PT X
Laporan Rugi-Laba yang Diproyeksikan
Tahun anggaran 19X2
Jumlah %
Pendapatan penjualan Rp.500.000.000 100
Biaya variabel Rp.300.000.000 60
Laba kontribusi Rp.200.000.000 40
Biaya tetap Rp.150.000.000 30
Laba bersih Rp. 50.000.000 10
Gambar 5.4 Contribution Margin per Unit Sumber Daya yag Langka
Dari Gambar 5.4 tersebut, ternyata produk A menduduki peringkat pertama
dalam kemampuan pemanfaatan sumber daya yang langka (jam mesin) untuk
menutup biaya tetap dan untuk menghasilkan laba. Setiap jam mesin yang
dimanfaatkan untuk memproduksi produk A mampu menghasilkan contribution
margin sebesar Rp.200 per jam mesin, sedangkan untuk produk lainnya hanya
mampu menghasilkan contribution margin per jam mesin di bawah jumlah
tersebut.
REKAYASA PARAMETER UNTUK PERENCANAAN
LABA JANGKA PENDE
Diatas telah diuraikan kebutuhan manajemen akan parameter yang digunakan
untuk mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan dalam perencanaan laba
jangka pendek. Telah diuraikan pula manfaat parameter : Impas, margin of
sefety, titik penutupan usaha, dan degree of operating leverage. Berikutn ini
diuraikan lebih lanjut rekayasa berbagai parameter : Impas, margin of sefety, titik
penutupan usaha, dan degree of operating leverage.
Impas
Impas (break-even) adalah keadaan suatu usaha yang tidak memperoleh laba
dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain suatu usaha dikatakan impas jika
jumlah pendapatan (revenues) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba
kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja. Analisis
impas adalah suatu cara untuk mengetahui berapa volume penjualan minimum
agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba
(dengan kata lain labanya sama dengan nol).
Ada dua cara untuk menentukan impas : pendekatan teknik persamaan dan
pendekatan grafis. Penentuan impas dengan teknik persamaan dilakukan
dengan mendasarkan pada persamaan pendapatan sama dengan biaya
ditambah laba, sedangkan penentuan impas dengan pendekatan grafis
dilakukan dengan cara mencari titik potong antara garis pendapatan dan biaya
dalam suatu grafik yang disebut grafik impas.
Perhitungan Impas dengan Pendekatan Teknik Persamaan
Jadi rumus perhitungan impas dalam satuan produk yang dijual adalah :
Biaya tetap
Impas (dalam satuan =
produk yang dijual Harga jual per - Biaya variabel
satuan per satuan
Jadi impas dalam rupiah penjualan dapat pula dihitung dengan rumus brikut ini :
Biaya tetap
Impas (dalam rupiah penjualan) = Contribution margin ratio
Atau
Biaya tetap
Impas (dalam rupiah penjualan) = Biaya variabel
1 - Pendapatan penjualan
Contoh 2
Dalam suatu pasar malam, pak Amat akan membuka tempat penitipan sepeda.
Dia menyewa tempat yang dapat menampung 500 sepeda. Sewa tempat
tersebut per malam Rp.1.500. Untuk menjaga sepeda dia akan mempekerjakan
dua orang, dengan upah Rp.1.000 semalam per orang. Ditambah upah insentif
Rp.2,50 per orang untuk setiap sepeda yang masuk titipan. Tarif titipan yang
dibebankan kepada pemakai jasa adalah sebesar Rp.25 per sepeda semalam.
Perhitungan proyeksi laba per malam apabila 500 sepeda masuk ke tempat
penitipan sepeda Pak Amat disajikan pada Gambar 5.5
Pendapatan penjualan jasa titipan Jumlah %
sepeda 500 x Rp.25 Rp.12.500 10
Biaya variabel : 0
Upah intensif untuk dua karyawan 500x2xRp2.50 Rp. 2.500 -
Laba kontribusi Rp.10.000 20
Biaya tetap : 80
Sewa tempat titipan Rp. 1.500
Upah dua orang karyawan Rp. 2.000
+
Laba bersih Rp. 3.500 28
Rp. 6.500 - 52
Jika sepeda yang masuk titipan semalam minimum berjumlah 175 buah, maka
usaha Pak Amat akan dapat menutup semua biaya yang dikeluarkan semalam,
sehingga usaha tersebut tidak mengalami kerugian.
Impas juga dapat dinyatakan dalam jumlah rupiah pendapatan dari usaha titipan
sepeda sebagai berikut :
Biaya tetap
Impas (dalam rupiah) =
Contribution margin ratio
3.500
= = Rp.4.375
80%
Jika pada suatu malam pak Amat telah menerima uang pendapatan penjualan
jasa titipan sebanyak Rp.4.375 dia dapat agak tentram hatinya. karena dari
pendapatan penjualan jasa tersebut, minimum dia sudah dapat menutup semua
biaya yang dikeluarkan malam tersebut. Dengan kata lain setiap sepeda yang
masuk kemudian sudah mendatangkan laba 80% dari uang pendapatan
penjualan jasa jasa titipan sepeda yang diterimanya.
Bukti bahwa pada waktu Pak Amat menerima uang pendapatan penjualan jasa
titipan sebanyak Rp.4.375 usahanya belum memperoleh laba, tetapi juga sudah
tidak rugi dapat diikuti dalam perhitungan pada Gambar 5.6
Pendapatan penjualan jasa titipan sepeda 175XRp.25 = Rp.4.375
Biaya variabel 175XRp. 5 = Rp. 875
Laba kontribusi Rp.3.500
Biaya tetap :
Sewa tempat titipan Rp.1.500
Upah dua orang karyawan Rp.2000
Rp.3.500
Laba bersih Rp. 0
x cx bx a a + bx cx-(a+bx)
Gambar 5.8 Pendapatan Penjualan, Biaya Variabel, Biaya Tetap, Biaya Total
dan Laba Bersih Pada Berbagai Volume Penjualan
Pendapatan & Biaya 172.000.000
(juta rupiah)
180 Garis penjualan Daerah 120.400.000
laba
Titik impas
140 Garis biaya
Daerah
80 rugi
40
200
Impas
. . . .
200 400 600 800 1.000
Volume Penjualan
Margin of sefety ratio (M/S ratio) dapat pulu dihitung dengan rumus:
Profit ratio
M/S ratio =
Profit-volume ratio
30%
Dari contoh di atas M/S ratio = = 40%
75%
Titik penutupan Usaha (Shut - Down Point)
Apabila ditinjau dari sudut biaya, pengembalian keputusan untuk menutup usaha
dilakukan dengan mempertimbangkan pendapatan penjualan dengan biaya tunai
(cash cost atau out of pocket cost atau biaya keluar dari kantong). Biaya tunai
adalah biaya-biaya yang memerlukan pembayaran segera dengan uang kas.
Biaya variabel biasanya merupakan biaya tunai tetapi biaya tetap mungkin juga
termasuk sebagai biaya tunai seperti : gaji pengawas pabrik dan biaya
pemeliharaan. Dalam pengambilan keputusan untuk menutup usaha harus
diadakan pembedaan antara biaya ke luar dari kantong (out of-pocke cost)
dengan biaya terbenam (atau sunk cost, yaitu pengeluaran yang dilakukan
pada masa yang lalu, yang manfaatnya masih dinikmati sampai sekarang).
Contoh biaya terbenam adalah biaya depresiasi, amentisasi, dan deplesi.
Suatu usaha harus dihentikan apabila pendapatan yang diperoleh tidak dapat
menutup biaya tunainya. Untuk mengetahui pada tingkat penjualan berapa suatu
usaha harus dihentikan dapat dilakukan dengan mencari titik perpotongan antara
garis pendapatan penjualan dengan garis biaya tunai dengan grafik impas.
Contoh 4
Apabila dalam contoh 3, biaya tetap sebesar Rp.77.400.000 tersebut terdiri dari
biaya keluar dari kantong Rp.64.500.000 dan biaya terpendam (sunk costs)
sebesar Rp.12.900.000, maka dapat dibuat taksiran laba tunai dan laba
akuntansi (accounting profit, yaitu pendapatan penjualan dikurangi dengan
biaya-biaya, baik biaya terpendam maupun biaya ke luar dari kantong) seperti
tampak dalam Gambar 5.16
Biaya tetap Laba (rugi)
Volume Pendapatan Biaya variabel Keluar dari
Penjuala penjualan kantong tunai
n (kg) Terbenan Akuntansi Tunai
- (1) x (1) x
Rp.172.000 Rp.43.000 (2)-(3+4+5) (2)-(3+4)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1.000 Rp.172.000.0 Rp.43.000.00 Rp.64.500.00 Rp.12.900.00 Rp.25.800.00 38.700.000
600 00 0 0 0 0 12.900.000
500 103.200.000 64.500.000 12.900.000 0 0
200 86.000.000 64.500.000 12.900.000 (12.900.000) (38.700.000)
34.400.000 64.500.000 12.900.000 (51.600.000)
Titik penutupan usaha dapat pula dihitung dengan menggunakan rumus berikut
ini :
Biaya tetap tunai
Titik penutupan usaha =
Contribution margin ratio
Jika datanya berasal dari contoh 3, titik penutupan usaha ditentukan sebagai
berikut :
64.500.000
Titik penutupan usaha = = Rp.86.000.000
75%
atau dalam satuan produk, titik penutupan usaha ditentukan sebagai berikut :
64.500.000
Titik penutupan usaha = = 500 kg
172.000 – 43.000
Dengan demikian usaha pengolahan produk A dalam Contoh 3 harus dihentikan
jika penjualannya berada di bawah titik penutupan usaha sebesar Rp.86.000.000
atau 500 kg. Grafik impas yang menyajikan titik penutupan usaha dicantumkan
pada Gambar 5.17
Pendapatan & Biaya 172.000.000
(juta rupiah)
180 Garis penjualan
140
40
. . . . .
200 400 500 600 800 1000
Volume Penjualan
Degree of Operating Leverage
Di samping impas, margin of sefety, dan shut-down point, laporan rugi-laba yang
disusun berdasarkan metode variabel costing memiliki satu parameter lagi yang
disebut degree of operating laverage yang memberikan ukuran dampak
perubahan pendapatan penjualan terhadap laba bersih pada tingkat penjualan
tertentu. Dengan parameter ini, manajemen akan dengan cepat mengetahui
dampak setiap usulan kegiatan yang menyebabkan perubahan pendapatan
penjualan terhadap laba bersih perusahaan.
Degree of operating leverage dihitung dengan rumus berikut ini :
Laba kontribusi
Degree of operating leverage =
Laba bersih
Karena laba kontribusi berubah sebanding dengan perubahan pendapatan,
maka dengan demikian setiap perubahan pendapatan penjualan dapat diketahui
dengan cepat dampak perubahannya terhadap laba bersih dengan
menggunakan angka degree of operating leverage.
PT Eliona
Laporan Rugi-Laba yang Diproyeksikan
Pendapatan penjualan Rp.172.000.000 Contribution
Biaya variabel 43.000.000 margin ratio 75%
Dari laporan rugi-laba yang diproyeksikan pada Gambar 5.18, pada tingkat
penjualan Rp.172.000.000, degree of operating leverage perusahaan tersebut
adalah sebesar 2,5 kali (Rp.129.000.000 : Rp.51.600.000). Pada tingkat
penjualan tersebut jika misalnya Departemen Pemasaran mengusulkan promosi
produk dengan cara tertentu, yang diperkirakan akan mengakibatkan kenaikan
volume penjualan sebesar 5%, maka dengan cepat manajemen dapat
memperkirakan kenaikan laba bersih sebesar 12,5% (2.5 x 5%). Degree of
operating leverage menjadi semakin tinggi jika perusahaan beroperasi di sekitar
keadaan impas. Jika misalnya PT Eliona tersebut beroperasi pada volume
penjualan 5% di atas impas maka laporan rugi-laba dan degree of operating
leverage dapat dilihat pada Gambar 5.19
Pendapat penjualan Rp.108.360.000
Biaya variabel 27.060.000
Pada tingkat penjualan disekitar impas tersebut setiap perubahan yang kecil saja
pada pendapatan penjualan akan berakibat besar terhadap laba bersih. Jika
misalnya pendapatan penjualan mengalami penurunan 2% saja pada tingkat
penjualan Rp.108.360.000 tersebut, maka laba bersih akan mengalami
penurunan sebesar 42% (21 x 2%). Sebagai bukti silahkan melihat laporan rugi-
laba pada Gambar 5.20
Pendapatan
penjualan turun 2% Perubahan
Pendapatan penjualan Rp.108.360.000 Rp.106.192.800 - 2%
Biaya variabel 27.090.000 26.548.200
X 100 25 Rp.2.500
Y 500 10 5.000
600 7.500
Jika ternyata komposisi produk yang dijual sesungguhnya berubah seperti yang
tercantum pada Gambar 5.22, maka impas yang dihitung semula atas dasar
taksiran penjualan Rp.7.500 akan berbeda dengan kenyataan, disebabkan
adanya perbedaan komposisi produk yang dijual, yang berakibat terhadap
contribution margin ratio.
Perubahan
Produk Kuantitas Harga jual penjualan yang
Yang dijual Per satuan dianggarkan
ANALISIS BIAYA-VOLUME-LABA
Analisis impas memberikan informasi tingkat penjualan minimum yang harus
dicapai suatu perusahaan agar tidak mengalami kerugian. Dari analisis tersebut
juga dapat di ketahui sampai seberapa jauh volume penjualan yang
direncanakan boleh turun, agar perusahaan tidak menderita kerugian. Analisis
impas menyajikan informasi untuk perencanaan volume penjualan. Analisis
impas merupakan salah satu bentuk analisis biaya-volume-laba karena untuk
mengetahui impas maupun margin of safety perlu dilakukan analisis terhadap
hubungan antara biaya, volume, dan laba. Jika dalam analisis impas titik berat
analisis diletakkan pada penaksiran tingkat penjualan minimum yang
menghasilkan laba sama dengan nol, maka dalam analisis biaya-volume-laba ini
titik berat analisis diletakkan pada sampai seberapa besar dampak perubahan-
perubahan biaya, volume, dan harga jual terhadap laba perusahaan.
Untuk memudahkan analisis akibat pengaruh perubahan biaya, volume, dan
harga jual terhadap laba, maka dapat dibuat grafik laba dan volume (profit
volume graph). Pembuatan grafik ini dilakukan sebagai berikut :
1. Dibuat grafik yang dibagi menjadi dua bagian yang dibatasi dengan garis
penjualan yang dibuat mendatar. Sumbu tegak menunjukkan jumlah laba
atau rugi pada berbagai tingkat volume penjualan.
2. Kemudian ditarik garis rugi-laba yang menghubungkan titik-titik rugi atau
laba pada berbagai volume penjualan. Kerugian terbesar adalah sebesar
biaya tetap, yang terjadi pada volume penjualan sama dengan nol.
3. Titik penemuan garis rugi-laba dengan garis penjualan menunjukkan titik
impas.
Sering dikatakan bahwa biaya diferensial sama dengan biaya Relevan. Untuk
kita membicarakan di sini masalah biaya Relevan. Biaya Relevant adalah biaya
yang patut untuk diperhitungkan dalam pengambilan keputusan.
Biaya Relevant mempunyai dua ciri khusus yaitu :
1. Biaya masa yang akan datang (Future cost) bukan baiay masa lalu(Sunk
cost)
2. Biaya yang berbeda antara dua alternatif
Dalam pembicaraan kedua jenis perhitungan biaya di atas yaitu biaya diferensial
dan biaya Relevant kita bisa mengambil kesimpulan bahwa biaya diferensial
bagian dari biaya Relevant kduanya mempunyai tujuan sama yaitu biaya untuk
pengambilan keputusan, akuntansi untuk pemakaian biaya diferensial disebut
akuntansi biaya diferensial.Pengetrapan dari biaya diferensial dalam
pengambilan keputusan jangka pendek.Arti jangka pendek dalam hal ini adalah
keputusan yang diambil hanya berlaku selama jangka kurang dari satu periode
akuntansi (satu tahun) baik kegunaannya maupun pengaruhnya untuk hal
tersebut. Dalam pembicaraan kita tentang aplikasi dari pengambilan-
pengambilan keputusan jangka pendek diberikan lima model kasus yaitu :
1. Menjual atau memroses lebih lanjut
2. Kombinasi produk
3. Membuat sendiri atau membeli dari luar
4. Menghentikan/tidak produk yang tidak menguntungkan
5. Pesanan khusus
Sebelum diberikan contoh-contoh kasus diatas, perlu diingat bahwa selain
analisa biaya diferensial dan biaya Relevant sangat besar peranannya adalah
biaya-biaya yang penting dalam pengambilan keputusan seperti yang telah
dibicarakan di dalam bab satu.
1. Menjual atau memroses lebih lanjut (sell or process further)
Dalam kasus ini konsep opportunity cost mempunyai peranan penting untuk
pengambilan keputusan yaitu berapa keuntungan yang hilang karena
dipilihnya alternatif lain (memproses lebih lanjut)
Contoh 1 :
Sebuah perusahaan kulit bisa memilih alternatif menjual kulit mentah (kulit
yang belum disamak) atau memasak lebih lanjut jadi kulit sesudah dimasak.
Harga jual kulit mentah Rp.4.500,00 per lembar dimana harga pokoknya
Rp.3.000,00 apabila diolah lebih lanjut menjadi kulit samak harga jual satu
lembar Rp.7.500,00 dan tambahan biaya variabel adalah Rp.1.500,00 per
lembar, perusahaan bisa membuat 10.000 lembar tiap periode. Dengan data-
data tersebut bisa diketahui dengan perhitungan biaya diferensial sebagai
berikut :
Analisa pengambilan keputusan
Pendapatan dari penjualan kulit samak Rp.75.000.000,00
Dikurangi :
Biaya diferensial (tambahan biaya menerus
Kan Proses samak) 10.000 x Rp.1.500,00 Rp.15.000.000,00
Opportunity cost dari penjualan kulit mentah
10.000 x Rp.4.500,00 Rp.45.000.000,00
Kelebihan pendapatan diferensial dari biaya
Diferensial karena meneruskan proses Rp.15.000.000,00
Atau analisa pengambilan keputusan bisa dibuat sebagai berikut :
Dijual kulit Dijual kulit
mentah samakan
Pendapatan 10.000 lembar Rp.45.000.000 Rp.75.000.000
Harga pokok kulit mentah
(10.000 x Rp.3000) Rp.30.000.000 Rp.30.000.000
Biaya meneruskan proses
(10.000 x Rp.1.500) - Rp.15.000.000
Laba ………………………. Rp.15.000.000 Rp.30.000.000
Dengan anggapan tidak ada hal-hal lain yang membatasi misalnya : luas
pasar; kapasitas mesin dan sebagainya maka tentu saja perusahaan akan
memilih memprodusir produk A sebanyak-banyaknya karena contribution
marginnya lebih besar sehingga akan menghasilkan laba lebih besar.
Contoh 2 : dua produk satu batasan
Dengan anggapan bahwa pasar dari masing-masing produk di atas tidak ada
batasannya (semua produk bisa dijual habis di pasaran) tetapi aktiva tetap
perusahaan “Dian” hanya berkapa sitas kerja selama 400.000 jam per
periode, Di sini batasannya adalah daya kerja aktiva tetap (mesin) di mana
untuk produk A bisa diselesaikan dalam waktu 20 jam dan produk B dalam
waktu 4 jam, maka perusahaan akan memilih memprodusir dan menjual
20.000 unit produk A yaitu :
Dengan hanya dibatasi oleh kapasitas kerja jam mesin maka perusahaan
“Dian” akan memilih memproduksi produk B yang memberi laba lebih besar
dari padaq produk A.
Kalau manajemen tidak cermat tentu sepintas akan kelihatan bahwa produk
A memberi Contribution margin lebih besar tetapi secara total produk A lebih
kecil memberi Contribution margin dari pada produk B.
Kita perhatikan perhitungan berikut :
Produk A Produk B
Harga jual Rp.500,00 Rp.400,00
Biaya variabel Rp.250,00 Rp.300,00
Contribution margin/unit Rp.250,00 Rp.100,00
Jam yang dibutuhkan untuk
membuat 1 unit produk
Contribution margin per jam 20 jam 4 jam
250
Rp.12,50
20
100 Rp.25,00
4
Contribution margin total
(400.000 jam) Rp.5.000.000,00 Rp.1.000.000,00
Rp.6,80 Rp.340.000,00
Dalam kasus ini biaya Overhead pabrik tetap tidak Relevant untuk
pengambilan keputusan. Karena baik membeli atau membuat sendiri,
perusahaan tetap harus membayar biaya tersebut.
Contoh 2
Sebuah perusahaan radio yang membuat seluruh elemen dan merakit
sendiri, mempertimbangkan untuk membeli dari luar salah satu elemen
radio tersebut yang biaya pembuatannya per Unit sebagai berikut :
Bahan baku Rp. 640,00
Upah tenaga kerja langsung Rp. 480,00
(Biaya Overhead Pabrik) BOP Variabel Rp. 220,00
(Biaya Overhead Pabrik) BOP Tetap dibebankan Rp. 280,00
Biaya total per Unit Rp.1.620,00
Sedang apabila membeli dari luar perusahaan akan mengeluarkan biaya
sebagai berikut :
Harga beli Rp. 1.400,00/unit
Biaya penyimpanan Rp. 50,00/unit dan
Biaya pemesanan total Rp. 20.000,00/periode
Setiap periode perusahaan membutuhkan 60.000 unit elemen radio
tersebut. Setelah bagian akuntansi menghitung secara cermat maka
perusahaan disarankan untuk membuat sendiri perhitungan akuntansi
tersebut sebagai berikut