan akhirnya diteruskan kebarang jadi.
3. Arus produk selektif (Selective Product Flow). Dalam arus selektif, produk bergerak melalui
departemen yang berbeda – beda dipabrik sesuai dengan produk akhir yang diinginkan.
E Prosedur Akuntansi Biaya Pada Metode Harga Pokok Proses

Prosedur dalam rangka menentukan harga pokok produk pada metode harga pokok proses adalah
sebagai berikut :
a) Mengumpulkan data produksi dalam periode tertentu untuk menyusun laporan produksi ekuivalen
dalam rangka menghitung harga pokok satuan,
b) Mengumpulkan biaya bahan, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik periode tertentu. Apabila
prodk diproses melalui beberapa departemen elemen biaya tersebut dikumpulkan untuk setiap
departemen,
c) Menghitung harga pokok satuan setiap elemen biaya, yaitu jumlah elemen biaya tertentu dibagi
produksi ekuivalen dari elemen biaya yang bersangkutan,
d) Menghitung harha pokok produk selesai yang dipindahkan ke gudang atau ke departemen berikutnya
dan menghitung harga pokok produk dalam proses akhir.

F Pengaruh Dari Otomatisasi


Struktur biaya akan berubah apabila terjadi otomatisasi dalam lingkungan manufaktur. Dengan
otomatisasi yang dilakukan secara menyeluruh dalam segala aspek kegiatan pabrik maka biaya tenaga
kerja langsung akan menurun dan biaya ini menjadi bagian yang tidak berarti dalam jumlah produksi.
Sebaliknya biaya overhead pabrik meningkat dengan adanya otomatisasi.
2.7 Laporan Biaya Produksi
Media yang dipakai dalam menghitung atau menentukan harga pokok produk adalah Laporan
Harga Pokok Produksi yang memuat informasi sebagai berikut :
a) Laporan produksi
Bagian laporan ini menunjukkan :
Informasi jumlah produk yang diolah, baik dari produk dalam proses awal, produk yang baru
dimasukkan atau diterima dari departemen sebelumnya, maupun tambahan produk pada
departemen lanjutan akibat adanya tambahan kalau ada.
Informasi jejak produk yang diolah, meliputi produk selesai yang dimasukkan ke gudang atau
dipindahkan ke departemen lanjutan, produk yang masih dalama proses akhir, produk hilang,
produk rusak, produk cacat kalau ada.
b) Biaya yang dibebankan
Bagian laporan ini menunjukkan informasi tentang :
Jumlah biaya yang dibebankan, meliputi harga pokok produk dalam proses awal kalau ada,
harga pokok yang diterima dari departemen sebelumnya untuk departemen lanjutan, dan elemen
biaya yang ditambahkan pada tahap pengolahan produk yang bersangkutan.
Tingkat peoduksi ekuivalen yang dihitung dari laporan produksi, informasi ini berguna untuk
menghitung harga pokok satuan.
Harga pokok satuan untuk setiap elemen biaya yang dibebankan pada tahap pengolahan
produk atau departemen yang bersangkutan.
c) Perhitungan harga pokok
Bagian laporan ini memberikan informasi tentang jejak biaya yang dibebankan, menunjukkan
berapa biaya yang diserap oleh harga pokok produk selesai maupun produk dalam proses pada
akhir periode dan sebagainya.

G Metode Harga Pokok Proses - Produk Diolah Melalui Lebih Dari Satu Departemen Produksi

a) Produk selesai pada departemen tertentu langsung dipindah ke departemen berikutnya


Prosedur akuntansi yang digunakan pada perusahaan yang mengolah produk melalui metode ini
adalah sebagai berikut :
Rekening barang dalam proses diselenggarakan menurut elemen biaya produksi dan harus
menunjukkan pada departemen mana biaya produksi tersebut dibebankan.
Rekening biaya overhead pabrik diselenggarakan untuk setiap departemen.
Produk yang sudah selesai pada departemen tertentu dan dipindahkan ke departemen
berikutnya, pada akhir peiode harga pokoknya dipindahkan pada departemen berikutnya dengan
di debit rekening “barang dalam proses – harga pokok dari departemen sebelumnya – departemen
berikutnya” dan di kredit setiap elemen barang dalam proses sesuai dengan biaya yang dinikmati
pada departemen dimana produk selesai tersebut berasal.
Terhadap produk yang belum selesai pada departemen tertentu, pada akhir periode harga
pokoknya dipindahkan dengan mendebit rekening persediaan produk dalam proses dan
mengkredit setiap eleman barang dalam proses sesuai dengan biaya yang telah dinikmati oleh
produk dalam proses akhir periode pada departemen yang bersangkutan.
Terhadap produk selesai pada departemen terakhir dimana produk diproses, pada akhir periode
dihitung harga pokok yang dinikmatinya dan didebit rekening persediaan produk selesai dan
dikredit setiap elemen barang dalam proses sesuai dengan elemen biaya yang dinikmati pada
departemen terakhir tersbut.
b) Produk selesai dari departemen permulaan dimasukkan ke gudang produk selesai, dimana
sebagian akan diproses didalam departemen lanjutan dan sebagian langsung dijual Prosedur
akuntansi yang digunakan pada perusahaan yang mengolah produk melalui metode ini adalah
sebagai berikut :
Harga pokok produk selesai pada departemen permulaan dipindahkan dengan mendebit
rekening persediaan produk selesai sesuai nama produk yang dihasilkan (misalnya benang) dan
dikredit setiap elemen rekening barang dalam proses sesuai dengan biaya yang dinikmati pada
departemen yang bersangkutan.
Produk selesai dari departemen permulaan yang dijial akan dipindahkan ke rekening harga
pokok penjualan dan yang diproses pada departemen lanjutan, misalnya benang dipindahkan ke
dalam rekening “barang dalam proses – harga pokok benang – departemen tenun” dan apabla alat
pengukur produk berbeda maka harga pokok satuan harus disesuaikan.
Produk selesai dari departemen terakhir, harga pokok yang dinikmati dipindahkan (didebit) ke
rekening persediaan produk selesai sesuai dengan nama produk yang dihasilkan (misalnya tekstil)
dan dikredit setiap elemen rekening barang dalam proses sesuai dengan elemen biaya yang
dinikmatinya.

H Contoh Soal Pada Metode Harga Pokok Proses

Soal 1 :
CV. ABADI dalam pengelolaan produknya dilakukan secara massal dan departemen
produksi. Berikut disajikan data produksi dan kegiatan selama bulan Desember 2012, yakni sbb :
Produk yang dimasukkan dalam proses 6.000 unit
Produk jadi 4.700 unit
Produk hilang awal proses 100 unit
Produk dalam proses dengan tingkat penyelesaian bahan baku
dan bahan penolong 80%
Biaya konversi 60% (1.200 unit)
Jumlah produk yang diproses 6.000 unit

Data Biaya Produksi :


Biaya bahan baku Rp 750.000,00
Biaya bahan penolong Rp 250.000,00
Biaya tenaga kerja Rp 513.600,00
Biaya overhead pabrik Rp 642.000,00
Total Biaya Produksi Rp 2.155.600,00

Diminta :
- Berapa biaya produksi per unit untuk mengolah produk tersebut?
- Tentukan berapa harga pokok produk jadi?
- Berapa harga pokok produk dalam proses akhir bulan Desember 2012?
- Buatlah jurnal-jurnal yang diperlukan?
Penyelesaian :
1. Metode Satu Departemen Produksi (Hilang Awal Proses)

DATA PRODUKSI :
Produk masuk proses 6.000
Produk jadi transfer ke gudang 4.700
Produk hilang awal/akhir proses 100
Produk dalam proses akhir 1.200
(BU 80% ; BK 60%) 6.000

BIAYA YANG DIPERHITUNGKAN :


BIAYA PER
JENIS BIAYA UE JUMLAH BIAYA
UNIT
Biaya Bahan
4.700 + (1.200 x 80%) = 5.660 Rp 750.000,00 Rp 132,509
Baku (BBB)
Biaya Bahan
4.700 + (1.200 x 80%) = 5.660 Rp 250.000,00 Rp 44,170
Produksi (BBP)
Biaya Tenaga
4.700 + (1.200 x 60%) = 5.420 Rp 513.600,00 Rp 94,760
Kerja (BTK)
Biaya Overhead
4.700 + (1.200 x 60%) = 5.420 Rp 642.000,00 Rp 118,450
Pabrik (BOP)
TOTAL BIAYA Rp 2. 155.600,00 Rp 389,889

HARGA POKOK PRODUK YANG DIPERHITUNGKAN :


1. HARGA POKOK PRODUK JADI
4.700 x Rp 389,889 = Rp 1.832.478,300
2. HARGA POKOK PRODUK DALAM PROSES AKHIR BULAN
BBB 80% x 1.200 x Rp 132.509 = Rp 127.208,640
BBP 80% x 1.200 x Rp 44.170 = Rp 42.403,200
BTK 60% x 1.200 x Rp 94.760 = Rp 68.227,200
BOP 60% x 1.200 x Rp 118.450 = Rp 85.248,000
Rp 323.123,040
Rp 2.155.601,340

MENCATAT PEMAKAIAN BIAYA :


BDP-BBB Rp 750.000,00
BDB-BBP Rp 250.000,00
BDB-BTK Rp 513.600,00
PERSEDIAAN BB Rp 750.000,00
PERSEDIAAN BP Rp 250.000,00
GAJI & UPAH Rp 513.600,00
REKENING YANG DI KREDIT Rp 642.000,00

MENCATAT PRODUK JADI DI TRANSFER KE GUDANG


PERSEDIAAN PRODUK JADI Rp 1.832.478,3
BDB-BBB Rp 622.791,519
BDP-BBP Rp 207.597,173
BDP-BTK Rp 445.372,649
BDPP-BOP Rp 556.715,867
MENCATAT PADA AKHIR BULAN
PERSEDIAAN PDA Rp 323.123,04
BDP-BBB Rp 127.208,64
BDP-BBP Rp 42.403,20
BDP-BTK Rp 68.227,20
BDP-BOP Rp 85.284,00

2. Metode Lebih Dari Satu Departemen Produksi (Hilang Awal/Akhir Proses)


KETERANGAN DEP. A DEP. B
PRODUK MASUK PROSES 50.000 -
PRODUK SELESAI DAN TRANSFER KE DEP.
40.000 -
B
PRODUK JADI TRANSFER KE GUDANG - 32.500
PRODUK HILANG AWAL/AKHIR PROSES 2.000 2.500
PRODUK DALAM PROSES AKHIR
8.000
(BU 100% ; BTK 40% ; BOP 35%)
(BP 60% ; BK 30%) 5.000

JENIS BIAYA-YANG DIKELUARKAN :


DEP. A DEB. B
BBB Rp 800.000,00 -
BBP Rp 1.150.000,00 Rp 988.000,00
BTK Rp 1.100.000,00 Rp 1.241.000,00
BOP RP 870.000,00 Rp 2.044.000,00

DEP. A (METODE EVERAGE HILANG AWAL PROSES)


DATA PRODUKSI
Produk masuk proses - 50.000
Produk jadi transfer ke Dep. B 40.000 -
Produk hilang awal proses 2.000 -
Produk dalam proses akhir 8.000 -
(BU 100% ; BTK 40% BOP 35%) - 50.000

BIAYA YANG DIPERHITUNGKAN :


JUMLAH BIAYA PER
JENIS BIAYA UE
BIAYA UNIT
BBB 40.000 + (8.000 x 100%) = 48.000 Rp 800.000,00 Rp 16,667
BBP 40.000 + (8.000 x 100%) = 48.000 Rp 1.150.000,00 Rp 23,958
BTK 40.000 + (8.000 x 40%) = 43.200 Rp 1.100.000,00 Rp 25,463
BOP 40.000 + (8000 x 35%) = 42.800 Rp 870.000,00 Rp20,327
JUMLAH BIAYA Rp 3.920.000,00 Rp 86,415
HARGA POKOK PRODUK YANG DIPERHITUNGKAN DI DEP. A :
1. HARGA POKOK PRODUK JADI
40.000 x Rp 86,415 = Rp 3.456.600,00
2. HARGA POKOK PRODUK DALAM PROSES AKHIR BULAN
BBB 100% x 8.000 x Rp 16,667 = Rp 133.336,0
BBP 100% x 8.000 x Rp 23,958 = Rp 191.664,0
BTK 40% x 8.000 x Rp 25,463 = Rp 81.481,6
BOP 35% x 8.000 x Rp 20,327 = Rp 56.915,6
Rp 463.397,200
Rp 3.919.997,200
DEP. B (METODE EVERAGE HILANG AWAL PROSES
DATA PRODUKSI
Produk masuk proses dari DEP. A 40.000
Produk jadi transfer ke gudang 32.500
Produk hilang awal proses 2.500
Produk dalam proses akhir 5.000
(BP 60% ; BK 30%) 40.000

BIAYA YANG DIPERHITUNGKAN


JENIS BIAYA UE JUMLAH BIAYA BIAYA/UNIT
HARGA POKOK YG DITERIMA DARI DEP. A Rp 3.456.600,00 Rp 86,415
PENY. AKIBT PRODK HILANG AWAL PROSES Rp 5,761
Rp 92,176
BBP 32.500 + (5.000 x 60%) = 35.500 Rp 988.000,00 Rp 27,831
BTK 32.500 + (5.000 x 30%) = 34.000 Rp 1.241.000,00 Rp 36,500
BOP 32.500 + (5.000 x 30%) = 34.000 Rp 2.044.000,00 Rp 60,118
JUMLAH BIAYA DI DEP. B Rp 4.273.000,00 Rp 124,449
BIAYA PER UNIT Rp 7.729.600,00 Rp 216,625

HARGA POKOK PRODUK YANG DIPERHITUNGKAN DI DEP. B


1. HARGA POKOK PRODUK JADI 32.500 x Rp 216,625 = Rp 7.040.312,5
2. HARGA POKOK PRODUK DALAM PROSES AKHIR BULAN
BIAYA DARI DEP. A 5.000 x Rp 92,176 = Rp 460,880
BBP 60% x 5.000 x Rp 27,831 = Rp 83,493
BTK 30% x 5.000 x Rp 36,500 = Rp 54,750
BOP 30% x 5.000 x Rp 60,118 = Rp 90, 177
Rp 689.300,00
Rp 7.729.612,5

KETERANGAN DEP. A DEP. B


PRODUK MASUK JADI 50.000 -
PRODUK SELESAI DAN TRANSFER KE DEP.
40.000 -
B
PRODUK JADI TRANSFER KE GUDANG - 32.500
PRODUK HILANG AWAL/AKHIR PROSES 2.000 2.500
PRODUK DALAM PROSES AKHIR - -
(BU 100% ; BTK 40% ; BOP 35%) 8.000 -
(BP 60% ; BK 30%) - 5.000
JENIS BIAYA – BIAYA YANG DIKELUARKAN
DEP. A DEP. B
BBB Rp 800.000,00 -
BBP Rp 1.150.000,00 Rp 988.000,00
BTK Rp 1.100.000,00 Rp 1.241.000,00
BOP Rp 870.000,00 Rp 2.044.000,00

DEP. A (METODE EVERAGE HILANG AWAL PROSES)


DATA PRODUKSI
Produk masuk proses 50.000
Produk jadi transfer ke DEP. B 40.000
Produk hilang awal proses 2.000
Produk dalam proses akhir 8.000
(BU 100% ; BTK 40% ; BOP 35%) 50.000

BIAYA YANG DIPERHITUNGKAN


BIAYA
JENIS BIAYA UE JUMLAH BIAYA
PER UNIT
BBB 40.000 + (8.000 x 100%) = 48.000 Rp 800.000,00 Rp 16,667
BBP 40.000 + (8.000 x 100%) = 48.000 Rp 1.150.000,00 Rp 23,958
BTK 40.000 + (8.000 x 40%) = 43.200 Rp 1.100.000,00 Rp 25,463
BOP 40.000 + (8.000 x 35%) = 42.800 Rp 870.000,00 Rp 20,327
TOTAL BIAYA Rp 3.920.000,00 Rp 86,415

HARGA POKOK PRODUK YANG DIPERHITUNGKAN DI DEP. A


1. HARGA POKOK PRODUK JADI
40.000 x Rp 86,415 = Rp 3.456.600,00
2. HARGA POKOK PRODUK DALAM PROSES AKHIR BULAN
BBB 100% x 8.000 x Rp 16,667 = Rp 133.336,0
BBP 100% x 8.000 x Rp 23,958 = Rp 191.664,0
BTK 40% x 8.000 x Rp 25,463 = Rp 81.481,6
BOP 35% x 8.000 x Rp 20,327 = Rp 56.915,6
Rp 463.397,200
Rp 3.919.997,200

DEP. B (METODE EVERAGE HILANG AWAL PROSES)


DATA PRODUKSI
Produk masuk proses dari DEP. A 40.000
Produk jadi transfer ke gudang 32.500
Produk hilang awal proses 2.500
Produk dalam proses akhir 5.000
(BP 60% ; BK 30%) 40.000

BIAYA YANG DIPERHITUNGKAN


JENIS BIAYA UE JMLH BIAYA BIAYA/UNIT
HARGA POKOK YG DITERIMA DARI DEP. A Rp 3.456.600,00 Rp 86,415
PENYESUAIAN AKIBAT PRODUK HILANG AWAL PROSES Rp 5,761
Rp 92,176
BBP 32.500 + (5.000 x 60%) = 35.500 Rp 988.000,00 Rp 27,831
BTK 32.500 + (5.000 x 30%) = 34.000 Rp 1.241.000,00 Rp 36,500
BOP 32.500 + ( 5.000 x 30%) = 34.000 Rp 2.044.000,00 Rp 60,118
JMLH BIAYA DI DEP. B Rp 4.273.000,00 Rp 124,449
BIAYA PER UNIT Rp 7.729.600,00 Rp 216,625

HARGA PRODUK YANG DIPERHITUNGKAN DI DEP. B


1. HARGA POKOK PRODUK YANG DI TRANSFER KE GUDANG
HARGA POKOK PRODUK
JADI 32.500 x Rp 202,8938 = Rp 6.594.048,5
HARGA POKOK HILANG AKHIR 2.500 x Rp 202,8938 = Rp 507.234,5
Rp 7.101.283,-
2. HARGA POKOK DALAM PROSES AKHIR BULAN
BIAYA DARI DEP. A 5.000 x Rp 86,8938 = Rp 434.469,00
BBP 60% x 5.000 x 26 = Rp 78.000,00
BTK 30% x 5.000 x 34 = Rp 51.000,00
BOP 30% x 5.000 x 56 = Rp 84.000,00
Rp 647.469,-
Rp 7.748.752,-
BAB II

A. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi


Menurut Mulyadi (2007: 18) metode penentuan harga pokok produk adalah menghitung semua unsur
biaya kerja dalam harga pokok produksi. Ada dua jenis utama dalam membebankan biaya ke produk.
Kedua jenis tersebut adalah:

1. Metode penentuan Harga Pokok Pesanan

Supriyono (1987: 217) menyebutkan metode harga pokok pesanan adalah metode pengumpulan
Harga Pokok Produksi yang biayanya dikumpulkan untuk setiap pesanan atau kontrak atau jasa secara
terpisah, dan setiap pesanan atau kontrak dapat dipisahkan identitasnya. Proses produksi akan dimulai
setelah ada pesanan dari langganan melalui dokumen pesanan penjualan yang memuat jenis dan jumlah
produk yang dipesan, spesifikasi pesanan, tanggal pesanan diterima dan harus diserahkan. Pesanan
penjualan merupakan dasar kegiatan produksi perusahaan. Pada metode ini, yang menjadi obyek biaya
(Cost Object) adalah unit produk individual, batch, atau kelompok produk dalam satu job.

2. Metode penentuan Harga Pokok Proses


Supriyono (1987: 217) menyebutkan metode harga pokok proses adalah metode pengumpulan
Harga Pokok Produksi yang biayanya dikumpulkan untuk setiap satuan waktu tertentu. Pada metode ini
perusahaan menghasilkan produk yang homogen dan jenis produk bersifat standar. Ada dua metode yang
umum di gunakan yaitu metode weighted average cost dan metode First In First Out (FIFO).

Ketidaktepatan dalam perhitungan Harga Pokok Produksi membawa dampak yang merugikan
bagi perusahaan, karena Harga Pokok Produksi berfungsi sebagai dasar untuk menetapkan harga jual dan
laba, sebagai alat untuk mengukur efisiensi pelaksanaan proses produksi serta sebagai dasar untuk
pengambilan keputusan bagi manajemen perusahaan.

Dalam menghitung unsur-unsur biaya pada harga pokok produksi terdapat beberapa pendekatan
yaitu metode full costing dan variable costing. Mulyadi (1990 : 377) menyatakan “metode full costing
maupun variable costing merupakan metode penentuan harga pokok produk”. Perbedaan pokok yang ada
diantara kedua metode tersebut adalah terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi yang berperilaku
tetap.

B. Metode Harga Pokok Pesanan-Full Costing

Metode harga pokok pesanan adalah suatu metode pengumpulan biaya produksi untuk
menentukan harga pokok produk pada perusahaan yang menghasilkan produk atas dasar pesanan. Atau
Full Costing adalah metode penentuan harga pokok produk dengan memasukkan seluruh komponen biaya
produksi sebagai unsur harga pokok, yang meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya
overhead pabrik variabel dan biaya overhead pabrik tetap. Di dalam metode full costing, biaya overhead
pabrik yang bersifat variabel maupun tetap dibebankan kepada produk yang dihasilkan atas dasar tarif
yang ditentukan di awal pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik sesungguhnya. Oleh
karena itu biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk selesai yang
belum dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (elemen harga pokok penjualan) apabila produk selesai
tersebut tidak dijual.

Tujuan dari penggunaan metode harga pokok pesanan adalah untuk menentukan harga pokok
produk dari setiap pesanan baik harga pokok secara keseluruhan dari tiap-tiap pesanan maupun untuk
persatuan. Dalam metode ini biaya-biaya produksi dikumpulkan untuk pesanan tertentu dan harga pokok
produksi per satuan dihitung dengan cara membagi total biaya produksi untuk pesanan tersebut dengan
jumlah satuan produk dalam pesanan yang bersangkutan. Pada pengumpulan harga pokok pesanan
dimana biaya yang dikumpulkan untuk setiap pesanan/kontrak/jasa secara terpisah dan setiap pesanan
dapat dipisahkan identitasnya. Atau dalam pengertian yang lain, penentuan harga pokok pesanan adalah
suatu sistem akuntansi yang menelusuri biaya pada unit individual atau pekerjaan, kontrak atau tumpukan
produk yang spesifik. Dalam pembahasan kali ini diuraikan lebih mendalam metode harga pokok pesanan
dalam perusahaan yang menggunakan full costing dalam penentuan harga produksinya. Uraian akan
diawali dengan siklus akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur, kemudian dilanjutkan dengan
karakteristik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, serta karakteristik metode harga
pokok pesanan. Dan diakhiri dengan pembahasan metode harga pokok pesanan.

1. Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan (full costing)


Metode harga pokok pesanan adalah suatu metode pengumpulan biaya produksi untuk
menentukan harga pokok produk pada perusahaan yang menghasilkan produk atas dasar pesanan. Tujuan
dari penggunaan metode harga pokok pesanan adalah untuk menentukan harga pokok produk dari setiap
pesanan baik harga pokok secara keseluruhan dari tiap-tiap pesanan maupun untuk per-satuan.
Karakteristik dari Metode Harga Pokok Pesanan (full costing) adalah:

a. Karakteristik Usaha Perusahaan yang Produksinya Berdasarkan Pesanan.


Pada perusahaan yang proses produksinya berdasarkan pesanan, perusahaan tersebut hanya akan
memproduksi apabila perusahaan itu mendapatkan pesanan dari pihak klien. Karakteristik usaha yang
terdapat pada perusahaan tersebut adalah:

a. Proses pengolahan produk terjadi secara terputus-putus.


Misalnya disuatu perusahaan ada 2 pesanan. Ketika pesanan yang pertama telah dibuat lalu
selesai dikerjakan maka proses produksi akan dihentikan lalu dilanjutkan dengan pesanan kedua dengan
cara yang sama.

b. Produk dihasilkan sesuai dengan kriteria atau keinginan pemesan.


Pemesan atau klien dapat memesan produk berdasarkan keinginan masing-masing sehingga produk
pesanan kemungkinan besar dapat disebut limited edition karena berbeda dengan pesanan lain.

c. Produksi dibuat untuk memenuhi pesanan bukan untuk memenuhi persediaan stock barang
digudang.

b. Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan

Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan merupakan metode pengumpulan biaya produksi dengan
metode harga pokok pesanan yang barang produksinya berdasarkan pesanan dari pelanggan. Karakteristik
metode harga pokok pesanan yaitu:

 Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan keinginan pelanggan serta
setiap jenis produk dihitung harga pokoknya secara masing-masing.
 Biaya produksi harus digolongkan berdasarkan hubungannya dengan produk menjadi doa
kelompok, yaitu biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung.
 Biaya produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung,
sedangkan biaya produksi tidak langsung tersiri dari BOP (Biaya Overhead Pabrik) .
 Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan tertentu
berdasarkan biaya yang benar-benar terjadi sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan
terhadap harga pokok pesanan sesuai dengan tarif yang sudah ditentukan diawal.
 Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara
membagi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit
produk yang dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.

2. Kartu Biaya Pesanan

Kartu biaya pesanan adalah dokumen dasar dalam penentuan biaya pesanan yang mengakumulasi
biaya-biaya untuk setiap pesanan. Karena biaya diakumulasi setiap batch atau loy dalam sistem biaya
pesanan menunjukkan bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung serta biaya overhead pabrik yang
dibebankan untuk suatu pesanan. File kartu biaya pesanan yang belum selesai dapat berfungsi sebagai
buku besar tambahan untuk persediaan dalam proses.

Syarat penggunaan Metode Harga Pokok Pesanan:


 Masing-masing pesanan, pekerjaan, atau produk dapat dipisahkan identitasnya secara jelas
dan perlu dilakukan penentuan harga pokok pesanan secara individual. Biaya produksi harus
dipisahkan ke dalam dua golongan, yaitu: biaya langsung (BBB & BTKL) dan biaya tak
langsung (selain BBB & BTKL).
 Harga pokok per satuan produk dihitung dengan cara membagi jumlah biaya produksi yang
dibebankan pada pesanan tertentu dengan jumlah satuan produk dalam pesanan yang
bersangkutan.
Untuk mengumpulkan biaya produksi tiap pesanan digunakan Kartu Harga Pokok (Job
Cost Sheet), yang merupakan rekening/buku pembantu bagi rekening kontrol Barang Dalam
Proses.

3. Pengumpulan Biaya Produksi dalam Metode Harga Pokok Pesanan

1) Pencatatan Biaya Bahan Baku (BBB)


Dibagi dua prosedur, yaitu :
Prosedur pencatatan pembelian bahan baku,
Jurnalnya:
Persediaan Bahan Baku xxx

Utang Dagang / Kas xxx


Prosedur pencatatan pemakaian bahan baku, menggunakan metode mutasi persediaan (perpetual).
Dalam setiap pemakaian bahan baku harus diketahui pesanan mana yang memerlukannya.
Jurnalnya:
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku xxx
Persediaan Bahan Baku xxx

2) Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Langsung (BTKL)


Diperlukan pengumpulan dua macam jam kerja, yaitu : Jam kerja total selama periode kerja
tertentu. Jam kerja yang digunakan untuk mengerjakan setiap pesanan.
Perusahaan harus menyelenggarakan kartu hadir masing-masing karyawan, untuk mengumpulkan
informasi jam kerja total selama periode kerja tertentu, untuk pembuatan Daftar Upah. Disamping itu,
perusahaan harus mencatat penggunaan jam kerja masing-masing karyawan untuk mengerjakan pesanan.
(Masing-masing karyawan dibuatkan Kartu Jam Kerja / Job Time Ticket).
Jurnal untuk pembagian upah:
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx
Gaji dan Upah xxx

3) Pencatatan Biaya Overhead Pabrik (BOP)


BOP dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu :
 Biaya Bahan Penolong
 Biaya reparasi dan pemeliharaan, berupa pemakaian persediaan dan persediaan supplies
pabrik.
 Biaya tenaga kerja tak langsung
Biaya yang timbul sebagai akibat penilaian terhadap aktiva tetap (contoh: biaya
penyusutan aktiva tetap)
Biaya yang timbul sebagai akibat berlalunya waktu (contoh: terpakainya asuransi
dibayar di muka)
 Biaya overhead pabrik lain yang secara langsung memerlukan pengeluaran tunai (contoh:
biaya reparasi mesain pabrik, biaya listrik)
BOP dalam metode harga pokok pesanan harus dibebankan kepada setiap pesanan
berdasarkan tarif yang ditentukan di muka.

BOP yang sesungguhnya terjadi dikumpulkan selama satu tahun yang sama, kemudian pada akhir
tahun dibandingkan dengan yang dibebankan kepada produk atas dasar tarif.

Pencatatan BOP yang Dibebankan kepada produk:

Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik xxx

Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xxx

Jurnal penutupan rekening Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan (untuk mempertemukan BOP
Dibebankan dengan BOP Sesungguhnya):

Biaya Overhead Pabrik Dibebankan xxx

Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx

Pencatatan BOP yang Sesungguhnya:

1. Pemakaian Bahan Penolong:


Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx
Persediaan Bahan Penolong xxx
2. Pencatatan Biaya Tenaga Kerja Tak langsung:
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya xxx
Gaji dan Upah xxx

4) Pencatatan Produk Selesai


Biaya produksi yang telah dikumpulkan dalam Kartu Harga Pokok dijumlah dan dikeluarkan dari
rekening Barang Dalam Proses dengan jurnal sbb:

Persediaan Produk Jadi xxx

Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku xxx

Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung xxx


Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik xxx

Harga Pokok Produk jadi dicatat dalam Kartu Persediaan (Finish Goods Ledger Card) dan Kartu Harga
Pokok Pesanan tersebut dipindahkan ke dalam arsip Kartu Harga Pokok Pesanan yang telah selesai.

4. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi Per Pesanan

 Menentukan Harga Jual yang akan dibebankan Kepada Pemesan


Pada perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan memproses produknya berdasarkan
spesifikasi dan keinginan yang ditentukan oleh pemesan. Dengan demikian biaya produksi pesanan yang
satu akan berbeda dengan biaya produksi pesanan yang lain, tergantung pada spesifikasi yang
dikehendaki oleh pemesan. Oleh karena itu harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan harus
sesuai berdasarkan besarnya biaya produksi yang dikeluarkan untuk memproduksi pesanan tertentu. Cara
untuk menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan adalah sebagai berikut:

Taksiran biaya produksi untuk pesanan Rp. XXX


Taksiran biaya Non produksi yang dibebankan kepada pemesan XXX +
Taksiran total biaya pesanan Rp. XXX
Laba yang diinginkan XXX +
Taksiran harga jual yang dibebankan kepada pemesan Rp. XXX

Untuk menaksir biaya produksi = taksiran biaya bahan baku+taksiran biaya tenaga kerja
langsung+taksiran biaya overhead pabrik.

 Mempertimbangkan Penerimaan atau Penolakan Pesanan


Didalam pasar, harga jual produk terkadang telah disepakati pemesan sehingga manajemen harus
memutuskan menerima atau menolak pesanan. Untuk mengambil keputusan itu maka manajemen
memerlukan informasi tentang harga pokok pesanan yang akan diterima. Informasi total harga pokok
pesanan memberikan dasar perlindungan bagi manajemen agar di dalam menerima pesanan perusahaan
tidak mengalami kerugian. Tanpa memiliki informasi total harga pokok pesanan, manajemen tidak
memliki jaminan apakah harga yang diminta oleh pemesan dapat mendatangkan laba bagi perusahaan.
Total harga pokok pesanan dihitung dengan unsur biaya berikut ini :

Biaya produksi pesanan :

Taksiran biaya bahan baku Rp xxx

Taksiran biaya tenaga kerja xxx

Taksiran biaya overhead pabrik xxx +

Taksiran total biaya produksi Rp xxx

Biaya non produksi :

Taksiran biaya administrasi & umum Rp xxx


Taksiran biaya pemasaran xxx+

Taksiran total biaya non produksi Rp xxx+

Taksiran total harga pokok pesanan Rp xxx

 Memantau Realisasi Biaya Produksi


Memantau realisasi biaya produksi sangat diperlukan ketika manajemen telah mengambil suatu
keputusan dengan menerima atau tidak menerima pesanan. Oleh karena itu dalam memantau realisai
biaya produksi didalam akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi tiap
pesanan yang diterima untuk memantau apakah proses produksi untuk memenuhi pesanan telah sesuai
dengan perkiraan sebelumnya. Perhitungan biaya produksi sesungguhnya yang dikeluarkan untuk pesanan
tertentu dilakukan dengan formula berikut ini :

Biaya bahan baku sesungguhnya Rp. XXX


Biaya tenaga kerja sesungguhnya XXX
Taksiran biaya overhead pabrik XXX+
Total biaya produksi sesungguhnya RP. XXX

 Menghitung Laba atau Rugi Bruto Pesanan


Dalam menjual suatu produk pasti setiap perusahaan dapat memperkirakan laba atau rugi yang
akan didapat oleh perusahaan dengan cara menghitung laba atau rugi pesanan tersebut. Informasi tersebut
diperlukan manajemen untuk mengetahui kontribusi pesanan dalam menutup biaya non produksi dan
menghasilkan laba atau rugi. Oleh karena itu, metode harga pokok pesanan digunakan oleh manajemen
untuk mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk tiap pesanan guna
menghasilkan laba atau rugi bruto tiap pesanan. Laba atau rugi bruto tiap pesanan dihitung sebagai
berikut :

Harga jual yang dibebankan kepada pemesan Rp. XXX


Biaya produksi pesanan tertentu:
Biaya bahan baku sesungguhnya Rp. XXX
Biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya XXX
Taksiran biaya overhead pabrik XXX+

Total biaya produksi pesanan XXX-


Laba bruto Rp. XXX

 Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk dalam Proses yang disajikan
dalam Neraca
Dalam mempertanggungjawabkan keuangan periodik, Manajemen harus membuat laporan
keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba dimana didalam neraca harga pokok persediaan produk jadi
dan produk dalam proses yang disajikan, manajemen perlu membuat catatan biaya produksi tiap pesanan
terlebih dahulu.

5. Rekening Kontrol dan Rekening Pembantu


Akuntansi biaya menggunakan banyak rekening pembantu untuk merinci biaya-biaya produksi.
Rekening-rekening pembantu (subsidiary accounts) ini dikontrol ketelitiannya dengan menggunakan
rekening control ( controlling accounts) di dalam buku besar.
Rekening control Rekening pembantu

Persediaan bahan baku Kartu persediaan

Persediaan bahan penolong Kartu persediaan

Barang dalam proses Kartu harga pokok

Biaya overhead pabrik sesungguhnya Kartu biaya

Biaya administrasi dan umum Kartu biaya

Biaya pemasaran Kartu biaya

Persediaan produk jadi Kartu persediaan

Untuk mencatat biaya produksi, didalam buku besar dibentuk rekening control barang dalam proses.
Rekening ini dapat dipecah lebih lanjut menurut unsure biaya produksi, sehingga ada tiga macam
rekening barang dalam proses berikut ini:

Barang dalam proses – biaya bahan baku

Barang dalam proses – biaya tenaga kerja langsung

Barang dalam proses – biaya overhead pabrik

6. Kartu Harga Pokok (job order cost sheet)


Kartu harga pokok merupakan catatan penting dalam metode harga pokok pesanan, kartu harga
pokok ini berfungsi sebagai rekening pembantu yang digunakan untuk mengumpulkan biaya produksi
tiap pesanan produk. Biaya produksi untuk pengerjaan suatu pesanan dicatat secara rinci di dalam kartu
harga pokok pesanan yang bersangkutan. Biaya produksi dipisahkan menjadi biaya produksi langsung
dan biaya produksi tidak langsung dalam hubungannya dengan pesanan tersebut. Biaya produksi langsung
dicatat dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan secara langsung, sedangkan biaya produksi
tidak langsung dicatat dalam kartu harga pokok berdasarkan suatu tarif tertentu.

KARTU HARGA POKOK


No. Pesanan : Pemesanan :
Jenis Produk : Sifat Pesanan :
Tgl Pesan : Jumlah :
Tgl Selesai : Harga Jual :
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead Pabrik
No.
No. Kartu Jam
Tgl BPB Ket Jumlah Tgl Jumlah Tgl Tarif JUmlah
jam kerja Mesin
G
Metode Harga Pokok Pesanan

Untuk menggambarkan penggunaan metode harga pokok pesanan, berikut ini disajikan contoh
pengumpulan biaya produksi dengan menggunakan metode harga pokok pesanan dan pendekatan full
costing. Metode harga pokok pesanan adalah metode yang digunakan untuk menghitung harga pokok
pesanan pada suatu perusahaan.

Contoh:

PT. Accorner merupakan perusahaan yang bergerak di bidang percetakan. Semua pesanan diproduksi
berdasarkan spesifikasi yang diminta oleh pemesan dan biaya produksi dikumpulkan menurut pesanan
yang diterima. Perusahaan menggunakan pendekatan full costing dalam penentuan harga pokok produksi.
Dalam mencatat biaya produksi, setiap pesanan diberikan nomor pesanan dan setiap dokumen sumber dan
dokumen pendukung diberi indentitas nomor pesanan yang bersangkutan. Pada bulan november 20X2,
PT Accorner mendapat pesanan untuk mencetak undangan sebanyak 1500 lembar dari PT Rimendi
dengan harga Rp 3.000 per lembar. Dalam bulan yang sama perusahaan juga menerima pesanan untuk
mencetak pamflet iklan sebanyak 20.000 lembar dari PT. Oki dengan harga Rp 1.000 per lembar. Pesanan
dari PT Rimendi diberi nomor 101 dan pesanan dari PT Oki diberi nomor 102. Kegiatan produksi dan
kegiatan lain untuk memenuhi pesanan tersebut adalah sebagai berikut:

1.Pembelian Bahan Baku dan Bahan Penolong

Bahan baku dan bahan penolong yang dibeli pada tanggal 3 November untuk keperluan produksi adalah
sebagai berikut:

Bahan Baku :

Kertas jenis X 85 ream @ Rp.10.000 Rp. 850.000


Kertas jenis Y 10 roll @ Rp.350.000 Rp. 3.500.000

Tinta jenis A 5 kg @ Rp.100.000 Rp. 500.000

Tinta jenis B 25 kg @ Rp.25.000 Rp. 625.000

Rp. 5.475.000

Bahan Penolong :

Bahan penolong P 17 kg @ Rp.10.000 Rp. 170.000

Bahan penolong Q 60 liter @ Rp.5.000 Rp. 300.000

Bahan baku dan bahan penolong dibeli oleh bagian pembelian.Bahan tersebut kemudian disimpan
dalam gudang menani saatnya dipakai dalam proses produksi untuk memenuhi pesanan tersebut.
Pembelian bahan baku dan bahan penolong di atas dicatat sebagai berikut:

Jurnal #1
Persediaan bahan baku Rp. 5.475.000
Utang dagang Rp. 5.475.000

Jurnal #2
Persediaan bahan penolong Rp. 470.000
Utang dagang Rp. 470.000

2.Pemakaian Bahan Baku dan Penolong dalam Produksi

Untuk dapat mencatat bahan baku yang digunakan dalam setiap pesanan, perusahan menggunakan
dokumen yang disebut bukti permintaan dan pengeluaran barang gudang. Untuk memproses pesanan 101
dan 102 digunakan bahan sebagai berikut:

Bahan baku untuk pesanan 101 :

Kertas jenis X 85 ream @ Rp.10.000 Rp. 850.000

Tinta jenis A 5 kg @ Rp. 100.000 Rp. 500.000

Rp. 1.350.000

Bahan baku untuk pesanan 102 :

Kertas jenis Y 10 roll @ Rp. 350.000 Rp. 3.500.000

Tinta jenis B 25 kg @ Rp. 25.000 Rp.625.000

Rp. 4.125.000

Jumlah bahan baku yang dipakai (Rp 1.350.000 + Rp 4.125.000) = Rp 5.475.000


Sementara itu, bahan penolong yang digunakan untuk memproses kedua pesanan tersebut adalah sebagai
berikut:

Bahan penolong P 10 kg @ Rp.10.000 Rp. 100.000

Bahan penolong Q 40 liter @ Rp.5.000 Rp. 200.000

Rp. 300.000

Atas dasar bukti permintaan dan pengeluaran gudang tersebut, jurnal yang diperlukan adalah sebagai
berikut:

Jurnal #3

Barang dalam proses-biaya bahan baku Rp. 5.475.000

Persediaan bahan baku Rp. 5.475.000

Karena dalam metode harga pokok pesanan harus dipisahkan antara biaya langsung dengan biaya tidak
langsung maka pemakaian bahan penolong yang merupakan biaya tidak langsung dicatat dengan
mendebet rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya dan mengkredit Persediaan Bahan Penolong.
Biaya Overhead Pabrik hanya didebet untuk mencatat biaya overhead pabrik berdasarkan tarif yang
ditentukan dimuka. Jadi pemakaian bahan baku akan dijurnal sebagai berikut:

Jurnal #4

Biaya Overhead pabrik sesungguhnya Rp. 300.000

Persediaan bahan penolong Rp. 300.000

3.Pencatatan Biaya Tenaga Kerja

Untuk mencatat biaya tenaga kerja, terlebih dahulu dipisahkan antara upah langsung dan upah tidak
langsung. Upah langsung dicatat dengan mendebet rekening Barang Dalam Proses – Biaya Tenaga Kerja
Lansung sedangkan upah tidak langsung dicatat dengan menggunakan rekening Biaya Overhead Pabrik
Sesungguhnya. Misalkan biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh departemen produksi adalah sebagai
berikut:

Upah langsung untuk pesanan #101 225 jam @ Rp.4.000 Rp. 900.000
Upah langsung untuk pesanan #102 1.250 jam @ Rp 4.000 Rp 5.000.000
Upah tidak langsung Rp 3.000.000
Jumlah upah Rp 8.900.000
Gaji karyawan administrasi dan umum Rp 4.000.000
Gaji karyawan bagian pemasaran Rp 7.500.000
Jumlah gaji Rp 11.500.000
Jumlah biaya tenaga kerja Rp 20.400.000

pencatatan biaya tenaga kerja dilakukan melalui 3 tahap berikut ini:


Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan
Jurnal #5
Gaji dan upah Rp 20.400.000
Utang gaji dan upah Rp 20.400.000
Pencatatan distribusi biaya tenaga kerja

Karena biaya tenaga kerja terdiri dari beberapa unsur biaya yakni biaya tenaga kerja lansung, biaya
tenaga kerja tidak langsung, dan biaya non produksi (gaji karyawan bagian adm dan bagian pemasaran)
maka diperlukan adanya distribusi biaya tenaga kerja sehingga jurnal untuk mencatat transaksi biaya
tersebut adalah sebagai berikut:

Jurnal #6
Barang dalam proses-biaya tenaga kerja langsung Rp 5.900.000
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 3.000.000
Biaya administrasi dan umum Rp 4.000.000
Biaya pemasaran Rp 7.500.000
Gaji dan upah Rp 20.400.000

Pencatatan pembayaran gaji dan upah

Gaji dan upah yang dibayarkan akan dicatat dengan jurnal berikut:

Jurnal #7
Utang gaji dan upah Rp 20.400.000
Kas Rp 20.400.000

4.Pencatatan Biaya Overhead Pabrik

Biaya Overhead Pabrik dan mengkredit rekening Biaya Overhead yang Dibebankan. Biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya terjadi merupakan biaya overhead pabrik yang benar-benar terjadi pada saat
proses produksi dan dicatat dengan mendebet rekening kontrol Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya.
Secara periodik (biasanya akhir bulan) biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk akan
dibandingkan dengan biaya overhead pabrik sesungguhnya dengan mendebet rekening Biaya Overhead
Pabrik yang Dibebankan dan mengkredit rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya kemudian
dihitung selisihnya. Misalkan biaya overhead pabrik yang dibebankan kepada produk adalah sebesar
150% dari biaya tenaga kerja masing-masing produk sehingga biaya overhead pabrik yang dibebankan
pada masing-masing produk adalah sebagai berikut:

Pesanan #101 150% x Rp 900.000 Rp 1.350.000


Pesanan #102 150% x Rp 5.000.000 Rp 7.500.000
Jumlah biaya overhead pabrik yang dibebankan Rp 8.850.000

Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang dibebankan di atas adalah:

Jurnal #8
Barang dalam proses – biaya overhead pabrik Rp 8.850.000
Biaya overhead pabrik yang dibebankan Rp 8.850.000
Misalkan selama proses produksi terdapat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi selain yang
disebut dalam jurnal #4 dan #6 seperti berikut:

Biaya depresiasi mesin Rp. 1500.000


Biaya depresiasi gedung Rp. 2.000.000
Biaya asuransi gedung pabrik dan mesin Rp. 700.000
Biaya pemeliharaan mesin Rp. 1.000.000
Biaya pemeliharaan gedung Rp. 500.000
Jumlah Rp. 5.700.000

Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik yang sesungguhnya terjadi seperti disebut di atas adalah
sebagai berikut:

Jurnal #9

Biaya overhead pabrik sessungguhnya Rp 5.700.000


Akumulasi depresiasi mesin Rp 1.500.000
Akumulasi depresiasi gedung Rp 2.000.000
Persekot asuransi Rp 700.000
Persediaan suku cadang Rp 1.000.000
Persediaan bahan bangunan Rp 500.000

Untuk mengetahui apakah biaya overhead pabrik yang dibebankan menyimpang dari biaya overhead
pabrik yang sesungguhnya terjadi maka saldo rekening Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan ditutup
ke rekening Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya.

Jurnal #10
Biaya overhead pabrik yang dibebankan Rp 8.850.000
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 8.850.000

Setelah itu kita hitung saldo Biaya Overhead Pabrik yang sesungguhnya terjadi seperti berikut:

Jurnal #4 Rp 300.000
Jurnal #6 Rp 3.000.000
Jurnal #9 Rp 5.700.000
Jumlah debit Rp 9.000.000

Jurnl #10 Rp 8.850.000


Selisih pembebanan kurang Rp 150.000.000

Selisih tersebut akan dipindahkan ke rekening Selisih Biaya Overhead Pabrik dengan mencatat jurnal
berikut:

Jurnal #11
Selisih biaya overhead pabrik Rp 150.000
Biaya overhead pabrik sesungguhnya Rp 150.000
5.Pencatatan Harga Pokok Produk Jadi

Harga pokok produk yang sudah jadi dapat dihitung dari informasi biaya yang dikumpulkan dalam kartu
harga pokok pesanan yang bersangkutan. Misalkan produk yang sudah selesai diproduksi adalah pesanan
101 . Harga pokok produk pesanan 101 berdasarkan kartu harga pokok pesanan adalah sebagai berikut:

biaya bahan baku Rp 1.350.000


biaya tenaga kerja langsung Rp 900.000
biaya overhead pabrik Rp 1.350.000
jumlah harga pokok pesanan #101 Rp 3.600.000

Harga pokok produk pesanan 101 dicatat dengan jurnal berikut:

Jurnal #12
Persediaan produk jadi Rp 3.600.000
Barang dalam proses – biaya bahan baku Rp 1.350.000
Barang dalam proses – biaya tenaga kerja langsung Rp 900.000
Barang dalam proses – biaya overhead pabrik Rp 1.350.000

6.Pecatatan Harga Pokok dalam Proses

Pada akhir periode, kemungkin terdapat produk yang masih dalam proses produksi. Biaya yang telah
dikeluarkan untuk pesanan tersebut dapat dilihat dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan
kemudian dibuat jurnal untuk mencatat persediaan produk dalam proses dengan mendebet rekening
Persediaan Produk Dalam Proses dan mengkredit rekening Barang Dalam Proses. Jurnalnya adalah :

Jurnal #13

Persediaan prouk dalam proses Rp 16.625.000

Barang dalam proses – biaya bahan baku Rp 4.125.000

Barang dalam proses – biaya tenaga kerja langsung Rp 5.000.000

Barang dalam proses – biaya overhead pabrik Rp 7.500.000

7.Pencatatan Harga Pokok Produk yang Dijual

Harga pokok produk yang diserahkan kepada pemesan dicatat dengen mendebet rekening Harga Pokok
Penjualan dan mengkredit Persediaan Produk Jadi. Untuk pesanan 101 jurnalnya adalah sebagai berikut:

Jurnal #14

Harga pokok penjualan Rp 3.600.000

Persediaan produk jadi Rp 3.600.000

8.Pencatatan Pendapatan Penjualan Produk


Pendapatan dicata dengan mendebet rekening Piutang Dagang (penjualan dilakukan secara kredit) dan
mengkredit rekening Hasil Penjualan. Di awal disebutkan bahwa harga jual untuk pesanan 101 adalah Rp
3000 per lembar dengan jumlah sebanyak 1500 lembar sehingga jumlah keseluruhannya adalah RP
4.500.000. Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut:

Jurnal #15

Piutang dagang Rp 4.500.000

Hasil penjualan Rp 4.500.000

C. Metode Harga Pokok Proses Full Costing

Sistem metode harga pokok proses digunakan dalam perusahaan yang memproduksi satu jenis produk
dalam jumlah besar dalam jangka panjang. Contohnya adalah produksi kertas. Prinsip dasar dari metode
harga pokok proses adalah mengakumulasikan biaya dari operasi atau departemen tertentu selama satu
periode penuh (bulanan, kuartalan, dan tahunan) dan kemudian membaginya dengan jumlah unit yang
diproduksi selama periode tersebut.

Karakteristik metode harga pokok proses menurut Subiyanto (1998) adalah:

1) Produk diolah secara massal dalam jumlah yang cukup besar dan sesuai dengan kapasitas
produksi mesin-mesin yang ada.
2) Sifat produk yang diolah menunjukkan keseragaman antara produk yang satu dengan yang
lainnya. Tingkat kesamaannya membutuhkan presisi yang tinggi sehingga sulit dibedakan antara
produk yang satu dengan lainnya.
3) Produk diolah secara terus-menerus (continuous), sehingga antara periode yang satu dengan
periode yang lain tidak dibatasi oleh jarak waktu tertentu (time lag). Tiadanya jarak waktu
tersebut disebabkan penghentian suatu proses produksi yang ditujukan hanya untuk menghitung
harga pokok produk menjadi tidak ekonomis, justru menimbulkan kerugian yang cukup berarti
bagi perusahaan.
4) Laporan harga pokok produksi disusun atau dihitung secara periodik. Antara periode yang satu
dengan yang lainnya harus ditetapkan batasan waktu tertentu (cut off).
5) Tujuan produksi tidak dimaksudkan untuk memenuhi permintaan khusus dari pelanggan tertentu.
Produksinya dilaksanakan untuk mengisi gudang dengan mengingat permintaan pasar yang sudah
diperkirakan terlebih dahulu untuk jangka waktu tertentu. Mengingat proses produksi tidak boleh
dihentikan pada setiap saat(setup costnya sangat mahal) maka manajemen harus menganggarkan
jumlah yang harus diproduksi dalam jumlah waktu tertentu.
METODE HARGA POKOK PROSES – PRODUK DIOLAH MELALUI SATU DEPARTEMEN
PRODUKSI

Contoh 1.

PT Risa Rimendi mengolah produknya secara massa melalui satu departemen produksi. Jumlah biaya
yang dikeluarkan selama bulan Januari 19x1 disajikan dalam gambar 3.1

Biaya bahan baku Rp 5.000.000

Biaya bahan penolong Rp 7.500.000

Biaya tenaga kerja Rp 11.250.000


Biaya overhead pabrik Rp 16.125.000

Total biaya produksi Rp 39.875.000

Jumlah produk yang dihasilkan selama bulan tersebut adalah :

Produk jadi 2.000 kg

Produk dalam proses pada akhir bulan, dengan tingkat penyelesaian sebagai
berikut: Biaya bahan baku : 100 %;biaya bahan penolong 100 %, biaya
tenaga kerja 50 %; biaya overhead pabrik 30 %. 500 kg

Data produksi PT Risa Rimendi Bulan Januari 19x1

Masuk ke dalam proses: 2.500 kg

Produk jadi : 2000 kg

Produk dalam proses akhir 500 kg

Perhitungan harga pokok produksi per satuan

Unsure biaya produksi Total biaya Unit ekuivalensi Biaya produksi per
satuan

(1) (2) (3) (2);(3)

Bahan baku Rp 5.000.000 2.500 Rp 2.000

Bahan penolong Rp 7.500.000 2.500 3.000

Tenaga kerja Rp 11.250.000 2.250 5.000

Overhead pabrik Rp 16.125.000 2.150 7.500


39.875.000 17.500

Perhitungan harga pokok produk jadi dan persediaan produk dalam proses

Harga pokok produk jadi : 2.000 x Rp 17.500 Rp 35.000.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses

Biaya bahan baku : 100 % x 500 x Rp 2.000 = Rp 1.000.000

Biaya bahan penolong 100 % x 500 x Rp 3.000= Rp 1.500.000

Biaya tenaga kerja 50 % x 500 x Rp 5.000= Rp 1.250.000

Biaya overhead pabrik 30 % x 500 x rp 7.500= Rp 1.125.000 Rp 4.875.000

Jumlah biaya produksi bulan januari 19x1 Rp 39.875.000

Jurnal pencatatan biaya produksi

jurnal untuk mencatat biaya bahan baku ;

Barang dalam proses- biaya bahan baku Rp 5.000.000

Persediaan bahan baku Rp 5.000.000

Jurnal untuk mencatat biaya bahan penolong

Barang dalam proses- biaya bahan penolong Rp 7.500.000

Persediaan bahan penolong Rp 7.500.000

Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja

Barang dalam proses- biaya tenaga kerja Rp 11.250.000

Gaji dan upah Rp 11.250.000

JurnaL untuk mencatat biaya overhead pabrik

Barang dalam proses- biaya overhead pabrik Rp 16.125.000

Berbagai rekening yang dikredit Rp 16.125.000

Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang

Persediaan produk jadi Rp 35.000.000


Barang dalam proses- biaya bahan baku Rp 4.000.000

Barang dalam proses- biaya bahan penolong Rp 6.000.000

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja Rp 10.000.000

Barang dalam proses- biaya overhead pabrik Rp 15.000.000

Jurnal mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum selesai dioleh pada akhir
bulan januari 19 x1

Persediaan produk dalam proses Rp 4.875.000

Barang dalam proses – biaya bahan baku Rp 1.000.000

Barang dalam proses – biaya bahan penolong Rp 1.500.000

Barang dalam proses- Biaya tenaga kerja Rp 1.250.000

Barang dalam proses – biaya overhead pabrik Rp 1.125.000

METODE HARGA POKOK PROSES –PRODUK DIOLAH MELALUI LEBIH DARI SATU
DEPARTEMEN PRODUKSI

Perhitungan biaya produksi per satuan produk yang dihasilkan oleh departemen setelah
departemen pertama adalah merupakan perhitungan yang bersifat kumulatif. Karena produk yang
dihasilkan oleh departemen setelah departemen pertama telah merupakan produk jadi dari departemen
sebelumnya, yang membawa biaya produksi dari departemen produksi sebelumnyua tersebut, maka harga
pokok produk yang dihasilkan oleh departemen setelah departemen pertama terdiri dari:

a. biaya produksi yang dibawa dari departemen sebelumnya

b. biaya produksi yang ditambahkan dalam departemen setelah departemen pertama

Contoh2:

PT eliona sari memiliki 2 departemen produksi untk menghasilkna produknya : Departemen A dan
Departemen B. Data produksi dan biaya produksi ke dua departemen tersebut untuk bulan Januari 19 x1
disajikan dalam gambar berikut :

Data produksi Bulan Januari 19x1

Departemen A Departemen B
Produk yang dimasukkan dalam proses 35.000 kg

Produk selesai yang ditransfer ke Departemen B 30.000 kg

Produk selesai yang ditransfer ke gudang 24.000 kg

Produk dalam proses akhir bulan 5.000 kg 6.000 kg

Biaya yang dikeluarkan bulan Januari 19x1

Biaya bahan baku Rp 70.000 Rp 0

Biaya tenaga kerja Rp 155.000 Rp 270.000

Biaya overhead pabrik Rp 248.000 Rp 405.000

Tingkat penyelesaian produk dalam produk proses akhir

Biaya bahan baku 100%

Biaya konversi 20% 50%

Perhitungan harga pokok produksi per satuan departemen A

Unsur biaya produksi Total biaya Unit ekuivalensi Biaya produksi per kg

Bahan baku Rp 70.000 35.000 Rp 2

Tenaga kerja 155.000 31.000 5

Overbead pabrik 248.000 31.000 8

Total Rp 173.000 Rp 15

Perhitungan harga pokok produk jadi dan persediaan produk dalam proses dep A

Harga pokok produk jadi : 30.000 x Rp 15 Rp 450.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses

Biaya bahan baku : 100 % x 5.000 x Rp 2 = Rp 10.000

Biaya tenaga kerja 20 % x 5.000 x Rp 5 = Rp5.000

Biaya overhead pabrik 20 % x 5.000 x Rp 8= Rp 8.000


Rp 23.000

Jumlah biaya produksi Departemen A bulan januari 19x1 Rp 473.000

Jurnal pencatatan biaya produksi departemen A

Jurnal untuk mencatat biaya bahan baku :

Barang dalam proses-biaya bahan baku departemen A Rp 70.000

Persediaan bahan baku Rp 70.000

Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja :

Barang dalam proses- biaya tenaga kerja departemen A Rp 155.000

Gaji dan upah Rp 155.000

Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik departemen A

Barang dalam proses- biaya overhead pabrik departemen A Rp 248.000

Berbagai rekening yang di kredit Rp 248.000

Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer oleh departemen A ke departemen B:

Barang dalam proses – biaya bahan baku departemen B Rp 450.000

Barang dalam proses- biaya bahan baku departemen A Rp 60.000

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja departemen A Rp 150.000

Barang dalam proses-biaya overhead pabrik departemen A Rp 240.000

Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum selesai diolah dalam
department A pada akhir bulan januari 19x1

Persediaan produk dalam proses-departemen A Rp 23.000

Barang dalam proses- biaya bahan baku departemen A Rp 10.000

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja departemen A Rp 5.000

Barang dalam proses-biaya overhead pabrik departemen A Rp 8.000

Perhitungan harga pokok produksi per satuan departemen B


Unsur biaya produksi Total biaya Unit ekuivalensi Biaya produksi per kg

Tenaga kerja 270.000 27.000 10

Overbead pabrik 405.000 27.000 15

Total Rp 675.000 Rp 25

Perhitungan harga pokok produk jadi dan persediaan produk dalam proses dep B

Harga pokok produk selesai yang di transfer departemen B ke gudang

Harga pokok dari departemen A : 24.000 x Rp 15

Biaya yang ditambahkan oleh departemen B : 24.000x Rp 25 Rp 360.000

600.000

Total harga pokok produk jadi yang ditransfer ke gudang 960.000

24.000 x Rp 40

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir

Harga pokok dari departemen A : 6.000 x Rp 15 90.000

Biaya yang ditambahkan oleh departemen B:

Biaya tenaga kerja 50 % x 6.000 x Rp 10 = Rp30.000

Biaya overhead pabrik 50 % x 6.000 x Rp 15= Rp 45.000 Rp 75.000

Total harga pokok persediaan produk dalam proses departemen B 165.000

Jumlah biaya produksi kumulatif Departemen B bulan januari 19x1 Rp 1.125.000

jurnal pencatatan biaya produksi departemen B

Jurnal untuk mencatat penerimaan produk dari departemen A: :

Barang dalam proses – biaya bahan baku departemen B Rp 450.000

Barang dalam proses- biaya bahan baku departemen A Rp 60.000

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja departemen A Rp 150.000

Barang dalam proses-biaya overhead pabrik departemen A Rp 240.000

Jurnal untuk mencatat biaya tenaga kerja :


Barang dalam proses- biaya tenaga kerja departemen B Rp 270.000

Gaji dan upah Rp 270.000

Jurnal untuk mencatat biaya overhead pabrik departemen B

Barang dalam proses- biaya overhead pabrik departemen B Rp 405.000

Berbagai rekening yang di kredit Rp 405.000

Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi yang ditransfer oleh departemen B ke gudang

Persediaan produk jadi Rp 960.000

Barang dalam proses- biaya bahan baku departemen B Rp 360.000

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja departemen B Rp 240.000

Barang dalam proses-biaya overhead pabrik departemen B Rp 360.000

Jurnal untuk mencatat harga pokok persediaan produk dalam proses yang belum selesai diolah dalam
department A pada akhir bulan januari 19x1

Persediaan produk dalam proses-departemen B Rp 165.000

Barang dalam proses- biaya bahan baku departemen B Rp 90.000

Barang dalam proses-biaya tenaga kerja departemen B Rp 30.000

Barang dalam proses-biaya overhead pabrik departemen B Rp 45.000

PENGARUH TERJADINYA PRODUK YANG HILANG DALAM PROSES TERHADAP


PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK PER SATUAN

Pengaruh terjadinya produk yang hilang pada awal proses terhadap perhitungan harga pokok produksi per
satuan

Contoh3:
PT eliona sari memiliki 2 departemen produksi untk menghasilkna produknya : Departemen A dan
Departemen B. Data produksi dan biaya produksi ke dua departemen tersebut untuk bulan Januari 19 x1
disajikan dalam gambar berikut :

Data produksi Bulan Januari 19x1

Departemen A Departemen B

Produk yang dimasukkan dalam proses 1.000 kg

Produk selesai yang ditransfer ke Departemen B 700 kg

Produk selesai yang ditransfer ke gudang 400 kg

Produk dalam proses akhir bulan, dengan tingkat penyelesaian


sebagai berikut :

Biaya bahan baku & penolong 100 % biaya konversi 40 %


200 kg
Biaya bahan penolong 60 %, biaya konversi 50 %
100 kg

Produk yang hilang pada awal proses 100 kg 200 kg

Biaya produksi Bulan Januari 19 x1

Departemen A Departemen B

Biaya bahan baku Rp 22.500 Rp -

Biaya bahan penolong 26.100 16.100

Biaya tenaga kerja 35.100 22.500

Biaya overhead pabrik 45.800 24.750

Perhitungan biaya produksi per unit departemen A bulan januari 19 x1

Jenis biaya Jumlah produk yang dihasilkan oleh Biaya produksi Biaya per kg
departemn A ( unit ekuivalensi) Departemen A produk yang
dihasilkan oleh
departemen A

Biaya bahan baku 700 kg + 100 % x 200 kg = 900 kg Rp 22.500 Rp 25

Biaya bahan 700 kg + 100 % x 200 kg = 900 kg 26.100 29


penolong

Biaya tenaga kerja 700 + 40%x200kg=780kg 35.100 45

Biaya overhead 700 + 40%x200kg=780kg 46.800 60


pabrik

Rp 130.500 Rp 159

Perhitungan biaya produksi Departemen A bulan Januari 19x1

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Departemen B : 700 x Rp 159 Rp 111.300

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir bulan ( 200 Kg)

Biaya bahan baku 200 kg x 100 % x Rp 25 = 5.000

Biaya bahan penolong 200 kg x 100 % x Rp 29 = 5.800

Biaya tenaga kerja 200 kg x 40 %x Rp 45= 3.600

Biaya overhead pabrik 200 kg x 40 %x Rp 60= 4.800 Rp 19.200

Jumlah biaya produksi Departemen A Rp 130.500

Produk yang hilang pada awal proses di Departemen setelah departemen pertama

Perhitungan penyesuaian harga pokok per unit dari departemen A

Harga pokok produksi per satuan produk yang berasal dari departemen A Rp 159,00

Rp 111.300 : 700

Harga pokok produksi per satuan produk yang berasal dari departemen A Rp 222.60
setelah adanya produk yang hilang dalam proses di Departemen B sebanyak
200 kg adalah Rp 111.300 : ( 700 kg-200 kg)

Penyesuaian harga pokok produksi per satuan produk yang berasal dari Rp 63.60
Departemen A

Perhitungan biaya produksi per unit Departemen B bulan januari 19 x1


Jenis biaya Jumlah produk yang Jumlah biaya produksi Biaya per kg
dihasilkan oleh yang ditambahkan di yang
departemen B ( unit departemen B ditambahkan
ekuivalensi) Departemen B

Biaya bahan penolong 400 kg + 60 % x 100 kg = Rp 16.100 Rp 35


460 kg

Biaya tenaga kerja 400 kg + 50 %x 100 kg = Rp 22.500 Rp 50


450 kg

Biaya overhead pabrik 400 kg + 50 %x 100 kg = Rp 24.750 Rp 55


450 kg

Rp 63.350 Rp 140

Perhitungan biaya produksi departemen B bulan Januari 19x1

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke gudang 400 kg @ Rp Rp 145.040


362.60

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir bulan ( 100 kg):

Harga pokok dari departemen A : 100 kg x Rp 222.6= Rp 22.260

Biaya bahan penolong : 100 kg x 60 % x Rp 35 = 2.100

Biaya tenaga kerja : 100 kg x 50 % x Rp 50 = 2.500

Biaya overhead pabrik : 100 kg x 50 %x Rp 55 =2.750 Rp 29.610

Jumlah kumulatif dalam departemen B Rp 174.650

Pengaruh terjadinya produk yang hilang pada akhir proses terhadap perhitungan harga pokok produksi per
satuan

Contoh:

PT eliona sari memiliki 2 departemen produksi untk menghasilkna produknya : Departemen A dan
Departemen B. Data produksi dan biaya produksi ke dua departemen tersebut untuk bulan Januari 19 x1
disajikan dalam gambar berikut :

Data produksi Bulan Januari 19x1

Departemen A Departemen B

Produk yang dimasukkan dalam proses 1.000 kg


Produk selesai yang ditransfer ke Departemen B 700 kg

Produk selesai yang ditransfer ke gudang 400 kg

Produk dalam proses akhir bulan, dengan tingkat penyelesaian


sebagai berikut :

Biaya bahan baku & penolong 100 % biaya konversi 40 %


200 kg
Biaya bahan penolong 60 %, biaya konversi 50 %
100 kg

Produk yang hilang pada akhir proses 100 kg 200 kg

Biaya produksi Bulan Januari 19 x1

Departemen A Departemen B

Biaya bahan baku Rp 22.500 Rp -

Biaya bahan penolong 26.100 16.100

Biaya tenaga kerja 35.100 22.500

Biaya overhead pabrik 45.800 24.750

Perhitungan biaya produksi per unit departemen A bulan januari 19 x1

Jenis biaya Jumlah produk yang dihasilkan oleh Biaya Biaya per kg
departemn A ( unit ekuivalensi) produksi produk yang
Departemen dihasilkan oleh
A departemen A

Biaya bahan baku 700 kg + 100 % x 200 kg + 100 kg= 1000 kg Rp 22.500 Rp 22.5

Biaya bahan 700 kg + 100 % x 200 kg+ 100 kg = 1000 kg 26.100 26.10
penolong

Biaya tenaga kerja 700 + 40%x200kg + 100 kg = 880kg 35.100 39.89

Biaya overhead 700 + 40%x200kg+ 100 kg = 880kg 46.800 53.18


pabrik

Rp 130.500 Rp141.67

Perhitungan biaya produksi Departemen A bulan Januari 19x1


Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Departemen B : 700 x Rp 141.67 Rp 99.169

Penyesuaian harga pokok produk selesai karena adanya produk yang hilang pada akhir 14.167,00
proses 100 xRp 141,67

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke departemen B setelah disesuaikan : 700 x 113.334,40
Rp 161,91

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir bulan ( 200 Kg)

Biaya bahan baku 200 kg x 100 % x Rp 22.5 = 4.500

Biaya bahan penolong 200 kg x 100 % x Rp 26.1 = 5.220

Biaya tenaga kerja 200 kg x 40 %x Rp 39.89= 3.191,2

Biaya overhead pabrik 200 kg x 40 %x Rp 53.18= 4.254,4

Rp 17.165.60

Jumlah biaya produksi Departemen A Rp130.500,00

Produk yang hilang pada akhir proses di departemen produksi setelah departemen produksi pertama

Perhitungan biaya produksi per unit Departemen B bulan januari 19 x1

Jenis biaya Jumlah produk yang dihasilkan oleh Jumlah biaya Biaya per kg yang
departemen B ( unit ekuivalensi) produksi yang ditambahkan di
ditambahkan di Departemen B
departemen B

Biaya bahan penolong 400 kg + 60 % x 100 kg + 200 kg = Rp 16.100 Rp 24.39


660 kg

Biaya tenaga kerja 400 kg + 50 % x 100 kg + 200 kg = Rp 22.500 Rp 34.62


650 kg

Biaya overhead pabrik 400 kg + 50 % x 100 kg + 200 kg = Rp 24.750 Rp 38.08


650 kg
Rp 63.350 Rp 97.09

Perhitungan biaya produksi Departemen B bulan Januari 19x1

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Departemen B : 400 x Rp 161.91 Rp 64.764,00

Biaya yang ditambahkan departemen B 400 x Rp 97.09 38.836,00

Harga pokok produk yang hilang pada akhir proses : 200 kg ( Rp 161.91+Rp 97.09 51.800,00

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke departemen B setelah disesuaikan : 400 x 155.400,00
Rp 388.5

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir bulan ( 100 Kg)

Harga pokok dari departemen A : 100 kg x Rp 161.91 = Rp 16.191,00

Biaya bahan penolong 100 kg x 60 % x Rp 24.39 = 1.463.3

Biaya tenaga kerja 100 kg x 50 %x Rp 34.62= 1.731

Biaya overhead pabrik 100 kg x 50 %x Rp 38.08= 1.904 Rp 21.289.40

Jumlah biaya produksi Departemen B Rp176.689.40

D. Metode Harga Proses Full Costing – Lanjutan


Dalam suatu departemen produksi, produk yang belum selesai diproses pada akhir periode akan
menjadi persediaan produk dalam proses pada awal periode berikutnya. Produk dalam proses awal
periode ini membawa harga pokok produksi per satuan yang berasal dari periode sebelumnya, yang
kemungkinan akan berbeda dengan harga pokok produksi per satuan yang dikeluarkan oleh departemen
produksi yang bersangkutan dalam periode sekarang. Dengan demikian jika dalam peride sekarang
dihasilkan produk selesai yang ditransfer ke gudang atau ke departemen berikutnya, harga pokok yang
melekat pada persediaan produk dalam proses awal akan menimbulkan masalah dalam penentuan harga
pokok produk selesai tersebut. Oleh karena itu, dalam penentuan harga pokok produk dalam metode
harga pokok proses dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode harga pokok rata-rata tertimbang
dan metode masuk pertama keluar pertama (FIFO).

1. METODE HARGA POKOK RATA-RATA TERTIMBANG ( WEIGHTED AVERAGE COST


METHOD)

Contoh PT Risa Rimendi memproduksi produknya melalui dua departemen produksi: departemen 1 dan
Departemen 2. Data produksi dan biaya produksi bulan januari 19x1 di kedua departemen produksi
tersebut disajikan dalam gambar berikut:
PT RISA RIMENDI

Data produksi dan biaya produksi bulan Januari 19x1

Dep 1 Dep2
Data produksi
Produksi dalam proses awal:
Biaya bahan baku 100 %; BK 40 % 4.000 kg -
Biaua tenaga kerja 20 %; BOP 60% - 6.000 kg
Dimasukkan dalam proses bulan ini 40.000 kg -
Unit yang ditransfer ke departemen 2 35.000 kg -
Unit yang diterima dari departemen 1 - 35.000 kg
Produk jadi yang ditransfer ke gudang - 38.000 kg
Produk dalam proses akhir;
Biaya bahan baku 100 %; biaya konversi 70 % 9.000 kg -
Biaya tenaga kerja 40%; biaya overhead pabrik 80% - 3.000kg
Harga pokok produk dalam proses awal; Rp 11.150.000
Harga pokok dari departemen 1 - -
Biaya bahan baku Rp 1.800.000 1.152.000
Biaya tenaga kerja 1.200.000 4.140.000
Biaya overhead pabrik 1.920.000
Biaya produksi
Biaya bahan baku Rp 20.200.000
Biaya tenaga kerja 29.775.000 Rp 37.068.000
Biaya overhead pabrik 37.315.000 44.340.000

Rumus perhitungan harga pokok per unit produk departemen pertama dengan menggunakan metode
harga pokok rata-rata tertimbang

Biaya bahan baku yang melekat + Biaya bahan baku yang dikeluarkan
Biaya bahan = pada produk dalam proses dalam periode sekarang
baku
Per unit Unit ekuivalensi biaya Bahan baku

Biaya tenaga kerja yang melekat + Biaya tenaga kerja yang


Biaya tenaga = pada produk dalam proses awal dikeluarkan dalam periode sekarang
kerja
Per unit Unit ekuivalensi biaya Tenaga kerja

Biaya produk yang melekat pada + Biaya overhead pabrik yang


Biaya overhead = produk dalam proses awal dikeluarkan dalam periode sekarang
Per unit Unit ekuivalensi biaya Overhead pabrik

Perhitungan biaya produksi per satuan departemen 1 bulan Januari 19x1

Unsur biaya Yang Yang Total biaya Unit Biaya


produksi melekat pada dikeluarkan ekuivalensi produksi
produk dalam dalam periode per kg
proses sekarang
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Biaya bahan baku 1.800.000 20.200.000 22.000.000 44.000 500
Biaya tenaga kerja 1.200.000 29.775.000 30.975.000 41.300 750
Biaya overhead 1.920.000 37.315.000 39.235.000 41.300 950
pabrik

Perhitungan harga pokok produk selesai dan persediaan produk dalam proses departemen 1

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke departemen 2 Rp 77.000.000


= 35.000 unit @ Rp 2.200
Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir:
Biaya bahan baku = 100 % x 9.000 units x Rp 500 Rp 4.500.000
Biaya tenaga kerja = 70 % x 9.000 units x Rp 750 4.725.000
Biaya overhead pabrik = 70 % x 9.000 unit x Rp 950 5.985.000 15.210.000
Jumlah biaya produksi dibebankan dalam departemen 1 92.210.000

Metode harga pokok rata-rata tertimbang – departemen setelah departemen pertama

Rumus perhitungan harga pokok per unit produk Departemen ke dua dengan menggunakan Metode harga
pokok rata-rata tertimbang

Harga pokok produk Harga pokok produk dalam Harga pokok produk yang ditransfer
per unit yang dibawa proses awal yang berasal dari dari departemen sebelumnya dalam
dari = departemen sebelulmnya + periode sekarang
Departemen Produk dalam proses awal + Produk yang ditransfer dari departemen
sebelumnya sebelumnya dalam periode sekarang
(1)
Biaya bahan baku yang melekat + Biaya bahan baku yang dikeluarkan
Biaya bahan baku = pada produk dalam proses awal dalam periode sekarang
Per unit Unit ekuivalensi biaya Bahan baku
(2)
Biaya tenaga kerja yang melekat + Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan
Biaya tenaga kerja = pada produk dalam proses awal dalam periode sekarang
Per unit Unit ekuivalensi biaya Tenaga kerja
(3)
Biaya produk yang l elekat pada + Biaya overhead pabrik yang
Biaya overhead = produk dalam proses awal dikeluarkan dalam periode sekarang
Per unit Unit ekuivalensi biaya Overhead pabrik
(4)
Total harga pokok = (1) +(2)+(3)+(4)
per satuan

Perhitungan harga pokok kumulatif per satuan produk departemen 2 dengan menggunakan metode harga
pokok rata-rata tertimbang

Unsur biaya produksi Yang Yang Total biaya Unit Biaya


melekat pada dikeluarkan ekuivalensi produksi
produk dalam dalam periode per kg
proses sekarang
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Harga pokok yang Rp Rp 77.000.000 Rp 41.000 Rp 2.150
berasal dari departemen 11.150.000 88.150.000
1
Biaya yang
ditambahkan dalam dep
2. 1.152.000 37.068.000 38.220.000 39.200 975
Biaya tenaga kerja 4.140.000 44.340.000 48.480.000 40.400 1.200
Biaya overhead pabrik
Total biaya produksi 4.325

Perhitungan harga pokok produk selesai dan persediaan produk dalam proses departemen 2

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke departemen 2 =


38.000 unit @ Rp 4.325 Rp 164.350.000

Harga pokok persediaan produk dalam proses akhir:


Yang berasalh dari departemen 1 : 3.000 unit s x Rp 2.150 Rp 6.450.000
Ditambahkan dalam departemen 2:
Biaya tenaga kerja = 40 % x 3.000 units x Rp 975 1.170.000
Biaya overhead pabrik = 80 % x 3.000 unit x Rp 1.200 2.880.000 10.500.000
Jumlah biaya produksi dibebankan dalam departemen 1 174.850.000

2. METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA

Metode ini menganggap biaya produksi periode sekarang pertama kalil digunakan untuk
menyelesaikan produk yang pada awal periode masih dalam proses, baru kemudian sisanya digunakan
untuk mengolah produk yang dimasukkan dalam proses dalam periode sekarang

Perhitungan unit ekuivalensi biaya bahan baku departemen 1 dengan menggunakan MPKP

Persediaan produk dalam proses awal 0 kg


Produk selesai yang ditransfer ke departemen 2 31.000 kg
Produk dalam proses akhir 100% x 9.000 9.000 kg
Jumlah 40.000 kg

Perhitungan unit ekuivalensi biaya konversi departemen 1 dengan menggunakan MPKP

Persediaan produk dalam proses awal (100%-40%) 2.400 kg


Produk selesai yang ditransfer ke departemen 2 31.000 kg
Produk dalam proses akhir 70% x 9.000 6.300 kg
Jumlah 39.700 kg

Perhitungan biaya per satuan dengan menggunakan metode MPKP

Unsure biaya produksi Total biaya Unit ekuivalensi Biaya produksi


per satuan
Biaya bahan baku Rp 20.200.000 40.000 Rp 505
Biaya tenaga kerja 29.775.000 39.700 750
Biaya overhead pabrik 37.315.000 39.700 940
87.290.000 2.195
Perhitungan harga pokok produk selesai dan persediaan produk dalam proses departemen 1

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke departemen 2:


Harga pokok persediaan produk dalam proses awal 4.920.000
Biaya penyelesaian produk dalam proses awal:
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja 60 % x 4.000 kg x Rp 750 1.800.000
Biaya overhead pabrik 60 % x 4.000 kg x Rp 940 2.256.000
8.976.000
Harga pokok produk dari produksi sekarang 31.000 kg x Rp 2.195 68.045.000
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke Departemen 2 Rp 77.019.000
Harga pokok produk dalam proses akhir:
Biaya bahan baku : 9.000 kg x 100% x Rp 505 = Rp 5.545.000
Biaya tenaga kerja : 9.000 kg x 70% x Rp 750 = Rp 4.725.000
Biaya overhead Pabrik : 9.000 kg x 70 % x Rp 940 =5.922.000 15.192.000
Jumlah biaya yang dibebankan dalam departemen 1 92.210.000

METODE MASUK PERTAMA KELUAR PERTAMA DEPARTEMEN SETELAH DEPARTEMEN


PRODUKSI PERTAMA

Perhitungan harga pokok produksi per satuan produk yang dihasilkan departemen 2

Total biaya Unit ekuivalensi Biaya per unit


Harga pokok produk yang ditransfer Rp 77.019.000 35.000 kg Rp 2.201
dari departemen 1
Biaya yang dikeluarkan departemen
2 dalam periode sekarang:
Biaya tenaga kerja 37.068.000 38.000 975
Biaya overhead pabrik 44.340.000 36.800 1.205
Jumlah Rp 158.427.000 Rp 4.381
TAMBAHAN BAHAN BAKU DALAM DEPARTEMEN PRODUKSI SETELAH DEPARTEMEN
PRODUKSI PERTAMA

Perhitungan harga pokok produk selesai dan persediaan produk dalam proses departemen 2

Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke gudang :

Harga pokok persediaan produk dalam proses awal Rp. 16.442.000

Biaya penyelesaian produk dalam proses awal :

Biaya tenaga kerja : 80% x 6.000 x Rp. 975 Rp. 4.680.000

Biaya overhead pabrik: 40% x 6.000 x Rp. 1.205 Rp. 2.892.000

Rp. 24.014.000

Harga pokok produk dari produksi sekarang 32.000 unit x Rp. 4.381 = Rp.140.192.000

Rp. 164.202.000

Harga pokok produk dalam proses akhir

Harga pokok produk dari departemen 1 = 3.000 x Rp. 2.201 Rp. 6.603.000

Biaya tenaga kerja : 3000 kg x 40 % x Rp. 975 Rp. 1.170.000

Biaya overhead pabrik : 3000 kg x 80% x Rp. 1.205 Rp. 2.892.000

Rp. 10.665.000

Jumlah biaya yang dibebankan dalam departemen 2 Rp. 174.869.000

*jumlah seesungguhnya adalah Rp. 164.206.000. pencantuman jumlah tersebut dikurangi Rp.
2.000 karena adanya pembulatan angka pada waktu perhitungan biaya per unit.

Tambahan bahan baku mempunyai dua kemungkinan:

a. Tambahan jumlah produk yang dihasilkan oleh departemen produksi yang mengkonsumsi tambahan
bahan baku tersebut. Jika tambahan bahan baku tidak menambah jumlah produk yang dihasilkan ,
maka tambahan ini tidak berpengaruh terhadap perhitungan unit ekuivalensi produk yang dihasilkan,
dan sebagai akibatnya tidak mempengaruhi perhitungan harga pokok produksi per satuan produk
yang diterima dari departemen produksi sebelumnya.
b. Menambah jumlah produk yang dihasilkan oleh departemen produksi yang mengkonsumsi tambahan
bahan baku tersebut. Jika terjadi tambahan produk yang dihasilkan dengan adanya tambahan bahan
baku dalam departemen setelah departemen produksi sebelumnya. Penyesuaian ini dilakukan karena
total harga pokok produk yang berasal dari departemen sebelumnya, yang semula dipikul oleh jumlah
tertentu, sekarang harus dipikul oleh jumlah produk yang lebih banyak sebagai akibat tambahan
bahan baku tersebut. Akibatnya harga pokok produk per unit yang berasal dari departemen
sebelumnya menjadi lebih kecil.

PT oki sasangka

Data produksi dan biaya produksi departemen 2 bulan Januari 19x1

Dep2
Data produksi
Produksi dalam proses awal:
Biaua tenaga kerja 20 %; BOP 60% 6.000 kg
Dimasukkan dalam proses bulan ini -
Unit yang diterima dari departemen 1 35.000 kg
Tambahan produk karena tambahan bahan baku 4.000 kg
Produk jadi yang ditransfer ke gudang 38.000 kg
Produk dalam proses akhir;
Biaya tenaga kerja 40%; biaya overhead pabrik 80% 7.000kg
Harga pokok produk dalam proses awal; Rp 11.150.000
Harga pokok dari departemen 1 -
Biaya bahan baku 950.000
Biaya tenaga kerja 1.152.000
Biaya overhead pabrik 4.140.000
Harga pokok kumulatif persediaan produk dalam proses Rp 17.392.000
awal
Harga pokok produk yang diterima dari departemen 1 Rp 77.019.000
dalam bulan ini 35.000 x Rp 2.201
Biaya produksi
Biaya bahan baku 15.000.000
Biaya tenaga kerja Rp 37.068.000
Biaya overhead pabrik 44.340.000
96.408.000

Perhitungan biaya produksi per satuan dengan metode MPKP jika tambahan bahan baku menambah
produk yang dihasilkan di departemen 2

Total biaya Biaya per satuan


Harga pokok persediaan produk dalam proses awal Rp 17.392.000
Harga pokok produk yang diterima dari departemen 1 77.019.000 Rp 2.201
Penyesuaian karena adanya tambahan bahan baku yang 226
menambah produk yang dihasilkan
Harga pokok produk yang diterima dari departemen 1 Rp 1.975
setelah disesuiakan
Biaya produksi yang ditambahkan dalam departemen 2:
Biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja 15.000.000 385
Biaya overhead 37.068.000 936
44.340.000 1.109
190.819.000 4.405
Perhitungan harga pokok produk jadi dan persediaan produk dalam proses departemen 2 dengan metode
MPKP

Total biaya
Harga pokok produk selesai yang ditransfer ke gudang Rp 17.392.000
Harga pokok persediaan produk dalam proses awal
Biaya penyelesaian produk dalam proses awal:
BTK 80% x 6.000 x Rp 936 4.492.800
BOP 40 % x 6.000 x Rp 1.109 2.661.600
24.546.400
Harga pokok produk dari produksi sekarang 32.000 unit x Rp 4.405
140.960.000
165.468.600
Harga pokok produk dalam proses akhir :
Harga pokok dari departemen 1 = 7000 x Rp 1.975 13.825.000
BBB : 7.000 kg x 100% x Rp1.975 2.695.000
BTK : 7.000 kg x 40% x Rp 936 2.620.800
BOP : 7.000 kg x 80 % x Rp 1.109 6.210.400 25.350.400
Jumlah biaya yang dibebankan dalam departemen 2 190.819.000

Tambahan bahan baku di departemen setelah departemen produksi yang pertama mempunyai 2
kemungkinan : menambah jumlah produk yang dihasilkan oleh departemen yang bersankutan atau tidak
menambah jumlah produk yang dihasilkan dalam departemen yang bersangkutan.

Jika bahan baku tersebut tidak menambah jumlah produk yang dihasilkan dalam departemen yang
bersangkutan, tambahan biaya bahan baku tersebut hanya menambah biaya bahan baku per satuan dalam
departemen tersebut. Jika bahan baku tersebut menambah jumlah produk yang dihasilkan oleh
departemen yang bersangkutan, tambahan bahan baku tersebut akan berakibat terhadap penyesuaian
harga pokok per satuan produk yang berasal dari departemen sebelumnya dan tambahan biaya bahan
baku per satuan dalam departemen setelah departemen produksi pertama.
BAB III

A. Pengertian Metode Full Costing


Metode ini digunakan oleh perusahaan yang berproduksiberdasarkanpesanan.Dalam metodeinibiaya-
biayaproduksi dikumpulkan untukpesanantertentudanhargapokok produksipersatuandihitungdengan cara
membagitotalbiayaproduksiuntukpesanan tersebutdenganjumlahsatuanprodukdalam
pesananyangbersangkutan. Adapun biaya-biaya produksi yang dimaksud adalah biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik.

B. Siklus Akuntansi Biaya Dalam Perusahaan Manufaktur


Siklus kegiatan manufaktur dimulai dengan pengolahan bahan baku di bagian produksi dan berakhir
dengan peyerahan produk jadi ke bagian gudang. Dalam perusahaan ini, siklus akuntansi biaya dimulai
dengan pencatatan harga pokok bahan baku yang dimasukkan dalam proses produksi, dilanjutkan dengan
pencatatan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang dikonsumsi untuk produksi, serta
berakhir dengan disajikannya harga pokok produk jadi yang diserahkan oleh bagian produksi ke bagian
gudang. Akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur bertujuan untuk menyajikan informasi harga
pokok produksi per satuan produk jadi yang diserahkan ke bagian gudang.
Siklus akuntansi biaya dalam perusahaan manufaktur digunakan untuk mengikuti proses pengolahan
produk sampai dengan dihasilkannya produk jadi dari proses tersebut.

C. Karakteristik Metode Harga Pokok Pesanan


Pengumpulan biaya produksi dalam suatu perusahaan dipengaruhi oleh karakteristik kegiatan
produksi perusahan tersebut. Dalam hal ini, kita harus mengetahui lebih dahulu tentang karakteristik
kegiatan usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan yang berpengaruh terhadap metode
pengumpulan biaya produksi. Karakteristik usaha perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Proses pengolahan produk terjadi secara terputus-putus. Jika pesanan yang satu selesai dikerjakan,
proses produksi dihentikan dan mulai dengan pesanan berikutnya.
2. Produk dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan. Dengan demikian
pesanan yang satu dapat berbeda dengan pesanan yang lain.
3. Produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan, bukan untuk memenuhi persediaan gudang.

Karakteristik usaha perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan tersebut di atas berpengaruh
terhadap pengumpulan biaya produksinya. Metode pengumpulan biaya produksi dengan metode harga
pokok pesanan yang digunakan dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Perusahaan memproduksi berbagai macam produk sesuai dengan spesifikasi pemesan dan setiap
jenis produk perlu dihitung harga pokok produksinya secara individual.
2. Biaya produksi harus digolongkan berrdasarkan hubungannya dengan produk menjadi dua
kelompok, yaitu biaya produksi langsung dan biaya produksi tidak langsung.
3. Biaya produksi langusng terdiri dari biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung, sedangkan
biaya produksi tidak langsung disebut dengan biaya overhead pabrik.
4. Biaya produksi langsung diperhitungkan sebagai harga pokok produksi pesanan tertentu berdasarkan
biaya yang sesungguhnya terjadi, sedangkan biaya overhead pabrik diperhitungkan ke dalam harga
pokok pesanan berdasarkan tarif yang ditentukan dimuka.
5. Harga pokok produksi per unit dihitung pada saat pesanan selesai diproduksi dengan cara membagi
jumlah biaya produksi yang dikeluarkan untuk pesanan tersebut dengan jumlah unit produk yang
dihasilkan dalam pesanan yang bersangkutan.

D. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi Per Pesanan


Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi per pesanan
bermanfaat bagi manajemen untuk:
1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.Untuk menentukan harga jual yang
dibebankan kepada pemesan sangat ditentukan oleh besarnya biaya produksi yang akan dikeluarkan
untuk memproduksi pesanan tertentu. Formula untuk menentukan harga jual yang akan dibebankan
kepada pemesan adalah sebagai berikut:

Taksiran biaya produksi untuk pesanan Rp xx


Taksiran biaya non produksi yang dibebankan kepada pemesan xx +
Taksiran total biaya pesanan Rp xx
Laba yang diinginkan xx +
Taksiran harga jual yang dibebankan kepada pemesan Rp xx

2. Mempertimbangkan penerimaan atau penolakkan pemesan.Untuk memungkinkan pengambilan


keputusan menerima atau menolak pesanan, manajemen memerlukan informasi total harga pokok
pesanan yang akan diterima tersebut. Informasi total harga pokok pesanan memberikan dasar
perlindungan bagi manajemen agar di dalam menerima pesanan perusahaan tidak mengalami
kerugian. Total harga pokok pesanan dihitung dengan unsur biaya berikut ini:

Biaya produksi pesanan:


Taksiran biaya bahan baku Rp xx
Taksiran biaya tenaga kerja xx
Taksiran biaya overhead pabrik xx +
Taksiran total biaya produksi Rp xx
Biaya nonproduksi:
Taksiran biaya administrasi Rp xx
Taksiran biaya pemasaran xx +
Taksiran biaya nonproduksi Rp xx +
Taksiran total harga pokok pesanan Rp xx

3. Memantau realisasi biaya produksi.Informasi taksiran biaya produksi pesanan tertentu dapat
dimanfaatkan seagai salah satu daar untuk menetapkan harga jual yang akan dibebankan kepada
pemesan. Informasi taksiran biaya produksi juga bermanfaat sebagai salah satu dasar untuk
mempertimbangkan diterima tidaknya suatu pesanan. Jika pesanan telah diputuskan untuk diterima,
manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan di dalam
memenuhi pesanan tertentu. Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan
informasi biaya produksi tiap pesanan yang diterima untuk memantau apakah proses produksi untuk
memenuhi pesanan tertentu menghasilkan total biaya produksi pesanan sesuai dengan yang
diperhitungkan sebelumnya. Pengumpulan biaya produksi per pesanan tersebut dilakukan dengan
menggunakan metode harga pokok pesanan. Perhitungan biaya produksi sesungguhnya yang
dikeluarkan untuk pesanan tertentu dilakukan dengan formula berikut ini:

Biaya bahan baku sesungguhnya Rp xx


Biaya tenaga kerja sesungguhnya xx
Taksiran biaya overhead pabrik xx +
Total biaya produksi sesungguhnya Rp xx

4. Menghitung laba atau rugi tiap pesanan.Informasi laba rugi bruto tiap pesanan diperlukan untuk
mengetahui kontribusi tiap pesanan dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilkan laba atau
rugi. Oleh karena itu, metode harga pokok pesanan digunakan oleh manajemen untuk
mengumpulkan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan untuk tiap pesanan guna
menghasilkan informasi laba atau rugi bruto tiap pesanan dihitung sebagai berikut:
Harga jual yang dibebankan kepada pemesan Rp xx
Biaya produksi pesanan tertentu:
Biaya bahan baku sesungguhnya Rp xx
Biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya xx
Taksiran biaya overhead pabrik xx +
Total biaya produksi pesanan xx _
Laba bruto Rp xx
5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam
neraca.Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik,
manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca rugi-laba. Di dalam neraca,
manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok persediaan
produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu
menyelenggarakan catatan biaya produksi yang melekat pada pesanan yang telah selesai diproduksi,
namun pada tanggal neraca belum diserahkan pada pemesan dijadikan sebagai harga pokok produk
jadi dan manajemen dapat pula menentukan biaya produksi yang melekat pada pesanan yang pada
tanggal neraca masih dalam proses pengerjaan dijadikan sebagai harga pokok persediaan produk
dalam proses.

E. Rekening Kontrol dan Rekening Pembantu


Akuntansi biaya menggunakan banyak rekening pembantu untuk merinci biaya-biaya produksi.
Rekening-rekening pembantu ini dikontrol ketelitiannya dengan menggunakan rekening kontrol di dalam
buku besar. Rekening kontrol menampung data yang bersumber dari jurnal, sedangkan rekening
pembantu digunakan untuk menampung data yang bersumber dari dokumen sumber.
Untuk mencatat biaya, di dalam akuntansi biaya digunakan rekening kontrol dan rekening pembantu
berikut ini:
Rekening Kontrol Rekening Pembantu
Persediaan Bahan Baku Kartu Persediaan
Persediaan Bahan Penolong Kartu Persediaan
Barang Dalam Proses Kartu Harga Pokok
Biaya Overhead Pabrik Seseungguhnya Kartu Biaya
Biaya Administrasi dan Umum Kartu Biaya
Biaya Pemasaran Kartu Biaya
Persediaan Produk Jadi Kartu Persediaan

Untuk mencatat biaya produksi, di dalama buku besar dibentuk rekening kontrol Barang Dalam
Proses. Rekening ini dapat dipecah lebih lanjut menurut unsur biaya produksi, sehingga ada tiga macam
rekening Barang Dalam proses berikut ini:

Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku


Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik

Jika produk diolah melalui beberapa departemen produksi, rekening Barang Dalam Proses dapat
dirinci lebih lanjut menurut departemen dan unsur biaya produksi seperti contoh berikut ini:
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku Departemen A
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung Departemen A
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Departemen A

Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku Departemen B


Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung Departemen B
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Departemen B

Untuk mencatat biaya nonproduksi, dalam buku besar dibentuk rekening kontrol Biaya
Administrasi dan Umum dan Biaya Pemasaran. Rekening Biaya Pemasaran digunakan untuk menampung
biaya-biaya yang terjadi dalam fungsi pemasaran, sedangkan rekening Biaya Administrasi dan Umum
digunakan untuk menmapung biaya-biaya yang terjadi di fungsi administrasi dan umum (misalnya biaya
yang terjadi di Bagian Akuntansi, Bagian Personalia, Bagian Hubungan Masyarakat dan Bagian Intern).
Untuk mencatat pemakaian bahan baku yang dipakai dala pembuatan suatu produk, jurnal yang
dibuat adalah:
Barang Dalam Proses
Persediaan Bahan Baku
dan bukan jurnal berikut ini:
Biaya Bhan Baku
Persediaan Bahan Baku
karena rekening Biaya Bahan Baku tidak diselenggarakan dalam buku besar, melainkan dalam buku
pembantu kartu harga pokok. Perhatikan jurnal-jurnal pencatatan biaya berikut ini yang menggunakan
rekening kontrol:
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya
Akumulasi Depresiasi Gedung
Untuk mencatat biaya depresiasi gedung pabrik.
Biaya Administrasi dan Umum
Kas
Untuk mencatat biaya telex.

Biaya Pemasaran
Akumulasi Depresiasi Kendaraan
Untuk mencatat biaya depresiasi kendaraan yang digunakan Bagian Pemasaran.

Dalam kartu harga pokok yang telah disebutkan di atas berfungsi sebagai rekening pembantu,
yang digunakan untuk mengumpulkan biaya produksi tiap pesanan produk. Kartu harga pokok merupakan
catatan yang penting dalam metode harga pokok pesanan. Biaya produksi dipasahkan menjadi biaya
produksi langsung terhadap pesanan tertentu dan biaya produksi tidak langsung dalam hubungannya
dengan pesanan tersebut. Biaya produksi langsung dicatat dalam kartu harga pokok pesanan yang
bersangkutan secara langsung, sedangkan biaya produksi tidak lanngsung dicatat dalam kartu harga
pokok berdasarkan suatu tarif tertentu. Contoh kartu harga pokok dapat dilihat pada gambar berikut:

KARTU HARGA POKOK


No. Pesanan : Pemesanan :
Jenis Produk : Sifat Pesanan :
Tgl Pesan : Jumlah :
Tgl Selesai : Harga Jual :
Biaya Bahan Baku Biaya Tenaga Kerja Biaya Overhead Pabrik
No.
No. Jam
Tg Jumla Kartu Jumla Jumla
BPB Ket Tgl Tgl Mesi Tarif
l h jam h h
G n
kerja
F. Metode Harga Pokok Pesanan

Untuk menggambarkan penggunaan metode harga pokok pesanan, berikut ini disajikan contoh
pengumpulan biaya produksi dengan menggunakan metode harga pokok pesanan dan pendekatan full
costing.
Contoh:
PT Barokah berusaha dalam bidang percetakan. Semua pesanan diproduksi berdasarkan spesifikasi dari
pemesan, dan biaya produksi dikumpulkan menurut pesanan yang diterima. Untuk dapat mencatat biaya
produksi, tiap pesanan diberi nomor dan setiap dokumen sumber dan dokumen pendukung diberi identitas
nomor pesanan yang bersangkutan. Dalam bulan September 2017, PT Barokah mendapat pesanan untuk
mencetak undangan sebanyak 1.500 lembar dari PT Razakti. Harga yang dibebankan kepada pemesan
tersebut adalah Rp 3.000 per lembar. Dalam bulan yang sama perusahaan juga menerima pesanan untuk
mencetak pamflet iklan sebanyak 20.000 lembar dari PT Rakhmat, dengan harga yang dibebankan kepada
pemesan sebesar Rp 1.000 per lembar. Pesanan dari PT Razakti diberi nomor 101 dan pesanan dari PT
Rakhmat diberi nomor 102. Berikut ini adalah kegiatan produksi dan kegiatan lain untuk memenuhi
pesanan tersebut.
1. Pembelian bahan baku dan bahan penolong. Pada tgl 3 Oktober perusahaan membeli bahan baku dan
penolong:
Bahan baku:
Kertas jenis X 85 rim @ Rp 10.000,- Rp 850.000
Kertas jenis Y 10 roll@ Rp 350.000,- 3.500.000
Tinta jenis A 5 kg @ Rp 100.000,- 500.000
Tinta jenis B 25 kg @ Rp 25.000,- 625.000 +
Jumlah bahan baku yang dibeli Rp 5.475.000
Bahan penolong:
Bahan penolong P 17kg @ Rp 10.000 Rp 170.000
Bahan penolong Q 60 L @ Rp 5.000 300.000 +
Jumlah bahan penolong yang dibeli Rp 470.000 +
Jumlah total Rp5.945.000

Jurnal 1:
Persediaan Bahan Baku Rp 5.475.000
Utang Dagang Rp 5.475.000
Jurnal 2:
Persediaan Bahan Penolong Rp 470.000
Utang Dagang Rp 470.000
2. Pemakaian bahan baku dan bahan penolong dalam produksi
Bahan baku yang digunakan untuk pesanan 101:
Kertas jenis X 85 ream @ Rp 10.000,- Rp 850.000
Tinta jenis A 5 kg @ Rp 100.000,- Rp 500.000 +
Jumlah bahan baku untuk pesanan 101 Rp 1.350.000

Bahan baku yang digunakan untuk pesanan 102:


Kertas jenis Y 10 roll @ Rp 350.000,- Rp 3.500.000
Tinta jenis B 25 kg @ Rp 25.000,- Rp 625.000 +
Jumlah bahan baku untuk pesanan 102 Rp 4.125.000 +
Jumlah bahan baku yang dipakai Rp 5.475.000
Pada saat memproses dua pesanan tersebut, perusahaan menggunakan bahan penolong sebagai
berikut:
Bahan penolong P 10 kg @ Rp 10.000 Rp 100.000
Bahan penolong Q 40 L @ Rp 5.000 Rp 200.000 +
Jumlah bahan penolong yg dipakai Rp300.000
Masukkan data tersebut dalam kartu harga pokok pesanan yang bersangkutan.
Jurnal 3:
Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku Rp 5.475.000
Persediaan Bahan Baku Rp 5.475.000
(Jurnal untuk mencatat pemakaian bahan baku)
Jurnal 4:
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp 300.000
Persediaan Bahan Penolong Rp 300.000
(Jurnal untuk mencatat pemakaian bahan penolong)
3. Pencatatan biaya tenaga kerja.Dari contoh di atas, mislanya biaya tenaga kerja yang dikeluarkan oleh
departemen produksi adalah sebagai berikut:
Upah langsung pesanan 101 225jam @Rp4000 Rp 900.000
Upah langsung pesanan 102 1.250jam @Rp4000 Rp 5.000.000
Upah tidak langsung Rp 3.000.000 +
Jumlah upah Rp 8.900.000
Gaji karyawan adm & umum Rp 4.000.000
Gaji karyawan bagian pemasaran Rp 7.500.000 +
Jumlah gaji Rp11.500.000 +
Jumlah biaya tenaga kerja Rp 20.400.000

Pencatatan Biaya Tenaga kerja dilakukan melalui 3 tahap dengan masing-masing jurnal sebagai
berikut:
a. Pencatatan biaya tenaga kerja yang terutang oleh perusahaan
Jurnal 5:
Gaji dan upah Rp 20.400.000
Utang gaji dan upah Rp 20.400.000
b. Pencatatan distribusi biaya tenaga kerja
Jurnal 6:
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp5.900.000
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp3.000.000
Biaya Admnistrasi& Umum Rp4.000.000
Biaya Pemasaran Rp 7.500.000
Gaji dan upah Rp 20.400.000
c. Pencatatan pembayaran gaji dan upah
Jurnal 7:
Utang Gaji dan Upah Rp 20.400.000
Kas Rp 20.400.000
4. Pencatatan biaya overhead pabrik. Biaya Overhead Pabrik dibebankan kepada produk atas dasar tarif
sebesar 150% dari biaya tenaga kerja langsung. Dengan demikian biaya overhead pabrik yang
dibebankan kepada tiap pesanan dihitung sebagai berikut:
Pesanan 101 150% x Rp 900.000 Rp 1.350.000
Pesanan 102 150% x Rp 5.000.000 Rp 7.500.000 +
Junmlah biaya overhead pabrik yang dibebankan Rp 8.850.000
Jurnal 8:
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Rp8.850.000
Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan Rp 8.850.000

Misalnya Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya terjadi selain bahan penolong dan Biaya Tenaga
Kerja Langsung:
Biaya Depresiasi Mesin Rp 1.500.000
Biaya Depresiasi Gedung Pabrik Rp 2.000.000
Biaya Asuransi Gedung Pabrik dan Mesin Rp 700.000
Biaya Pemeliharaan Mesin Rp 1.000.000
Biaya Pemeliharaan Gedung Rp 500.000 +
Jumlah Rp 5.700.000
Jurnal untuk mencatat Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya:
Jurnal 9:
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp 5.700.000
Biaya Depresiasi Mesin Rp 1.500.000
Biaya Depresiasi Gedung Pabrik Rp 2.000.000
Biaya Asuransi Gedung Pabrik & Mesin Rp 700.000
Biaya Pemeliharaan Mesin Rp 1.000.000
Biaya Pemeliharaan Gedung Rp 500.000

Untuk mengetahui apakah Biaya Overhead Pabrik yang dibebankan berdasar tarif menyimpang dari
Biaya Overhead PabrikSesungguhnya, saldo rekening Biaya Overhead Pabrik yang dibebankan
ditutup ke rekening Biaya Overhead Pabrik sesungguhnya.
Jurnal 10:
Biaya Overhead Pabrik yang Dibebankan Rp 8.850.000
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp 8.850.000
Debit :
Jurnal 4 Rp 300.000
Jurnal 6 Rp 3.000.000
Jurnal 9 Rp 5.700.000 +
Jumlah debit Rp 9.000.000
Kredit :
Jurnal 10 Rp 8.850.000
Selisih pembebanan kurang Rp 150.000

Selisih biaya overhead pabrik pada akhirnya dipindahkan ke rekening Selisih Biaya Overhead
Pabrik. Jika terjadi selisih pembebanan kurang, maka dibuat jurnal:
Jurnal 11
SelisihBiaya Overhead Pabrik Rp 150.000
Biaya Overhead Pabrik Sesungguhnya Rp 150.000
5. Pencatatan harga pokok produk jadi.Pencatatan harga pokok produk jadi HPP dihitung sebagai
berikut:
Biaya Bahan baku Rp 1.350.000
Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 900.000
Biaya Overhead Pabrik Rp 1.350.000 +
Jumlah harga pokok pesanan 101 Rp 3.600.000
Jurnal untuk mencatat harga pokok produk jadi:
Jurnal 12:
Persediaan Produk Jadi Rp 3.600.000
Barang Dalam Proses-Biaya Baha Baku Rp 1.350.000
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 900.000
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Rp 1.350.000
6. Pencatatan harga pokok produk dalam proses. Pesanan 102 pada akhir periode belum selesai
dikerjakan. Jurnal untuk mencatat harga pokok pesanan yang belum selesai:
Jurnal 13:
Persediaan Produk dalam Proses Rp 16.625.000
Baran Dalam Proses-Biaya Bahan Baku Rp 4.125.000
Barang Dalam Proses-Biaya Tenaga Kerja Langsung Rp 5.000.000
Barang Dalam Proses-Biaya Overhead Pabrik Rp 7.500.000
7. Pencatatan harga pokok produk yang dijual.Harga pokok produk yang diserahkan kepada pemesan
dicatat dalam rekening Harga Pokok Penjualan dan rekening Persediaan Produk Jadi. Dari contoh di
atas, jurnal untuk mencatat harga pokok pesanan 101 yang diserahkan kepada pemesan adalah
sebagai berikut:
Jurnal 14:
Harga Pokok Penjualan Rp 3.600.000
Persediaan Produk Jadi Rp 3.600.000
8. Pencatatan pendapatan penjualan produk. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan produk kepada
pemesan dicatat dengan mendebit rekening. Piutang Dagang dan mengkredit Hasil Penjualan. Pada
awal contoh ini telah disebutkan bahwa pesanan 101 berupa pesanan 1.500 lembar undangan dengan
harga jual Rp 1.500 per lembar atau harga total Rp 4.500 per lembar. Jurnal yang dibuat untuk
mencatat piutang kepada pemesan adalah sebagai berikut:
Jurnal 15:
Piutang Dagang Rp 4.500.000
Hasil Penjualan Rp 4.500.000
BAB IV

Variabel costing adalah penentuan harga pokok produksi yang membebankan pada biaya-biaya
produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk. Menurut metode variable costing, harga pokok
produk terdiri dari:
Harga Pokok Produksi :
Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx
Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx
Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx
Harga Pokok Produk Rp. xxx.xx

Biaya produksi dianggap sebagai biaya periode yang dibebankan pada laba rugi periode
terjadinya dan tidak diperlakukan sebagai biaya produksi. Variabel costing memiliki 2 tujuan, yaitu untuk
kepentingan internal dan eksternal. Pihak internal membutuhkan variabel costing untuk keperluan
perencanaan laba, menentukan harga jual produk, pengambilan keputusan dalam manajemen, serta
mengendalikan biaya. Sedangkan pihak eksternal membutuhkan variabel costing untuk menentukan harga
pokok persediaan dan penentuan laba.
Variabel costing menerapkan metode:
a. Biaya overhead pabrik diperlakukan sebagai period cost dan bukan sebagai unsur harga pokok
produk, sehingga BOP dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya.
b. Penundaan pembebanan biaya akan bermanfaat jika penundaan tersebut dapat menghindarkan
dari terjadinya biaya yang sama untuk periode mendatang.
c. Pada penetapan biaya langsung, angka pendapatan marjinal kotor menunjukkan selisih antara
penjualan dan biaya produksi yang variabel.
d. Pendapatan marjinal merupakan kelebihan jumlah penjualan terhadap seluruh biaya variabel,
seperti biaya produksi, penjualan, dan administrasi.
e. Perbedaan laba bersih operasi pada kedua metode diakibatkan oleh jumlah biaya tetap yang
dibebankan pada nilai persediaan. Jika tidak ada persediaan awal dan akhir, maka laba bersih
operasi akan sama.
SISTEM BIAYA STANDAR (VARIABLE COSTING)
Definisi Biaya standar adalah biaya yang ditentukan di muka, yang merupakan jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk membuat satu satuan produk atau untuk membiayai kegiatan tertentu, di
bawah asumsi kondisi ekonomi, efisiensi, dan faktor-faktor lain tertentu.
Manfaat Variable costing menyajikan informasi biaya menurut perilaku biaya dalam
hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Biaya produksi dan biaya nonproduksi dipisahkan
kedalam biaya variabel dan biaya tetap. Biaya produksi standar terdiri dari komponen biaya berikut ini
:Biaya bahan baku standar xxx Biaya tenaga kerja langsung standar xxx Biaya overhead pabrik variabel
standar xxx +Total biaya produksi variabel standar xxx
Analisis Selisih dalam Sistem Biaya Standar Dengan Metode Variabel Costing
Analisis selisih biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung tidak berbeda dengan analisis
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung pada sistem biaya standar dengan metode full costing.
Karena biaya produksi yang diperhitungkan dalam harga pokok produk hanya terdiri dari biaya produksi
variabel saja, maka dalam analisis selisih biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead
pabrik hanya menggunakan kapasitas sesungguhnya dan kapasitas standar.
Contoh Soal
PT Eliona berusaha dalam bisnis percetakan. Proses produksinya dilaksanakan berdasarkan pesanan dari
pelanggan. Metode penentuan harga pokok produk yang digunakan adalah metode variabel costing,
karena pertimbangan manajemen puncak, informasi yang dihasilkan oleh metode penentuan harga pokok
produk ini sangat bermanfaat untuk perencanaan dan pengambilan keputusan jangka pendek.
Untuk memproduksi suatu 1 satuan,produk diperlukan suatu produksi menurut standar
Kapasitas produksi per bulan direncanakan 5.200 jam tenaga kerja langsung.
Transaksi yang terjadi dalam bulan januari 19X1 adalah sebagai berikut:
1. Jumlah bahan baku yang dibeli adalah 1500 kg @RP1.100
2. Jumlah produk yang diproduksi dan selesai diproses dalam bulan januari adalah 250 satuan
dengan biaya poduksi sesungguhnya sebagai berikut:
Data biaya produksi variabel standar per satuan
Biaya bahan baku 5 kg @Rp 1.000 Rp 5.000
Biaya tenaga kerja 20 jam @Rp 500 Rp 10.000
Biaya overhead pablik variabel 20 jam @ Rp 400 Rp 8.000 +
Total Rp 23.000

a. Pemakaian bahan baku untuk memproduksi pesanan :


Nomor Pesanan Jumlah Unit Produk Kuantitas Bahan Baku Harga Sesungguhnya
yang Dipakai (kg) per kg
101 25 150 Rp 1.100
102 85 400 Rp 1.100
103 57 300 Rp 1.100
104 83 200 Rp 1.100
Total 250 1.050

b. Biaya tenaga kerja 5.100 jam @Rp 475 = Rp 2.422.500 dengan rincian sebagai berikut:
Nomor Pesanan Jumlah Unit Produk Jam Tenaga Kerja Tarif Upah
Langsung Sesungguhnya per kg
Sesungguhnya
101 25 600 Rp 475
102 85 1.600 Rp 475
103 57 1.200 Rp 475
104 83 1.700 Rp 475
Total 250 5.100

3. Pesanan nomor 101, 102, 103 dan 104 selesai diproses dalam bulan januari 19X1 dan semua
pesanan diserahkan kepada pemesanan, kecuali pesanan nomor 104, dengan harga jual barikut ini
:
Pesanan #101 Rp 1.200.000
Pesanan #102 Rp 3.200.000
Pesanan #103 Rp 2.000.000 +
Jumlah Rp 6.400.000
4. Biaya pemasaran yang sesungguhnya terjadi adalah sebesar Rp 400.000 yang terdiri dari biaya
pemesaran variabel sebesar Rp 250.000 dan biaya pemesaran tetap sebesar Rp 150.000.
5. Biaya administrasi dan umum yang sesungguhnya terjadi adalah sebesar Rp 300.000 yang terdiri
dari biaya administrasi dan umum variabel, sebesar Rp 100.000 dan baya administrasi dan umum
tetap sebesar Rp 200.000.

Analisis Selisih
Berdasarkan data dan contoh 1, perhitungan dan analisis selisih biaya sesungguhnya dari biaya standar
disajikan dalam uraian berikut ini :
Selisih Biaya Bahan baku
Selisih harga bahan baku yang dipakai =
(HSt – HS) x KS
(Rp 1.000 – Rp 1.100) x 1.050 kg Rp 105.000 R
Selisih pemakaian bahan baku =
(KSt – KS) x HSt
(1.250 – 1.050) x Rp 1.000 Rp 200.000 L
Total selisih biaya bahan baku Rp 95.000 L

Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung


(TUSt – TUS) x JKS
Selisih tarif upah = (Rp500 – Rp475) x 5.100 jam Rp 127.500 L
(JKSt – JKS) x TUSt
Selisih efesiensi upah = (5000 – 5100) x Rp 500 Rp 50.000 R
Total selisih biaya tenaga kerja langsung Rp 77.500 L

Selisih Biaya Overhead Pablik


Selisih pengeluaran variabel (variable spending costing)
Biaya overhead pablik sesungguhnya Rp 2.142.000
Biaya overhead pablik yang dianggarkan
pada jam yang sesungguhnya dicapai 5100 jam x Rp400 Rp 2.040.000
Selisih pengeluaran biaya overhead pablik variabel Rp 102.000 R

Selisih Efisiensi Biaya Overhead Pablik Variabel


Jam standar 5.000 jam
Jam sesungguhnya 5.100 jam
Selisih efisensi 100 jam
Tarif biaya overhead pablik variabel Rp400/ jam
Selisih efisiensi biaya overhead pablik variabel Rp 40.000 R
Total selisih biaya overhead pablik Rp 142.000 R

BAB V
BAB VI

A. Pengertian Pengendalian Biaya

Menurut Sondang. S.Giagian Manajemen Personalia, (1999 : 16) menyatakan bahwa


pengendalian biaya adalah proses atau usaha yang sistimatis dalam penetapan standar pelaksanaan
dengan tujuan perencanaan, sistem informasi umpan balik, membandingkan pelaksanaan nyata
dengan perencanaan menentukan dan mengatur penyimpangan-penyimpangan serta melakukan koreksi
perbaikan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sehingga tujuan tercapai secara efektif dan
efisien dalam penggunaan biaya. Agar dapat melaksanakan pengendalian biaya yang efektif, oleh Tuana
Kotta, Petunjuk Pemeriksaan Umum (2002 : 115), maka seorang pimpinan atau pelaksanan tugas
memerlukan informasi, sebagai berikut :

1. Biaya yang digunakan apakah sesuai dengan hasil dari bagian pekerjaan yang telah dilaksanakan.
Jika terjadi perbedaan (lebih besar atau lebih kecil dari rencana biaya) di mana dimana hal terjadi
dan siapa yang bertanggung jawab dan apa yang
dikerjakan.
2. Merupakan biaya yang akan datang sesuai dengan rencana atau melebihi rencana. Tanggung
jawab pengendalian tidak hanya pada manajer saja tetapi merupakan tanggungjawab semua orang
yang terlihat pada aktivitas tersebut agar dapat mengerjakan bagiannya dengan baik dan tepat
waktu.

Menurut Suprityono, dalam pengertian yang sama, namun diungkapkan dengan


sederhana. Pengendalian adalah proses untuk memberikan kembali menilai dan selalu memonitor
laporan-laporan apakah pelaksanaan tidak menyimpang dari tujuan yang sudah ditentukan. Dalam
pengeluaran uang diharuskan mempunyai catatan terpisah agar segala pengeluaran dan pemasukan
nampak kedua belah pihak dan bertanggung jawab segala hal yang mungkin terjadi.

B. Pengertian Variabel Costing


Variabel costing adalah penentuan harga pokok produksi yang membebankan pada biaya-
biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk. Menurut metode variable costing, harga
pokok produk terdiri dari:

Harga Pokok Produksi :

Biaya bahan baku Rp. xxx.xxx

Biaya tenaga kerja langsung Rp. xxx.xxx

Biaya overhead pabrik variabel Rp. xxx.xxx

Harga Pokok Produk Rp. xxx.xx

Biaya produksi dianggap sebagai biaya periode yang dibebankan pada laba rugi periode
terjadinya dan tidak diperlakukan sebagai biaya produksi. Variabel costing memiliki 2 tujuan, yaitu untuk
kepentingan internal dan eksternal. Pihak internal membutuhkan variabel costing untuk keperluan
perencanaan laba, menentukan harga jual produk, pengambilan keputusan dalam manajemen, serta
mengendalikan biaya. Sedangkan pihak eksternal membutuhkan variabel costing untuk menentukan harga
pokok persediaan dan penentuan laba.

Variabel costing menerapkan metode:


f. Biaya overhead pabrik diperlakukan sebagai period cost dan bukan sebagai unsur harga pokok
produk, sehingga BOP dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya.
g. Penundaan pembebanan biaya akan bermanfaat jika penundaan tersebut dapat menghindarkan
dari terjadinya biaya yang sama untuk periode mendatang.
h. Pada penetapan biaya langsung, angka pendapatan marjinal kotor menunjukkan selisih antara
penjualan dan biaya produksi yang variabel.
i. Pendapatan marjinal merupakan kelebihan jumlah penjualan terhadap seluruh biaya variabel,
seperti biaya produksi, penjualan, dan administrasi.
j. Perbedaan laba bersih operasi pada kedua metode diakibatkan oleh jumlah biaya tetap yang
dibebankan pada nilai persediaan. Jika tidak ada persediaan awal dan akhir, maka laba bersih
operasi akan sama.

Dalam hal ini diuraikan sistem biaya standar dengan metode variable harga costing, yang hanya
memperhitungkan biaya produksi variable ke dalam harga pokok produk standard an menganalisis selisih
biaya produksi variable sesungguhnya dari biaya produksi variable standar.
1.1 SISTEM BIAYA STANDAR (VARIABLE COSTING)
Definisi biaya standar adalah biaya yang ditentukan di muka, yang merupakan jumlah biaya yang
seharusnya dikeluarkan untuk membuat satu satuan produk atau untuk membiayai kegiatan tertentu, di
bawah asumsi kondisi ekonomi, efisiensi, dan faktor-faktor lain tertentu. Menurut Mulyadi (2007;387),
"Biaya Standar adalah biaya yang ditentukan dimuka yang merupakan jumlah biaya yang seharusnya
dikeluarkan untuk membuat satu satuan produk atau untuk membiayai kegiatan tertentu dibawah asumsi
kegiatan ekonomi, efisiensi dan faktor-faktor lain tertentu."

Manfaat Variable costing menyajikan informasi biaya menurut perilaku biaya dalam
hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Biaya produksi dan biaya nonproduksi dipisahkan
kedalam biaya variabel dan biaya tetap. Biaya produksi standar terdiri dari komponen biaya berikut ini
:Biaya bahan baku standar xxxBiaya tenaga kerja langsung standar xxxBiaya overhead pabrik variabel
standar xxx +Total biaya produksi variabel standar xxx

1.2 Analisis Selisih dalam Sistem Biaya Standar Dengan Metode Variabel Costing
Analisis selisih biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung tidak berbeda dengan analisis
biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung pada sistem biaya standar dengan metode full
costing.Karena biaya produksi yang diperhitungkan dalam harga pokok produk hanya terdiri dari biaya
produksi variabel saja, maka dalam analisis selisih biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya
overhead pabrik hanya menggunakan kapasitas sesungguhnya dan kapasitas standar.

Contoh Soal

PT Eliona berusaha dalam bisnis percetakan. Proses produksinya dilaksanakan berdasarkan pesanan dari
pelanggan. Metode penentuan harga pokok produk yang digunakan adalah metode variabel costing,
karena pertimbangan manajemen puncak, informasi yang dihasilkan oleh metode penentuan harga pokok
produk ini sangat bermanfaat untuk perencanaan dan pengambilan keputusan jangka pendek.

Untuk memproduksi suatu 1 satuan,produk diperlukan suatu produksi menurut standar

Kapasitas produksi per bulan direncanakan 5.200 jam tenaga kerja langsung.

Transaksi yang terjadi dalam bulan januari 19X1 adalah sebagai berikut:

6. Jumlah bahan baku yang dibeli adalah 1500 kg @RP1.100


7. Jumlah produk yang diproduksi dan selesai diproses dalam bulan januari adalah 250 satuan
dengan biaya poduksi sesungguhnya sebagai berikut:
Data biaya produksi variabel standar per satuan
Biaya bahan baku 5 kg @Rp 1.000 Rp 5.000
Biaya tenaga kerja 20 jam @Rp 500 Rp 10.000
Biaya overhead pablik variabel 20 jam @ Rp 400 Rp 8.000 +
Total Rp 23.000

c. Pemakaian bahan baku untuk memproduksi pesanan :


Nomor Pesanan Jumlah Unit Produk Kuantitas Bahan Baku Harga Sesungguhnya
yang Dipakai (kg) per kg
101 25 150 Rp 1.100
102 85 400 Rp 1.100
103 57 300 Rp 1.100
104 83 200 Rp 1.100
Total 250 1.050

d. Biaya tenaga kerja 5.100 jam @Rp 475 = Rp 2.422.500 dengan rincian sebagai berikut:
Nomor Pesanan Jumlah Unit Produk Jam Tenaga Kerja Tarif Upah
Langsung Sesungguhnya per kg
Sesungguhnya
101 25 600 Rp 475
102 85 1.600 Rp 475
103 57 1.200 Rp 475
104 83 1.700 Rp 475
Total 250 5.100

8. Pesanan nomor 101, 102, 103 dan 104 selesai diproses dalam bulan januari 19X1 dan semua
pesanan diserahkan kepada pemesanan, kecuali pesanan nomor 104, dengan harga jual barikut ini
:
Pesanan #101 Rp 1.200.000
Pesanan #102 Rp 3.200.000
Pesanan #103 Rp 2.000.000 +
Jumlah Rp 6.400.000

9. Biaya pemasaran yang sesungguhnya terjadi adalah sebesar Rp 400.000 yang terdiri dari biaya
pemesaran variabel sebesar Rp 250.000 dan biaya pemesaran tetap sebesar Rp 150.000.
10. Biaya administrasi dan umum yang sesungguhnya terjadi adalah sebesar Rp 300.000 yang terdiri
dari biaya administrasi dan umum variabel, sebesar Rp 100.000 dan baya administrasi dan umum
tetap sebesar Rp 200.000.

1.3 Analisis Selisih


Berdasarkan data dan contoh 1, perhitungan dan analisis selisih biaya sesungguhnya dari biaya
standar disajikan dalam uraian berikut ini :

Selisih Biaya Bahan baku

Selisih harga bahan baku yang dipakai =

(HSt – HS) x KS

(Rp 1.000 – Rp 1.100) x 1.050 kg Rp 105.000 R

Selisih pemakaian bahan baku =

(KSt – KS) x HSt

(1.250 – 1.050) x Rp 1.000 Rp 200.000 L

Total selisih biaya bahan baku Rp 95.000 L

Selisih Biaya Tenaga Kerja Langsung


(TUSt – TUS) x JKS

Selisih tarif upah = (Rp500 – Rp475) x 5.100 jam Rp 127.500 L

(JKSt – JKS) x TUSt

Selisih efesiensi upah = (5000 – 5100) x Rp 500 Rp 50.000 R

Total selisih biaya tenaga kerja langsung Rp 77.500 L

Selisih Biaya Overhead Pablik

Selisih pengeluaran variabel (variable spending costing)

Biaya overhead pablik sesungguhnya Rp 2.142.000

Biaya overhead pablik yang dianggarkan

pada jam yang sesungguhnya dicapai 5100 jam x Rp400 Rp 2.040.000

Selisih pengeluaran biaya overhead pablik variabel Rp 102.000 R

Selisih Efisiensi Biaya Overhead Pablik Variabel

Jam standar 5.000 jam

Jam sesungguhnya 5.100 jam

Selisih efisensi 100 jam

Tarif biaya overhead pablik variabel Rp400/ jam

Selisih efisiensi biaya overhead pablik variabel Rp 40.000 R

Total selisih biaya overhead pablik Rp 142.000 R


BAB VII

BAB VIII

A. Pengertian Analisi Break Even

Analisa break even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya
variabel, keuntungan dan volume kegiatan.
Adapun pengertian – pengertian Break Even Point menurut para ahli:
1. Menurut S. Munawir ,Titik break even point atau titik pulang pokok dapat diartikan sebagai suatu
keadaan dimana dalam operasinya perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi ( total
penghasilan = total biaya)
2. Menurut Abdullah ,Analisis Break even point disebut juga Cost volume profit analysis
Arti penting analisis break even point bagi manajer perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan
adalah sebagai berikut:
a) Guna menetapkan jumlah minimal yang harus diproduksi agar perusahaan tidak mengalami
kerugian
b) Penetapan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mendapatkan laba tertentu
c) Penetapan seberapa jauhkah menurunnya penjualan bisa ditolerir agar perusahaan tidak menderita
rugi
3. Menurut Purba ,Titik impas (break even point) berlandaskan pada pernyataan sederhana, berapa
besarnya unit produksi yang harus dijual untuk menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk
mengahsilkan produk tersebut.
4. Menurut PS. Djarwanto Break even point adalah suatu keadaan impas yaitu apabila telah disusun
perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu, perusahaan tersebut tidak mendapat keuntungan dan
sebaliknya tidak menderita kerugiaan.
5. Menurut Harahap Break even point berarti suatu keadaan dimana perusahaan tidak mengalami laba
dan juga tidak mengalami rugi artinya seluruh biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi ini dapat
ditutupi oleh penghasilan penjualan. Total biaya (biaya tetap dan biaya variabel) sama dengan biaya total
penjualan sehingga tidak ada laba atau rugi
6. Menurut Garrison dan Noreen, break even point adalah tingkat penjualan yang diperlukan untuk
menutupi semua biaya operasional, dimana break even tersebut laba sebelum bunga dan pajak sama
dengan nol (0). Langkah pertama untuk menentukan break even adalah membagi harga pokok penjualan
(HPP) dan biaya operasi menjadi biaya tetap dan biaya variabel.Biaya tetap merupakan fungsi dari waktu,
bukan fungsi dari jumlah penjualan dan biasanya ditetapkan berdasrkan kontrak, misalnya sewa
gudang.Sedangkan biaya variabel tergantung langsung dengan penjualan bukan fungsi dari waktu,
misalnya biaya angkut barang.

B. Asumsi Dasar Analisis BEP

Seluruh jenis biaya dibagi dalam golongan biaya variabel dan biaya tetap.

Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil dengan volume
produksi/penjualan

Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah, meskipun adanya perubahan volume
produksi/penjualan
Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisis

Perusahaan hanya memproduksi/menjual satu jenis barang. Apabila memproduksi lebih dari satu jenis
produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk/sales mix adalah tetap
konstan.

Kebijakan manajemen tentang operasi perusahaan tidak berubah secara material (Perubahan besar)
dalam jangka waktu pendek

Kebijakan persediaan barang tetap konstan/tidak ada persediaan sama sekali, baik persediaan awal
maupun persediaan akhir.

Efisiensi dan produktivitas per karyawan tidak berubah dalam jangka pendek.

C. Manfaat dan Kegunaan BEP

Manfaat BEP antara lain:


Alat perencanaan untuk hasilkan laba
Memberikan informasi mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan
kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
Mengevaluasi laba dari perusahaan secara keseluruhaan.
Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti

Telah dijelaskan sebelumbya bahwa analisa BEP sangat penting bagi pimpinan perusahaan untuk
mengetahui pada tingkat produksi berapa jumlah biaya akan sama dengan jumlah penjualan atau dengan
kata lain dengan mengetahui BEP kita akan mengetahui hubungan antara penjualan, produksi, harga jual,
biaya, rugi atau laba, sehingga memudahkan bagi pimpinan untuk mengambil kebijaksanaan.

5
Analisis BEP berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi. Asumsi-asumsi tersebut adalah:

a) Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dikelompokan dalam biaya variabel dan biaya
tetap.
b) Besarnya biaya variabel secara total berubah-ubah secara proporsional dengan volume produksi
atau penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap.
c) Besarnya biaya tetap secara total tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi atau
penjualan. Ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume
kegiatan.
d) Jumlah unit produk yang terjual sama dengan jumlah per unit produk yang di produksi.
e) Harga jual produk per unit tidak berubah dalam periode tertentu.
f) Perusahaan hanya memproduksi satu jenis produk, apabila lebih dari satu jenis komposisi masing-
masing jenis produk dianggap konstan (tetap)
Analisa BEP juga dapat digunakan oleh pihak manajemen perusahaan dlam berbagai pengambilan
keputusan dalam berbagai pengambilan keputusan, antara lain mengenai;
 Jumlah minimal produk yang harus terjual agar perusahaan tidak mengalami kerugian
 Jumlah penjualan yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian
 Besarnya penyimpanan penjualan berupa penurunan volume yang terjual agar perusahaan tidak menderita
kerugian.
 Untuk mengetahui efek perubahan harga jual, biaya maupun volume penjualan terhadap laba yang
diperoleh.
BEP juga dapat digunakan dengan dalam tiga cara terpisah, namun ketiganya saling berhubungan, yaitu
untuk:
1. Menganalisa program otomatisasi dimana suatu perusahaan akan beroperasi secara lebih mekanis
dan otomatis dan mengganti biaya variabel dan biaya tetap.
2. Menelaah impak dari perluasan tingkat operasi secara umum
3. Untuk membuat keputusan tentang produk baru yang harus dicapai jika perusahaan menginginkan
BEP dalam suatu proyek yang diusulkan.

Kelemahan analisa BEP.


Sekalipun analisa BEP ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa
ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa BEP ini anata lain : asumsi tentang
linearity, kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek.
Asumsi-asumsi dasar analisi BEP :

1. Menentukan posisi laba rugi perusahaan


2. Menentukan penjualan minimal yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak
mengalami kerugiaan
3. Menetukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh keuntungan tertentu

Komponen yang berperan pada BEP


Komponen yang berperan pada BEP yaitu biaya, biaya yang dimaksud adalah biaya variabel dan biaya
tetap, dimana pada prakteknya untuk memisahkan atau menentukan suatu biaya itu biaya variabel atau
tetap bukanlah pekerjaan yang mudah dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produksi jadi kalau tidak
produksi maka tidak ada biaya ini.

Salah satu tujuan perusahaan adalah mencapai laba atau keuntungan sesuai dengan pertumbuhan
perusahaan. Untuk mencapai laba yang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan tiga langkah
sebagai berikut,yaitu:
1. Menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya dengan mempertahankan
tingkat harga, kualitas dan kuantitas.
2. Menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.
3. Meningkatkan volume kegiatan semaksimal mungkin.

Untuk menganalisis Break Even Point (BEP) atau titik impas perlu diperhatikan unsur-unsur pokok
yang memengaruhi, yaitu: biaya, harga jual dan volume penjualan. Ketiga unsur pokok tersebut tidak
boleh dipisahkan karena saling terkait, di mana biaya menentukan harga jual, harga jual memengaruhi
volume penjualan, volume penjualan memengaruhi volume produksi dan volume produksi memengaruhi
biaya.

a. Laba

menurut Soemarno , Laba adalah selisi lebih pendapatan atas beban sehubungan dengan kegiatan usaha
laba di sebut juga dengan income , earnings atau profil merupakan ringkasan hasil bersih aktivitas operai
usaha dalam periodde tertentu yang di tanyakan dalam istilah keuangan. Laba merupakan informasi
perusahan paling diminati dalam pasar keuangan . Laba merupakan alat yangn tepat untuk megukur
prestasi dari pimpinan dan manajemen perusahan yang merupakan indikator di dalam berhasil atau tidak
manejer .factor utama dalam besar kecilnya laba adalah,pendapatan dan biaya .
7

b. Harga Jual

Harga dan volume penjualan saling memengarugi . Bayaknya volume penjualan suatu produk sangat di
pengaruhi oleh harga jual baik bagi produksi maupun bagi konsumen . Harga jual dapat berupa harga jual
bersih atau harga jaul kotor penepatan harga jual suatu produk sangat penting kesahalan dalam penetapan
harga akan berakibat fatal bagi segi keuangan dan akan memengaruhi kontinuitas usaha.

Berikut ini beberap meetode yang digunakan dalam penentuan harga jual .

Cost – plus pricing .adalah penetuan harga jual dengan cara menambahkan laba yang di harapkan
di atas biaya penuh masa yagn akan dating untuk memproduksi dan memasarkan produk .

Time dan material pricing .adalah penetuan harga jual sebesar biaya penuh ditambahkan dengna
laba yagn diharapkan . Metode ini digunakan oleh perusahan bengkel mobil, dok kapal dan
perusahan lain yagn menjual reparasi atau suku cadang sebagai pelengkapan penjualan jasa
.Volume jasa dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan dihitung harga jual atau suatu waktu
yagn dinikmati konsumen .

Cost type contract pricing .adalah kontrak pembuatan barang atau jasa sesuai harga yagn
didasarkan pada total biaya yagn sesungguhnya dikeluarkan oleh produsen ditambah dengan laba
yagn dihitung sebesar persentase dari total biaya sesungguhnya tersebut .

c.Biaya

Biaya atau cost adalah pengorbanan sunber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi
atau kemungkinan akan terjadi untuk mencapai tujuan tertentu. Biaya ini belum habis masa pakaimya dan
digolongkan sebagai aktiva yang dimasukan kedalam neraca . Sedangkan beban atau expense adalah
biaya yang telah memberikan manfaat dan sekarang telah habis . Biaya yagn belum dinikmati yagn daoat
memberikan manfaat di masa akan datang dikelompokan sebagai harta. Biaya ini dimasukan kedalam
laba rugi .sebagai pengurangan dari pendapatan .

Berdasarka sifatnya, biaya dapat diklasifikasikan menjadi tig ajenis , yaitu :

Biaya tetap (fixed Cost = FC ). Biaya tetap adalah biaya yang jumlah total tetap konstan tidak
dipegarugi perubahan volume produksi pada periodedan tingkatan tertentu . Namun pada biaya
tetap ini biaya satuan ( unit cost ) akan berubah berbanding terbalik dengan perusahan volume
produksi Semakin tinggi volume produksi , seamakdin rendah biaya satuannya, Sebaliknya
semakin rendah volume produksi semakin tinggi biaya per satuannya . Jenis biaya tergolong
biaya tetap antara lain adalah penyusutan mesin , bangunan , sewa asuransi perusahan , gaji tetap
bulan para karyawan tetap .
Baiya Variabel .Biaya Variabel adalaha biaya yang jummlah totalnya berubah sebading (
proposional ) sesuai dengan volume produksi . semakin besar volume produksi semakin besal
pula jumlah total biaya variable yang di keluarkan. Sebaliknya semakin kecil volume produksi
semakain kecil pula jumlah total variable . Jenis biaya variable antara lain adalah : biaya bahan
baku, biaya tenga kerja lansung, Biaya tenaga listrik mesin dan sebaginya.

.Biaya Semi Variabel.Biaya semi variable adalah biaya yagn jumlah totalnya akan berubah sesuai
dengan perubahan volume produksi. Namaun perubahannya tidak proposional dalm analisis tittik
impas, biaya harus dikelompokan menjadi dua kelompok yakni biaya tetap dan biaya variable.

Fungsi Analisis BEP

Rumus BEP/analisis break even point (Analisis balik modal) digunakan untuk menentukan hal-hal
seperti:

 Jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami
kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus
dibuat.
 Jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan atau dapat
diartikan bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
 Mengukur dan menjaga agar penjualan dan tingkat produksi tidak lebih kecil dari BEP.

Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat
produksi.Sehingga analisis terhadap BEP merupakan suatu alat perencanaan penjualan dan sekaligus
perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya
karena harus memperoleh keuntungan berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP-nya

Rumus BEP (Break Even Point)

Berikut beberapa model rumus BEP yang dapat digunakan dalam analisis Break Even Point :

1) Pendekatan Matematis

Rumus BEP yang pertama adalah menghitung break even point yang harus diketahui adalah jumlah
total biaya tetap, biaya variabel per unit atau total variabel, hasil penjualan total atau harga jual per
unit. Rumus yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:

1. Break even point dalam unit.

Keterangan :

BEP : Break Even Point


FC : Fixed Cost

VC : Variabel Cost

P : Price per unit

S : Sales Volume

2. Break even point dalam rupiah.

10

Berikut Contoh Kasus :

Diketahui PT. Gear Second memiliki usaha di bidang alat perkakas martil dengan data sebagai berikut :

1. Kapasitas produksi yang mampu dipakai 100.000 unit mesin martil.


2. Harga jual persatuan diperkirakan Rp. 5000,- unit
3. Total biaya tetap sebesar Rp. 150.000.000,- dan total biaya variabel sebesar Rp.250.000.000,-

Perincian masing-masing biaya adalah sebagai berikut :

1. Fixed Cost

Overhead Pabrik : Rp. 60.000.000,-

Biaya disribusi : Rp. 65.000.000,-

Biaya administrasi : Rp. 25.000.000,-

Total FC : Rp.150.000.000,-

2. Variable Cost

Biaya bahan : Rp. 70.000.000,-

Biaya tenaga kerja : Rp. 85.000.000,-

Overhead pabrik : Rp. 20.000.000,-

Biaya distribusi : Rp. 45.000.000,-

Biaya administrasi : Rp. 30.000.000,-

Total VC : Rp.250.000.000,-

Penyelesaian untuk mendapatkan BEP dalam unit maupun rupiah.


11

Penyelesaian :

Kapasitas produksi 100.000 unit

Harga jual per unit Rp. 5000,-

Total Penjualan 100.000 unit x Rp 5000,- = Rp. 500.000.000,-

Untuk mencari BEP dalam unit adalah sebagai berikut :

Keterangan : Jadi perusahaan harus menjual 60.000 Unit perkakas martil agar BEP.

Kemudian, mencari BEP dalam rupiah adalah sebagai berikut :

Keterangan : Jadi perusahaan harus mendapatkan omset sebesar Rp. 300.000.000,- agar terjadi BEP.

Untuk membuktikan kedua hasil tersebut dengan :

BEP = Unit BEP x harga jual unit

BEP = 60.000 unit x Rp.5000 = Rp.300.000.000,-

12
2) Pendekatan Grafik

Kemudian rumus BEP yang kedua yaitu : pendekatan grafik menggambarkan hubungan antara
volume penjualan dengan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan serta laba. Selain itu juga
untuk mengetahui biaya tetap dan biaya variabel dan tingkat kerugian perusahaan. Asumsi yang
digunakan dalam analisis peulang pokok ini adalah bahwa harga jual, biaya variabel per unit adalah
konstan.

Dari grafik di bawah terlihat bahwa untuk tiap-tiap masing unit penjualan terdapat informasi yang
lengkap setiap rupiah penjualan, biaya tetap, biaya variabel, total biaya maupun laba atau rugi. Jadi
manajemen dapat melihat jika akan memproduksi sekian unit, akan terlihat seluruh komponen di atas.
BEP melalui grafik tampak jelas ditunjukkan baik dari segi unit maupun rupiah yang diperoleh.

Pendekatan grafik dilakukan dengan menggambarkan unsur-unsur biaya dan penghasilan kedalam sebuah
gambar grafik. Dalam gambar tersebut akan terlihat garis-garis biaya tetap, biaya total yang
menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan. Besarnya
volume produksi/penjualan dalam unit digambarkan pada sumbu horizontal (sumbu X) dan besarnya
biaya dan penghasilan penjualan digambarkan pada sumbu vertikal (sumbu Y).

Untuk menggambarkan garis biaya tetap dalamgrafik break even point dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan
menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya
contribution margin akan tampak pada gambar break even point tersebut.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Metode harga pokok proses (processing cost) adalah metode pengumpulan biaya produksi melalui
departemen produksi atau pusat pertanggungjawaban biaya, yang umumnya diterapkan pada perusahaan
yang menghasilkan produk atau massa.
Metode harga pokok proses yang diterapkan dalam perusahaan yang produksinya diolah hanya
melalui satu departemen produksi dan Metode harga pokok proses yang diterapkan dalam perusahaan
yang produknya diolah melalui lebih dari satu departemen produksi. Adapun biaya yang termasuk dalam
metode harga pokok proses adalah biaya bahan, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.
Pada laporan biaya produksi meliputi laporan produksi, biaya yang dibebankan, dan perhitungan
harga pokok. Metode Harga Pokok Proses - Produk Diolah Melalui Lebih Dari Satu Departemen Produksi
terdiri dari Produk selesai pada departemen tertentu langsung dipindah ke departemen berikutnya dan
Produk selesai dari departemen permulaan dimasukkan ke gudang produk selesai, dimana sebagian akan
diproses didalam departemen lanjutan dan sebagian langsung dijual.

Anda mungkin juga menyukai