Dengan kata lain tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal dikurangi dengan daya beli
yang hilang akibat inflasi. Jika tingkat inflasi lebih rendah, tingkat bungan rill akan menjadi
tinggi. Tingkat bungan riil selalu dapat dihitung setelah terjadi, namun tingkat bungan riil yang
akan datang tidak dapat diketahui tetapi dapat diprediksi. Tingkat inflasi adalah beresiko, maka
tingkat bungan riil juga beresiko sekalipun tingkat bunga nominalnya bebas resiko.
R = r + E(i)
Persamaan ini berarti bahwa tingkat riil cukup stabil, maka kenaikan tingkat bunga nominal
merupakan prediksi tentang kenaikan tingkat inflasi.
Sehingga tingkat imbal hasil riil setelah pajak akan turun ketika tingkat inflasi
meningkat. Investor akan menderita sanski inflasi sebesar tarif pajak dikali tingkat inflasi.
Tingkat T-bill tahunan dihitung dari rolling over T-bill bulanan sebanyak 12 kali
dan persentaseperubahan dalam CPI (consumer price index). Kolom pertama dari Tabel 1
mendaftar tingkat tahunan rata rata untuk beberapa seri. Tingkat bunga rata rata selama
paruh terakhir sejarah (1968 2009) , 5,75% jelas lebih tinggi daripada paruh awal, 1,67%.
Alasannya adalah inflasi, pemicu utama tingkat T-bills , yang juga terlihat lebih tinggi
dalam nilai rata rata pada paruh terakhir sampel, 4,56% daripada periode sebelumnya
hanya 1,64%. Akan tetapi, tingkat bunga nominal selama periode terakhir tetap cukup
tinggi untuk menghasilkan tingkat riil rata rata, 1,17%, dibandingkan tingkat rill yang
hanya 0,24% pada pparuh pertama. Alasan utama dari catatan sejarah ini adalah karena
sekalipun tingkat inflasi tergolong moderat, hal itu dapat diimbangi dengan keuntungan
nominal yang disediakan oleh investasi beresiko rendah.
Definisi HPR ini berasumsi bahwa dividen dibayarkan pada akhir periode. Jika
deviden dibayarkan lebih awal, HPR ini mengabaikan pendapatan dari menginvetasi
kembali pendapatan antara penerimaan pembayaran sampai akhir periode. Imbal hasil
persentase atas penerimaan dividen disebut imbal hasil dividen sehingga imbal hasil
dividen ditambah imbal hasil keuntungan modal sama dengan HPR.
Standar deviasi dari imbal hasil adalah ukuran risiko. Ini didefinisikan sebagai akar
kuadrat dari varian yang kemudian menjadi nilai simpangan yang diharapkan dikuadratkan
dari imbal hasil yang diharapkan. Makin tinggi volatilitas imbal hasil, makin besar nilai
rata rata dari simpangan dikuadratkan ini.
Jelas sekali bahwa yang menjadi masalah bagi investor potensial dalam reksa dana
indeks adalah risiko penurunan atau kerugian atau pasar yang buruk, bukan potensi pasar
yang baik. Standar deviasi dari tingkat imbal hasil tidak membedakan antara kejutan baik
dengan kejutan buruk, ukuran ini memperlakukan keduannya secara sederhana sebagai
penyimpangan dari rata rata. Sepanjang distribusi probabilitas kurang lebih simetri
terhadap rata rata, maka standar deviasi dari imbal hasil adalah ukuran risiko yang
memadai.