Anda di halaman 1dari 87

EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERNAL BAHAN

BAKU PADA CV. BERDIKARI JUWAHIR

PROPOSAL

OLEH:
YUNIA PUTRI PUSPITASARI
NPM. 16.241.017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Industri pengolahan merupakan salah satu sektor andalan dalam

menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Meskipun terdapat ketidakpastian

kondisi perekonomian global, seperti adanya perang dagang antara Amerika

Serikat dengan China, namun kinerja sektor industri pengolahan, khususnya

pengolahan non migas, masih memiliki kinerja yang positif. Di Indonesia,

perkembangan sektor pengolahan ini termasuk sangat fleksibel, karena sektor

ini tetap mampu bertahan saat terjadi goncangan krisis ekonomi dunia.

Hal ini dibuktikan dengan kontribusi sektor industri pengolahan yang

besar terdahap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Bila dilihat dari

sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018, sektor industri

pengolahan masih menjadi sumber pertumbuhan tertinggi bagi pertumbuhan

ekonomi Indonesia. Sektor ini berhasil berkontribusi terhadap PDB nasional

hingga 17,66 persen pada 2018. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS),

industri pengolahan merupakan sumber pertumbuhan tertinggi pada

perekonomian nasional di triwulan II-2019 sebesar 0,74%. Sektor lainnya yang

turut berkontribusi, di antaranya pertanian (0,71%), perdagangan (0,61%), dan

konstruksi (0,55%). Menurut data Kementerian Perindustrian, sektor industri

pengolahan non migas periode 2015-2018 mengalami kinerja positif dengan

rata-rata pertumbuhan sebesar 4,87 persen (BPS, 2019).

1
2

Namun, keberhasilan sektor industri pengolahan tersebut bukan berarti

tanpa ada kendala. Di era perkembangan bisnis yang semakin maju, setiap

industri akan menghadapi persaingan bisnis maupun permasalahan-

permasalahan yang berkaitan dengan proses produksi dan pemasaran. Hal ini

dapat ditemukan dari adanya realita pada perusahaan-perusahaan pengolahan

non migas berukuran kecil atau industri pengolahan lokal yang harus berjuang

menghadapi persaingan bisnis maupun harus mampu mengelola perusahaan

secara efektif dan efisien. Apalagi, dengan adanya fluktuasi harga bahan baku

dan keterbatasan pasokan bahan baku yang merugikan para pelaku industri.

Suatu industri dapat dibedakan menjadi industri penghasil bahan baku,

contohnya adalah industri perminyakan dan pengolahan bijih besi, serta

industri manufaktur, yaitu industri yang memproses bahan baku guna dijadikan

bermacam-macam bentuk/model produk, baik yang masih berupa produk

setengah jadi ataupun produk jadi. Contohnya adalah industri permesinan dan

industri mobil (Arif, 2017: 38). Suatu perusahan yang bergerak di bidang

industri umumnya membutuhkan bahan baku untuk proses produksinya.

Proses produksi pada suatu perusahaan di bidang industri pengolahan

bahan baku tidak mungkin dapat dilaksanakan jika bahan baku tidak tersedia.

Bahan baku merupakan faktor utama dalam proses produksi, baik pada

perusahaan besar maupun kecil. Menurut Ramdhani, dkk. (2020: 89), “bahan

baku atau raw material) adalah bahan yang digunakan dalam membuat produk

dimana bahan tersebut secara menyeluruh tampak pada produk jadinya.” Bahan

baku mempunyai peranan yang sangat penting bagi suatu perusahaan, karena
3

bahan baku merupakan bahan dasar untuk menghasilkan produk jadi.

Berkaitan dengan pentingnya keberadaan bahan baku dalam proses

produksi pada perusahaan-perusahaan pengolahan atau industri manufaktur,

maka perlu adanya persediaan bahan baku yang jumlahnya cukup untuk

mendukung kelancaran produksi, agar proses produksinya tidak terhenti, dan

untuk itu diperlukan adanya pengaturan bahan baku yang efektif. Artinya,

bahan baku yang tersedia diperusahaan dapat mendukung proses produksi

dengan baik sehingga perusahaan dapat mencapai hasil atau tujuan yang

diharapkan.

Salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang industri pengolahan

dan dalam usahanya juga terpengaruh dengan adanya persediaan bahan baku

adalah CV. Berdikari Juwahir yang memproduksi beberapa komponen mobil,

yaitu: karet kopling, butterfly valve, rubber sheet, rubber buffer, rubber

stopper, dan glove valve. Berbagai produk komponen mobil tersebut memiliki

bahan dasar dari karet. CV. Berdikari Juwahir sebenarnya bukan hanya

memproduksi secara rutin produk-produk yang disebutkan di atas, namun juga

membuat produk berdasarkan pesanan. Jadi, selain membuat produk secara

restock, perusahaan juga melayani penjualan produk dalam bentuk pemesanan

terlebih dahulu yang tidak pasti waktu serta jumlahnya. Untuk produksi selain

restock, perusahaan hanya membuat produk berdasarkan pemesanan.

Pada pembuatan produk berdasarkan pesanan, CV. Berdikari Juwahir

memiliki beberapa permasalahan terkait proses produksinya, mulai dari

persediaan bahan baku hingga pembuatan produk dengan berbagai kriteria


4

yang berbeda. Setiap produk yang dibuat berdasarkan pemesanan memiliki

kriteria berbeda-beda, serta memiliki tingkat kesulitan produksi yang berbeda

pula. Misalnya, pemesanan karet kopling, butterfly valve, atau rubber sheet

dari perusahaan susu dengan pabrik gula akan memiliki kriteria tersendiri.

Pesanan untuk pabrik susu memiliki tingkat persentase campuran bahan baku

karet yang cukup, karena jika tidak sesuai akan menjadikan karet pecah.

Tentunya hal tersebut akan membuat bahan baku yang digunakan semakin

banyak serta waktu proses produksi yang lebih lama. Selain itu, CV. Berdikari

Juwahir sendiri dalam membuat produk berdasarkan pesanan adalah

menggunakan bahan baku karet sisa untuk produksi restock, sehingga jumlah

bahan baku yang tersedia juga terbatas.

Persediaan bahan baku merupakan salah satu aset yang mahal di

perusahaan, karena rata-rata porsi dana terbesar yang ditanamkan umumnya

merupakan aset dan persediaan. Kekurangan besarnya bahan baku yang

tersedia dapat berakibat berhentinya proses produksi karena habisnya bahan

untuk diproses. Kekurangan persediaan bahan baku juga akan mengakibatkan

banyaknya hambatan-hambatan pada proses produksi. Kekurangan persediaan

bahan dagangan akan menimbulkan kekecewaan pada pelanggan dan akan

mengakibatkan perusahaan kehilangan pelanggan. Akan tetapi, terlalu besarnya

persediaan bahan baku dapat mengakibatkan tingginya biaya untuk menyimpan

dan memelihara bahan tersebut selama penyimpanan di gudang. Usaha untuk

menyediakan bahan baku yang cukup untuk proses produksi harus ditempuh

dengan melaksanakan pembelian-pembelian bahan baku yang optimal.


5

Perusahaan akan berusaha untuk meminimumkan biaya operasi total

perusahaan dengan menentukan berapa jumlah yang harus dipesan setiap kali

pemesanan dan kapan pemesanan itu dilakukan.

Masalah penentuan besanya alokasi modal dalam persediaan barang

mengakibatkan dampak yang nyata terhadap keuntungan perusahaan.

Kesalahan dalam menetapkan besarnya persediaan dapat menurunkan

keuntungan perusahaan. Apabila persediaan bahan baku diselenggarakan dalam

jumlah yang terlalu besar (over stock) dapat mengakibatkan munculnya

beberapa kerugian, antara lain; Pertama, alokasi modal yang kurang

bermanfaat. Modal yang seharusnya bisa digunakan untuk investasi yang lain

dari pada hanya untuk mencukupi kebutuhan bahan baku. Kedua, biaya

penyimpanan yang ditanggung perusahaan akan semakin besar, selain itu

perusahaan harus siap menanggung resiko kerusakan dalam penyimpanan.

Persediaan bahan baku yang terlalu kecil (out of stock) dapat menyebabkan

tidak terpenuhinya kebutuhan perusahaan untuk melakukan proses produksi

yang optimal. Selain itu, persediaan bahan baku dalam jumlah yang relatif

kecil akan mengakibatkan frekuensi pembelian bahan baku akan semakin

besar, sehingga biaya pemesanan bahan baku akan semakin besar pula.

Berkaitan dengan ketidakpastian jumlah serta waktu pemesanan

tersebut, mengharuskan perusahaan untuk selalu mengontrol persediaan bahan

baku yang tersisa. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Hayati dan Fitriyah

(2015: 24), bahwa suatu kegiatan yang dilakukan tidak akan terlepas dari

ketidakpastian serta kejadian-kejadian yang tidak terduga dan tidak terencana


6

yang tentunya dapat mempengaruh proses produksi, aliran bahan serta

komponen-kompenannya. Berkaitan dengan sistem produksi yang ada pada

CV. Berdikari Juwahir, maka kemampuan perusahaan dalam mengendalikan

persediaan bahan baku akan sangat membantu kelancaran proses produksi

dengan menghindari berbagai ketidakpastian atas persediaan bahan baku.

Mengacu pada realita yang terjadi, maka CV. Berdikari Juwahir

memerlukan sistem pengendalian internal yang tepat dalam persediaan bahan

baku, karena jika tidak ada sistem yang tepat maka pembelian bahan baku tidak

akan terkontrol. Ketiadaan persediaan bahan baku juga akan menyebabkan

produksi serta efektifitas mesin produksi menurun dan perusahaan akan

mengalami kerugian.

Sistem pengendalian internal menurut Sujarweni (2015: 69) adalah

“suatu sistem yang dibuat untuk memberi jaminan keamanan bagi unsur-unsur

yang ada dalam perusahaan.” Sistem pengendalian internal diharapkan dapat

melindungi kekayaan perusahaan yang diakibatkan dari penyalahgunaan atau

penempatan aktiva pada lokasi yang tidak tepat, dan lain sebagainya. Dengan

penerapan sistem pengendalian internal secara ketat maka diharapkan bahwa

seluruh kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan baik menuju

tercapainya maksimalisasi profit.

Sistem pengendalian internal pada persediaan bahan baku sangat

diperlukan CV. Berdikari Juwahir agar perusahaan dapat menjaga kelancaran

dalam produksi serta kebutuhan pembelanjaan perusahaan yang efektif dan

efisien. Adanya realita tentang kebutuhan bahan baku pada perusahaan serta
7

sistem produksi tetap dan tidak tetap, maka akan membantu CV. Berdikari

Juwahir meminimalisir keluhan atau complain dari pelanggan akibat

ketidaktepatan penyelesaian pesanan serta ketidaktepatan waktu pengiriman

atas pesanan. Jika perusahaan dapat mengatur persediaan bahan baku dengan

baik, maka manajemen perusahaan dapat meminimalisir permasalahan-

permasalahan yang terjadi dalam proses produksi. Mengingat pentingnya

pengendalian pada persediaan bahan baku perusahaan, maka peneliti tertarik

mengadakan penelitian dengan judul “Evaluasi Sistem Pengendalian

Internal Bahan Baku Pada CV. Berdikari Juwahir.”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka fokus

penelitian ini adalah evaluasi sistem pengendalian internal bahan baku pada

CV. Berdikari Juwahir. Adapun beberapa hal yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah: Bagaimana sistem pengendalian internal yang

sudah berlaku pada pembelian dan persedian bahan baku di CV. Berdikari

Juwahir saat ini? Apa saja kekurangan dan kelebihan sistem pengendalian

internal yang sudah berlaku pada pembelian dan persedian bahan baku di CV.

Berdikari Juwahir? Bagaimanakah sistem pengendalian internal yang

seharusnya digunakan pada pembelian dan persedian bahan baku di CV.

Berdikari Juwahir?
8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sistem pengendalian internal yang sudah berlaku pada

pembelian dan persedian bahan baku di CV. Berdikari Juwahir saat ini.

2. Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan sistem pengendalian internal

yang sudah berlaku pada pembelian dan persedian bahan baku di

CV. Berdikari Juwahir.

3. Memberikan saran dan masukan pada manajemen mengenai sistem

pengendalian internal yang seharusnya digunakan pada pembelian dan

persedian bahan baku di CV. Berdikari Juwahir.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan kegunaan secara teoretis

mapun praktis, yang dapat dideskripsikan sebagai berikut.

1. Secara teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh akademisi dan peneliti

sebagai tambahan referensi pada bidang akuntansi khususnya bidang

pengawasan mengenai penerapan sistem pengendalian internal pada

pembelian dan persedian bahan baku di perusahaan pengolahan atau

manufaktur.

2. Secara praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada

pihak-pihak sebagai berikut:


9

a. Bagi CV. Berdikari Juwahir

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi dalam

pertimbangan pengambilan keputusan bagi manajemen perusahaan dalam

melaksanakan aktivitas usahanya untuk melaksanakan sistem

pengendalian intern atas persediaan bahan baku secara efektif pada

perusahaan.

b. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan dan

pengalaman baru dalam dunia kerja, serta pengalaman dalam

menyelesaikan masalah yang nantinya diharapkan sudah siap dengan

segala bentuk permasalahan yang timbul dalam dunia kerja nyata.

d. Bagi pihak lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan referensi bagi

peneliti lain yang mengadakan penelitian yang mungkin serupa serta

sebagai bacaan yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi para

pembaca.

E. Definisi Istilah

1. Sistem Pengendalian Internal

Sistem pengendalian internal menurut Sujarweni (2015: 69) adalah “suatu

sistem yang dibuat untuk memberi jaminan keamanan bagi unsur-unsur

yang ada dalam perusahaan.” Sistem pengendalian internal diharapkan dapat

melindungi kekayaan perusahaan yang diakibatkan dari penyalahgunaan

atau penempatan aktiva pada lokasi yang tidak tepat, dan lain sebagainya.
10

Comittee of Sponsoring Organizations (COSO) dalam Sujarweni (2015: 70)

mengemukakan bahwa pengendalian internal meliputi komponen-komponen

lingkungan pengendalian (control environment), penilaian risiko (risk

assessment), aktivitas pengendalian (control activities), informasi dan

komunikasi, serta pemantauan (monitoring).

2. Bahan Baku

Bahan baku menurut Mulyadi (2016: 275) adalah bahan yang membentuk

bagian menyeluruh produk jadi. Pada penelitian ini, bahan baku adalah karet

sebagai bahan utama bagi CV. Berdikari Juwahir untuk membuat karet

kopling, butterfly valve, rubber sheet, rubber buffer, rubber stopper, dan

glove valve.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Sistem Pengendalian Internal

a. Pengertian Sistem Secara Umum

Menurut Cole/Neuschel dalam Baridwan (2013: 3) “sistem adalah

suatu kerangka dari prosedur-prosedur yang berhubungan yang disusun

sesuai dengan suatu skema yang menyeluruh (terintegrasikan) untuk

melaksanakan suatu kegiatan atau fungsi utama dari perusahaan.”

Sedangkan menurut Romney dan Steinbart (2015: 3) “Sistem adalah

serangkaian dua atau lebih komponen yang saling terkait dan berinteraksi

untuk mencapai tujuan.”

Mardi (2011: 3) menyatakan bahwa:

sistem merupakan suatu kesatuan yang memiliki tujuan bersama


dan memiliki bagian-bagian yang saling berintegrasi satu sama
lain. sebuah sistem harus memiliki dua kegiatan; pertama adanya
masukan (input) yang merupakan sebagai sumber tenaga untuk
dapat beroperasinya sebuah sistem; kedua, adanya kegiatan
operasional (proses) yang mengubah masukan menjadi keluaran
(output) berupa hasil operasi (tujuan/sasaran/target pengoperasian
suatu sistem).

Berdasarkan definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa sistem

adalah serangkaian komponen-komponen yang saling berhubungan

dikoordinasikan untuk mencapai suatu tujuan.

11
12

b. Pengertian Sistem Pengendalian Internal

Berkaitan dengan pengertian sistem pengendalian internal,

menurut Sujarweni (2015: 69) sistem pengendalian internal adalah “suatu

sistem yang dibuat untuk memberi jaminan keamanan bagi unsur-unsur

yang ada dalam perusahaan.” Pengendalian internal diharapkan dapat

melindungi kekayaan perusahaan yang diakibatkan dari pencurian,

penggelapan keuangan oleh karyawan, penyalahgunaan, atau penempatan

aktiva pada lokasi yang tidak tepat, dan lain sebagainya.

Menurut Mulyadi (2016: 163) bahwa:

Sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode


dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga
kekayaan organisasi, mengecek ketelitian yang keandalan data
akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya
kebijaksanaan manajemen.

Definisi sistem pengendalian internal tersebut menekankan tujuan yang

hendak dicapai, dan bukan pada unsur-unsur yang membentuk sistem

tersebut. Dengan demikian, pengertian sistem pengendalian internal

tersebut di atas berlaku baik dalam perusahaan yang mengolah

informasinya secara manual, dengan mesin pembukuan, maupun dengan

komputer.

Menurut Hery (2017: 159), disampaikan bahwa pengertian

pengendalian internal adalah sebagai berikut:

Pengendalian internal adalah seperangkat kebijakan dan prosedur


untuk melindungi aset atau kekayaan perusahaan dari segala
bentuk tindakan penyalahgunaan, menjamin tersedianya informasi
akuntansi perusahaan yang akurat, serta memastikan bahwa
semua ketentuan (peraturan) hukum/undang-undang serta
13

kebijakan manajemen telah dipatuhi atau dijalankan sebagaimana


mestinya oleh seluruh karyawan perusahaan.

Ketentuan yang dimaksudkan meliputi peraturan di bidang perpajakan,

pasar modal, hukum bisnis, undang-undang anti korupsi dan sebagainya.

Demikian juga pengendalian internal dilakukan untuk memantau apakah

kegiatan operasional maupun finansial perusahaan telah berjalan sesuai

prosedur dan kebijakan yang telah ditetapkan manajemen.

Berdasarkan beberapa uraian para ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa sistem pengendalian internal merupakan seperangkat kebijakan

dan prosedur yang saling berhubungan dan terkoordinasi untuk

melindungi aset perusahaan dari segala bentuk tindakan penyalahgunaan,

menjamin tersedianya informasi akuntansi perusahaan yang akurat, serta

memastikan bahwa semua ketentuan (peraturan) hukum atau undang-

undang serta kebijakan manajemen telah dipatuhi atau dijalankan

sebagaimana mestinya oleh seluruh karyawan.

c. Unsur-Unsur Sistem Pengendalian Internal

Comittee of Sponsoring Organizations (COSO) yang dikutip

Sujarweni (2015: 70) mengemukakan:

Internal control include five categories of control that


management’s control objectives will be met. There are called the
components of internal control and are: (1) control environment,
(2) risk assesment, (3) control activities, (4) information and
communication, (5) monitoring.

Komponen-komponen dari pengendalian internal menurut COSO

tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:


14

1) Lingkungan Pengendalian (control environment). Lingkungan

pengendalian mencerminkan suasana perusahaan yang mempengaruhi

sikap dan tindakan para anggota perusahaan akan pentingnya

pengendalian dan menentukan arah perusahaan serta memengaruhi

kesadaran pengendalian pihak manajemen dan karyawan.

2) Penilaian Risiko (risk assessment). Penilaian risiko adalah identifikasi

entitas, dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk mencapai

tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan bagaimana

risiko harus dikelola.

3) Aktivitas Pengendalian (control activities). Aktivitas pengendalian

adalah kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin bahwa

tindakan yang tepat telah diambil untuk mengatasi risiko perusahaan

yang telah diidentifikasi.

4) Informasi dan Komunikasi. Informasi dan komunikasi adalah

pengidentifikasian, pengungkapan, dan pertukaran informasi dalam

suatu bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan

tanggung jawab mereka, yang memungkinkan orang-orang dalam

organisasi untuk mendapat dan bertukar informasi yang dibutuhkan

untuk melaksanakan, mengelola, dan mengendalikan operasinya.

5) Pemantauan (monitoring). Pemantauan adalah proses yang

memungkinkan kualitas desain pengendalian internal serta operasinya

berjalan. Seluruh proses harus diawasi, dan perubahan dapat dilakukan

sesuai dengan kebutuhan. Melalui cara ini sistem dapat bereaksi


15

secara dinamis, berubah sesuai tuntutan keadaan. Metode untuk

mengawasi kinerja dapat mencakup supervisi yang efektif, pelaporan

yang bertanggung jawab dan audit internal.

Mulyadi (2016: 164) mengungkapkan bahwa unsur pokok dalam

sistem pengendalian internal adalah sebagai berikut ini:

1) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional

secara tegas

Struktur organisasi merupakan rerangka (framework) pembagian

tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk

untuk melaksanakan kegiatankegiatan pokok perusahaan. Pembagian

tanggung jawab fungsional dalam organisasi ini didasarkan pada

prinsip-prinsip berikut ini.

a) Harus dipisahkan fungsi-fungsi operasi dan penyimpanan dari

fungsi akuntansi.

b) Suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk

melaksanakan semua tahap suatu transaksi.

2) Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan

perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan

biaya

Setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang

memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut.

Oleh karena itu, dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur
16

pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap

transaksi.

3) Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit

organisasi

Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang dan

prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana

dengan baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktek

yang sehat dalam pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya

ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktek yang sehat

adalah sebagai berikut ini:

a) Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya

harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang.

b) Pemeriksaan mendadak (surprised audit).

c) Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir

oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa campur tangan dari

orang atau unit organisasi lain.

d) Perputaran jabatan (job rotation).

e) Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak.

f) Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan

catatannya.

g) Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek

efektifitas unsur-unsur sistem pengendalian internal yang lain.


17

4) Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.

Karyawan yang kompeten dan jujur dalam bidang yang menjadi

tanggung jawabnya dapat melaksanakan pekerjaannya dengan efektif

dan efisien.

Menurut Hery (2017: 162-169) untuk mengamankan asset dan

meningkatkan keakuratan serta keandalan catatan (informasi) akuntansi

biasanya perusahaan menerapkan 5 prinsip pengendalian internal, yaitu

penetapan tanggung jawab, pemisahan tugas, dokumentasi, pengendalian

fisik, mekanik, dan elektronik, serta pengecekan independen atau

verifikasi internal. Adapun prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan

sebagai berikut:

1) Penetapan tanggung jawab

Penetapan tanggung jawab disini agar masing-masing karyawan dapat

bekerja sesuai dengan tugas-tugas tertentu (secara spesifik) yang telah

dipercayakan kepadanya. Pengendalian atas pekerjaan tertentu akan

menjadi lebih efektif jika hanya ada satu orang saja yang bertanggung

jawab atas sebuah tugas/pekerjaan tertentu tersebut.

2) Pemisahan tugas

Pemisahan tugas disini maksudnya adalah pemisahan fungsi atau

pembagian kerja. Ada 2 bentuk yang paling umum dari penerapan

prinsip pemisahan tugas ini, yaitu: pekerjaan yang berbeda seharusnya

dikerjakan oleh karyawan yang berbeda pula, harus adanya pemisahan

tugas antara karyawan yang menangani pekerjaan pencatatan aktiva


18

dengan karyawan yang menangani langsung aktiva secara fisik

(operasional).

3) Dokumentasi

Dokumen dan catatan merupakan objek fisik dimana transaksi akan

dicantumkan serta diikhtisarkan. Dokumen yang memadai sangat

penting untuk mencatat transaksi dan mengendalikan aktiva.

Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau peristiwa

ekonomi telah terjadi. Dengan membubuhkan dan memberikan tanda

tangan ke dalam dokumen, orang yang bertanggung jawab atas

terjadinya sebuah transaksi atau peristiwa dapat diidentifikasi dengan

mudah. Dokumentasi atas transaksi seharusnya dibuat ketika transaksi

terjadi.

4) Pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik

Untuk menyelengarakan pengendalian internal yang memadai, aktiva

dan catatan harus dilindungi. Jika tidak diamankan sebagaimana

mestinya, aktiva akan dicuri, diselewengkan, atau disalahgunakan.

5) Pengecekan independen atau verifikasi internal

Kebanyakan sistem pengendalian internal memberikan pengecekan

independen. Kebutuhan akan pengecekan independen muncul karena

pengendalian internal cenderung berubah sepanjang waktu, kecuali

sering dilakukan penelaahan. Personel sangat mungkin lupa atau tidak

sengaja tidak mengikuti prosedur, atau mereka menjadi sembrono

kecuali jika ada seseorang yang mengawasi dan mengevaluasi


19

pekerjaan mereka. Tanpa mempertimbangkan kualitas pengendalian,

para personel dapat melakukan kesalahan atau melakukan kecurangan.

Pada penelitian ini, dapat disampaikan bahwa unsur-unsur dari

pengendalian internal meliputi: lingkungan pengendalian (control

environment) yang mencerminkan suasana perusahaan yang

mempengaruhi sikap dan tindakan para anggota perusahaan akan

pentingnya pengendalian, penilaian risiko (risk assessment) sebagai

identifikasi entitas, dan analisis terhadap risiko yang relevan untuk

mencapai tujuannya, membentuk suatu dasar untuk menentukan

bagaimana risiko harus dikelola, aktivitas pengendalian (control

activities) sebagai kebijakan dan prosedur yang membantu menjamin

bahwa tindakan yang tepat telah diambil untuk mengatasi risiko

perusahaan yang telah diidentifikasi, iInformasi dan komunikasi melalui

pengidentifikasian, pengungkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu

bentuk dan waktu yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung

jawab, serta pemantauan (monitoring) sebagai proses yang

memungkinkan kualitas desain pengendalian internal serta operasinya

berjalan.

d. Prinsip-Prinsip Sistem Pengendalian Internal

Romney dan Steinbart (2015: 242-249) mengemukakan bahwa

pada dasarnya pengendalian dilakukan dalam kategori-kategori prosedur

sebagai berikut:
20

1) Otorisasi transaksi dan aktivitas yang tepat

Para pegawai yang memproses transaksi harus memverifikasi adanya

otorisasi yang sesuai. Pada auditor meninjau transaksi untuk

memverifikasi otorisasi yang tepat, seperti ketiadaan transaksi-

transaksi yang mengindikasikan sebuah masalah pengendalian yang

mungkin terjadi.

2) Pemisahan tugas

Pengendalian internal yang baik mensyaratkan tidak ada satu pegawai

pun yang diberi terlalu banyak tanggung jawab atas transaksi atau

proses bisnis. Seorang pegawai tidak boleh berada di sebuah posisi

untuk melakukan dan menyamarkan penipuan. Pemisahan tugas

dibahas dalam dua sesi terpisah, yaitu pemisahan tugas akuntansi dan

pemisahan tugas sistem.

3) Pengembangan proyek dan pengendalian akuisisi (perolehan)

Perusahaan-perusahaan yang menggunakan sistem integrator untuk

mengelola sebuah upaya pengembangan sistem sebaiknya

menggunakan proses dan pengendalian manajemen proyek yang sama

dengan proyek internal. Selain itu, perusahaan harus melakukan hal

sebagai berikut: mengembangkan spesifikasi yang jelas dan

mengawasi proyek.

4) Mengubah pengendalian manajemen

Organisasi memodifikasi sistem yang berjalan untuk merefleksikan

praktik-praktik bisnis baru dan untuk memanfaatkan penguasaan


21

teknologi informasi. Mereka yang bertugas untuk perubahan harus

memastikan bahwa mereka tidak memperkenalkan kesalahan sehingga

memfasilitasi penipuan.

5) Mendesain dan menggunakan dokumen dan catatan

Desain dan penggunaan dokumen elektronik dan kertas yang sesuai

dapat membantu memastikan pencatatan yang akurat serta lengkap

dari seluruh data transaksi yang relevan. Bentuk dan isinya harus

sesederhana mungkin, meminimalkan kesalahan, dan memfasilitasi

tinjauan serta verifikasi. Dokumen yang mengawali sebuah transaksi

harus menyediakan sebuah ruang untuk otorisasi. Dikumen harus

dinomori secara urut, sehingga masing-masing dapat dibukukan.

6) Pengamanan aset, catatan, dan data

Para pegawai merupakan risiko keamanan yang lebih besar

dibandingkan orang luar. Sebuah perusahaan harus melindungi kas

dan set fisik beserta informasinya.

7) Pengecekan kinerja yang independen

Pengecekan kinerja yang independen dilakukan oleh seseorang, tetapi

bukan merupakan orang yang melakukan operasi aslinya, membantu

memastikan bahwa transaksi diproses dengan tepat.


22

Sujarweni (2015: 74-75) menguraikan kegiatan-kegiatan

pengendalian internal yang efektif dan efisien sebagai berikut:

1) Pemberian otorisasi dan atas transaksi dan kegiatan

Otorisasi adalah pemberian sebagian kekuasaan manajemen kepada

karyawan untuk melakukan kegiatan dan mengambil keputusan. Hal

ini dapat dilakukan karena manajemen tidak akan mampu membuat

semua keputusan dan menjalankan semua kegiatan dalam perusahaan.

2) Pembagian tugas dan tanggung jawab

Salah satu prinsip pengendalian internal yang harus diperhatikan

manajemen adalah pembagian tugas dan tanggung jawab. Tidak ada

satu karyawan atau satu bagian pun yang dapat menyelesaikan suatu

transaksi tanpa campur tanggan pihak lain.

3) Dokumen yang akan digunakan sebaiknya dirancang terlebih dahulu

Perancangan dan penggunaan dokumen dan catatan yang baik

Transaksi yang terjadi didalam perusahaan jumlahnya sangat banyak

dan semuanya dicatat melalui dokumen (baik dokumen yang

berbentuk fisik maupun berbentuk non fisik).

4) Perlindungan yang cukup ketat terhadap kekayaan dan catatan

perusahaan

Kekayaan dan catatan perusahaan harus dilindungi dengan baik

perlindungan yang dapat dilakukan oleh perusahaan, agar tidak terjadi

pencurian, penggunaan otorisasi dan perusakan yang ada

diperusahaan.
23

5) Pemeriksaan terhadap kinerja perusahaan

Pemeriksaan kinerja ini dapat dilakukan dengan salah satu langkah

sebagai berikut: (1) membuat rekonsiliasi/pencocokan antara vatatan

perusahaan dengan bank maupun membuat rekonsiliasi antara dua

catatan yang terpisah atau berbeda mengenai suatu rekening, (2)

melakukan stok opname, yaitu mencocokkan jumlah unit persediaan

di gudang dengan catatan persediaan, (3) menyelenggarakan double

entry bookkeeping, yaitu metode pencatatan yang selalu melibatkan

setidak-tidaknya dua rekening untuk mencatat satu transaksi, dan (4)

menjumlahkan berbahai hitungan dengan cara batch totals, yaitu

penjumlahan dari atas ke bawah.

Menurut Hery (2017: 162-169) untuk mengamankan asset dan

meningkatkan keakuratan serta keandalan catatan (informasi) akuntansi

biasanya perusahaan menerapkan 5 prinsip pengendalian internal, yaitu

penetapan tanggung jawab, pemisahan tugas, dokumentasi, pengendalian

fisik, mekanik, dan elektronik, serta pengecekan independen atau

verifikasi internal. Adapun prinsip-prinsip tersebut dapat dijabarkan

sebagai berikut:

1) Penetapan tanggung jawab

Penetapan tanggung jawab disini agar masing-masing karyawan dapat

bekerja sesuai dengan tugas-tugas tertentu (secara spesifik) yang telah

dipercayakan kepadanya. Pengendalian atas pekerjaan tertentu akan


24

menjadi lebih efektif jika hanya ada satu orang saja yang bertanggung

jawab atas sebuah tugas/pekerjaan tertentu tersebut.

2) Pemisahan tugas

Pemisahan tugas disini maksudnya adalah pemisahan fungsi atau

pembagian kerja. Ada 2 bentuk yang paling umum dari penerapan

prinsip pemisahan tugas ini, yaitu: pekerjaan yang berbeda seharusnya

dikerjakan oleh karyawan yang berbeda pula, harus adanya pemisahan

tugas antara karyawan yang menangani pekerjaan pencatatan aktiva

dengan karyawan yang menangani langsung aktiva secara fisik

(operasional).

3) Dokumentasi

Dokumen dan catatan merupakan objek fisik dimana transaksi akan

dicantumkan serta diikhtisarkan. Dokumen yang memadai sangat

penting untuk mencatat transaksi dan mengendalikan aktiva.

Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau peristiwa

ekonomi telah terjadi. Dengan membubuhkan dan memberikan tanda

tangan ke dalam dokumen, orang yang bertanggung jawab atas

terjadinya sebuah transaksi atau peristiwa dapat diidentifikasi dengan

mudah. Dokumentasi atas transaksi seharusnya dibuat ketika transaksi

terjadi.
25

4) Pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik

Untuk menyelengarakan pengendalian internal yang memadai, aktiva

dan catatan harus dilindungi. Jika tidak diamankan sebagaimana

mestinya, aktiva akan dicuri, diselewengkan, atau disalahgunakan.

5) Pengecekan independen atau verifikasi internal

Kebanyakan sistem pengendalian internal memberikan pengecekan

independen. Kebutuhan akan pengecekan independen muncul karena

pengendalian internal cenderung berubah sepanjang waktu, kecuali

sering dilakukan penelaahan. Personel sangat mungkin lupa atau tidak

sengaja tidak mengikuti prosedur, atau mereka menjadi sembrono

kecuali jika ada seseorang yang mengawasi dan mengevaluasi

pekerjaan mereka. Tanpa mempertimbangkan kualitas pengendalian,

para personel dapat melakukan kesalahan atau melakukan kecurangan.

Berkaitan dengan prinsip-prinsip di atas, maka dapat

dikemukakan bahwa pada dasarnya sistem pengendalian internal

memfokuskan pada upaya-upaya pemberian otorisasi dan atas transaksi

dan kegiatan, pembagian tugas dan tanggung jawab pihak pelaksana,

dokumen yang akan digunakan sebaiknya dirancang terlebih dahulu,

perlindungan yang cukup ketat terhadap kekayaan dan catatan

perusahaan, serta adanya emeriksaan terhadap kinerja perusahaan.


26

e. Tujuan Sistem Pengendalian Internal

Menurut Sujarweni (2015: 69) tujuan perusahaan membuat sistem

pengendalian internal adalah:

1) Untuk menjaga kekayaan organisasi

2) Untuk menjaga keakuratan laporan keuangan perusahaan

3) Untuk menjaga kelancaran operasi perusahaan

4) Untuk menjaga kedisiplinan dipatuhinya kebijakan manajemen

5) Agar semua lapisan yang ada di perusahaan tunduk pada hukum dan

aturan yang sudah ditetapkan di perusahaan.

Sistem pengendalian internal dibuat untuk memberi jaminan kemanan

bagi unsur-unsur yang ada dalam perusahaan. Tujuan pengendalian

internal diharapkan dapat melindungi kekayaan perusahaan dari

pencurian, penggelapan keuangan oleh karyawan, penyalahgunaan, atau

penempatan aktiva pada lokasi yang tidak tepat. Untuk mencapai tujuan-

tujuan tersebut, manajemen harus membentuk organisasi yang tetap,

sistem otorisasi dan prosedur serta praktek-praktek yang sehat dan

penempatan personil atau pegawai yang tepat sesuai dengan jabatannya.

Mulyadi (2016: 163) menyatakan bahwa tujuan pengendalian

internal adalah sebagai berikut:

1) Menjaga kekayaan organisasi

Struktur pengendalian internal yang baik akan mampu mengurangi

kemungkinan penyalahgunaan, pencurian dan kecurangan-kecurangan

lain yang dapat timbul terhadap aktivitas perusahaan.


27

2) Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi

Manajemen mempunyai kepentingan terhadap informasi keuangan

yang teliti dan dapat diandalkan. Informasi akuntansi digunakan oleh

manajemen sebagai dasar pengambilan keputusan, karena data

akuntansi mencerminkan perubahan kekayaan perusahaan, maka

ketelitian dan keandalan data akuntansi merefleksikan

pertanggungjawaban penggunaan kekayaan perusahaan.

3) Mendorong efisiensi

Pengendalian dalam sebuah organisasi adalah alat untuk mencegah

kegiatan pemborosan yang tidak perlu dalam segala aspek usaha untuk

mengurangi penggunaan sumber data yang tidak efisien.

4) Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen

Untuk mencapai tujuan perusahaan, manajemen menetapkan

kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur. Struktur pengendalian

internal dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai

bahwa kebijakan serta prosedur yang ditetapkan perusahaan akan

dipatuhi oleh seluruh karyawan.

Point 1) dan 2) dari tujuan di atas merupakan pengendalian

internal akuntansi yang dapat dipandang sebagai sistem pengendalian

internal. Sedangkan point 3) dan 4)merupakan pengendalian internal

administratif yang diimplementasikan melalui pengendalian operasional

dan sistem pengendalian manajemen.


28

Tujuan dari pengendalian internal tidak lain adalah untuk

memberikan jaminan yang memadai bahwa (Hery, 2017: 160):

1) Aset yang dimiliki oleh perusahaan telah diamankan sebagaimana

mestinya dan hanya digunakan untuk kepentingan perusahaan semata,

bukan untuk kepentingan individu (perorangan) oknum karyawan

tertentu. Dengan demikian, pengendalian internal diterapkan agar

supaya seluruh aset perusahaan dapat terlindungi dengan baik dari

tindakan penyelewengan, pencurian, dan penyalahgunaan, yang tidak

sesuai dengan wewenangnya dan kepentingan perusahaan.

2) Informasi akuntansi perusahaan tersedia secara akurat dan dapat

diandalkan. Ini dilakukan dengan cara memperkecil resiko baik atas

salah saji laporan keuangan yang disengaja (kecurangan) maupun

yang tidak disengaja (kelalaian).

3) Karyawan telah mentaati hukum dan peraturan.

Berdasarkan dari tujuan struktur pengendalian internal tersebut

diharapkan bahwa struktur pengendalian internal dapat memberikan

keyakinan mengenai pelaporan keuangan baik segala pihak yang

menggunakannya, selain itu juga pengendalian internal diharapkan dapat

meyakinkan dan menjamin atas terlaksananya kegiatan perusahaan akan

semakin kecil dan aktivitas perusahaan berjalan dengan baik, sehingga

tujuan perusahaan dapat tercapai, selain itu tujuan pengendalian internal

diharapkan dapat memberikan keyakinan kepada seluruh pihak bahwa


29

perusahaan telah melakukan aktivitasnya sesuai dengan hukum yang

berlaku di Indonesia.

5) Fungsi Sistem Pengendalian Internal

Pengendalian internal sebagai bentuk pengawasan berdasarkan

kegiatannya dibagi menjadi tiga, yaitu (Sujarweni, 2015: 77):

1) Pengawasan preventif

Pengawasan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan dan

penyelewengan. Misalnya menggunakan password dan software

akuntansi dan memasang CCTV.

2) Pengawasan detektif

Jika sudah menemukan adanya kesalahan dan penyelewengan maka

pengawasan detektif perlu dilakukan. Contoh: jika ditemukan

kejanggalan pada laporan keuangan segera melakukan pengawasan

detektif.

3) Pengawasan korektif

Pengawasan yang dilakukan untuk mengoreksi kesalahan. Contoh:

mengadakan pengawasan pada catatan penggolongan rekening-

rekening, apakah sudah tepat atau belum menggolongkannya, kalau

belum tepat perlu dikoreksi.

Menurut Romney dan Steinbart (2015: 226-227) pengendalian

internal melaksanakan tiga fungsi penting, yaitu pengendalian preventif

(preventive control), pengendalian detektif (detective control), dan


30

pengendalian korektif (corrective control). Masing-masing fungsi dapat

diuraikan sebagai berikut:

1) Pengendalian preventif (preventive control) mencegah timbulnya

suatu masalah sebelum masalah muncul. Contohnya seperti

mempekerjakan personil akuntansi yang ebrkualitas tinggi, pemisahan

tugas pegawai yang memadai, dan secara efektif mengendalikan akses

fisik atas aset, fasilitas,d an informasi.

2) Pengendalian detektif (detective control) dibutuhkan untuk

mengungkap masalah, begitu masalah tersebut muncul. Contohnya

seperti pemeriksaan salinan atas perhitungan, mempersiapkan

rekonsiliasi bank, dan neraca saldo setiap bulan.

3) Pengendalian korektif (corrective control) memecahkan masalah yang

ditemukan oleh pengendalian untuk pemeriksaan. Contohnya

pemeliharaan cadangan salinan (backup copies) atas transaksi dari file

utama, dan mengikuti prosedur untuk memperbaiki kesalahan

memasukkan data.

Menurut Hery (2017: 160-162) berikut ini contoh utama yang

memerlukan pengendalian internal secara baik di suatu perusahaan:

1) Pengupahan dan penggajian: pengendalian internal dijalankan dengan

tujuan untuk memastikan bahwa uang kas perusahaan dikeluarkan

memang untuk membayar karyawan yang sah, yang sesuai tarif

upah/gaji yang berlaku dan jumlah jam kerja aktual karyawan.


31

Pengendalian internal disini juga diperlukan untuk menghindari

terjadinya karyawan fiktif.

2) Pemesanan dan pembelian barang: pengendalian internal dijalankan

dengan tujuan untuk memastikan bahwa pemesanan dan pembelian

barang memang telah dilakukan sesuai degan prosedur. Barang yang

dipesan dan yang dibeli sesuai dengan spesifikasi kebutuhan

perusahaan serta telah mendapatkan otorisasi (persetujuan) yang layak

dari pejabat yang berwenang, termasuk tersedianya secara lengkap

dokumen pendukung transaksi. Pengendalian internal disini juga

dibutuhkan untuk menghindari terjadinya penggelapan/

penyelewengan oleh oknum karyawan tertentu atas besarnya potongan

pembelian yang diperoleh dari supplier.

3) Pengiriman dan penjualan barang dagangan: pengendalian internal

dijalankan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pengiriman dan

penjualan barang dagangan memang telah dilakukan sesuai dengan

prosedur.Barang yang dikirim dan yang dijual sesuai dengan

spesifikasi pesanan pelanggan serta telah mendapatkan otorisasi dari

pejabat yang berwenang, termasuk tersedianya dokumen pendukung

transaksi. Pengendalian internal disini juga dibutuhkan untuk

menghindari penjualan fiktif.

4) Penerimaan dan pembayaran kas: pengendalian internal dijalankan

dengan tujuan untuk memastikan bahwa kas telah diterima dengan

baik/semestinya oleh perusahaan, serta memastikan bahwa


32

pengeluaran kas hanya dilakukan untuk membayar beban perusahaan

yang telah diotorisasi oleh pejabat yang berwenang, serta menghindari

terjadinya pembayaran berganda.

5) Penyimpanan barang di gudang: pengendalian internal dijalankan

dengan tujuan untuk memastikan bahwa barang telah aman tersimpan

di gudang.

6) Penanganan atas aset tetap: pengendalian internal dijalankan dengan

tujuan untuk memastikan bahwa aset tetap yang dimiliki oleh

perusahaan telah digunakan sebagaimana mestinya dan hanya untuk

menunjang kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Dalam hal

ini, inventarisasi atas aset tetap perlu dilakukan agar supaya

keberadaan aset tetap ini secara fisik dapat diawasi dengan mudah dan

seksama.

7) dan lain-lain.

Berdasarkan uraian tentang fungsi-fungsi sistem pengendalian

internal di atas, maka dalam penelitian ini dapat dinyatakan bahwa sistem

pengendalian internal dapat digunakan untuk melakukan pengawasan

pada pemesanan dan pembelian barang. Pengendalian internal dijalankan

dengan tujuan untuk memastikan bahwa pemesanan dan pembelian

barang memang telah dilakukan sesuai degan prosedur. Selain itu, sistem

pengendalian internal juga dapat digungsikan untuk mengawasi bagian

penyimpanan barang di gudang. Pengendalian internal dijalankan dengan

tujuan untuk memastikan bahwa barang telah aman tersimpan di gudang.


33

2. Bahan Baku

Evaluasi pada penelitian ini difokuskan terhadap sistem

pengendalian internal bahan baku pada perusahaan. Berkaitan dengan sistem

pengendalian internal bahan baku, maka terdapat beberapa fungsi akuntansi

yang berkaitan dengan bahan baku, yaitu pembelian dan persediaan bahan

baku.

a. Pengertian Bahan Baku

Menurut Daljono (2011: 15) menyatakan bahwa: “Bahan baku

(direct material) adalah bahan mentah yang digunankan untuk

memproduksi barang jadi yang secara fisik dapat diidentifikasikan pada

barang jadi.” Menurut Martani, dkk. (2012: 246) menyatakan bahwa:

“Persediaan bahan baku (raw material inventory) yang merupakan bahan

ataupun perlengkapan yang akan digunakan dalam proses produksi.

Menurut Nafarin (2015:202) bahwa: “Bahan baku adalah bahan

utama atau bahan pokok dan merupakan komponen utama dari suatu

produk.” Mulyadi (2016: 275) menyatakan bahwa “Bahan baku

merupakan bahan yang membentuk bagian menyeluruh produk jadi”

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa bahan baku merupakan bahan yang utama didalam melakukan

proses produksi sampai menjadi barang jadi. Bahan baku meliputi semua

barang dan bahan yang dimiliki perusahaan dan digunakan untuk proses

produksi.
34

b. Pembelian Bahan Baku

1) Deskripsi Kegiatan Pembelian Bahan Baku

Menurut Romney dan Steinbart (2015: 413) sistem pembelian

ialah permintaan untuk membeli barang yang dipicu oleh fungsi

pengendalian persediaan atau karyawan yang memberitahukan

kekurangan jumlah bahan baku. Kebutuhan membeli barang sering

mengakibatkan timbulnya permintaan pembelian. Tiga aktivitas dasar

bisnis dalam sistem pembelian, yaitu: 1) Memesan barang,

2) Menerima dan menyimpan barang, 3) Membayar barang.

Sistem pembelian digunakan dalam perusahaan untuk

pengadaan barang yang diperlukan oleh perusahaan. Transaksi

pembelian dapat digolongkan menjadi dua, yaitu pembelian lokal dan

impor (Mulyadi, 2016: 243). Pembelian lokal adalah pembelian dari

pemasok dalam negeri, sedangkan impor adalah pembelian dari

pemasok luar negeri.

Pembelian dalam penelitian ini merupakan pembelian bahan

baku yang digunakan untuk setiap produksi yang dijalankan

perusahaan. Pembelian bahan baku dilakukan perusahaan karena

perusahaan tidak memiliki sumber bahan baku sendiri, sehingga harus

membeli atau mendatangkan dari pihak lain.


35

2) Fungsi yang Terkait dengan Pembelian

Fungsi yang terkait dalam sistem pembelian menurut Mulyadi

(2016: 244) adalah:

a) Fungsi Gudang

Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi gudang bertanggung

jawab untuk mengajukan permintaan pembelian sesuai dengan

posisi persediaan yang ada di gudang dan untuk menyimpan barang

yang telah diterima oleh fungsi penerimaan.

b) Fungsi Pembelian

Fungsi pembelian bertanggung jawab untuk memperoleh informasi

mengenai harga barang, menentukan pemasok yang dipilih dalam

pengadaan barang dan mengeluarkan order pembelian barang.

c) Fungsi Penerimaan

Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi ini bertanggung jawab

untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenis, mutu, dan kuantitas

barang yang diterima dari pemasok guna menentukan dapat atau

tidaknya barang tersebut diterima oleh perusahaan.

d) Fungsi Akuntansi

Fungsi akuntansi yang terkait dalam transaksi pembelian adalah

fungsi pencatat utang yang bertanggung jawab untuk mencatat

transaksi pembelian ke dalam register bukti kas keluar dan untuk

menyelenggarakan arsip dokumen sumber yang berfungsi sebagai

catatan utang, atau menyelenggarakan kartu utang sebagai buku


36

pembantu utang serta fungsi pencatat persediaan yang bertanggung

jawab untuk mencatat harga pokok persediaan barang yang dibeli

ke dalam kartu persediaan.

3) Prosedur yang Membentuk Sistem Akuntansi Pembelian

Menurut Mulyadi (2016: 304), terdapat enam prosedur dalam

sistem akuntansi pembelian, sebagai berikut:

a) Prosedur Permintaan Barang

Dalam prosedur ini fungsi gudang mengajukan permintaan

pembelian dalam formulir surat permintaan pembelian kepada

fungsi pembelian. Jika barang tidak disimpan di gudang, misalnya

untuk barang-barang yang langsung pakai, fungsi yang memakai

barang mengajukan permintaan pembelian langsung ke fungsi

pembelian dengan menggunakan surat permintaan pembelian.

b) Prosedur Permintaan Penawaran Harga dan Pemilihan Pemasok

Dalam prosedur ini, pembelian mengirimkan surat permintaan

penawaran harga kepada para pemasok untuk memperoleh

informasi mengenai harga barang dan berbagai syarat pembelian

yang lain, untuk memungkinkan pemilihan pemasok yang akan

ditunjuk sebagai pemasok barang yang diperlukan oleh perusahaan.

c) Prosedur Order Pembelian

Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirim surat order

pembelian kepada pemasok yang dipilih dan memberitahukan

kepada unit-unit organisasi lain dalam perusahaan (misalnya fungsi


37

penerimaan, fungsi yang meminta barang, dan fungsi pencatat

utang) mengenai order pembelian yang sudah dikeluarkan oleh

perusahaan.

d) Prosedur Penerimaan Barang

Dalam prosedur ini fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan

mengenai jenis, kuantitas, dan mutu barang yang diterima dari

pemasok, dan kemudian membuat laporan penerimaan barang

untuk menyatakan penerimaan barang dari pemasok tersebut.

e) Prosedur Pencatatan Utang

Dalam prosedur ini fungsi akuntansi memeriksa dokumen-

dokumen yang berhubungan dengan pembelian (surat order

pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok)

dan menyelenggarakan pencatatan utang atau mengarsipkan

dokumen sumber sebagai catatan utang.

f) Prosedur Distribusi Pembelian

Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang didebit dari transaksi

pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.

4) Dokumen yang Digunakan

Menurut Mulyadi (2016: 303), dokumen yang digunakan

dalam sistem akuntansi pembelian adalah:

a) Surat Permintaan Pembelian

Dokumen ini merupakan formulir yang diisi oleh fungsi gudang

atau fungsi pemakaian barang untuk meminta fungsi pembelian


38

melakukan pembelian barang dengan jumlah, jenis, mutu seperti

yang tersebut dalam surat permintaan pembelian. Surat ini biasanya

dibuat dua lembar untuk setiap permintaan, satu lembar untuk

fungsi pembelian dan tembusannya untuk arsip fungsi yang

meminta barang.

b) Surat Permintaan Penawaran Harga

Dokumen ini digunakan untuk meminta penawaran harga bagi

barang yang pengadaannya tidak bersifat berulang kali terjadi

(tidak repetitive) yang menyangkut jumlah Rupiah pembelian yang

besar.

c) Surat Order Pembelian

Dokumen ini digunakan untuk memesan barang kepada pemasok

yang dipilih.

d) Laporan Penerimaan Barang

Dokumen ini dibuat oleh fungsi penerimaan untuk

menunjukanbahwa barang yang diterima dari pemasok telah

memenuhi jenis, spesifikasi, mutu, dan kuantitas seperti yang

tercantum dalam surat order pembelian.

e) Surat Perubahan Order Pembelian

Kadangkala diperlukan perubahan terhadap isi surat order

pembelian yang sebelumnya telah diterbitkan. Perubahan tersebut

dapat berupa perubahan kuantitas, jadwal penyerahan barang,


39

spesifikasi, penggantian (substitusi) atau hal lain yang

bersangkutan dengan perubahan desain atau bisnis.

5) Catatan Akuntansi yang Digunakan

Catatan akuntansi yang digunakan untuk mencatat transaksi

pembelian menurut Mulyadi (2016: 308) adalah:

a) Register Bukti Kas Keluar (voucher register)

Jika dalam pencatatan utang perusahaan menggunakan voucher

payable procedure, jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi

pembelian adalah register bukti kas keluar.

b) Jurnal Pembelian

Jika dalam pencatatan utang perusahaan menggunakan account

payable procedure, jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi

pembelian adalah jurnal pembelian

c) Kartu Hutang

Jika dalam pencatatan hutang, perusahaan menggunakan account

payable procedure, buku pembantu yang digunakan untuk

mencatat utang kepada pemasok adalah kartu hutang.

d) Kartu Persediaan

Dalam sistem akuntansi pembelian, kartu persediaan ini digunakan

untuk mencatat harga pokok persediaan yang dibeli.


40

6) Proses dalam Sistem Akuntansi Pembelian

Jaringan atau bagan prosedur yang membentuk sistem

akuntansi pembelian bahan baku menurut Mulyadi (2016: 311) dapat

digambarkan ke dalam flowchart sebagai berikut:

Bagian Gudang Bagian Pembelian Bagian Penerimaan

Mulai 6 1 5 Dari Pemasok 2

Membuat Laporan 3 Laporan 1 Laporan 1 Surat 2


Surat Penerimaan Penerimaan Penerimaan FAKTUR Order
Permintaan Barang Barang Barang Pembelian
Pembelian

Membuat Menerima
Surat 1 2
Surat Memban- barang
Permintaan Kartu
T Order dingkan dari
Pembelian Gudang
Pembelian pemasok

Membuat
1 Mengirim Laporan
T 4
3 Faktur Penerimaan
Surat 1 2 Barang
Order
Pembelian
LPB SOP 2

FAKTUR 4
3
2
1 1 Laporan 1
Dikirim ke pemasok Penerimaan
Barang
T
7
T

4 5 6

Gambar 2.1
Flowchart Sistem Akuntansi Pembelian

Beberapa prosedur dalam pembelian bahan baku meliputi

beberapa hal sebagai berikut:

a) Prosedur permintaan pembelian

Dalam prosedur ini fungsi gudang mengajukan permintaan

pembelian dalam formulir surat permintaan pembelian kepada

fungsi pembelian. Jika barang tidak disimpang di gudang, misalnya

untuk barang-barang yang langsung pakai, fungsi yang memakai


41

batang mengajukan permintaan pembelian langsung ke fungsi

pembelian dengan menggunakan surat permintaan pembelian.

b) Prosedur permintaan penawaran harga dan pemilihan pemasok

Dalam prosedur ini, fungsi pembelian mengirimpkan surat

permintaan penawaran harga kepada para pemasok untuk

memperoleh informasimengnai harga barang dan berbagai syarat

pembelian yang lain, untuk memungkinkan pemilihan pemasok

yang akan ditunjuk sebagai pemasok barang yang diperlukan oleh

perusahaan.

c) Prosedur order pembelian

Dalam prosedur ini fungsi pembelian mengirim surat order

pembelian kepada pemasok yang akan dipilih dan memberitahukan

kepada unitunit organisasi lain dalam perusahaan (misalnya fungsi

penerimaan, fungsi yang meminta barang, dan fungsi pencatat

utang) mengenai order pembelian yang sudah dikeluarkan oleh

perusahaan.

d) Prosedur penerimaan barang

Dalam prosedur ini fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan

mengenai jenis, kuantitas, dan mutu barang yang diterima dari

pemasok, dan kemudian membuat laporan penerimaan barang

untuk menyatakan penerimaan barang dari pemasok tersebut.


42

e) Prosedur pencatatan utang

Dalam prosedur ini fungsi akuntansi memeriksa dokumen-

dokumen yang terkait dengan pembelian (surat order pembelian,

laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok) dan

menyeleggarakan pencatatan utang atau mengarsipkan dokumen

sumber sebagai catatan utang.

f) Prosedur distribusi pembelian

Prosedur ini meliputi distribusi akun yang didebit dari transaksi

pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.

7) Unsur Sistem Pengendalian Internal Pembelian

Menurut Mulyadi (2016: 312), unsur pokok pengendalian

internal dalam sistem akuntansi pembelian dirancang untuk mencapai

tujuan pokok pengendalian internal akuntansi. Unsur pokok sistem

pengendalian internal terdiri dari:

a) Organisasi, meliputi:

(1) Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi penerimaan.

(2) Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi.

(3) Fungsi penerimaan harus terpisah dari fungsi penyimpanan

barang.

(4) Transaksi pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi gudang,

fungsi pembelian, fungsi penerimaan, dan fungsi akuntansi.

Tidak ada transaksi pembelian yang dilaksanakan secara

lengkap oleh hanya satu fungsi tersebut.


43

b) Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan

(1) Surat permintaan pembelian diotorisasi oleh fungsi gudang,

untuk barang yang disimpan dalam gudang, atau oleh fungsi

pemakai barang, untuk barang yang langsung pakai.

(2) Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau

pejabat yang lebih tinggi.

(3) Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi

penerimanaan barang.

(4) Bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi akuntansi atau pejabat

yang lebih tinggi.

(5) Pencatatan terjadinya utang didasarkan pada bukti kas keluar

yang didukung dengan surat order pembelian, laporan

penerimaan barang, dan faktur dari pemasok.

(6) Pencatatan ke dalam kartu utang dan register bukti kas keluar

(voucher register) diotorisasi oleh fungsi akuntansi.

c) Praktik yang Sehat

(1) Surat permintaan pembelian bernomor urut tercetak dan

pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi gudang.

(2) Surat order pembelian bernomor urut tercetak dan

pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi pembelian.

(3) Laporan penerimaan barang bernomor urut tercetak dan

pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi

penerimaan.
44

(4) Pemasok dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga

bersaing dari berbagai pemasok.

(5) Barang hanya diperiksa dan diterima oleh fungsi penerimaan

jika fungsi ini telah menerima tembuasan surat order

pembelian dari fungsi pembelian.

(6) Fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang

diterima dari pemasok dengan cara menghitung dan

menginspeksi barang tersebut dan membandingkannya dengan

tembusan surat order pembelian.

(7) Terdapat pengeecekan terhadap harga, syarat pembelian, dan

ketelitian perkalian dalam faktur dari pemasok sebelum faktur

tersebut diproses untuk dibayar.

(8) Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu utang secara

periodik direkonsiliasi dengan rekening kontrol utang dalam

buku besar.

(9) Pembayaran faktur dari pemasok dilakukan sesuai dengan

syarat pembayaran guna mencegah hilangnya kesempatan

untuk memperoleh potongan tunai.

(10) Bukti kas keluar beserta dokumen pendukungnya dicap

“LUNAS” oleh fungsi pengeluaran kas setelah cek dikirimkan

kepada pemasok.
45

c. Persediaan Bahan Baku

1) Pengertian Persediaan

Terdapat beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh

para ahli mengenai persediaan. Menurut Giri (2014: 172) bahwa:

“Persediaan adalah aset yang dimiliki suatu entitas untuk dijual

kembali atau dikonsumsi selama periode tertentu. PSAK No.14

mendefinisikan persediaan sebagai aset yang (a) tersedia untuk dijual

dalam kegiatan usaha biasa; (b) dalam proses produksi untuk

penjualan tersebut; atau (c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan

untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa”.

Menurut Rudianto dalam Muchson (2017: 47), persediaan

adalah “sejumlah barang jadi, bahan baku dan bahan dalam proses

yang dimiliki perusahaan dengan tujuan untuk dijual atau diproses

lebih lanjut.” Perusahaan manufaktur yang harus memproses bahan

baku hingga menjadi barang jadi, memiliki tiga jenis persediaan, yaitu

persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, dan

persediaan barang jadi.

Pengertian persediaan menurut Sugeng (2019: 87) adalah

sejumlah barang seperti dalam bentuk barang dagangan, barang jadi,

barang dalam proses, bahan baku, bahan pembantu, alat tulis kantor,

perlengkapan, dan sejenisnya yang sengaja disediakan di perusahaan

untuk digunakan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan dalam rangka

menjaga kelancaran dan keberlanjutan operasional perusahaan.


46

Menurut Mulyadi (2016: 463), dalam perusahaan manufaktur

persediaan terdiri dari: 1) persediaan produk jadi, merupakan produk

yang sudah selesai dikerjakan dalam proses produksi dan menunggu

saat penjualan, 2) persediaan produk dalam proses, merupakan produk

yang sedang dikerjakan (diproses) tetapi pada tanggal neraca produk-

produk tersebut belum selesai dikerjakan untuk dapat dijual (masih

diperlukan pengerjaan lebih lanjut), 3) persediaan bahan baku dan

persediaan bahan penolong, barang yang akan menjadi bagian dari

produk jadi yang dengan mudah dapat diikuti biayanya. Sedangkan

bahan penolong merupakan barang-barang yang juga menjadi bagian

dari produk jadi tetapi jumlahnya relatif kecil atau sulit diikuti

biayanya, 4) persediaan perlengkapan pabrik, dan persediaan suku

cadang, merupakan barang-barang yang mempunyai fungsi

melancarkan proses produksi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa persediaan dalam penelitian ini merupakan aset lancar yang

harus tersedia di perusahaan yang akan digunakan dalam proses bisnis

perusahaan sebagai bahan baku, dalam proses produksi maupun

barang jadi.

2) Permasalahan dalam Persediaan

Menurut Eunike, dkk. (2018: 178-181), beberapa

permasalahan yang berkaitan dengan persediaan pada perusahaan

adalah:
47

a) Keputusan jumlah persediaan

Secara mendasar hanya dua keputusan yang dibutuhkan dalam

pengelolaan permintaan independen adalah berapa banyak jumlah

pemesanan dan kapan melakukan pemesanan.

b) Penentuan sistem kinerja persediaan

Kunci dari pengelolaan persediaan adalah penentuan standar

kinerja dari sistem pengendalian persediaan. Pergantian atau

perputaran barang di gudang sering digunakan untuk

membandingkan kinerja perusahaan dalam hal kebijakan

persediaan yang digunakan oleh masing-masing perusahaan.

c) Biaya penyimpanan

Pengelolaan penyimpanan atas persediaan akan berhubungan

dengan biaya yang dikeluarkan untuk jumlah barang, lama

penyimpanan, dan nilai dari barang yang disimpan.

d) Biaya ketika terjadi kekurangan

Biaya ini muncul ketika permintaan lebih banyak dari ketersediaan

produk yang disimpan. Biaya ini lebih sulit untuk diukur daripada

biaya pesan dan biaya penyimpanan.

3) Sistem Informasi Akuntansi Persediaan

Sistem akuntansi persediaan berutujuan untuk mencatat

perubahan tiap jenis persediaan yang di simpang di gudang. Sistem ini

berakaitan dengan sistem penjualan, sistem retur penjualan, sistem


48

pembelian, dan sistem retur pembelian (Mulyadi, 2016: 463).

Terdapat dua macam metode pencatatan persediaan:

a) Metode mutasi persediaan (perpetual inventory method)

Dalam metoder mutasi persediaan stiap mutasi persediaan dicatat

dalam kartu persediaan. Metode mutasi persediaan adalah cocok

digunakan dalam penentuan biaya bahan baku dalam perusahaan

yang harga produknya dikumpulan dengan metode harga pokok

pesanan.

b) Metode persediaan fisik (physical inventory method)

Dalam metode persediaan fisik, hanya tambahan persediaan dari

pembelian saja yang dicatat, sedangkan mutasi berkurangnya

persediaan karena pemkaian tdak dicatat dalam kartu persediaan.

Untuk mengetahui harga pokok persediaan yang dipakai atau

dijual, harus dilakukan penghitungan fisik sisa persediaan yang

masih ada di gudang pada akhir periode akuntansi. Harga pokok

persediaan awal periode ditambah dengan harga pokok persediaan

yang dibeli selama periode dikurangi dengan harga pokok

persediaan pada akhir periode merupakan harga pokok persediaan

yang dipakai selama periode akuntansi yang bersangkutan. Metode

persediaan fisik adalah cocok digunakan dalam penentuan biaya

bahan baku dalam perusahaan yang harga pokok produknya

dikumpulkan dengan metode harga pokok proses.


49

4) Fungsi yang terkait dalam sistem informasi akuntansi persediaan

Menurut Mulyadi (2016: 487) fungsi yang terkait dalam sistem

akuntansi persediaan adalah:

a) Panitia penghitungan fisik persediaan

Berfungsi untuk melaksanakan penghitungan fisik persediaan dan

menyerahkan hasil penghitungan tersebut kepada Bagian Kartu

persediaan untuk digunakan sebagai dasar penyesuaian terhadap

catatan persediaan dalam kartu persediaan. Panitia penghitungan

fisik persediaan terdiri dari pemegang kartu penghitungan fisik,

penghitung, dan pengecek. Pemegang kartu penghitungan fisik

bertugas untuk menyimpan dan mendistribusikan kartu

penghitungan fisik kepada para penghitung, melakukan

pembandingan hasil penghitungan fisik persediaan dalam daftar

hasil penghitungan fisik. Penghitungan bertugas melakukan

penghitungan pertama terhadap persediaan, dan mencatat hasil

penghitungan tersebut ke dalam bagian ke-3 kartu penghitungan

fisik, serta menyobek bagian kartu tersebut untuk diserahkan

kepada pemegang karu penghitungan fisik. Pengecek bertugas

melakukan penghitungan kedua terhadap persediaan, yang telah

dihitung oleh penghitung dan mencatat hasil penghitungannya ke

dalam bagian bagian ke-2 kartu penghitungan fisik.


50

b) Fungsi akuntansi

Fungsi ini bertanggung jawab untuk: (a) mencantumkan harga

pokok satuan persediaan yang dihitung ke dalam daftar hasil

penghitungan fisik, (b) mengkalikan kuantitas dan harga pokok per

satuan yang tercantum dalam daftar hasil penghitungan fisik,

(c) mencantumkan harga pokok total dalam dafatar hasil

penghitungan fisik, (d) melakukan penyesuaian terhadap kartu

persediaan berdasar data hasil penghitungan fisk persediaan, (e)

membuat bukti memorial untuk mencatat penyesuaian data

persediaan dalam jurnal umum berdarkan hasil penghitungan fisik

persediaan.

c) Fungsi gudang

Fungsi gudang bertanggung jawab untuk melakukan penyesuaian

data kuantitas persediaan yang dicatat dalam kartu gudang

berdasarkan hasil penghitungan fisik persediaan. Dokumen sumber

yang digunakan dalam prosedur pencatatan harga pokok persediaan

yang dibeli adalah: laporan penerimaan barang dan bukti kas

keluar. Laporan penerimaan barang digunakan oleh Bagian Gudang

sebagai dasar pencatatan tambahan kuantitas barang dari pembelian

ke dalam kartu gudang. Bukti kas keluar yang dilampiri dengan

laporan penerimaan barang, surat order pembelian, dan faktur dari

pemasok dipakai dalam register bukti kas keluar atau voucher

rester. Bukti kas keluar juga dipakai sebagi dasar pencatatan


51

tambahan kuantitas dan harga pokok persediaan ke dalam kartu

persediaan.

5) Proses dalam Sistem Akuntansi Persediaan

Sistem dan prosedur yang terkair dengan sistem akuntansi

persediaan adalah (Mulyadi, 2016: 488):

a) Prosedur pencatatan produk jadi.

b) Prosedur pencatatan harga okok produk jadi yang dijual.

c) Prosedur pencatatan harga pokok produk jadi yang diterima

kembali dari pembeli.

d) Prosedur pencatan bahan dan penyesuain kembali harga pokok

persediaan produk dalam proses.

e) Prosedur pencatatan harga pokok persediaan yang dibeli.

f) Prosedur pencatan harga pokok persedian yang dikembalikan

kepada pemasok.

g) Prosedur permintaan dan pengeluaran barang gudang.

h) Prosedur pencatatan tambahan harga pokok persediaan karena

pengembalian barang gudang.

i) Sistem penghitungan fisik persediaan.

Prosedur ini merupakan salah satu prosedur yang membentuk

sistem pembelian dalam prosedur ini dicatat harga pokok persediaan

yang dibeli. Berikut ilustrasi bagan alir:


52

Dari Pemasok 2
Dari Bagian 1 via Bagian 3
Mulai Dari Pemasok
Pembelian Pembelian
Dari Bagian Menerima barang dari
Pembelian pemasok yang disertai
dengan surat pengantar SOP LPB FAKTUR Bukti Kas Keluar Laporan
Penerimaan
Barang

SOP Surat
Pengantar
Membanding
kan Faktur Kartu Kartu
dari Pemasok Gudang Persediaan
Memeriksa dengan SOP
Barang & LPB
yang
Diterima
Membuat N N
Membuat Bukti Kas
Laporan Keluar
Penerimaan Selesai
Barang
FAKTUR
LPB 1
SP SOP 4
SOP 3 3
3 LPB = Laporan Penerimaan Barang
2
2 Bukti 1
Laporan 1 Kas
Penerimaan Keluar
Barang N

Arsip Bukti Kas


Dikirim ke Bagian Keluar yang belum
3 T
Gudang bersamaan Register dibayar
dengan barang Bukti Kas
Keluar
1 2

Gambar 2.2
Flowchart Prosedur Pencatatan Persediaan

Gambar ini menjelaskan bagan alir dokumen pencatatan harga

pokok persediaan yang dibeli. Pada gambar tersebut terlihat Bagian

Utang membuat bukti kas keluar sebagai dokumen sumber pencatatan

harga pokok persediaan yang dibeli berdasarkan dokumen pendukung:

surat order pembelian yang diterima dari Bagian Pembelian, laporan

penerimaan barang yang diterima dari Bagian Penerimaan, dan faktur

dari pemasok yang diterimas dari pemasok melalui Bagian Pembelian.

Oleh Bagian Utang, bukti kas keluar dicatat dalam register bukti kas

keluar dengan jurnal:

Persediaan xx
Bukti Kas Keluar yang akan Dibayar xx
53

Berdasarkan bukti Kas Keluar, Bagian Kartu Persediaan

mencatat rincian persediaan yang dibeli di dalam kartu persediaan

yang bersangkutan. Bagian Gudang mencatat tambahan kuantitas

persediaan yang dibeli di dalam kartu gudang berdasarkan laporan

penerimaan barang yang diterima oleh Bagian Gudang dari Bagian

Pengiriman.

Jaringan prosedur yang membentuk sistem penghingan fisik

persediaan adalah:

a) Prosedur perhitungan fisik

Dalam prosedur ini setiap jenis persdiaan di gungan dihitung oleh

penghitungan dan pengecek secara independen yang hasilnya

dicatat dalam kartu penghitungan fisik.

b) Prosedur kompilasi

Dalam prosedur ini pemegang kartu penghitngan fisik melakukan

perbandingan data yang dicatat dalam bagian ke-3 dan bagian ke-2

kartu penghitungan fisik serta melakukan pencatatan, data yang

tercantum dalam bagian ke-2 kartu penghitungan fisik ke dalam

daftar penghitungan fisik.

c) Prosedur penentuan harga pokok persediaan

Dalam prosedur ini Bagian Kartu Persediaan mengisi harga pokok

per satuan tiap jenis persediaan yang tercantum dalam daftar

penghitungan fisik berdasarkan informasi dalam kartu persediaan

yang bersangkutan serta mengkalikan harga pokok per satuan


54

tersebut dengan kuantitas hasil penghitngan fisik untuk

mendapatkan total harga pokok persediaan yang dihitung.

d) Prosedur penyesuaian

Dalam prosedur ini Bagian Kartu Persediaan melakukan

penyesuaian terhadap data persediaan yang tercantum dalam kartu

persediaan berdasarkan data hasil penghitungan fisik persdiaan

yang tercantum dalam daftar hasil penghitungan fisik persediaan.

Dalam prosedur ini pula bagian Gudang melakukan penyesuaian

terdahap data kuantitas yang tercatat dalam kartu gudang.

6) Pengendalian Internal Sistem Informasi Akuntansi Persediaan

Pengendalian internal dalam sistem informasi akuntansi

persediaan sangat penting untuk diterapkan karena persediaan

merupakan salah satu aset yang mudah terkena risiko, seperti risiko

kehilangan, pencurian dan kerusakan. Oleh karena itu dibutuhkan

engendalian intern yang efektif untuk mengontrol jalannya persediaan

di perusahaan.

a) Tujuan Pengendalian internal Sistem Informasi Akuntansi

Persediaan

Menurut Hery (2017: 301) terdapat 2 tujuan utama

diterapkannya pengendalian internal dalam SIA persediaan.

Pertama untuk mengamankan atau mencegah aktiva perusahaan

(persediaan) dari tindakan pencurian, penyelewengan, dan


55

kerusakan. Kedua menjamin keakuratan penyajian persediaan

dalam laporan keuangan.

b) Penerapan Pengendalian Internal dalam Sistem Informasi

Akuntansi

Persediaan

Pengendalian internal atas persediaan dimulai pada saat

barang diterima dari pemasok. Laporan penerimaan barang yang

bernomor urut tercetak seharusnya disiapkan oleh bagian

penerimaan untuk menetapkan tanggung jawab awal atas

persediaan. Untuk memastikan bahwa barang yang diterima sesuai

dengan apa yang dipesan, maka setiap laporan setiap laporan

penerimaan harus dicocokkan dengan formulir pesanan pembelian

yang asli. Harga barang pada formulir pesanan dicocokkan dengan

harga di atur pembelian, lalu persediaan dicatat pada catatan

akuntansi. Selain dalam bentuk dokumen, pengendalian internal

persediaan dapat berupa bantuan alat pengaman seperti kaca dua

arah, kamera CCTV, sensor magnetik, kartu akses gudang,

pengaturan suhu ruangan termasuk petugas keamanan. Hal seperti

itu dapat membantu perusahaan untuk menjaga persediaan agar

terkendali dengan baik (Hery, 2017: 303).


56

3. Evaluasi Sistem Pengendalian Internal

a. Pengertian Evaluasi Sistem Pengendalian Internal

Evaluasi dalan arti luas menurut Mehrens & Lehmann dalam

Prijowuntato (2016: 5) didefinisikan sebagai suatu proses merencanakan,

memperoleh dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk

membuat alternatif-alternatif keputusan.

Berkaitan dengan sistem pengendalian internal, maka menurut

Zamzami, Faiz dan Mukhlis (2018: 97) menjelaskan bahwa evaluasi

sistem pengendalian internal harus memberikan jaminan yang masuk

akal, bukan absolut, bahwa elemen-elemen pokok dalam sistem

pengendalian internal layak untuk mencapai tujuan. Peninjauan sistem

pengendalian internal dilakukan dengan mendiskusikan prosedur

pengendalian, metode, dan rencana organisasi dengan pegawai yang

berperan sebagai auditee.

b. Keterbatasan sistem pengendalian internal

Tidak ada satu sistem pun yang dapat mencegah secara sempurna

semua pemborosan dan penyelewengan yang terjadi dalam suatu

perusahaan, karena pengendalian internal setiap perusahaan memiliki

keterbatasan bawaan. Keterbatasan bawaan menurut Mulyadi (2016: 181)

sebagai berikut:
57

1) Kesalahan dalam pertimbangan

Seringkali, manajemen dan personil lain dapat salah dalam

mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil karena tidak

memadainya informasi, keterbatasan waktu, dan tekanan lain.

2) Gangguan

Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi

karena personil secara keliru memahami perintah atau membuat

kesalahan karena kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan.

3) Kolusi

Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut

kolusi. Kolusi mengakibatkan bobolnya pengendalian internal untuk

melindungi kekayaan dan tidak terungkapnya ketidakberesan

kecurangan oleh struktur pengendalian internal yang sudah dirancang.

4) Pengabaian oleh manajemen

Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang

ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah. Seperti keuntungan pribadi

manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan atau kepatuhan

semu.

5) Biaya lawan manfaat

Biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan struktur pengendalian

internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari

pengendalian internal tersebut, biaya maupun manfaat haruslah sesuai.

Manajemen harus mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif


58

untuk mengevaluasi biaya dan manfaat suatu struktur pengendalian

internal.

c. Langkah Evaluasi Sistem Pengendalian Internal

Menurut Willson dan Campbell (1986:123) terdapat 3 (tiga)

langkah evaluasi pengendalian internal, yaitu:

1) Mengidentifikasikan kegiatan pokok, resiko dan kemungkinan adanya

kebobolan pada setiap komponen operasi perusahaan dan

merumuskan sasaran-sasaran pengendalian dalam hubungannya

dengan kegiatan tersebut.

2) Menguraikan dengan flowchart dan memahami berbagi sistem yang

dipergunakan dalam mengolah transaksi-transaksi, melindungi harta

perusahaan dan menyiapkan laporan akuntansi keuangan.

3) Terakhir, mengevaluasi sistem, dengan perhatian khusus terhadap

kelemahan-kelemahan penting yang mungkin ditemukan.

Menurut Zamzami, Faiz dan Mukhlis (2018: 97-98), untuk

membantu evaluasi sistem pengendalian internal, auditor harus

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Jenis-jenis kesalahan dan ketidakteraturan yang timbul.

2) Prosedur pengendalian untuk mencegah atau mendeteksi kesalahan

dan ketidakteraturan.

3) Apakah prosedur telah digunakan dan diikuti dengan memuaskan.

4) Kelemahan-kelemahan yang dapat menimbulkan kesalahan dan

ketidakteraturan bisa melewati prosedur yang ada.


59

5) Sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit yang digunakan sebagai

akibat dari kelemahan-kelemahan tersebut.

6) Metode-metode audit digunakan untuk mempelajari dan mengevaluasi

pengendalian internal yang ada, termasuk:

a) Kuesioner pengendalian internal, yang menuntut auditor untuk

bertanya mengenai pengendalian internal, baik yang khusus

maupun yang umum kepada pengelola yang bertanggung jawab.

Kuesioner didesain sehingga respon negatif akan mengindikasikan

kelemahan potensial pengendalian internal.

b) Naratif, menjelaskan sistem pengendalian internal.

c) Bagan alir atau flowchart, bermanfaat karena menggambarkan

secara visual proses yang didesain atau dimaksudkan untuk tujuan

pengendalian. Pembuatan bagan alir membantu auditor untuk

memperoleh pemahaman yang baik mengenai proses yang

dievaluasi.

d) Dokumentasi mendukung pemahaman auditor mengenai

pengendalian internal. Kertas kerja audit menyediakan dukungan

atas kesimpulan yang diperoleh auditor tentang studi dan evaluasi

pengendalian internal.

e) Uji kepatuhan dilakukan untuk memperoleh bukti yang memadai

bahwa sistem beroperasi sesuai dengan pemahaman yang diperoleh

auditor dalam peninjauan.


60

f) Sifat, waktu dan luas uji kepatuhan berhubungan erat dengan

prosedur pengendalian dan metode yang dipelajari oleh auditor.

Sebagai tambahan, auditor harus mempertimbangkan ketersediaan

bukti dan kerja audit yang diperlukan untuk uji kepatuhan.

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini evaluasi

sistem pengendalian internal menggunakan langkah-langkah untuk

menemukan jenis-jenis kesalahan dan ketidakteraturan yang timbul,

prosedur pengendalian untuk mencegah atau mendeteksi kesalahan dan

ketidakteraturan, dan kelemahan-kelemahan yang dapat menimbulkan

kesalahan dan ketidakteraturan bisa melewati prosedur yang ada. Metode

audit digunakan untuk mempelajari dan mengevaluasi sistem

pengendalian internal pada penelitian ini adalah menggunakan bagan alir

atau flowchart dengan menganalisis dokumen-dokumen yang tersedia,

dan menjelaskan sistem pengendalian internal dengan menarasikannya.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang analisis evaluasi sistem pengendalian internal telah

dilakukan beberapa penelitian terdahulu. Beberapa penelitian yang relevan

dengan penelitian ini diantaranya adalah:

Seredei dan Runtu (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Evaluasi

Penerapan Pengendalian internal Atas Persediaan Barang Dagangan Pada PT.

Suramando (Distributor Farmasi Dan General Supplier) di Manado.”

Persediaan merupakan aktiva lancar perusahaan yang jumlahnya cukup

material dan merupakan salah satu faktor penting dalam kegiatan operasional
61

perusahaan. Karena itu harus dilakukan pengendalian internal yang baik untuk

mengamankan persediaan dari tindakan pencurian, penyelewengan, dan

erusakan. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi pengendalian internal atas

persediaan barang dagangan pada PT. Suramando apakah sudah berjalan

dengan baik. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif melalui analisis

deskriptif. Hasil penelitian disimpulkan bahwa berdasarkan unsur-unsur

pengendalian internal mulai dari lingkungan pengendalian, penilaian resiko,

aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pengawasan

persediaan barang dagangan pada PT. Suramando sudah efektif, dimana

adanya pemisahan diantara fungsi-fungsi terkait dengan penerimaan dan

pengeluaran barang. Pemantauan terhadap persediaan juga dilakukan tiap hari.

Selain itu, adanya petugas keamanan dan kamera CCTV membuat persediaan

lebih aman. Manajemen PT. Suramando sebaiknya meningkatkan aktivitas

pengendalian penilaian resiko dan pengawasan agar keamanan persediaan

barang dagangan semakin terjamin.

Pada penelitian yang dilakukan Suryani, Isharijadi, dan Astuti (2017)

tentang “Evaluasi Sistem Akuntansi Persediaan Guna Meningkatkan Efektifitas

Pengendalian Internal Pada PT Agrofarm Nusa Raya di Ponorogo.” Persediaan

merupakan aset yang dimiliki perusahaan untuk kelangsungan operasi

perusahaan. Keberadaan aset yang mudah dipindahtangankan serta rentan

mengalami kerusakan, maka perlu adanya pengendalian internal yang tepat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pengendalian internal

persediaan pada PT Agrofarm Nusa Raya. Jenis penelitian kualitatif deskriptif


62

dengan wawancara langsung kepada direktur operasional dan manajer PPIC,

sedangkan untuk analisis data dengan perbandingan mengenai hasil

wawancara, observasi dan studi dokumen penelitian di perusahaan. Hasil

evaluasi sistem pengendalian internal persediaan di PT Agrofarm Nusa Raya

sudah cukup efektif, dimana ada pemisahan bagian antara pembelian dan

penyimpanan persediaan. Dokumen yang digunakan juga sudah cukup

memadai meliputi purchasing, BASTB, surat jalan serta invoice sudah tercetak

bernomor urut, dibuat rangkap dan terdapat bagian yang bertanggungjawab.

Pada penelitian yang dilakukan Wulandari, Anas, dan Astuti (2018)

tentang “Analisis Sistem Pengendalian Internal Persediaan Bahan Baku Untuk

Keberlangsungan Proses Produksi Pada Perusahaan Roti Orion Kediri Tahun

2016.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan

pengendalian internal persediaan bahan baku dan untuk mengevaluasi

efektifitas sistem pengendalian internal persediaan bahan baku sehingga dapat

menunjang kelancaran proses produksi pada perusahaan. Hasil penelitian ini

adalah: (1) penerapan pengendalian internal persediaan bahan baku pada

Perusahaan Roti Orion Kediri Tahun 2016 belum memadai (2) sistem

pengendalian internal persediaan bahan baku kurang efektif sehingga kurang

maksimal untuk menunjang keberlangsungan proses produksi pada Perusahaan

Roti Orion Kediri Tahun 2016. Perlu ditingkatkan lagi sistem dan pengendalian

internal persediaan bahan baku pada perusahaan, agar dapat mencapai tujuan

perusahaan dengan baik.


63

Pada penelitian yang dilakukan Sidabutar (2018) tentang “Evaluasi

Pengendalian Internal Pada Sistem Pembelian Bahan Baku (Studi Kasus di

Penerbit dan Percetakan PT. Pohon Cahya).” Tujuan penelitian ini untuk

mengetahui apakah pengendalian internal pada sistem pembelian bahan baku

yang dilaksanakan oleh PT. Pohon Cahaya sudah sesuai dengan COSO 2013.

Penelitian ini penting agar PT. Pohon Cahaya dapat memahami dan

mengevaluasi pengendalian internal pada sistem pembelian bahan baku yang

telah diterapkan. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

pengendalian internal pada sistem pembelian bahan baku di PT. Pohon Cahaya

untuk komponen lingkungan pengendalian, penilaian risiko, informasi dan

komunikasi sesuai dengan COSO 2013. Hal ini terbukti dari praktik yang

diterapkan oleh PT. Pohon Cahaya sama dengan teori COSO 2013. Kemudian

untuk komponen aktivitas pengendalian dan aktivitas pemantauan tidak sesuai

dengan COSO 2013. Hal ini terbukti dari praktik yang diterapkan oleh PT.

Pohon Cahaya berbeda dari teori COSO 2013. Perbedaan ini karena tidak ada

pemisahan fungsi pembelian, gudang dan penerimaan dan tidak ada evaluasi

terpisah untuk pengendalian internal pada sistem pembelian bahan baku.

C. Kerangka Berpikir

Pada umumnya perusahaan bertujuan untuk menghasilkan laba agar

dapat mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan.

Oleh karena itu, perusahaan dipacu untuk dapat mengendalikan jalannya

aktivitas perusahaan dan melindungi harta perusahaan dari faktor-faktor

penyelewengan, penyimpangan, dan hal-hal lain yang dapat merugikan


64

perusahaan. Sistem pengendalian internal hanya merupakan alat bantu untuk

manajemen dalam mengendalikan perusahaan yang dipimpinnya. Setiap

perusahaan harus mempunyai suatu pengendalian internal yang memadai.

Tujuan pengendalian internal hanya dapat tercapai apabila semua prosedur,

metode dan cara yang menjadi unsur dari pengendalian internal tersebut benar-

benar berjalan. Untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan suatu pengawasan

serta pengendalian yang terus menerus dimulai dari tahap perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi. Dengan adanya pengendalian internal diharapkan

dapat memperkecil bahkan mencegah kemungkinan terjadinya penyelewengan

dan penyimpanganpenyimpangan sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat

teratasi dan terantisipasi dengan baik.

Persediaan bahan baku pada perusahan pengolahan atau manufaktur

merupakan pos yang kompleks dan memerlukan pengendalian yang kuat

dengan beberapa alasan. Pertama, persediaan adalah salah satu bagian utama

dalam neraca dan seringkali merupakan perkiraan yang terbesar yang

melibatkan modal kerja. Kedua, persediaan seringkali pula tersebar di beberapa

lokasi yang menyulitkan penghitungan dan pengendaliaan fisik. Penilaian pun

dipersulit oleh faktor keusangan dan perlunya mengalokasikan biaya

manufaktur ke dalam persediaan. Persediaan bagi perusahaan manufaktur

merupakan item yang sangat materiil karena sebagian besar modal kerjanya

digunakan untuk memenuhi persediaan. Sehingga pada akun persediaan

memerlukan pengendalian internal yang baik. Ketepatan pengantisipasian atas

kerugian material yang mungkin ditimbulkan oleh suatu musibah atau hal lain
65

yang bisa diprediksi memungkinkan perusahaan untuk tidak mengalami

kerugian yang sangat besar.

Di setiap perusahaan persediaan bahan baku merupakan modal kerja

atau investasi yang sangat penting, karena secara langsung akan berpengaruh

terhadap hasil yang akan dicapai perusahaan. Adanya investasi yang terlalu

besar dalam persediaan, bila dibandingkan dengan kemampuan menjual yang

rendah dari perusahaan akan mengakibatkan penumpukan persediaan, sehingga

akan memperbesar biaya penyimpanan dan pemeliharaan, dan kemungkinan

kerugian karena adanya kerusakan, keusangan sehingga memperkecil

keuntungan perusahaan.

CV. Berdikari Juwahir yang memproduksi beberapa komponen mobil,

yaitu: karet kopling, butterfly valve, rubber sheet, rubber buffer, rubber

stopper, dan glove valvemenggunakan karet sebagai bahan baku produksi.

Perusahaan ini sebenarnya bukan hanya memproduksi secara rutin produk-

produk yang disebutkan di atas, namun juga membuat produk berdasarkan

pesanan. Jadi, selain membuat produk secara restock, perusahaan juga

melayani penjualan produk dalam bentuk pemesanan terlebih dahulu yang

tidak pasti waktu serta jumlahnya. Untuk produksi selain restock, perusahaan

hanya membuat produk berdasarkan pemesanan. Pada pembuatan produk

berdasarkan pesanan, CV. Berdikari Juwahir memiliki beberapa permasalahan

terkait proses produksinya, mulai dari persediaan bahan baku hingga

pembuatan produk dengan berbagai kriteria yang berbeda. Setiap produk yang

dibuat berdasarkan pemesanan memiliki kriteria berbeda-beda, serta memiliki


66

tingkat kesulitan produksi yang berbeda pula. Tentunya hal tersebut akan

membuat bahan baku yang digunakan semakin banyak serta waktu proses

produksi yang lebih lama. Selain itu, CV. Berdikari Juwahir sendiri dalam

membuat produk berdasarkan pesanan adalah menggunakan bahan baku karet

sisa untuk produksi restock, sehingga bahan baku yang tersedia juga terbatas.

Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyajikan skema kerangka

pemikiran yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut:

CV. Berdikari Juwahir


Magetan

Permasalahan yang dihadapi:

1. Selama ini, perusahaan memproduksi produk-produk beberapa komponen mobil, yaitu: karet kopling,
butterfly valve, rubber sheet, rubber buffer, rubber stopper, dan glove valve dengan sistem produksi
tetap atau secara rutin (restock) maupun berdasarkan pesanan. Untuk produksi selain restock,
perusahaan hanya membuat produk berdasarkan pemesanan. Perusahan dalam membuat produk
berdasarkan pesanan adalah menggunakan bahan baku karet sisa untuk produksi restock, sehingga
jumlah bahan baku yang tersedia juga terbatas. Hal ini menimbulkan permasalahan berkaitan dengan
ketersediaan bahan baku.
2. Adanya keterlambatan persediaan bahan baku karena kurangnya pengawasan pengendalian internal
persediaan bahan baku.
3. Banyak persediaan bahan baku yang tidak terpantau keberadaannya karena kurang menerapkan fungsi
pembelian dan persediaan bahan baku sebagaimana mestinya.

PD BPR Bank Daerah Kota


Tujuan Perusahaan
Madiun

Aktivitas Pembelian dan Persediaan


Bahan Baku

Pengendalian Pembelian dan


Internal Persediaan Bahan Baku

Evaluasi atas Sistem Pengendalian Internal


Bahan Baku Pada CV. Berdikari Juwahir
Gambar 2.3.
Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sistem pengendalian

internal bahan baku pada CV. Berdikari Juwahir, yaitu dengan mengetahui

sistem pengendalian internal yang sudah berlaku pada pembelian dan persedian

bahan baku saat ini, mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan sistem

pengendalian internal yang sudah berlaku pada pembelian dan persedian bahan

baku, serta memberikan saran dan masukan pada manajemen mengenai sistem

pengendalian internal yang seharusnya digunakan pada pembelian dan

persedian bahan baku di CV. Berdikari Juwahir. Berkaitan dengan tujuan

penelitian di atas, maka dapat diurakan pendekatan yang digunakan dan jenis

penelitian ini.

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Bogdan dan

Taylor (Moleong, 2012: 4) mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

Menurut Sugiyono (2013: 9) metode penelitian kualitatif adalah metode

penelitian yang berlandaskan filsafat postpositivisme, yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti adalah sebagai

67
68

instrumen kunci, analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.

Penelitian deskriptif dalam penelitian ini bertujuan mengungkapkan

data-data empiris yang ada di lapangan dengan cara menguraikan dan

menginterpretasikan suatu fenomena dengan apa adanya terhadap sesuatu

yang terjadi pada saat penelitian, agar diperoleh gambaran realita yang

konkret mengenai hal yang diteliti.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di CV Berdikari Juwahir Magetan yang

merupakan perusahaan manufaktur yang menggunakan bahan baku karet,

yang beralamatkan di Jalan Raya Gorang-gareng – Madiun, Desa

Madigondo, Kecamatan Takeran, Kabupaten Magetan. Penelitian ini

dilakukan berdasarkan sistem pengendalian internal pada bahan baku yang

diterapkan perusahaan dan permasalahan-permasalahan yang terjadi,

khususnya pada pembelian dan persediaan bahan baku.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Juli

2020, dengan rincian kegiatan sebagai berikut:


69

Tabel 3.1. Rincian Kegiatan Penelitian


Tahun 2020
No. Jenis Kegiatan Maret April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Persiapan penelitian
a. Pengajuan judul
b. Penyusunan dan
pengajuan proposal
2. Tahap pelaksanaan
a. Wawancara dan
observasi
b. Pengumpulan data
3. Tahap penyusunan
laporan
4. Seminar hasil
penelitian

C. Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data empiris,

Menurut Sugiyono (2013: 2) empiris merupakan cara yang dapat dilakukan

dapat diamati oleh indera manusia sehingga orang lain dapat mengetahui dan

mengamati cara-cara yang digunakan. Data empiris dalam penelitian ini

diperoleh berdasarkan observasi di lapangan. Data yang digunakan dalam

penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, dengan sumber-sumber

data sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini merupakan data-data yang

diperoleh secara langsung dari pihak manajemen CV. Berdikari Juwahir

melalui wawancara dengan para informan sebagai pihak yang berkompeten.

Data diperoleh melalui penelitian lapangan dimana peneliti terjun langsung


70

pada obyek penelitian yang bersangkutan serta pengamatan pada dokumen-

dokumen yang ada.

Data primer dalam penelitian ini meliputi aktivitas pembelian dan

persediaan bahan baku serta sistem pengendalian internal bahan baku yang

telah ditetapkan pihak perusahaan. Selain itu, data primer yang lain

berupa:

a. Prosedur pembelian dan persediaan bahan baku perusahaan.

b. Dokumen-dokumen dan catatan akuntansi yang digunakan dalam

pembelian dan persediaan bahan baku.

c. Alur dokumen pembelian dan persediaan bahan baku.

d. Pengendalian internal pada fungsi pembelian dan persediaan bahan

baku yang dilakukan perusahaan selama ini.

e. Fungsi-fungsi yang terkait dengan pembelian dan persediaan bahan

baku.

Data primer diambil dari hasil penelitian langsung di lapangan di

CV. Berdikari Juwahir. Data primer berupa fungsi pembelian dan

persediaan bahan baku dan sistem pengendalian internal perusahaan yang

disampaikan manajemen perusahaan dengan standar pengendalian internal

COSO (Comittee of Sponsoring Organizations), serta standar akuntansi

keuangan bisnis perperusahaanan yang ditetapkan Ikatan Akuntansi

Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan untuk

bisnis perperusahaan.
71

Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah:

a. Pemilik CV. Berdikari Juwahir sebagai pihak yang mempunyai

wewenang menerima laporan dari manajer tentang kegiatan operasional

perusahaan.

b. Manajer CV. Berdikari Juwahir, merupakan pihak yang berwenang

mengambil keputusan dalam perusahaan dan bertanggung jawab atas

berlangsungnya segala kegiatan perusahaan yang meliputi memimpin,

mengatur, membimbing dan mengarahkan organisasi perusahaan,

dimana kegiatan tersebut untuk menghasilkan kegiatan operasional

yang baik dalam mencapai tujuan perusahaan.

c. Bagian Administrasi Produksi dan Logistik CV. Berdikari Juwahir.

d. Bagian Administrasi Keuangan CV. Berdikari Juwahir.

e. Bagian Gudang CV. Berdikari Juwahir.

f. Manajer Keuangan dan HRD CV. Berdikari Juwahir.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung

memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau

dokumen. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka berupa literatur,

jurnal, maupun referensi dari sumber lain yang terkait dengan teori-teori

tentang sistem pengendalian internal, sistem akuntansi pembelian dan

persediaan bahan baku, serta pembelian dan persediaan bahan baku.


72

D. Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi

jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana,

yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang

telah ditemukan melalui observasi dan wawancara (Sugiyono, 2015: 307). Hal

ini sesuai dengan pendapat Moleong (2012: 168) kedudukan peneliti sekaligus

merupakan perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan

pada akhirnya ia menjadi pelapor hasil penelitiannya. Pengertian instrumen

atau alat penelitian di sini tepat karena ia menjadi segalanya dari keseluruhan

proses penelitian.

Sugiyono (2015: 147) juga menyebutkan bahwa dalam penelitian

kualitatif, teknik pengumpulan data yang utama adalah observasi partisipan,

wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan gabungan ketiganya atau

triangulasi. Alat bantu instrumen utama untuk memperoleh data lapangan

adalah melalui pedoman observasi, pedoman wawancara, dan studi

dokumentasi. Penelitian ini menggunakan peneliti sebagai instrumen utama

dan menggunakan alat bantu untuk memperoleh data lapangan yang meliputi:

1. Pedoman Observasi

Marshall (dalam Sugiyono, 2015: 309) menyatakan bahwa “through

observation, the researcher learn about behavior and the meaning attached

to those behavior.” Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan

makna dari perilaku tersebut. Dalam penelitian ini, teknik observasi


73

digunakan untuk memperoleh data tentang aktivitas pembelian dan

persediaan bahan baku serta sistem pengendalian internal bahan baku yang

telah ditetapkan pihak perusahaan. Adapun tempat yang akan digunakan

sebagai objek penelitian adalah tempat usaha CV. Berdikari Juwahir,

peneliti akan melakukan wawancara dan observasi terkait aktivitas

pembelian dan persediaan bahan baku serta sistem pengendalian internal

bahan baku yang telah ditetapkan pihak perusahaan.

2. Pedoman Wawancara

Sugiyono (2015: 316) mengatakan bahwa wawancara digunakan

sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga

apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam. Selama melakukan observasi, peneliti juga melakukan

wawancara dengan orang-orang yang ada di dalamnya.

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah

wawancara semiterstruktur agar subjek penelitian lebih terbuka dalam

memberikan data. Dalam penelitian ini, wawancara digunakan untuk

memperoleh data tentang aktivitas pembelian dan persediaan bahan baku

serta sistem pengendalian internal bahan baku yang ada pada CV. Berdikari

Juwahir.

3. Pedoman Analisis Dokumen

Untuk memperoleh data dokumentasi, peneliti mengambil dari

dokumen-dokumen yang dimiliki CV. Berdikari Juwahir, khususnya daftar


74

data-data tentang dokumen-dokumen dan catatan akuntansi yang digunakan

dalam pembelian dan persediaan bahan baku. Peneliti juga mengumpulkan

data tentang profil perusahaan serta petugas yang bertanggung jawab

terhadap pengendalian internal pada fungsi pembelian dan persediaan bahan

baku yang dilakukan perusahaan selama ini.

E. Teknik Pengumpulan Data

Sugiyono (2015: 308) mengemukakan bahwa teknik pengumpulan data

merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama

dari penelitian adalah mendapatkan data. Lebih lanjut, Sugiyono menjelaskan

bahwa pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai

sumber, dan berbagai cara. Dilihat dari setting penelitian, data dikumpulkan

melalui setting alamiah. Jika dilihat dari sumber datanya, maka ada sumber

primer dan sumber sekunder. Sedangkan apabila dilihat dari segi cara, maka

teknik pengumpulan data dapat dilakukan melalui observasi, wawancara,

kuesioner, dokumentasi, dan gabungan keempatnya.

Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut.

1. Observasi

Cartwright & Cartwright (dalam Suharsaputra, 2014: 209)

mendefinisikan observasi sebagai suatu proses melihat, mengamati, dan

mencermati serta merekam perilaku secara sistematis untuk suatu tujuan

tertentu. Sementara itu, Nasution (dalam Sugiyono, 2015: 309) menyatakan

bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan


75

hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan

yang diperoleh melalui observasi.

Selanjutnya menurut Sugiyono (2013: 204) dari segi proses

pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat dibedakan menjadi

participant observation (observasi berperan serta) dan non participant

observation (observasi non partisipan). Selanjutnya dari segi instrumentasi

yang digunakan, maka observasi dibedakan menjadi observasi terstruktur

dan tidak terstruktur. Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data,

dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi non partisipan karena

peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti

mencatat, menganalisis, dan membuat kesimpulan tentang aktivitas

pembelian dan persediaan bahan baku serta sistem pengendalian internal

bahan baku yang ada pada CV. Berdikari Juwahir. Sedangkan dari segi

instrumentasi yang digunakan, peneliti menggunakan observasi terstruktur

karena observasi telah dirancang secara sistematis, tentang apa yang

diamati, kapan, dan dimana tempatnya.

Sebelum melakukan observasi, peneliti membuat pedoman observasi

sebagai acuan agar proses observasi tetap fokus dan tidak keluar dari

konteks yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mendeskripsikan aktivitas

pembelian dan persediaan bahan baku serta sistem pengendalian internal

bahan baku yang ada pada CV. Berdikari Juwahir. Observasi difokuskan

pada pemenuhan ketentuan sistem pengendalian intern dan pembelian dan

persediaan bahan baku yang telah diterapkan perusahaan, prosedur


76

pembelian dan persediaan bahan baku perusahaan, dokumen-dokumen dan

catatan akuntansi yang digunakan dalam pembelian dan persediaan bahan

baku, alur dokumen pembelian dan persediaan bahan baku, fungsi-fungsi

yang terkait dengan pembelian dan persediaan bahan baku, serta

pengendalian internal pada fungsi pembelian dan persediaan bahan baku

yang dilakukan perusahaan selama ini.

2. Wawancara

Sugiyono (2015: 316) menyatakan wawancara digunakan sebagai

teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi

pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga

apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih

mendalam. Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk

mengkonstruksi mengena orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi,

perasaan dan sebagainya, yang dilakukan dua pihak, yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai

(interviewee).

Esterberg (dalam Sugiyono, 2015: 317) mengemukakan beberapa

macam wawancara, yaitu wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak

terstruktur. Dalam pelaksanaan pengumpulan data di lapangan, peneliti

menggunakan wawancara jenis jenis semiterstruktur. Hal ini dikarenakan

jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept interview, di

mana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan dengan

wawancara terstruktur. Wawancara ini bertujuan untuk menemukan


77

permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak peneliti dapat menambah

pertanyaan di luar pedoman wawancara untuk mengungkap pendapat dan

ide dari responden.

Sebelum mengumpulkan data di lapangan dengan metode

wawancara, peneliti menyusun daftar pertanyaan sebagai pedoman di

lapangan agar proses wawancara tetap fokus dan dan keluar dari konteks

yang menjadi tujuan utama peneliti yaitu mengevaluasi sistem pengendalian

internal pada pembelian dan persedian bahan baku di CV. Berdikari Juwahir

selama ini. Wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dan fleksibel,

sementara itu pedoman wawancara hanya digunakan sebagai acuan.

3. Dokumentasi

Menurut Suharsaputra (2014: 215) dokumen merupakan rekaman

kejadian masa lalu yang ditulis atau dicetak mereka dapat berupa catatan

anekdot, surat, buku harian, dan dokumen-dokumen. Menurut Sugiyono

(2015: 326) studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode

observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Untuk memperoleh

data dokumentasi, peneliti mengambil dari dokumen-dokumen yang ada di

CV. Berdikari Juwahir yang berkaitan dengan data-data tentang dokumen-

dokumen dan catatan akuntansi yang digunakan dalam pembelian dan

persediaan bahan baku, serta sistem pengendalian internal pada fungsi

pembelian dan persediaan bahan baku yang dilakukan perusahaan selama

ini. Peneliti juga mengambil dokumentasi berupa foto-foto tentang sistem


78

pengendalian internal pada fungsi pembelian dan persediaan bahan baku di

CV. Berdikari Juwahir.

F. Teknik Keabsahan Data

Teknik yang digunakan untuk menguji keabsahan data dalam penelitian

ini, digunakan teknik triangulasi. Menurut Wiersma (dalam Sugiyono, 2015:

125) “Triangulation is qualitative cross-validation. It assesses the sufficiency

of the data according to the convergence of multiple data sources or multiple

data collection procedures”. Triangulasi dalam pengujian keabsahan data ini

diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara,

dan berbagai waktu. Dengan demikian, menurut Sugiyono (2015: 125) terdapat

triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu.

Pada penelitian ini, keabsahan data dilakukan menggunakan triangulasi

sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu.

1. Triangulasi Sumber

Menurut Sugiyono (2015: 127) “Triangulasi sumber untuk menguji

kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh

melalui beberapa sumber.” Triangulasi sumber pada penelitian ini dilakukan

untuk mengecek data dari sumber data primer, yaitu: pemilik CV. Berdikari

Juwahir, manajer, Bagian Administrasi Produksi dan Logistik, Bagian

Administrasi Keuangan, Bagian Gudang, serta manajer keuangan dan HRD

CV. Berdikari Juwahir. Data dari sumber-sumber tersebut dideskripsikan

dan dikategorisasikan tentang sistem pengendalian internal pada pembelian


79

dan persedian bahan baku. Data yang telah dianalisis akan menghasilkan

suatu kesimpulan.

2. Triangulasi Teknik

Menurut Sugiyono (2015: 127) “Triangulasi teknik untuk menguji

kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber

yangs ama dengan tenik yang berbeda. Misalnya data diperoleh dengan

wawancara, lalu dicek dengan observasi, dokumentasi, atau kuesioner.”

Pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Bila dengan ketiga teknik tersebut

menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi

lebih lanjut kepada sumber daya yang bersangkutan atau yang lain, untuk

memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar,

karena sudut pandangnya berbeda-beda.

3. Triangulasi Waktu

Menurut Sugiyono (2015: 128) “Waktu juga sering mempengaruhi

kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi

hari pada nara sumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberi

data yang lebih valid sehingga lebih kredibel.” Pada penelitian ini,

triangulasi waktu digunakan untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan

dengan cara mengumpulkan data pada waktu yang berbeda. Waktu yang

digunakan peneliti dalam mengumpulkan data tentang sistem pengendalian

internal pada pembelian dan persedian bahan baku pada CV. Berdikari

Juwahir adalah dengan melakukan wawancara kepada nara sumber sebelum,


80

setelahm, atau saat akan melakukan pembelian bahan baku untuk

persediaan. Selain itu, wawacara juga dilakukan saat sebelum maupun

setelah proses produksi. Hal ini dengan pertimbangan agar memperoleh

data yang signifikan tentang sejauh mana penerapan sistem pengendalian

internal pada pembelian dan persedian bahan baku pada perusahaan.

G. Teknik Analisis Data

Data penelitian kualitatif diperoleh dari berbagai sumber dan teknik

pengumpulan data yang bermacam-macam. Setelah proses pengumpulan data

dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data. Sugiyono

(2015: 333) mendefinisikan analisis data sebagai berikut.

Proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh


dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Selanjutnya, Sugiyono juga menyebutkan analisis data kualitatif adalah

bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh,

selanjutnya dikembangkan pula hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.

Dalam penelitian kualitatif, analisis data lebih difokuskan selama proses di

lapangan bersamaan dengan pengumpulan data (Sugiyono, 2015: 333).

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015: 334) mengemukakan

bahwa aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan

conclusion drawing/verification.
81

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Sugiyono (2015: 336) menjelaskan bahwa mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang

penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu. Hal ini

perlu dilakukan karena semakin lama peneliti berada di lapangan, maka

akan semakin banyak, kompleks, dan rumit pula jumlah data yang

diperoleh.

Dalam mereduksi data, penelitian ini memfokuskan pada hal-hal

yang berkaitan dengan penerapan sistem pengendalian internal pada

pembelian dan persedian bahan baku di CV. Berdikari Juwahir.

2. Data Display (Penyajian Data)

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2015: 339) mengemukakan

bahwa yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Selanjutnya

disarankan, dalam melakukan display data, selain dengan teks yang naratif,

juga dapat berupa grafik, matrik, network, dan chart.

Dalam penelitian ini, peneliti menyajikan data hasil evaluasi tentang

sistem pengendalian internal pada pembelian dan persedian bahan baku di

CV. Berdikari Juwahir dalam bentuk teks yang bersifat deskriptif. Data

tersebut berasal dari hasil obervasi, wawancara dengan informan, serta

analisis dokumen.
82

3. Conclusion Drawing (Penarikan Kesimpulan)

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman (dalam Sugiyono, 2015: 343) adalah penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab

rumusan masalah mungkin juga tidak. Namun, jika kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

konsisten saat peneliti mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. Dalam penelitian ini,

data tentang evaluasi sistem pengendalian internal pada pembelian dan

persedian bahan baku di CV. Berdikari Juwahir yang telah tertulis dalam

penyajian data, dianalisis untuk memperoleh kesimpulan.

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dilakukan meliputi 3 (tiga) tahap yaitu:

1. Tahap Prapenelitian

Tahap ini dilakukan penyusunan proposal, membuat instrumen

penelitian dan pengumpulan data-data penelitian.

2. Tahap Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut.

a. Memahami teori-teori yang berkaitan dengan sistem pengendalian

internal, bahan baku, serta fungsi pembelian dan persedian bahan baku.

b. Mengumpulkan data-data tentang penerapan sistem pengendalian internal

pada pembelian dan persedian bahan baku di CV. Berdikari Juwahir.


83

c. Menarik simpulan tentang hasil evaluasi sistem pengendalian internal

pada pembelian dan persedian bahan baku di CV. Berdikari Juwahir.

3. Tahap Pembuatan Laporan

Dalam tahap ini, dilakukan penyusunan data hasil penelitian sehingga

terbentuk suatu laporan penelitian.


DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Arif, Muhammad. (2017). Perancangan Tata Letak Pabrik. Yogyakarta:


Deepublish.

Baridwan, Zaki. (2013). Intermediate Accounting. Yogyakarta: BPFE-


Yogyakarta.

Biro Pusat Statistik. (2019). Berita Resmi Statistik Pertumbuhan Produksi


Industri Manufaktur Triwulan II-2019. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Daljono. (2011). Akuntansi Biaya. Edisi TIga. Semarang: Badan Penerbit


Universitas Diponegoro Semarang.

Eunike, dkk. (2018). Perencanaan Produksi dan Pengendalian Persediaan.


Malang: UB Press.

Giri, Ferdinan Efraim. (2014). Akuntansi Keuangan Menengah 1. Yogyakarta:


UPP STIM YKPN.

Hery. (2017). Akuntansi Dasar 1 dan 2. Jakarta: Grasindo.

Mardi. (2011). Sistem Informasi Akuntansi. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Martani, Dwi. dkk. (2012). Akuntansi Keuangan Menengah Berbasis PSAK.


Jakarta: Salemba Empat.

Moleong, Lexy J. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Muchson, M. (2017). Buku Ajar Metodologi Riset Akuntansi. Bugor: Guepedia.

Mulyadi. (2016). Sistem Akuntansi. Edisi Tiga. Jakarta: Salemba Empat.

Nafarin, M. (2015). Penganggaran Perusahaan. Edisi Tiga. Jakarta: Salemba


Empat.

Prijowuntato, S. Widanarto. (2016). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Sanata


Dharma University Press.

Ramdhani, Dadan., Marida., Hendrani Ai, dan Suheri. (2020). Akuntansi Biaya
(Konsep dan Implementasi di Industri Manufaktur). Yogyakarta: CV.
Markumi.

84
85

Romney, Marshall B. dan Steinbart, Paul John. (2015). Sistem Informasi


Akuntansi. Buku 1. Edisi Bahasa Indonesia. Penerjemah: Deny Arnos
Kwary dan Dewi Fitriasari. Jakarta: Salemba Empat.

Sugeng, Bambang. (2019). Manajemen Keuangan Fundamental. Yogyakarta:


Deepublish.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif. Kualitatif. R & D.


Bandung: Alfabeta.

_____. (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Method). Bandung:


Alfabeta.

Suharsaputra, Uhar. (2014). Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif dan


Tindakan. Bandung: Refika Aditama.

Sujarweni, V. Wiratna. (2015). Sistem Akuntansi. Yogyakarta: Pustaka Baru


Press.

Willson, James D. dan Campbell, John B. (1986). Controllership. Terjemahan:


Tjintjin Fenix Tjendera. Jakarta: Erlangga.

Zamzami, Faiz., Faiz, Ihda Arifin., dan Mukhlis. (2018). Audit Internal Konsep
dan Praktik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Jurnal:

Seredei, Srijantri dan Runtu, Treesje. (2015). Evaluasi Penerapan Pengendalian


internal Atas Persediaan Barang Dagangan Pada PT. Suramando
(Distributor Farmasi Dan General Supplier) di Manado. Jurnal EMBA. Vol.
3. No. 2. hal. 385-394.

Sidabutar, Fransisca Maya Tamara. (2018). Evaluasi Pengendalian Internal Pada


Sistem Pembelian Bahan Baku (Studi Kasus di Penerbit dan Percetakan PT.
Pohon Cahya). Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Suryani, Lilik., Isharijadi., dan Astuti, Elly. (2017). Evaluasi Sistem Akuntansi
Persediaan Guna Meningkatkan Efektifitas Pengendalian Internal Pada PT
Agrofarm Nusa Raya di Ponorogo. The 9th FIPA: Forum Ilmiah Pendidikan
Akuntansi. Vol. 5. No. 1. hal. 306-322.

Wulandari, Sri., Anas, M. dan Astuti, Puji. (2018). Analisis Sistem Pengendalian
Internal Persediaan Bahan Baku Untuk Keberlangsungan Proses Produksi
Pada Perusahaan Roti Orion Kediri Tahun 2016. Artikel Skripsi Universitas
Nusantara PGRI Kediri. Vol. 1. No. 1. hal. 1-12.
86

Anda mungkin juga menyukai