Anda di halaman 1dari 49

KONSEP INFORMASI AKUNTANSI PENUH

Untuk memahami konsep yang benar mengenai informasi akuntansi penuh,


pertama kali diuraikan definisi akuntansi penuh. Karena informasi akuntansi
penuh (full accounting information) seringkali dianggap sama dengan full cost
dan full costing, maka untuk memperoleh konsep yang jelas mengenai informasi
akuntansi penuh, berikut ini diuraikan beda pengertian full accounting
information, full cost, dan full costing. Untuk memperoleh pengertian yang benar
mengenai informasi akuntansi penuh, berikut ini diuraikan perbedaan pengertian
full accounting information, full cost, dan full costing. Seringkali orang mengira
pengertian full acounting information sama dengan full cost dan pengertian full
cost sama dengan full costing. Ketiga istilah tersebut berbeda satu sama lain.
Full accounting information terdiri dari unsur full assets, full revenues dan/atau
full costs. Full cost merupakan salah satu unsur full accounting information. Full
cost merupakan total biaya yang bersangkutan dengan produk tersebur.
Perhitungan full cost suatu produk dipemgaruhi oleh metode penentuan harga
pokok yang digunakan: fullosting atau variabel costing. Full costing merupakan
salah satu metode penentuan harga pokok produksi, yang membebankan
seluruh biaya produksi sebagai harga pokok produksi, baik biaya produksi yang
berperilaku variabel maupun tetap. Jika perusahaan menggunakan
menggunakan pendekatan full costing dalam penentuan harga pokok produknya,
full cost merupakan total biaya produksi (biaya bahan baku + biaya tenaga kerja
langsung + biaya overhead pabrik variabel + biaya overhead pabrik tetap)
ditambah dengan total biaya nonproduksi (baiaya administrasi & umum + biaya
pemasaran). Lihat gambar 2.1 yang memperlihatkan unsur yang membentuk full
cost yang menggunakan pendekatan full costing dalam penentuan harga pokok
produksinya. Full cost dapat pula dihitung dengan mengguna kan pendekatan
variable costing dalam perhitungan harga pokok produknya. Variable costing
merupakan salah satu metode penentuan harga pokok produksi, disamping full
costing, yang membebankan hanya biaya produksi yang berperilaku variabel
saja kepada produk. Jika perusahaan menggunakan pendekatan variable costing
dalam penentuan harga pokok produknya, full cost merupakann total biaya
variabel (biaya bahan baku + biaya tenaga kerja langsung + biaya overhead
pabrik variabel + biaya administrasi & umum variabel + biaya pemasaran
variabel) ditambah dengan total biaya tetap (biaya overhead pabrik tetap + biaya
administrasi & umum tetap biaya pemasaran tetap). Lihat Gambar 2.2 yang
memperlihatkan unsur yang membentuk full cost yang menggunakan
pendekatan variable costing dalam penentuan harga pokok produksinya.
Informasi akuntansi penuh bermanfaat bagi manajemen untuk :
1. Pelaporan keuangan
2. Analisis kemampuan menghasilkan laba (profitability analysis).
3. Jawaban atas pertanyaan “berapa biaya yang telah dikeluarkan untuk
sesuatu?”
4. Penentuan harga jual dalam cost-type contract
5. Penentuan harga jual normal
6. Penentuan harga transfer
7. Penentuan harga jual yang diatur dengan peraturan pemerintah
8. Penyusunan program
Pelaporan Keuangan
Pelaporan keuangan dibagi menjadi dua golongan : Pelaporan keuangan kepada
pihak luar dan pelaporan kepada manajemen puncak. Pelaporan keuangan yang
ditujukan kepada pihak luar perusahaan terikat kepada prinsip akuntansi yang
lazim, sedangkan pelaporan keuangan yang ditujukan kepada manajemen
puncak perusahaan tidak selalu terikat pada prinsip akuntansi yang lazim.
Pelaporan keuangan memerlukan Informasi akuntansi penuh yang berupa
informasi masa lalu.
Manajemen puncak perusahaan memiliki kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan dana yang diinvestasikan oleh para investor dan
kreditur ke dalam perusahaan yang dikelolanya. Disamping itu, manajemen
puncak berkewajiban pula untuk mempertanggungjawabkan hasil kegiatan
usahanya kepada pemerintah untuk memungkinkan pemerintah memungut pajak
penghasilan atas laba yang diperoleh perusahaan. Untuk memenuhi kewajiban
ini manajemen puncak paling tidak setiap tahun harus membuat laporan
keuangan pokok yang terdiri dari neraca dan laporan rugi-laba. Dalam neraca,
manajemen puncak menyajikan aktiva penuh dan berbagai sumber asal aktiva
tersebut. Dalam laporan rugi-laba, manajemen menyajikan pendapatan penuh
dan biaya penuh kepada pemakai luar. Karena Informasi akuntansi penuh
ditujukan untuk pelaporan keuangan kepada pemakai luar. Karena informasi
akuntansi penuh ditujukan untuk pelaporan keuangan kepada pemakai luar,
maka agar dapat diperbandingkan, informasi akuntansi penuh harus disusun dan
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang lazim. Contoh laporan rugi laba
perusahaan yang disajikan kepada pihak luar perusahaan, yang berisi informasi
akuntansi penuh yang didasarkan pada prinsip akuntansi yang lazim disajikan
pada Gambar 2.3
Pendapatan penjualan kepada pihak luar Rp.10.000.000
Harga pokok penjualan Rp. 5.500.000
Laba bruto Rp. 4.500.000
Biaya usaha Rp. 2.000.000
Laba bersih usaha Rp. 1.500.000
Pendapatan dan (biaya) di luar usaha Rp. 500.000
Laba bersih sebelum pajak Rp. 1.000.000
Gambar 2.3 Pendapatan Penuh dan Biaya Penuh yang disajikan dalam Laporan
Rugi Laba untuk Pihak Luar Perusahaan
Pendapatan penjualan kepada
pihak luar Rp.10.000.000
Pendapatan penjualan Antardivisi Rp. 2.500.000
Pendapatan penuh Rp.12.500.000
Biaya langsung divisi
Biaya produksi Rp.5.000.000
Biaya administrasi & umum Rp.1.000.000
Biaya pemasaran Rp.2.500.000
Biaya langsung divisi Rp.8.500.000
Alokasi biaya kantor pusat Rp.1.000.000
Biaya penuh Rp. 9.500.000
Laba bersih divisi Rp. 3.000.000

Gambar 2.4 Pendapatan Penuh dan Biaya Penuh Divisi


(Dengan Pendekatan Full Costing) yang diajukan dalam laporan Rugi-laba untuk
Manajemen Puncak
Jika perusahaan menggunakan pendekatan variable costing dalam penentuan
harga pokok produk, laporan rugi-laba yang berisi informasi akuntansi penuh
disajikan pada Gambar 2.5
Pendapatan penjualan kepada Rp.10.000.000
pihak luar
Pendapatan penjualan antardivisi Rp. 2.500.000
Pendapatan penu Rp.12.500.000
Biaya variable :
Biaya produksi variable Rp.4.000.000
Biaya administrasi&umum tetap Rp. 500.000
Biaya pemasaran variable Rp.1.500.000
Total biaya variable Rp. 6.000.000
Laba kontribusi Rp. 6.500.000
Biaya tetap
Biaya produksi tetap Rp.1.000.000
Biaya administrasi&umum tetap Rp. 500.000
Biaya pemasaran tetap Rp.1.000.000
Alokasi biaya kantor pusat Rp.1.000.000
Total biaya tetap Rp.3.500.000
Laba bersih divisi Rp.3.000.000
Gambar 2.5 Pendapat Penuh dan Biaya Penuh
(Dengan Pendekatan Variable Costing) yang Disajikan dalam Laporan Rugi Laba
untuk Manajemen Puncak
Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa unsur informasi akuntansi
penuh untuk kepentingan pelaporan kepada pihak luar perusahaan adalah
berbeda dengan unsur informasi akuntansi penuh untuk kepentingan pelaporan
kepada pihak internal perusahaan. Pelaporan keuangan untuk pihak luar
perusahaan memerlukan informasi akuntansi penuh yang disusun berdasarkan
prinsip akuntansi yang lazim, sedangkan pelaporan keuangan untuk pihak
internal perusahaan memerlukan informasi akuntansi penuh yang
penyusunannya tidak terikat pada prinsip akuntansi yang lazim.
Analisis Kemampuan Menghailkan Laba (Politability Analysis)
Analisis kemampuan menghasilkan laba dapat diterapkan dalam berbagai objek
informasi : produk, keluarga produk (product line), kegiatan (activities), atau unit
organisasi, Analisis kemampuan menghasilkan laba ditujukan untuk mendeteksi
penyebab timbulnya laba atau rugi yang dihasilkan oleh suatu objek informasi
dalam periode akuntansi tertentu. Dalam perusahaan yang menghasilkan
berbagai macam produk (product diversification), manajemen memerlukan
informasi akuntansi penuh untuk memungkinkan manajemen melakukan analisis
kemampuan tiap produk dalam menghasilkan laba (product profitability analysis).
Jika analisis kemampuan menghasilkan laba diterapkan pada produk atau
keluarga produk, diperlukan informasi akuntansi penuh yang berupa pendapatan
penuh yang dihasilkan oleh produk dalam periode tertentu, biaya penuh yang
dikorbankan untuk memproduksi dan memasarkan produk tersebut selama
periode yang sama, dan aktiva penuh yang digunakan untuk memproduksi
produk tersebut. Dengan analisis kemampuan menghasilkan laba menurut
produk yang menggunakan informasi akuntansi penuh tersebut, manajemen
dapat memperoleh gambaran sumber penyebab timbulnya laba atau rugi
masing-masing produk atau keluarga produk dalam periode tertentu.
Contoh 1
Manajer pemasaran PT X memerlukan informasi untuk memahami kemampuan
3 macam produknya dalam menghasilkan laba. Dari hasil analisis ini diharapkan
manajer tersebut msmpu mrmshsmi sumber yang menyebabkan timbulnya laba
atau rugi yang dihasilkan oleh tiap produk yang diproduksi dan dipasarkan oleh
perusahaan. Laporan rugi-laba menurut produk PT X untuk tengah tahun
pertama tahun 19X2 disajikan sebagai berikut :
Keterangan Produk A Produk B Produk C Total
Pendapatan penjualan Rp.10.000 Rp.20.000 Rp.30.000 Rp.60.000
Biaya penuh untuk:
Kegiatan mempertahan
kan kapasitas Rp. 2.000 Rp. 5.000 Rp. 9.000 Rp.16.000
Kegiatan mempertahan
kan produk Rp. 1.000 Rp. 3.000 Rp. 7000 Rp.11.000
Kegiatan yang
bersangkutan dengan
batch produk Rp. 600 Rp. 6.000 Rp. 2.000 Rp. 8.600
Kegiatan yang
bersangkutan dengan
unit yang dihasilkan Rp. 5.000 Rp. 8.000 Rp.11.000 Rp.24.000
Jumlah biaya kegiatan
(activity cost) Rp. 6.600 Rp.22.000 Rp.29.000 Rp.59.600
Laba (rugi) per produk Rp. 1.400 (Rp.2.000 Rp. 1.000 Rp. 400
)

Gambar 2.6 Analisis Kemampuan Menghasilkan Laba


Menurut Produk
Dari analisis kemampuan menghasilkan laba menurut produk seperti terlihat
pada Gambar 2.6 tersebut, manajemen akan dapat memperoleh informasi
sumber-sumber penyebab timbulnya laba atau rugi dari masing-masing produk
yang diproduksi perusahaan. Pada Gambar 2.6 tersebut, biaya penuh masing-
masing produk digolongkan menurut 4 kelompok kegiatan (activities): kegiatan
mempertahankan fasilitas (facility sustaining activities), kegiatan
mempertahankan produk (product sustaining activities), kegiatan yang
bersangkutan dengan batch produk (batch related activities), dan kegiatan yang
bersangkutan dengan unit yang dihasilkan (unit level activities), sehingga dengan
penyajian biaya seperti ini manajemen akan dengan mudah memperoleh
informasi konsumsi sumber daya (resources) oleh tiap kegiatan untuk
memproduksi dan memsarkan produk. Berdasarkan informasi biaya menurut
kegiatan ini manajemen berada dalam posisi dapat mengendalikan berbagai
kegiatan pokok perusahaan.
Jika analisis kemampuan laba diterapkan terhadap unit organisasi tertentu
(misalnya pusat laba) dalam suatu perusahaan dan dilakukan oleh pemakai luar,
informasi akuntansi penuh yang disajikan untuk memungkinkan mereka
melakukan analisis tersebut harus disusun menurut prinsip akuntansi yang lazim.
Namun jika analisis kemampuan menghasilkan laba dilakukan oleh manajemen
puncak perusahaan, informasi akuntansi penuh yang disajikan tidak terikat
kepada prinsip akuntansi yang lazim.
Contoh 2
Divisi Produk Konsumen merupakan salah satu divisi dari 3 divisi yang dimiliki
oleh PT A. Total aktiva divisi tersebut pada tanggal 31 desember 19X2 adalah
Rp.4.000.000.000. Beban modal atas investasi dalam aktiva tersebut sebesar
20%. Pendapatan penuh yang diperolehdivisi tersebut dalam tahun 19X2 adalah
Rp.3.600.000.000, sedangkan biaya penuh yang dikeluarkan untuk memperoleh
pendapatan tersebut adalah Rp.2.400.000.000. Kemampuan Divisi Produk
Konsumen diukur dengan cara menghitung tarif kembalian investasi atau
penghasilan sisa sebagai berikut :
Tarif kembalian investasi:
Rp.3.600.000.000 – Rp.2.400.000.000 = 30%
Rp. 4.000.000.000
Penghasilan sisa :
Pendapatan penuh Rp.3.600.000.000
Biaya penuh Rp.2.200.000.000 -
Laba bersih Rp.1.400.000.000
Beban modal= 20% x Rp.4.000.000.000 Rp. 800.000.000 -
Penghasilan sisa Rp. 600.000.000
Diantara berbagai konsep laba tersebut, konsep laba bersih divisi adalah yang
cocok digunakan untuk kepentingan pengukuran kemampuan menghasilkan laba
divisi, karena didalamnya telah diperhitungkan informasi pendapatan penuh dan
informasi biaya penuih, sehingga mencerminkan semua faktor penentu
kemampuan menghasilkan laba divisi.
Dalam perhitungan kembalian investasi sebagai pengukur kemampuan
menghasilkan laba divisi perlu dipilih aktiva-aktiva yang dimasukkan dalam
investasi. Ada dua kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam
pemilian tersebut: (1) aktiva tersebut digunakan secara langsung untuk
memperoleh pendapatan divisi, (2) aktiva tersebut di bawah pengendalian
manajer divisi.
Atas dasar kriteria tersebut manajemen puncak dapat mengambil keputusan
mengenai aktiva yang dimasukkan sebagai investasi suatu divisi sebagai berikut:
1. Kas, piutang dagang, persediaan, dan aktiva tetap yang digunakan langsung
oleh divisi adalah contoh aktiva yang dengan mudah dapat diperhitungkan
sebagai investasi dalam suatu divisi.
2. Aktiva divisi yang berasal dari sumber yang tidak memerlukan biaya (interest
free) tidak diperhitungkan dalam investment bast. Manajer divisi tidak dapat
diukur prestasinya dari penggunaan aktiva yang tidak memerlukan biaya
untuk mendapatkannya. Jika persediaan diperoleh dari pembelian kredit,
maka saldo utang dagang yang tercantum di neraca dikurangkan dari saldo
persediaan dalam perhitungan investment base, karena utang dagang
merupakan kewajiban yang tidak berbungan.
3. Divisi tidak dapat dibebani dengan sebagian aktiva kantor pusat, kecuali jika
aktiva kantor pusat tersebut dapat diidentifikasikan secara langsung dengan
kegiatan divisi tersebut.
4. Aktiva divisi yang tidak digunakan secara langsung untuk memperoleh
pendapatan divisi harus dikeluarkan dari perhitungan investasi divisi. Sebagai
contoh adalah investasi dalam bentuk surat berharga, baik untuk jangka
pendek maupun untuk jangka panjang. Aktiva ini merupakan kekayaan divisi
yang ditanamkan dalam perusahaan lain. Oleh karena itu baik penghasilan
(bunga, divident) maupun aktivanya sendiri tidak dapat diperhitungkan dalam
penentuan kembalian investasi. Konstruksi dalam pelaksanaan juga tidak
dapat diperhitungkan sebagai investasi karena aktiva tersebut belum dapat
mendatangkan pendapatan divisi, begitu juga aktiva tetap yang belum
digunakan dalam kegiatan produkltif divisi (misalnya tanah yang belum
digunakan).
5. Aktiva yang menganggur dalam suatu divisi namun masih dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan usaha divisi lain dapat dikeluarkan dari
diperhitungkan investment base. Kebijakan ini dapat mendorong manajer
divisi untuk melepaskan aktiva yang rendah pemanfaatannya ke divisi lain
yang mampu memanfaatkan lebih baik.

Laba Laba Laba Laba


Kontribusi Terkendali Langsung Besih
Divisi Divisi Divisi Divisi
Hasil penjualan Rp.19.000 Rp.19.000 Rp.19.000 Rp.19.000
Biaya langsung:
Biaya variabel
terkendalikan Rp. 8.000 Rp. 8.000 Rp. 8.000 Rp. 8.000
Biaya variabel tidak
terkendalikan Rp. 2.500 Rp. 2.500 Rp. 2.500
Jumlah biaya variabel Rp.10.500
Rp. 8.500
Biaya tetap
terkendalikan Rp. 2.000 Rp. 2.000 Rp. 2.000
Jumlah biaya
terkendalikan Rp.10.000
Biaya tetap tidak Rp. 9.000
terkendalikan Rp. 1.500 Rp. 1.500
Jumlah biaya
langsung divisi Rp.14.000
Rp. 5.000
Biaya tidak langsung:
Alokasi biaya dari
kantor pusat Rp. 2.000
Total biaya divisi Rp.16.000
Rp. 3.000

Gambar 2.7 Berbagai Konsep Laba Divisi


PERENCANAAN LABA JANGKA PENDEK
Manajemen akan dihadapkan pada pemilihan alternatif apakah harga jual produk
dalam tahun anggaran yang akan datang perlu diturunkan untuk mengungguli
posisi pesaingnya di pasar. Jika harga jual produk diturunkan kemungkinan yang
akan terjadi adalah volume penjualan akan naik. Jika volume penjualan naik,
anggaran biaya di masa yang akan datang akan naik pula. Untuk dapat memilih
alternatif penurunan harga jual produk tersebut, manajemen memerlukan
informasi dampak perubahan harga jual produk, volume penjualan, dan biaya
terhadap laba perusahaan dalam tahun anggaran yang akan datang. Dengan
mengetahui dampak terhadap laba setiap alternatif tindakan yang
dipertimbangkan sekarang, manajemen akan memiliki dasar yang kuat untuk
memilih, sehingga ia akan mampu mengambil keputusan secara ekonomis
rasional.
Untuk memberikan gambaran proses perencanaan laba jangka pendek, berikut
ini diberikan contoh.
Contoh 1
Dalam proses penyusunan anggaran, Departemen Anggaran PT X menyajikan
laporan rugi-laba yang diproyeksikan (projected income statement) untuk tahun
anggaran yang akan datang yang disajikan pada Gambar 5.1

PT X
Laporan Rugi-Laba yang Diproyeksikan
Tahun anggaran 19X2

Jumlah %
Pendapatan penjualan Rp.500.000.000 100
Biaya variabel Rp.300.000.000 60
Laba kontribusi Rp.200.000.000 40
Biaya tetap Rp.150.000.000 30
Laba bersih Rp. 50.000.000 10

Gambar 5.1 Laporan Rugi Laba PT X yang Diproyeksikan


Dalam proses penyusunananggaran induk perusahaan, laporan rugi laba yang
disusun dengan metode variable costing sangat membantu manajemen puncak
dalam mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan yang diajukan oleh
manajemen menengah. Karena pengambilan keputusan jangka pendek
umumnya menyangkut atau mengakibatkan penambahan atau pengurangan
volume kegiatan, maka informasi biaya yang dipisahkan menurut perilakunya
dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan akan sangat
membantu manajemen.
Dari laporan rugi-laba yang disusun menurut metode variable costing tersebut,
manajemen dapat memperoleh berbagai parameter (gambaran sesuatu dalam
bentuk angka) berikut ini:
1. Impas (break-even)
2. Margin of safety
3. Shut-down point
4. Degree of operating leverage
5. Contribution margin per unit
Berbagai parameter tersebut diatas akan diuraikan konsep dan manfaatnya
secara ringkas berikut ini. Dalam mengikuti uraian pemanfaatan parameter
berikut ini jangan mempedulikan rumus perhitungannya. Uraian rinci
penghitungan berbagai parameter tersebut disajikan setelah uraian mengenai
perencanaan jangka pendek ini.
Impas. Dari laporan rugi-laba yang diproyeksikan tersebut, terlihat terget
pendapatan (revenues) yang diharapkan akan dicapai oleh perusahaan adalah
sebesar Rp.500.000.000. Dari target pendapatan penjualan tersebut,
manajemen memerlukan informasi berapa pendapatan minimum yang harus
dicapai dalam tahun anggaran yang akan datang agar perusahaan tidak
menderita kerugian. Impas (break-even) merupakan informasi yang dapat
digunakan oleh manajemen untuk memperoleh gambaran batas bawah
pendapatan yang harus dicapai agar dalam tahun anggaran yang akan datang
perusahaan tidak mengalami kerugian. Dari data laporan rugi-laba yang
diproyeksikan dalam contoh 1 tersebut, Impas dapat dihitung sebesar
Rp.375.000.000 (150.000.000 : 40%). Angka tersebut menunjukkan bahwa dari
target pendapatan penjualan (revenues) yang direncanakan sebesar
Rp.500.000.000 dalam tahun anggaran tersebut, minimum perusahaan harus
dapat menjual Rp.375.000.000 agar perusahaan tidak rugi. Jika perusaha an
mampu memperoleh pendapatan penjualan di atas impas, perusahaan tersebut
baru dapat menghasilkan laba. Dalam proses perencanaan laba jangka pendek,
manajemen memerlukan informasi mpas untuk mempertimbangkan berbagai
usulan kegiatan Usulan kegiatan dihitung dampaknya terhadap pendapatan dan
biaya. Pendapatan diferensial dan biaya diferensial ini berpengaruh terhadap
impas. Suatu usulan kegiatan yang mengakibatkan turunnya impas akan lebih
menarik manajemen jika dibandingkan dengan yang mengakibatkan kenaikan
impas, karena semakin rendah impas berarti semakin besar kemungkinan
perusahaan memperoleh kesempatan untuk mendapatkan laba.
Margin of safety. Dari target pendapatan penjualan tersebut manajemen
memerlukan pula informasi berapa jumlah maksimum penurunan target
pendapatan penjualan boleh terjadi agar penurun an tersebut tidak
mengakibatkan perusahaan menderita kerugian. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut manajemen memerlukan informasi margin of safety dari anggaran laba
yang diproyeksikan dalam tahun anggaran yang akan datang.Dari data dalam
contoh 1, karena impas dihitung sebesar Rp.375.000.000, maka jumlah maksi
mum penuirunan target pendapatan penjualan yang tidak menye babkan
perusahaan mengalami kerugian adalah Rp.125.000.000 (Rp.500.000.000 –
Rp.75.000.000) atau 25% (Rp.125.000.000 : Rp.500.000.000). Semakin besar
margin of sefety semakin besar kesempatan perusahaan untuk memperoleh
laba, sebaliknya semakin kecil margin of sefety semakin rawan perusahaan
tersebut penuruna target pendapatan penjualan. Jika margin of sefety ratio,
yang merupakan ratio antara margin of sefety dengan pendapatan penjualan
sebesar 25% seperti dlam contoh 1 tersebut, berarti penuruna target pendapatan
penjualan sedikit di atas 25% saja telah menyebabkan perusahaan menderita
kerugian.
Titik penutupan usaha (shut-down point), Dari laporan rugi laba yang
diproyeksikan tersebut, manajemen tidak hanya menginginkan informasi
mengenai berapa jumlah pendapatan penjualan minimum agar perusahaan tidak
menderita kerugian dalam tahun anggaran yang akan datang, namun lebih dari
itu, manajemen memerlukan informasi pada pendapatan penjualan berapa
usaha perusahaan secara ekonomis tidak pantas untuk dilanjutkan lagi. Suatu
usaha tidak layak secara ekonomis untuk dilanjutkan jika pendapatan
pennjualannya tidak cukup untuk menutup biaya tunainya. Untuk menjawab
pertanyaan ini manajemen memerlukan informasi titik penutupan usaha (shut-
down point).Jika misalnya dari data Contoh 1 diketahui bahwa dari biaya tetap
perusahaan sebesar Rp.150.000.000, Rp.100.000.000 merupakan biaya tunai,
maka dalam tahun anggaran 19X2, titik penutupan usaha adalah sebesar
Rp.250.000.000 (Rp.100.000.000 : 40%). Hal ini berarti bahwa dibawah
pendapatan penjualan Rp.250.000.000, usaha perusahaan tersebut secara
ekonomis tidak pantas untuk dilanjutkan, karena pendapatan penjualan di bawah
jumlah tersebut akan mengakibatkan perusahaan tidak mampu membayar biaya
tunainya Dengree of operating leverage, Ukuran ini menunjukkan persentase
perubahan laba bersih sebagai dampak terjadinya sekian persen perubahan
pendapatan penjualan. Jika misalnya diusulkan oleh menajer pemasaran untuk
memberikan hadiah kepada para pembeli produk perusahaan, dengan harapan
terjadi kenaikan pendapatan penjualan sebesar 10%, maka manajemen puncak
ingin dengan cepat mengetahui dampak kenaikan pendapatan penjualan
tersebut terhadap laba bersih. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manajemen
memerlukan informasi degree of operating leverage. Degree of operating
leverage yang dihitung dari data dalam contoh 1 tersebut adalah 4 kali
(Rp.200.000.000 : Rp.50.000.000) yang berarti setiap 1% kenaikan pendapatan
penjualan akan mengakibatkan 4% (4 x 1%) kenaikan laba bersih. Dengan
demikian jika suatu usulan kegiatan diharapkan akan menaikkan pendapatan
penjualan sebesar 5%. Maka dalam tahun anggaran tersebut laba bersih
perusahaan diharapkan akan mengalami kenaikan 20% (4 x 5%).
Contribution margin per unit. Contribution margin merupakan kelebihan
pendapatan penjualan diatas biaya variabel. Informasi contribution margin
memberikan gambaran jumlah yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan
untuk menghasilkan laba. Semakin besar contribution margin, semakin besar
kesempatan yang di peroleh perusahaan untuk menutup biaya tetap dan untuk
menghasilkan laba.
Contribution margin per unit merupakan contribution margin dibagi dengan
volume penjualan. Dalam perusahaan yang menghasilkan lebbih dari satu
macam produk, jika informasi contribution margin per unit ini dihubungkan
dengan penggunaan sumber daya yang langka (scarce resources), manajemen
akan memperoleh informasi kemampuan berbagai macam produk untuk
menghasilkan laba. Informasi ini memberikan landasan bagi manajemen dalam
pemilihan produk yang mampu menghasilkan laba tertinggi dalam
memanfaatkan sumber daya yang langka.
Misalkan kapasitas mesin merupakan sumber daya yang langka. Mesin dapat
digunakan untuk menghasilkan tiga macam produk berikut ini: A, B, dan C.
Contribution margin tiap produk disajikan pada Gambar 5.3.
A B C Total
Volume
penjualan 500 300 200 1.000
Pendapatan
Penjualan Rp.700.000 Rp.800.000 Rp.1.000.000 Rp.2.500.000
Biaya
variabel Rp.300.000 Rp.500.000 Rp. 600.000 Rp.1.400.000
Contribution
margin Rp.400.000 Rp.300.000 Rp. 400.000 Rp.1.100.000
Biaya tetap Rp. 800.000
Laba bersih Rp. 300.000
Contribution
Margin
per unit Rp. 800 Rp. 1.000 Rp. 2.000 Rp. 1.100

Gambar 5.3 Contribution Margin Tiap Produk


Dariinformasi contribution margin per unit tersebut pada Gambar 5.3. seolah-olah
produk C yang menghasilkan contribution margin per unit sebesar Rp.2000
merupakan produk yang memiliki kemampuan tertinggi untuk memberikan
kontribusi dalam menutup biaya tetap dan untuk menghasilkan laba.
Kemampuan produk dalam menutup biaya tetap dan menghasilkan laba tidak
diukur hanya atas dasar informasi contribution margin per unit, namun diukur dari
contribution margin per unit yang dihubungkan dalam pemanfaatan sumber daya
yang langka. Misalnya pemanfaatan sumber daya yang langka untuk
memproduksi tiap macam produk tersebut disajikan pada Gambar 5.4, maka
penafsiraninformasi contribution margin per satuan sumber daya yang langka
dapat dilakukan sebagai berikut.
Konsumsi Jumlah Peringkat
jam mesin produk yang Contribution Contribution kemampuan
per unit dihasilkan per margin per per jam produk dalam
produk jam mesin unit produk mesin memanfaatka
1 : (1) (2) x (3) n sumber
daya yang
langka
(1) (2) (3) (4) (5)
A 5 0,20 Rp.800 200 1
B 10 0,10 1.000 100 2
C 25 0,04 2.000 80 3

Gambar 5.4 Contribution Margin per Unit Sumber Daya yag Langka
Dari Gambar 5.4 tersebut, ternyata produk A menduduki peringkat pertama
dalam kemampuan pemanfaatan sumber daya yang langka (jam mesin) untuk
menutup biaya tetap dan untuk menghasilkan laba. Setiap jam mesin yang
dimanfaatkan untuk memproduksi produk A mampu menghasilkan contribution
margin sebesar Rp.200 per jam mesin, sedangkan untuk produk lainnya hanya
mampu menghasilkan contribution margin per jam mesin di bawah jumlah
tersebut.
REKAYASA PARAMETER UNTUK PERENCANAAN
LABA JANGKA PENDE
Diatas telah diuraikan kebutuhan manajemen akan parameter yang digunakan
untuk mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan dalam perencanaan laba
jangka pendek. Telah diuraikan pula manfaat parameter : Impas, margin of
sefety, titik penutupan usaha, dan degree of operating leverage. Berikutn ini
diuraikan lebih lanjut rekayasa berbagai parameter : Impas, margin of sefety, titik
penutupan usaha, dan degree of operating leverage.
Impas
Impas (break-even) adalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba
dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika
jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba
kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Analisis
impas adalah suatu cara untuk mengetahui berapa volume penjualan minimum
agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba
(dengan kata lain labanya sama dengan nol).
Ada dua cara untuk menentukan impas : pendekatan teknik persamaan dan
pendekatan grafis. Penentuan impas dengan teknik persamaan dilakukan
dengan mendasarkan pada persamaan pendapatan sama dengan biaya
ditambah laba, sedangkan penentuan impas dengan pendekatan grafis
dilakukan dengan cara mencari titik potong antara garis pendapatan dan biaya
dalam suatu grafik yang disebut grafik impas.
Perhitungan Impas dengan Pendekatan Teknik Persamaan
Jadi rumus perhitungan impas dalam satuan produk yang dijual adalah :
Biaya tetap
Impas (dalam satuan =
produk yang dijual Harga jual per - Biaya variabel
satuan per satuan

Jadi rumus perhitungan Impas dalam rupiah penjualan


adalah sebagai berikut :
Biaya tetap
Impas = Biaya variabel per satuan
(dalam rupiah penjualan) 1 - Harga jual per satuan

Jadi impas dalam rupiah penjualan dapat pula dihitung dengan rumus brikut ini :
Biaya tetap
Impas (dalam rupiah penjualan) = Contribution margin ratio
Atau
Biaya tetap
Impas (dalam rupiah penjualan) = Biaya variabel
1 - Pendapatan penjualan

Contoh 2
Dalam suatu pasar malam, pak Amat akan membuka tempat penitipan sepeda.
Dia menyewa tempat yang dapat menampung 500 sepeda. Sewa tempat
tersebut per malam Rp.1.500. Untuk menjaga sepeda dia akan mempekerjakan
dua orang, dengan upah Rp.1.000 semalam per orang. Ditambah upah insentif
Rp.2,50 per orang untuk setiap sepeda yang masuk titipan. Tarif titipan yang
dibebankan kepada pemakai jasa adalah sebesar Rp.25 per sepeda semalam.
Perhitungan proyeksi laba per malam apabila 500 sepeda masuk ke tempat
penitipan sepeda Pak Amat disajikan pada Gambar 5.5
Pendapatan penjualan jasa titipan Jumlah %
sepeda 500 x Rp.25 Rp.12.500 10
Biaya variabel : 0
Upah intensif untuk dua karyawan 500x2xRp2.50 Rp. 2.500 -
Laba kontribusi Rp.10.000 20
Biaya tetap : 80
Sewa tempat titipan Rp. 1.500
Upah dua orang karyawan Rp. 2.000
+
Laba bersih Rp. 3.500 28
Rp. 6.500 - 52

Gambar 5.5 Laporan Rugi-Laba yang Diproyeksikan


Pak Amat ingin memperoleh informasi berapa jumlah minimum sepeda yang
harus masuk setiap malam ke tempat penitipan sepedanya agar usaha titipan
tersebut tidak mengalami kerugian. Jumlah sepeda minimum yang harus masuk
setiap malam agar usaha Pak Amat dapat menutup semua biaya yang
dikeluarkan semalam adalah :
Biaya tetap
Impas (dalam kuantitas) = Harga jual per satuan – biaya variabel
per satuan
3.500
= = 175
25 - 5

Jika sepeda yang masuk titipan semalam minimum berjumlah 175 buah, maka
usaha Pak Amat akan dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan semalam,
sehingga usaha tersebut tidak mengalami kerugian.
Impas juga dapat dinyatakan dalam jumlah rupiah pendapatan dari usaha titipan
sepeda sebagai berikut :
Biaya tetap
Impas (dalam rupiah) =
Contribution margin ratio

3.500
= = Rp.4.375
80%
Jika pada suatu malam pak Amat telah menerima uang pendapatan penjualan
jasa titipan sebanyak Rp.4.375 dia dapat agak tentram hatinya. karena dari
pendapatan penjualan jasa tersebut, minimum dia sudah dapat menutup semua
biaya yang dikeluarkan malam tersebut. Dengan kata lain setiap sepeda yang
masuk kemudian sudah mendatangkan laba 80% dari uang pendapatan
penjualan jasa jasa titipan sepeda yang diterimanya.
Bukti bahwa pada waktu Pak Amat menerima uang pendapatan penjualan jasa
titipan sebanyak Rp.4.375 usahanya belum memperoleh laba, tetapi juga sudah
tidak rugi dapat diikuti dalam perhitungan pada Gambar 5.6
Pendapatan penjualan jasa titipan sepeda 175XRp.25 = Rp.4.375
Biaya variabel 175XRp. 5 = Rp. 875
Laba kontribusi Rp.3.500
Biaya tetap :
Sewa tempat titipan Rp.1.500
Upah dua orang karyawan Rp.2000
Rp.3.500
Laba bersih Rp. 0

Gambar 5.6 Laporan Rugi-Laba Pada Tingkat Penjualan Impas


Laporan rugi-laba tahun 19x1 yang diproyeksikan disajikan pada Gambar 5.7
Perhitungan Impas dengan Pendekatan Grafis
Perhitungan Impas dapat dilakukan juga dengan menentukan titik pertemuan
antara garis pendapatan dengan garis biaya dalam suatu grafik. Titik pertemuan
antara garis pendapatan dengan garis biaya merupakan titik impas. Untuk dapat
menentukan titik impas, harus dibuat grafik dengan sumbu datar menunjukkan
volume penjualan, sedangkan sumbu tegak mwnunjukkan biaya dari
pendapatan.
Contoh 4
Dalam contoh 3 diketahui bahwa :
Harga jual produk per satuan (c) = Rp. 172.000
Biaya variabel per satuan (b) = Rp. 43.000
Biaya tetap per tahun (a) = Rp.77.400.000
Untuk berbagai macam volume penjualan (x) pendapatan penjualan, biaya
variabel, biaya tetap dan total biaya disajikan pada Gambar 5.8

Volume Pendapatan Biaya Biaya Total Biaya Laba


Penjuala Penjualan variabel tetap (ribuan) (Rugi)
n (ribuan (ribuan) (ribuann) (ribuan)

x cx bx a a + bx cx-(a+bx)

1.000 Rp172.000 Rp.43.000 Rp.77.400 Rp.120.400 Rp.51.600


800 137.600 34.400 77.400 111.800 25.800
600 103.200 25.800 77.400 103.200 0
400 68.800 17.200 77.400 94.600 (125.800)
200 34.400 8.600 77.400 86.000 (51.600)

Gambar 5.8 Pendapatan Penjualan, Biaya Variabel, Biaya Tetap, Biaya Total
dan Laba Bersih Pada Berbagai Volume Penjualan
Pendapatan & Biaya 172.000.000
(juta rupiah)
180 Garis penjualan Daerah 120.400.000
laba
Titik impas
140 Garis biaya

100 Biaya tetap

Daerah
80 rugi

40

200 400 600 800 1000


Volume Penjualan
Gambar 5.9 Grafik Impas
Keterangan cara pembuatan grafik impas (Gambar 5.9) adalah sebagai berikut :
1. Sumbu datar (sumbu x) menunjukkan volume penjualan yang dapat
dinyatakan dalam satuan kuantitas atau rupiah pendapatan penjualan.
2. Sumbu tegak (sumbu y) menunjukkan pendapatan penjualan dan biaya
dalam rupiah. Karena skala sumbu y (dalam jutaan rupiah) berbeda jauh
dengan skala sumbu x (ratusan) maka pada awal penggambaran sumbu
vertikal dilukiskan garis penyesuai semacam huruf z.
3. Pembuatan garis penjualan delakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pada volume penjualan sama dengan nol, pendapatan penjualan sama
dengan nol pula
b. Pada volume penjualan 1.000 kg pendapatan penjualan sebesar
Rp.172.000.000
c. Garis lurus kemudian ditarik untuk menghubungkan titik x = O, y = dengan
titik x = 1.000, y = 172.000.000
4. Pembuatan garis total biaya dilakukan sebagai berikut :
a. Pada volume penjualan sebesar nol, perusahaan mengeluarkan biaya
tetap Rp.77.400.000, sedang pada volume penjualan 1.000 kg, total biaya
berjumlah Rp.120.400.000
b. Garis lurus kemudian ditarik untuk menghubungkan titik x = 0, y =
77.400.000 dengan titik x = 1.000, y = 120.400.000
5. Pembuatan garis biaya tetap dilakukan sebagai berikut : karena biaya tetap
pada volume penjualan berapapun dalam contoh ini tidak mengalami
perubahan, maka garis biaya tetap ditarik dengan cara menghubungkan titik x
= 0, y = 77.400.000 dengan titik x = 1.000, y = 77.400.000
6. Impas adalah terletak pada titik perpotongan garis pendapatan penjualan
dengan garis biaya. Apabila dari titik perpotongan tersebut (titik impas) ditarik
garis tegak lurus ke sumbu x, akan dapat diketahui bahwa impas dicapai
pada volume penjualan 600 kg. Jika dari titik impas ditarik garis tegak lurus
ke sumbu y, akan dapat diketahui bahwa impas tercapai pada pendapatan
penjualan Rp.103.200.000
7. Daerah sebelah kiri titik impas, yaitu bidang di antara garis total biaya dengan
garis pendapatan penjualan merupakan daerah rugi, karena pendapatan
penjualan lebih rendah dari total biaya. Sedangkan daerah di sebelah kanan
titik impas, yaitu bidang di antara garis pendapatan penjualan lebih tinggi dari
total biaya.
Gambar 5.10 Alternatif Lain Grafik Impas
Grafik Laba Sebelum (Unit Profit Graph)
Pada umumnya grafik impas disusun atas dasar total pendapatan penjualan
dengan total biaya. Agar manajemen dapat mengetahui pengaruh biaya tetap
terhadap biaya persatuan , maka disusunlah grafik laba satuan . Dalam grafik ini
digambarkan pendapatan pendapatan, biaya variabel, dan total biaya per satuan
produk. Biaya tetap per satuan berperilaku berubah sesuai dengan perubahan
volume kegiatan, sedangkan biaya variabel per satuan berperilaku konstan, tidak
berubah dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
Contoh 5
Dari contoh 3 tersebut di atas, dihitung biaya variabel, biaya tetap, dan
pendapatan penjualan per satuan produk pada Gambar 5.14 berikut ini :
Volume
penjualan 1000 800 600 400 200
(kg)
Biaya variabel
per kg (000) Rp.43,00 Rp.43,00 Rp.43,00 Rp.43,00 Rp.43,00
Biaya tetap
per kg (000) Rp.77,40 Rp.96,75 Rp.129,00 Rp.193,50 Rp.387,00
Total biaya
per kg (000) Rp.120,40 Rp.139,75 Rp.172,00 Rp.236,50 Rp.430,00
Harga jual per
kg (000) Rp.172,00 Rp.172,00 Rp.172,00 Rp.172,00 Rp.172,00
Laba (rugi)
per kg (000) Rp.51,60 Rp.32,25 Rp. 0,00 (Rp.64,50 Rp.258,00
)
Gambar 5.14 Biaya Variabel, Biaya tetap, Harga jual dan laba atau Rugi per
satuan produk
Margin of Sefety
Analisis impas memberikan informasi mengenai berapa jumlah volume penjualan
minimum agar perusahaan tidak menderita rugi. Jika angka impas dihubungkan
dengan angka pendapatan penjualan yang dianggarkan atau pendapatan
penjualan tertentu, akan diperoleh informasi berapa volume penjualan yang
dianggar kan atau pendapatan penjualan tertentu boleh turun pendapatan agar
perusahaan tidak menderita rugi. Selisih antara volume penjualan yang
dianggarkan dengan volume penjualan impas merupakan angka margin of
sefety. Dalam contoh 3 PT Eliona merencanakan volume penjualan dalam tahun
anggaran 19X1 sebesar Rp.172.000.000 sedangkan menurut perhitungan, impas
tercapai pada volume penjualan sebesar Rep.103.200.000. Angka marginof
sefety adalah sebesar Rp.68.800.000 (Rp.172.000.000 – Rp.103.200.000) atau
jika dinyatakan dalam persentase dari angka volume penjualan yang
dianggarkan adalah sebesar 40% (Rp.6.800.000 : Rp.172.000.000).
Angka mrgin of sefety ini memberikan informasi berapa maksimum volume
penjualan yang direncanakan tersebut boleh turun agar perusahaan tidak
menderita rugi atau dengan kata lain angka margin of sefety memberikan
petunjuk jumlah maksimum penurunan volume penjualan yang direncanakan,
yang tidak mengakibatkan kerugian. Dari data di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa jika volume penjualan tahun 19X1 yang dianggarkan tersebut tidak dapat
dicapai, maka maksimum penurunan yang boleh terjadi ialah sebesar
Rp.68.800.000 atau 40% nya, agar perusahaan tidak menderita kerugian.
Angka margin of safety ini berhubungan langsung dengan laba apabila
dihubungkan dengan marginal income ratio (profit-volume ratio) :
Laba = Profit-volume ratio x Margin of sefety
Laba kontribusi Margin of sefety
Laba = x
Pendapatn Pendapatn
penjualan
penjualan

Harga jual & biaya


per satuan (dalam ribuan)
440
Biaya per satuan Rp.430.000
(Biaya tetap per satuan Rp.387.000)
360
Biaya per satuan Rp.236.500
(Biaya tetap per satuan Rp.193.500)

Garis harga jual


280 per satuan

200

Impas

Biaya per satuan


Rp.139.750 (Biaya
120 Laba kontribusi Tetap per satuan
Rp.96.750)
Biaya per satuan
40 Rp.120.400 (Biaya
Tetap per satuan Rp.77.400)

. . . .
200 400 600 800 1.000
Volume Penjualan

Dengan memakai data dalam contoh 3 dapat diketahui bahwa :


Laba = 75% x 40% = 30%

Margin of sefety ratio (M/S ratio) dapat pulu dihitung dengan rumus:
Profit ratio
M/S ratio =
Profit-volume ratio
30%
Dari contoh di atas M/S ratio = = 40%
75%
Titik penutupan Usaha (Shut - Down Point)
Apabila ditinjau dari sudut biaya, pengembalian keputusan untuk menutup usaha
dilakukan dengan mempertimbangkan pendapatan penjualan dengan biaya tunai
(cash cost atau out of pocket cost atau biaya keluar dari kantong). Biaya tunai
adalah biaya-biaya yang memerlukan pembayaran segera dengan uang kas.
Biaya variabel biasanya merupakan biaya tunai tetapi biaya tetap mungkin juga
termasuk sebagai biaya tunai seperti : gaji pengawas pabrik dan biaya
pemeliharaan. Dalam pengambilan keputusan untuk menutup usaha harus
diadakan pembedaan antara biaya ke luar dari kantong (out of-pocke cost)
dengan biaya terbenam (atau sunk cost, yaitu pengeluaran yang dilakukan
pada masa yang lalu, yang manfaatnya masih dinikmati sampai sekarang).
Contoh biaya terbenam adalah biaya depresiasi, amentisasi, dan deplesi.
Suatu usaha harus dihentikan apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat
menutup biaya tunainya. Untuk mengetahui pada tingkat penjualan berapa suatu
usaha harus dihentikan dapat dilakukan dengan mencari titik perpotongan antara
garis pendapatan penjualan dengan garis biaya tunai dengan grafik impas.
Contoh 4
Apabila dalam contoh 3, biaya tetap sebesar Rp.77.400.000 tersebut terdiri dari
biaya keluar dari kantong Rp.64.500.000 dan biaya terpendam (sunk costs)
sebesar Rp.12.900.000, maka dapat dibuat taksiran laba tunai dan laba
akuntansi (accounting profit, yaitu pendapatan penjualan dikurangi dengan
biaya-biaya, baik biaya terpendam maupun biaya ke luar dari kantong) seperti
tampak dalam Gambar 5.16
Biaya tetap Laba (rugi)
Volume Pendapatan Biaya variabel Keluar dari
Penjuala penjualan kantong tunai
n (kg) Terbenan Akuntansi Tunai
- (1) x (1) x
Rp.172.000 Rp.43.000 (2)-(3+4+5) (2)-(3+4)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1.000 Rp.172.000.0 Rp.43.000.00 Rp.64.500.00 Rp.12.900.00 Rp.25.800.00 38.700.000
600 00 0 0 0 0 12.900.000
500 103.200.000 64.500.000 12.900.000 0 0
200 86.000.000 64.500.000 12.900.000 (12.900.000) (38.700.000)
34.400.000 64.500.000 12.900.000 (51.600.000)

Titik penutupan usaha dapat pula dihitung dengan menggunakan rumus berikut
ini :
Biaya tetap tunai
Titik penutupan usaha =
Contribution margin ratio
Jika datanya berasal dari contoh 3, titik penutupan usaha ditentukan sebagai
berikut :
64.500.000
Titik penutupan usaha = = Rp.86.000.000
75%
atau dalam satuan produk, titik penutupan usaha ditentukan sebagai berikut :

64.500.000
Titik penutupan usaha = = 500 kg
172.000 – 43.000
Dengan demikian usaha pengolahan produk A dalam Contoh 3 harus dihentikan
jika penjualannya berada di bawah titik penutupan usaha sebesar Rp.86.000.000
atau 500 kg. Grafik impas yang menyajikan titik penutupan usaha dicantumkan
pada Gambar 5.17
Pendapatan & Biaya 172.000.000
(juta rupiah)
180 Garis penjualan

140

100 Titik penutupan 107.500.000


usaha

80 Garis biaya tunai

40

. . . . .
200 400 500 600 800 1000
Volume Penjualan
Degree of Operating Leverage
Di samping impas, margin of sefety, dan shut-down point, laporan rugi-laba yang
disusun berdasarkan metode variabel costing memiliki satu parameter lagi yang
disebut degree of operating laverage yang memberikan ukuran dampak
perubahan pendapatan penjualan terhadap laba bersih pada tingkat penjualan
tertentu. Dengan parameter ini, manajemen akan dengan cepat mengetahui
dampak setiap usulan kegiatan yang menyebabkan perubahan pendapatan
penjualan terhadap laba bersih perusahaan.
Degree of operating leverage dihitung dengan rumus berikut ini :
Laba kontribusi
Degree of operating leverage =
Laba bersih
Karena laba kontribusi berubah sebanding dengan perubahan pendapatan,
maka dengan demikian setiap perubahan pendapatan penjualan dapat diketahui
dengan cepat dampak perubahannya terhadap laba bersih dengan
menggunakan angka degree of operating leverage.
PT Eliona
Laporan Rugi-Laba yang Diproyeksikan
Pendapatan penjualan Rp.172.000.000 Contribution
Biaya variabel 43.000.000 margin ratio 75%

Laba kontribusi Rp.129.000.000


Biaya tetap Rp. 77.400.000 Degree of
operating
Biaya bersih Rp. 51.000.000 Leverage 2,5

Dari laporan rugi-laba yang diproyeksikan pada Gambar 5.18, pada tingkat
penjualan Rp.172.000.000, degree of operating leverage perusahaan tersebut
adalah sebesar 2,5 kali (Rp.129.000.000 : Rp.51.600.000). Pada tingkat
penjualan tersebut jika misalnya Departemen Pemasaran mengusulkan promosi
produk dengan cara tertentu, yang diperkirakan akan mengakibatkan kenaikan
volume penjualan sebesar 5%, maka dengan cepat manajemen dapat
memperkirakan kenaikan laba bersih sebesar 12,5% (2.5 x 5%). Degree of
operating leverage menjadi semakin tinggi jika perusahaan beroperasi di sekitar
keadaan impas. Jika misalnya PT Eliona tersebut beroperasi pada volume
penjualan 5% di atas impas maka laporan rugi-laba dan degree of operating
leverage dapat dilihat pada Gambar 5.19
Pendapat penjualan Rp.108.360.000
Biaya variabel 27.060.000

Laba kontribusi Rp. 81.270.000 Degree of


Biaya tetap 77.400.000 Operating
leverage 21x
Laba bersih Rp. 3.870.000

Pada tingkat penjualan disekitar impas tersebut setiap perubahan yang kecil saja
pada pendapatan penjualan akan berakibat besar terhadap laba bersih. Jika
misalnya pendapatan penjualan mengalami penurunan 2% saja pada tingkat
penjualan Rp.108.360.000 tersebut, maka laba bersih akan mengalami
penurunan sebesar 42% (21 x 2%). Sebagai bukti silahkan melihat laporan rugi-
laba pada Gambar 5.20
Pendapatan
penjualan turun 2% Perubahan
Pendapatan penjualan Rp.108.360.000 Rp.106.192.800 - 2%
Biaya variabel 27.090.000 26.548.200

Laba kontribusi Rp. 81.270.000 Rp.106.192.800


Biaya tetap 77.400.000 77.400.000

Laba bersih 3.870.000 2.244.000 - 42


Dengan adanya penurunan pendapatan penjualan 2%, laba bersih turun
sebesar Rp.1.625.400 (Rp.3.870.000 – Rp.2.244.600) atau sebesar 42%
(Rp.1.625.400 : Rp.3.870.000)
Anggapan yang mendasari Analisis Impas
Dalam Contoh 3 untuk tahun 19X1 Impas PT Eliona diperkirakan sebesar
Rp.103.250.000. Ramalan impas ini hanya akan tepat apabila variabel-variabel
yang dipakai untuk menghitung impas tidak berubah karena rumus perhitungan
impas adalah :
Biaya tetap
Impas = maka harus disadari bahwa :
Contribution margin ratio
1. Suatu perubahan biaya variabel akan mengakibatkan perubahan pada
Contribution margin ratio dan imapas
2. Suatu perubahan dalam harga jual akan mengakibatkan perubahan pada
contribution margin ratio dan imaps
3. Angka laba kontribusi hanya dipengaruhi oleh perubahan pada biaya variabel
dan harga jual.
4. Suatu perubahan dalam biaya tetap mengakibatkan perubahan pada impas
tetapi tidak mempengaruhi laba kontribusi.
5. Suatu perubahan gabungan dalam biaya tetap dan biaya variabel pada arah
yang sama akan menyebabkan perubahan tajam terhadap impas.
Secara rinci anggapan (asumsi) yang mendasari analisis impas adalah :
1. Variabilitas biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramlkan.
Biaya tetap akan selalu konstan dalam kisar volume yang dipakai dalam
perhitungan impas, sedangkan biaya variabel berubah sebanding dengan
perubahan volume penjualan.
2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat
kegiatan. Jika dalam usaha menaikkan volume penjualan dilakukan
penurunan harga jual atau dengan memberikan potongan harga, maka hal ini
mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.
3. Kapasitas produksi pabrik secara relatif konstan. Penambahan fasilitas
produksi akan berakibat pada penambahan biaya tetap dan akan
mempengaruhi hubungan biaya-volume-laba.
4. Harga faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah. Jika harga bahan baku
dan tarip upah menyimpang terlalu jauh dibanding dengan data yang dipakai
sebagai dasar perhitungan impas, maka hal ini akan mempengaruhi
hubungan biaya-volume-laba.
5. Efisiensi produksi dianggap tidak berubah. Apabila terjadi penghematan
biaya karena adanya penggunaan bahan pengganti yang harganya lebih
rendah atau perubahan metode produksi, maka hal ini akan mempengaruhi
hubungan biaya-volume dan laba.
6. Perubahan jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
7. Komposisi produk yang akan dijual dianggap tidak berubah. Jika perusahaan
menjual lebih dari satu macam produk, maka meskipun volume penjualan
sama tetapi apabila komposisinya berbeda, maka hal ini akan mempunyai
pengaruh terhadap pendapatan penjualan . Perhitungan pada Gambar 5.21
dan Gambar 5.22 membuktikan pernyataan tersebut di atas.
Pendapatan
Kuantitas Harga jual penjualan yang
Produk Yang dijual per satuan Dianggarkan

X 100 25 Rp.2.500
Y 500 10 5.000

600 7.500

Jika ternyata komposisi produk yang dijual sesungguhnya berubah seperti yang
tercantum pada Gambar 5.22, maka impas yang dihitung semula atas dasar
taksiran penjualan Rp.7.500 akan berbeda dengan kenyataan, disebabkan
adanya perbedaan komposisi produk yang dijual, yang berakibat terhadap
contribution margin ratio.
Perubahan
Produk Kuantitas Harga jual penjualan yang
Yang dijual Per satuan dianggarkan

X 500 Rp.25 Rp.12.500


Y 100 10 1.000
600 Rp.13.500

8. Mungkin diantara anggapan-anggapan tersebut di atas, anggapan yang


paling pokok adalah “bahwa volume merupakan faktor satu-satunya yang
mempengaruhi biaya”.

ANALISIS BIAYA-VOLUME-LABA
Analisis impas memberikan informasi tingkat penjualan minimum yang harus
dicapai suatu perusahaan agar tidak mengalami kerugian. Dari analisis tersebut
juga dapat di ketahui sampai seberapa jauh volume penjualan yang
direncanakan boleh turun, agar perusahaan tidak menderita kerugian. Analisis
impas menyajikan informasi untuk perencanaan volume penjualan. Analisis
impas merupakan salah satu bentuk analisis biaya-volume-laba karena untuk
mengetahui impas maupun margin of safety perlu dilakukan analisis terhadap
hubungan antara biaya, volume, dan laba. Jika dalam analisis impas titik berat
analisis diletakkan pada penaksiran tingkat penjualan minimum yang
menghasilkan laba sama dengan nol, maka dalam analisis biaya-volume-laba ini
titik berat analisis diletakkan pada sampai seberapa besar dampak perubahan-
perubahan biaya, volume, dan harga jual terhadap laba perusahaan.
Untuk memudahkan analisis akibat pengaruh perubahan biaya, volume, dan
harga jual terhadap laba, maka dapat dibuat grafik laba dan volume (profit
volume graph). Pembuatan grafik ini dilakukan sebagai berikut :
1. Dibuat grafik yang dibagi menjadi dua bagian yang dibatasi dengan garis
penjualan yang dibuat mendatar. Sumbu tegak menunjukkan jumlah laba
atau rugi pada berbagai tingkat volume penjualan.
2. Kemudian ditarik garis rugi-laba yang menghubungkan titik-titik rugi atau
laba pada berbagai volume penjualan. Kerugian terbesar adalah sebesar
biaya tetap, yang terjadi pada volume penjualan sama dengan nol.
3. Titik penemuan garis rugi-laba dengan garis penjualan menunjukkan titik
impas.

Sering dikatakan bahwa biaya diferensial sama dengan biaya Relevan. Untuk
kita membicarakan di sini masalah biaya Relevan. Biaya Relevant adalah biaya
yang patut untuk diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
Biaya Relevant mempunyai dua ciri khusus yaitu :
1. Biaya masa yang akan datang (Future cost) bukan baiay masa lalu(Sunk
cost)
2. Biaya yang berbeda antara dua alternatif
Dalam pembicaraan kedua jenis perhitungan biaya di atas yaitu biaya diferensial
dan biaya Relevant kita bisa mengambil kesimpulan bahwa biaya diferensial
bagian dari biaya Relevant kduanya mempunyai tujuan sama yaitu biaya untuk
pengambilan keputusan, akuntansi untuk pemakaian biaya diferensial disebut
akuntansi biaya diferensial.Pengetrapan dari biaya diferensial dalam
pengambilan keputusan jangka pendek.Arti jangka pendek dalam hal ini adalah
keputusan yang diambil hanya berlaku selama jangka kurang dari satu periode
akuntansi (satu tahun) baik kegunaannya maupun pengaruhnya untuk hal
tersebut. Dalam pembicaraan kita tentang aplikasi dari pengambilan-
pengambilan keputusan jangka pendek diberikan lima model kasus yaitu :
1. Menjual atau memroses lebih lanjut
2. Kombinasi produk
3. Membuat sendiri atau membeli dari luar
4. Menghentikan/tidak produk yang tidak menguntungkan
5. Pesanan khusus
Sebelum diberikan contoh-contoh kasus diatas, perlu diingat bahwa selain
analisa biaya diferensial dan biaya Relevant sangat besar peranannya adalah
biaya-biaya yang penting dalam pengambilan keputusan seperti yang telah
dibicarakan di dalam bab satu.
1. Menjual atau memroses lebih lanjut (sell or process further)
Dalam kasus ini konsep opportunity cost mempunyai peranan penting untuk
pengambilan keputusan yaitu berapa keuntungan yang hilang karena
dipilihnya alternatif lain (memproses lebih lanjut)
Contoh 1 :
Sebuah perusahaan kulit bisa memilih alternatif menjual kulit mentah (kulit
yang belum disamak) atau memasak lebih lanjut jadi kulit sesudah dimasak.
Harga jual kulit mentah Rp.4.500,00 per lembar dimana harga pokoknya
Rp.3.000,00 apabila diolah lebih lanjut menjadi kulit samak harga jual satu
lembar Rp.7.500,00 dan tambahan biaya variabel adalah Rp.1.500,00 per
lembar, perusahaan bisa membuat 10.000 lembar tiap periode. Dengan data-
data tersebut bisa diketahui dengan perhitungan biaya diferensial sebagai
berikut :
Analisa pengambilan keputusan
Pendapatan dari penjualan kulit samak Rp.75.000.000,00
Dikurangi :
Biaya diferensial (tambahan biaya menerus
Kan Proses samak) 10.000 x Rp.1.500,00 Rp.15.000.000,00
Opportunity cost dari penjualan kulit mentah
10.000 x Rp.4.500,00 Rp.45.000.000,00
Kelebihan pendapatan diferensial dari biaya
Diferensial karena meneruskan proses Rp.15.000.000,00
Atau analisa pengambilan keputusan bisa dibuat sebagai berikut :
Dijual kulit Dijual kulit
mentah samakan
Pendapatan 10.000 lembar Rp.45.000.000 Rp.75.000.000
Harga pokok kulit mentah
(10.000 x Rp.3000) Rp.30.000.000 Rp.30.000.000
Biaya meneruskan proses
(10.000 x Rp.1.500) - Rp.15.000.000
Laba ………………………. Rp.15.000.000 Rp.30.000.000

Dengan melihat perhitungan tersebut, perusahaan bisa memilih meneruskan


membuat kulit samak karena karena mendatangkan laba lebih banyak atau
mendatangkan pendapatan diferensial sebesar Rp.15.000.000, bila
mendatangkan kelebihan pendapatan diferensial dari biaya diferensial maka
alternatif tersebut bisa dipilih. Dalam hal ini biaya diferensial yaitu
Rp.15.000.000,00 atau (=Rp.45.000.000,00 – Rp.30.000.000,00) dan
pendapatan diferensial Rp.30.000.000,00 atau ( = Rp.75.000.000,00 –
Rp.45.000.000,00 ).
Contoh 2
Sebuah perusahaan memproduksi kain mori yang kapasitas normal mesinnya
adalah 100.000 m perusahaan bisa memilih antara seluruhnya dijual dalam
bentuk mori kasar yang harga jualnya Rp.350,00/meter atau menjual dalam
bentuk mori kasar 80% dan yang 20% diproses lebih lanjut menjadi mori
halus yang harga jualnya Rp.700,00/meter di mana biaya diferensial dari
pengolahan nya lebih lanjut per meter Rp.250,00 dengan data produksi bila
diolah lebih lanjut sebagai berikut:75% akan nenjadi mori halus;15% akan
tetap menjadi mori kasar dan 10% akan rusak dan tidak laku.
Dengan data-data tersebut perusahaan bisa membuat analisa apakah 20%
diproses lebih lanjut atau dijual dalam bentuk mori kasar seluruhnya sebagai
berikut :
20% x 100.000 meter = 20.000 meter
Mori halus 75% x 20.000 meter = 15.000 meter
Mori kasar 15% x 20.000 meter = 3.000 meter
Rusak 10% x 20.000 meter = 2.000 meter
Pendapatan dari mori halus 15.000 x Rp.700 = Rp.10.500.000
Pendapatan dari mori kasar 3.000 x Rp.350 = Rp. 1.050.000
Pendapatan = Rp.11.550.000
Opportunity Cost 20.000 x Rp.350 = Rp. 7.000.000
Pendapatan diferensial = Rp. 4.550.000
Biaya diferensial 20.000 x Rp.250 = Rp. 5.000.000
Kerugian karena meneruskan proses (Rp. 450.000)
Dengan data tersebut perusahaan lebih baik menjual seluruhnya dalam
bentuk mori kasar karena pendapatan diferensialnya lebih kecil dari pada
biaya diferensial.
2. Kombinasi produk (product Combinatioan).
Dalam praktek banyak perusahaan memiliki aktiva tetap yang bisa digunakan
untuk memproduksi dua atau lebih jenis barang (produk), perusahaan bisa
memilih salah satu atau kedua-duanya (lebih) untuk diprodusir tergantung
mana yang memberikan laba yang paling besar.
Contoh 1 : dua produk tidak ada batasan.
Perusahaan “Dian” bisa memilih membuat produk A atau produk B di mana
data-data pendapatan biayanya sebagai berikut :
Produk A Produk B
Harga jual per unit Rp.500,00 Rp.400,00
Biaya variabel per unit Rp.250,00 Rp.300,00
Contribution margin per unit Rp.250,00 Rp.100,00
Biaya tetap total Rp.2.500.000,00

Dengan anggapan tidak ada hal-hal lain yang membatasi misalnya : luas
pasar; kapasitas mesin dan sebagainya maka tentu saja perusahaan akan
memilih memprodusir produk A sebanyak-banyaknya karena contribution
marginnya lebih besar sehingga akan menghasilkan laba lebih besar.
Contoh 2 : dua produk satu batasan
Dengan anggapan bahwa pasar dari masing-masing produk di atas tidak ada
batasannya (semua produk bisa dijual habis di pasaran) tetapi aktiva tetap
perusahaan “Dian” hanya berkapa sitas kerja selama 400.000 jam per
periode, Di sini batasannya adalah daya kerja aktiva tetap (mesin) di mana
untuk produk A bisa diselesaikan dalam waktu 20 jam dan produk B dalam
waktu 4 jam, maka perusahaan akan memilih memprodusir dan menjual
20.000 unit produk A yaitu :

400.000 jam x 1 Unit = 20.000 unit atau 100.000 unit produk B


20 jam
yaitu : 400.000 jam x 1 unit = 100.000 Unit
4 jam
dengan perhitungan di bawah ini perusahaan bisa melihat produk mana yang bisa memberikan
kontribusi laba yang paling besar.
Analisa Pengambilan Keputusan PT “ DIAN”
Produk A Produk B
Penjualan
(20.000 x Rp.500,00) Rp.10.000.000,00
(10.000 x Rp.400,00) Rp.40.000.000,00
Biaya Variabel
(20.000 x Rp.250,00) Rp. 5.000.000,00
(100.000 x Rp.300,00) Rp.30.000.000,00
Contribution margin Rp. 5.000.000,00 Rp.10.000.000,00
Biaya tetap Rp. 2.500.000,00 Rp. 2.500.000,00
Laba bersih Rp. 2.500.000,00 Rp. 7.500.000,00

Dengan hanya dibatasi oleh kapasitas kerja jam mesin maka perusahaan
“Dian” akan memilih memproduksi produk B yang memberi laba lebih besar
dari padaq produk A.
Kalau manajemen tidak cermat tentu sepintas akan kelihatan bahwa produk
A memberi Contribution margin lebih besar tetapi secara total produk A lebih
kecil memberi Contribution margin dari pada produk B.
Kita perhatikan perhitungan berikut :
Produk A Produk B
Harga jual Rp.500,00 Rp.400,00
Biaya variabel Rp.250,00 Rp.300,00
Contribution margin/unit Rp.250,00 Rp.100,00
Jam yang dibutuhkan untuk
membuat 1 unit produk
Contribution margin per jam 20 jam 4 jam
250
Rp.12,50
20
100 Rp.25,00
4
Contribution margin total
(400.000 jam) Rp.5.000.000,00 Rp.1.000.000,00

Contoh 3 : dua produk beberapa batasan.


Di dalam contoh 2 dengan anggapan pasar tidak dibatasi dalam arti baik
memproduksi produk A maupun produk B berapapun bisa diserap oleh
pasar.Dalam contoh 3 ini ada dua pembatasan pertama pasar hanya bisa
menyerap 80.000 produk B tetapi produk A pasar tidak terbatas, sedang
kapasitas jam kerja mesin tetap terbatas yaitu 400.000 jam kerja.
Dengan batasan-batasan tersebut maka laba maksimum yang bisa dicapai
dari penjualan produk A dan produk B dicari dengan “metode coba-coba”
(Trial and error) yaitu dengan mencoba berbagai kemungkinan diproduksi
kombinasi antara produk A dan produk B. Tetapi lebih tepat bila dibantu
dengan memakai pendekatan grafik. Yaitu membuat garis grafik produk A
dan garis grafik produk B sebagai berikut :
(000)
20 A
18
4
3
2
B
10 20 30 40 80 90 100
1. Jam yang dibutuhkan :
50.000 B = 50.000 x 4 jam = 200.000 jam
10.000 A = 10.000 x 20 jam = 200.000 jam
400.000 jam
Pendapatan Marjinal (Marginal Income)
50.000 x 100,00 = Rp.5.000.000,00
10.000 x 250,00 = Rp.2.500.000,00
Jumlah Rp.7.500.000,00
2. Jam yang dibutuhkan :
80.000 B = 80.000 x 4 jam = 320.000 jam
4.000 A = 4.000 x 20 jam = 80.000 jam
400.000 jam
Pendapatan Marjinal (Marginal Income)
800.000 x Rp.100,00 = 8.000.000,00
4.000 x Rp.250,00 = 1.000.000,00
9.000.000,00
Setelah dilakukan “trial and error” dengan pertolongan grafik akan
diketahui bahwa kombinasi yang paling banyak memberikan laba
adalah pada saat dibuat 80.000 unit produk B dan 4.000 unit A, dengan
mendatangkan Contribution margin yang paling besar yaitu :
Produk B 80.000 x Rp.100,00 = Rp.8.000.000,00
Produk A 4.000 x Rp.250,00 = Rp.1.000.000,00
Jumlah Conteribution margin Rp.9.000.000,00
3. Membuat sendiri atau membeli dari luar (Make or bay Decision).
Pada situasi tertentu perusahaan dihadapkan pada keharusan memilih
salah satu kemungkinan antara membeli dari luar atau membuat sendiri
suatu part (bagian) dari produk tertentu, didalam hal ini apabila mesin
perusahaan bisa digunakan untuk membuat part tersebut berdasar
biaya diferensial/biaya Relevant.
Karena kapasitas yang menganggur tersebut tidak membutuhkan
biaya-biaya yang sudah dikeluarkan walaupun tidak membeli part
tersebut dari luar seperti : Penyusutan, pengawas tetap, direktur dan
sebagainya; disini biaya diferensial/biaya Relevant hanya biaya variabel
saja dan biaya tetap yang dikeluarkan akibat dibuatnya produk (part)
tersebut.
Contoh 1
Perusahaan “Fitra” yang berusaha di bidang percetakan, produk
utam,anyaadalah mencetak buku tulis dengan sampul berwarna. Pada
saat ini kapasitas mesin cetak adalah 75% (yang 25% menganggur),
Perusahaan menghitung jumlah biaya pembuatan sampul buku per
buah sebagai berikut :
 Material (bahan sampul) Rp. 2,50
 Upah tenaga kerja langsung Rp. 1,60
 Biaya over head pebrik variabel Rp. 1,00
 Biaya overhead pabrik tetap total untuk
seluruh pabrik Rp.340.000,00
Kapasitas yang menganggur tersebut bisa digunakan untuk membuat
50.000 sampul buku. Dengan biaya penuh bisa diketahui biaya produksi
per sampul sebagai berikut :

Per unit Total


Material Rp.2,50 Rp.125.000,00
Upah tenaga kerja langsung Rp.1,60 Rp. 80.000,00
Overhead pabrik :
Variabel Rp.1,00 Rp. 50.000.00
Tetap (25% x 340.000) Rp.1,70 Rp. 85.000,00

Rp.6,80 Rp.340.000,00

Sebuah perusahaan menawarkan untuk mensuply sampul tersebut


dengan harga per lembar Rp.6,00 sepintas akan nampak bahwa harga
beli (Rp.6,00) lebih murah darimembuat sendiri (Rp.6,80), tetapi bila
dihitung dengan biaya diferensial tampak sebagai berikut :
Per Total
Unit
Material Rp.2,50 Rp.125.000,00
Upah tenaga kerja langsung Rp.1,60 Rp. 80.000,00
Biaya Overhead pabrik
Variabel Rp.1,00 Rp. 50.000,00
Total biaya diferensial Rp.5,10 Rp.255.000,00
Biaya membeli di luar Rp.6,00 Rp.300.000,00
Keuntungan membuat sendiri
dari pada membeli di luar Rp.0,90 Rp. 45.000,00

Dalam kasus ini biaya Overhead pabrik tetap tidak Relevant untuk
pengambilan keputusan. Karena baik membeli atau membuat sendiri,
perusahaan tetap harus membayar biaya tersebut.
Contoh 2
Sebuah perusahaan radio yang membuat seluruh elemen dan merakit
sendiri, mempertimbangkan untuk membeli dari luar salah satu elemen
radio tersebut yang biaya pembuatannya per Unit sebagai berikut :
Bahan baku Rp. 640,00
Upah tenaga kerja langsung Rp. 480,00
(Biaya Overhead Pabrik) BOP Variabel Rp. 220,00
(Biaya Overhead Pabrik) BOP Tetap dibebankan Rp. 280,00
Biaya total per Unit Rp.1.620,00
Sedang apabila membeli dari luar perusahaan akan mengeluarkan biaya
sebagai berikut :
Harga beli Rp. 1.400,00/unit
Biaya penyimpanan Rp. 50,00/unit dan
Biaya pemesanan total Rp. 20.000,00/periode
Setiap periode perusahaan membutuhkan 60.000 unit elemen radio
tersebut. Setelah bagian akuntansi menghitung secara cermat maka
perusahaan disarankan untuk membuat sendiri perhitungan akuntansi
tersebut sebagai berikut

Membeli Membuat sendiri


Harga beli (60.000 x
1.400,00) Rp.84.000.000,00 -
Biaya penyimpanan
(60.000 x Rp.50,00) Rp. 3.000.000,00 -
Biaya pemesanan Rp. 200.000,00 -
Bahan baku (60.000 x
Rp.640,00) - Rp.38.400.000,00
Upah tenaga kerja
langsung (60.000 x -
Rp.480,00) Rp.28.800.000,00
Biaya Overhead pabrik
Variabel - Rp.13.200.000,00
Rp.87.700,000,00 Rp.80.400.000,00
Penghematan karena
Membuat sendiri - Rp. 6.800.000,00
Rp.87.200.000,00 Rp.87.200.000,00

4. Menghentikan produk yang tidak menguntungkan.


Bagi perusahaan yang menghasilkannlebih dari satu jenis produk, dan
membuat laporan rugi laba baik total maupun tiap jenis produk akan
berhubungan dengan biaya tetap yang harus selalu dibayar secara total
dan dibebankan kesemua produk, jenis biaya ini misalnya penyusutan
gedung yang dipakai bersama; gaji pegawai; gaji direktur dan
sebagainya. Oleh sebab itu apabila ada satu jenis produk tidak
menghasilkan keuntungan menurut perhitungan akuntansi yang
konventional, belum tentu kalau didrop pasti membuat keuntungan
perusahaan secara total akan naik.
Contoh 1
PT “Fitra” memproduksi 3 jenis produk yakni A, B dan C untuk menjual
produk tersebut diperlukan kampanye penjualan bersama dan
mengeluarkan biaya bersama pula. Laporan rugi laba pada tanggal 31
Desember 1978 sebagai berikut :
PT “FITRA”
Laporan Rugi Laba 31 Desember 1978
Produk A Produk B Produk C Jumlah
Penjualan Rp.1.200.000 Rp.900.000 Rp.300.000 Rp.2.400.000
Harga
Pokok
Penjualan
Variabel Rp. 720.000 Rp.540.000 Rp.210.000 Rp.1.470.000
Tetap Rp. 240.000 Rp.180.000 Rp. 60.000 Rp. 480.000
Rp. 960.000 Rp.720.000 Rp.270.000 Rp.1.950.000
Laba kotor
Operasi Rp. 240.000 Rp.180.000 Rp. 30.000 Rp. 450.000
Biaya
penjualan
Variabel Rp. 80.000 Rp. 60.000 Rp. 30.000 Rp. 170.000
Tetap Rp. 60.000 Rp. 45.000 Rp. 15.000 Rp. 120.000
Rp.140.000 Rp.105.000 Rp. 45.000 Rp. 290.000
Laba kotor
Sebelum
pajak Rp.100.000 Rp. 75.000 (Rp.15.000) Rp. 160.000
Pajak 40% Rp. 40.000 Rp. 30.000 (Rp. 6.000) Rp. 64.000
Laba bersih Rp. 60.000 Rp. 45.000 (Rp. 9.000) Rp. 96.000

Karena Produk C menurut laporan Rugi-Laba conventional


mendatangkan kerugian sebesar Rp.9.000,00 maka manajemen
berkesimpulan lebih baik produk C di hentikan pembuatannya dan
manajemen meminta Kontroler untuk mengadakan analisa. Setelah
dianalisa oleh Kontroler ternyata bahwa Produk C sebaiknya
dipertahankan, karena apabila produk C dihentikan, laba total
perusahaan ternyata lebih kecil.
Analisa Kontroler tersebut sebagai berikut :

ANALISA PENGHENTIA N PRODUK C


LAPORAN RUGI LABA
Produk C dihentikan Produk C diteruskan
Produk A Produk B Total Total Produk
A,B,C
Penjualan Rp.1.200.000 Rp.900.000 Rp.2.100.000 Rp.2.400.000
Biaya
Variabel
Produksi Rp. 720.000 Rp.540.000 Rp.1.260.000 Rp.1.470.000
Penjualan Rp. 80.000 Rp. 60.000 Rp. 140.000 Rp. 170.000
Contribution Rp. 800,000 Rp.600.000 Rp.1.400.000 Rp.1.640.000
Margin Rp. 400.000 Rp.300.000 Rp. 700.000 Rp. 760.000
Biaya tetap
Produksi Rp.480.000 Rp. 480.000
Penjualan Rp.120.000 Rp. 120.000
Laba
sebelum
pajak Rp.100.000 Rp.160.000
Pajak 40% Rp. 40.000 Rp. 64.000
Laba bersih Rp. 60.000 Rp. 96.000
Dari perhitungan analisa tersebut tampak jelas bahwa laba akan turun
Rp.36.000,00 yaitu (Rp.96,000 - Rp.60.000) apabila produk C
dihentikan atau dengan kata lain laba total A, B, dan C lebih besar
daripada perusahaan hanya memproduksi produk A dan B saja
5. Menerima/tidak pesanan khusu.
Pengetrapan analisa biaya diferensial yang kelima adalah apabila
kapasitas mein perusahaan belum penuh (ada kapasitas menganggur)
dan pada saat itu ada pesanan yang meminta harga jualnya dibawah
harga pokok produksi dalam hitungan biaya penuh.
Yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah :
1. Berapakah pesanan tersebut akan menambah laba total
perusahaan atau tidak.
2. Apakah pesanan terebut merusak harga pasar dari produk selain
pesanan khusus tersebut atau tidak.
Apabila memang memenuhi kedua batasan di atas yaitu menambah
laba perusahaan secara keseluruhan dan tidak merusak pasar dari
produk yang ada maka bisa disetujui oleh manajemen.
Contoh 1
Perusahaan minuman dalam botol “segar” mempunyai kapasitas aktiva
tetap yang bisa membuat 500.000 botol dalam satu periode, tetapi saat
ini yang bisa dijual hanya 400.000 botol dengan harga jual per botol
Rp.60,00 biaya yang dikeluarkan untuk produksi tersebut sebagai
berikut :
Biaya bahan baku Rp.20,00/botol
Biaya upah langsung Rp. 5,00/botol
Biaya lain-lain Variabel Rp.20,00/botol biaya
tetapi ini dihitung berdasarkan kapasitas normal 500.000 botol atau total
biaya tetap Rp.10.000.000,00
Sebuah hotel di kota dimana perusahaan berdiri ingin memesan
100.000 botol tetapi dengan harga Rp.40,00/botol. Dengan adanya
pesanan tersebut perusahaan harus membayar ongkos kirim
Rp.150.000,00 Sepintas perusahaan akan menolak pesanan tersebut
karena biaya produksi dengan metode biaya penuh per botol (unit)
Rp.50,00 sedang pesanan tersebut hanya Rp.40,00 per botol, tetapi
apabila dihitung dengan cermat secara keseluruhan pesanan tersebut
menguntungkan bagi perusahaan (dengan catarat harga khusus
tersebut tidak merusak harga pasar khusus lainnya). Dengan analisa
biaya diferensial bisa dihitung sebagai berikut :
Analisa Pesanan Khusus
Sebelum Sesudah Pendapatan/bi
ada pesanan ada pesanan aya diferensial
Penjualan Rp.24.000.000 Rp.24.000.000
(400.000 x Rp.60,00)
Pendapatan
diferensial (100.000 x
Rp.40,00) - Rp. 4.000.000 Rp. 4.000.000
Rp.24.000.000 Rp.28.000.000
Biaya Variabel
400.000 x Rp.30,00 Rp.12.000.000
Rp.30.500.000 x
Rp.30,00 Rp.15.000.000
Rp. 3.000.000
Biaya tetap Rp.10.000.000 Rp.10.000.000
Biaya pengiriman Rp. 150.000
Rp. 150.000
Biaya total Rp.22.000.000 Rp.25.150.000
Biaya diferensial
Rp. 3.150.000
Laba/tambahan laba Rp. 2.000.000 Rp. 2.850.000
Rp. 850.000

Anda mungkin juga menyukai