Anda di halaman 1dari 29

RINGKASAN MATERI DAN REVIEW JURNAL

DECISION MAKING

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perilaku Konsumen


yang diampu oleh Ibu Dr. Astrid Puspaningrum, S.E., M.M., CMA

Disusun oleh:
Kelompok 5 Kelas DC

Annisaa Aulia Puspa Anggraeni


196020200011022

PROGRAM STUDI S2 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan untuk Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah untuk mata kuliah Perilaku Konsumen
dengan materi berjudul “Decision Making”. Tujuan penulisan tugas ini yaitu untuk lebih
memahami ilmu perilaku konsumen mengenai pengambilan keputusan pada individu dan
organisasi. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Astrid Puspaningrum, S.E., M.M., CMA selaku dosen pengampu mata kuliah
Perilaku Konsumen.
2. Teman-teman S2 Manajemen Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan segenap
kerendahan hati, penulis berharap semoga segala kekurangan yang ada pada tugas ini dapat
dijadikan bahan pembelajaran untuk penelitian yang lebih baik di masa yang akan datang.
Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan civitas academica.

Malang, 12 Desember 2020

Penyusun

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
BAB I RINGKASAN MATERI....................................................................................................4
1.1. Apa Masalahmu?...............................................................................................................4
1.1.1. Terlalu Banyak Pilihan (Hyperchoice).......................................................................4
1.1.2. Pengaturan Diri...........................................................................................................4
1.2. Pengambilan Keputusan Kognitif.....................................................................................5
1.2.1. Langkah-Langkah dalam Proses Pengambilan Keputusan Kognitif..........................5
1.2.2. Neuromarketing..........................................................................................................7
1.2.3. Pengambilan Keputusan Online.................................................................................8
1.2.4. Penempatan Produk dalam Kategori..........................................................................9
1.3. Pengambilan Keputusan Kebiasaan................................................................................11
1.3.1. Priming dan Nudging...............................................................................................11
1.3.2. Heuristik: Jalan Pintas Mental..................................................................................12
1.4. Pengambilan Keputusan Kolektif...................................................................................13
1.4.1. Pengambilan Keputusan B2B...................................................................................14
1.4.2. Pengambilan Keputusan B2B vs Konsumen............................................................14
1.4.3. E-commerce B2B.....................................................................................................16
1.5. Pengambilan Keputusan Keluarga..................................................................................17
1.5.1. Bagaimana Keluarga Memutuskan...........................................................................17
1.5.2. Istri............................................................................................................................18
1.5.3. Suami........................................................................................................................18
1.5.4. Group Shopping........................................................................................................19
BAB II REVIEW JURNAL........................................................................................................20
2.1. Informasi Jurnal..............................................................................................................20
2.2. Latar Belakang................................................................................................................20
2.3. Tujuan.............................................................................................................................21
2.4. Literature Review............................................................................................................21

4
2.4.1. Pengaruh Emosional pada Persepsi Risiko...............................................................21
2.4.2. Kesenangan, Gairah, dan Dominasi.........................................................................21
2.5. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian..............................................................22
2.6. Metode Penelitian...........................................................................................................23
2.7. Hasil Penelitian...............................................................................................................23
2.8. Pembahasan Hasil...........................................................................................................24
2.8.1. Pengaruh emosional pada persepsi risiko.....................................................................24
2.8.2. Kesenangan, Gairah, dan Dominasi.............................................................................24
2.9. Implikasi Penelitian.........................................................................................................26
2.10. Keterbatasan dan Rekomendasi Penelitian..................................................................26
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................27

5
BAB I
RINGKASAN MATERI

1.1. Apa Masalahmu?


Setiap keputusan yang dibuat oleh konsumen adalah respon dari suatu masalah. Cakupan
masalah ini bervariasi, ada yang mudah dan sulit untuk diputuskan. Beberapa keputusan
dipertimbangkan dengan bijaksana dan rasional, tapi ada juga beberapa keputusan yang digiring
oleh emosi, contohnya impulsive buying (Solomon, 2018).
1.1.1. Terlalu Banyak Pilihan (Hyperchoice)
Berbagai masalah yang dihadapi konsumen dalam hidup akan menjadi semakin rumit
ketika memiliki terlalu banyak pilihan Kondisi hyperchoice ini memaksa konsumen untuk
membuat keputusan berulang-ulang yang dapat menguras energi psikologis sekaligus
menurunkan kemampuan untuk membuat pilihan yang cerdas (Solomon, 2018).
Sebuah studi yang dilakukan di sebuah toko grosir menggambarkan bagaimana memiliki
terlalu banyak dapat menghambat proses berpikir. Pembeli mencoba sampel selai buah rasa
dalam dua kondisi berbeda: dalam kondisi "pilihan terbatas" mereka memilih dari 6 rasa,
sedangkan mereka yang berada dalam kelompok "pilihan ekstensif" melihat 24 rasa. Hasilnya,
sebanyak 36% konsumen dalam kelompok terbatas benar-benar membeli sebotol selai dan hanya
3% kelompok ekstensif yang membeli sebotol selai.
Pembuat keputusan sebenarnya memiliki daftar strategi dengan cara mengevaluasi upaya
yang diperlukan untuk membuat pilihan tertentu. Ketika masalah membutuhkan pemikiran yang
matang, maka digunakan pendekatan “rasional”, namun jika tidak, makan konsumen membuat
keputusan “naluri” berdasarkan reaksi emosional. Beberapa keputusan juga didasari oleh
“kebiasaan” yang membantu konsumen untuk memperkirakan apa yang akan dikonsumsi dari
waktu ke waktu.
1.1.2. Pengaturan Diri
Upaya seseorang untuk mengubah atau mempertahankan tindakannya dari waktu ke waktu,
melibatkan perencanaan yang cermat dan merupakan bentuk pengaturan diri. Jika seseorang
memiliki strategi pengaturan mandiri, maka dia akan menentukan terlebih dulu cara untuk
merespons masalah dalam situasi tertentu.

6
Para peneliti dan pemasar sadar akan peran mereka dalam mengubah perilaku konsumen
dengan membantu orang untuk mengatur tindakan mereka sendiri. Bantuan ini dapat berupa
umpan balik untuk membantu pengaturan diri. Namun, pengaturan diri sendiri tidak selalu
berhasil. Hanya karena strategi telah disusun dengan baik, bukan berarti hal itu akan diikuti.
Terkadang niat baik menjadi kacau karena terlalu lelah untuk melawan godaan. Penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan seseorang untuk mengatur diri sendiri menurun seiring
berjalannya waktu.
Penelitian lain menunjukkan bahwa tindakan perencanaan dapat merusak kemampuan
seseorang untuk mencapai tujuan. Ketika seseorang tidak senang dengan kemajuannya menuju
tujuan seperti penurunan berat badan, maka tindakan untuk meningkatkan kinerja diet dapat
menyebabkan tekanan emosional. Kegelisahan ini kemudian mengakibatkan berkurangnya
pengendalian diri.

1.2. Pengambilan Keputusan Kognitif


Secara tradisional, peneliti konsumen meneliti pengambilan keputusan dari perspektif
rasional. Menurut pandangan ini, orang dengan tenang dan hati-hati mengintegrasikan informasi
sebanyak mungkin dengan apa yang telah mereka ketahui tentang suatu produk, dengan susah
payah menimbang kelebihan dan kekurangan dari setiap alternatif, sampai pada keputusan akhir.
Ketika manajer pemasaran yakin bahwa pelanggan mereka memang melakukan
perencanaan, mereka harus mempelajari dengan cermat langkah-langkah dalam pengambilan
keputusan untuk memahami bagaimana konsumen menimbang informasi, membentuk
keyakinan, dan memilih kriteria yang digunakan. Jadi, para manajer pemasaran dapat
mengembangkan produk dan strategi promosi yang menyediakan informasi spesifik dalam
format efektif.
1.2.1. Langkah-Langkah dalam Proses Pengambilan Keputusan Kognitif
Ketika ingin membeli suatu produk, konsumen akan melewati proses pengambilan
keputusan kognitif yang disebut proses keputusan pembelian (buying decision process). Proses
ini terdiri dari lima tahapan, yaitu:
1. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhannya
berdasarkan rangsangan internal atau eksternal. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan

7
yang memicu kebutuhan tertentu. Dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen,
para pemasar dapat mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan
kategori produk tertentu. Para pemasar kemudian dapat menyusun strategi pemasaran yang
mampu memicu minat konsumen.
2. Pencarian Informasi
Setelah mengenali kebutuhannya, konsumen terdorong untuk mencari lebih banyak.
Perhatian utama pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang menjadi acuan konsumen
dan pengaruh relatif tiap sumber tersebut terhadap keputusan pembelian selanjutnya. Sumber
informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok:
a. Sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, kenalan).
b. Sumber komersial (iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan di toko).
c. Sumber publik (media massa, organisasi penentu peringkat konsumen).
d. Sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk.
Pengaruh sumber informasi tersebut berbeda-beda bergantung pada kategori produk dan
karakteristik pembeli. Melalui pengumpulan informasi, konsumen mempelajari merek-merek
yang bersaing serta fitur dari merek tersebut.
3. Evaluasi Alternatif
Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan dan model-model terbaru yang memandang
proses evaluasi konsumen sebagai proses yang berorientasi kognitif. Artinya bahwa konsumen
membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Beberapa konsep tentang
evaluasi konsumen, yaitu:
a. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan.
b. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk.
c. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan atribut dengan
kemampuan yang berbeda-beda dalam memberikan manfaat dan kepuasan.
4. Pemilihan Produk
Dalam tahap pemilihan produk, konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang
ada di dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga dapat membentuk preferensi untuk membeli
merek yang paling disukai. Namun, ada dua faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan
produk, yaitu:

8
a. Sikap orang lain. Semakin gencar sikap positif atau negatif orang lain dan semakin dekat
orang lain tersebut dengan konsumen, maka ada kecenderungan konsumen untuk
mengubah niat pembeliannya.
b. Faktor situasi yang tidak terantisipasi. Faktor ini dapat muncul dan mengubah niat
pembelian. Hal ini mungkin terjadi karena konsumen kehilangan pekerjaan, beberapa
pembelian lain yang lebih mendesak, atau pelayanan toko yang dapat mengurungkan niat
pembelian.
5. Evaluasi Pascabeli
Setelah membeli produk, konsumen akan melakukan evaluasi pasca pembelian:
a. Kepuasan pasca pembelian. Kepuasan pembeli merupakan selisih dari kinerja produk dan
harapan yang dirasakan konsumen. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan
maka pelanggan akan kecewa; jika ternyata sesuai harapan maka pelanggan akan puas; dan
jika melebihi harapan maka pelanggan akan sangat puas.
b. Tindakan pasca pembelian. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan
mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika konsumen tersebut puas, ia akan
menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali produk tersebut.
c. Pemakaian dan pembuangan pasca pembelian. Jika para konsumen menyimpan produk itu
ke dalam lemari untuk selamanya, produk tersebut mungkin tidak begitu memuaskan. Jika
para konsumen tersebut menjual atau mempertukarkan produk tersebut, penjualan produk
baru akan menurun. Jika para konsumen membuang produk tertentu, maka pemasar harus
mengetahui cara mereka membuangnya, terutama jika produk tersebut dapat merusak
lingkungan.
1.2.2. Neuromarketing
Neuromarketing menggunakan pencitraan resonansi magnetik fungsional (atau fMRI),
perangkat pemindaian otak yang melacak aliran darah saat manusia melakukan tugas mental
untuk melihat dari dekat bagaimana otak menanggapi pesan pemasaran dan fitur desain produk.
Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah menemukan bahwa daerah di otak, seperti
amigdala, hipokampus, dan hipotalamus, adalah papan tombol dinamis yang memadukan
memori, emosi, dan pemicu biokimia. Neuron-neuron yang saling berhubungan ini membentuk
cara-cara di mana ketakutan, panik, kegembiraan, dan tekanan sosial memengaruhi pilihan
konsumen.

9
Ilmuwan tahu bahwa daerah tertentu di otak menyala dalam pemindaian ini untuk
menunjukkan peningkatan aliran darah ketika seseorang mengenali wajah, mendengar lagu,
membuat keputusan, atau merasakan penipuan. Sekarang pemasar dapat memanfaatkan
teknologi ini untuk mengukur reaksi konsumen terhadap trailer film, mobil, daya tarik wajah
cantik, dan bahkan loyalitas mereka terhadap merek tertentu.
1.2.3. Pengambilan Keputusan Online
a. Cybermediary
Perantara dunia maya adalah situs web atau aplikasi yang membantu menyaring dan
mengatur informasi pasar online sehingga pelanggan dapat mengidentifikasi dan
mengevaluasi alternatif dengan lebih efisien.
b. Intelligent agents
Agen cerdas adalah program perangkat lunak canggih yang menggunakan teknologi
pemfilteran kolaboratif dengan mempelajari perilaku pengguna sebelumnya untuk
merekomendasikan pembelian baru.
c. Search engines
Mesin pencari adalah program yang mencari dan mengidentifikasi informasi di dalam
database yang sesuai dengan kata kunci yang dimasukkan oleh pengguna. Setelah
mendapatkan informasi yang diminta, search engine akan menampilkan hasilnya pada
search engine result page (SERP). Semakin baik kerja search engine, semakin relevan
informasi yang akan ditampilkan. Contohnya adalah Google, Bing, dan Yahoo!
d. Search engine optimization
SEO sangat penting karena mengacu pada prosedur yang digunakan perusahaan untuk
mendesain konten situs web guna memaksimalkan kemungkinan konten mereka akan
muncul saat seseorang mencari istilah yang relevan. Tujuannya adalah membujuk orang
untuk mengakses konten tersebut.
e. Long tail
Ulasan pelanggan online adalah salah satu faktor penting yang mendorong model bisnis
yang disebut long tail. Model bisnis long tail adalah pola yang menunjukan bahwa bisnis
tersebut cenderung menjual produk yang sedikit atau fokus pada pasar dengan ceruk
sempit. Pola ini terjadi ketika perusahaan yang memiliki banyak produk memutuskan

10
untuk menjual produk yang terlaris saja dan menjadikan segmennya ceruk atau niche.
Contohnya adalah Netflix.
1.2.4. Penempatan Produk dalam Kategori
Ketika konsumen memproses informasi produk, mereka mengevaluasi atribut yang sudah
diketahui tentang produk serupa lainnya. Konsumen secara kognitif merepresentasikan informasi
produk dalam struktur pengetahuan. Istilah ini mengacu pada seperangkat keyakinan dan cara
konsumen mengatur keyakinan ini dalam pikirannya.
Kategori tingkat menengah, atau tingkat dasar, biasanya paling berguna untuk
mengklasifikasikan produk. Pada tingkat ini, barang-barang yang dikelompokkan cenderung
memiliki banyak kesamaan satu sama lain, tetapi masih mungkin untuk mempertimbangkan
alternatif yang cukup luas.
1. Implikasi Strategis Kategorisasi Produk
Cara konsumen mengkategorikan produk memiliki banyak implikasi strategis bagi
pemasar, karena proses ini memengaruhi produk apa yang akan dibandingkan dan juga kriteria
digunakan.
a. Memposisikan Produk
Keberhasilan strategi pemosisian bergantung pada kemampuan pemasar untuk meyakinkan
konsumen agar mempertimbangkan produknya dalam kategori tertentu. Misalnya, jus jeruk
yang awalnya hanya dikonsumsi saat sarapan, mencoba memposisikan produknya sebagai
minuman yang cocok untuk dikonsumsi sepanjang hari.
b. Mengidentifikasi Pesaing
Setelah mengetahui produk yang diinginkan, konsumen akan membandingkan satu merek
dengan merek lain yang berada pada kategori yang sama. Ini tantangan bagi pemasar untuk
mengidentifikasi pesaing, karena persaingan bisa muncul dari produk yang berbeda
kategori, seperti koran vs Youtube.
c. Membuat Contoh Produk
Suatu produk yang menjadi contoh terbaik dari suatu kategori akan lebih dikenal dan
diingat oleh konsumen. Karakteristik dari contoh kategori cenderung mempengaruhi cara
orang berpikir tentang kategori produk secara umum. Contohnya adalah Aqua yang
merupakan perintis air mineral dalam kemasan di Indonesia hingga kemudian atribut

11
produknya ditiru oleh pesaing lain. Oleh karena itu, perusahaan harus membuat produk
yang bisa menjadi contoh terbaik pada suatu kategori.

d. Meletakkan Produk di Toko


Kategorisasi produk juga dapat memengaruhi ekspektasi konsumen terkait tempat di mana
mereka bisa menemukan produk yang diinginkan. Jika produk tidak secara jelas masuk ke
dalam kategori, maka dapat mengurangi kemampuan konsumen untuk menemukannya.
Misalnya baterai yang diletakkan di dekat peralatan masak akan membingungkan
konsumen.
2. Kriteria Evaluasi
Kriteria evaluasi adalah dimensi yang digunakan untuk menilai manfaat dari pilihan
produk yang bersaing. Ketika membandingkan alternatif produk, konsumen dapat memilih
beberapa kriteria. Atribut determinan adalah fitur yang sebenarnya digunakan untuk
membedakan pilihan konsumen. Pemasar sering mendidik konsumen tentang kriteria mana yang
harus digunakan sebagai atribut penentu. Untuk merekomendasikan kriteria keputusan baru,
pemasar harus menyampaikan tiga informasi, yaitu:
a. Harus ditunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara merek dengan atributnya.
b. Harus memberi konsumen aturan pengambilan keputusan, seperti jika… (memutuskan di
antara merek yang bersaing), kemudian… (gunakan atribut sebagai kriteria).
c. Harus menyampaikan aturan yang konsisten dengan bagaimana orang tersebut membuat
keputusan pada kesempatan sebelumnya. Jika tidak, dia cenderung mengabaikan
rekomendasi tersebut karena membutuhkan terlalu banyak kerja mental.
Dalam kondisi keterlibatan kognitif tinggi, orang cenderung memikirkan pro dan kontra
dari berbagai pilihan. Ini adalah aturan kompensasi, yang memungkinkan produk untuk
menutupi kekurangannya di satu dimensi dengan unggul di dimensi lain. Ada 2 tipe dasar aturan
kompensasi:
a. Aturan aditif sederhana mengarah ke opsi yang memiliki jumlah atribut positif terbesar.
Seseorang dapat menggunakan proses ini ketika sulit mendapatkan lebih banyak informasi.
Ini bukan solusi terbaik karena beberapa atribut mungkin tidak berarti bagi pelanggan.

12
b. Aturan aditif berbobot memungkinkan konsumen untuk memperhitungkan kepentingan
relatif dari atribut dengan menimbang masing-masing atribut.
Aturan kompensasi mengharuskan pembuat keputusan untuk mempertimbangkan dengan
cermat atribut opsi yang bersaing. Namun saat konsumen membuat keputusan berdasarkan
kebiasaan atau emosional, biasanya digunakan aturan non-compensatory. Ini berarti jika sebuah
pilihan tidak pada satu dimensi, konsumen akan menolaknya begitu saja dan beralih ke sesuatu
yang lain daripada memikirkan bagaimana hal itu dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara
lain.
a. Aturan leksikografik mengatakan, “pilih merek yang terbaik pada atribut yang paling
penting”. Jika seorang pembuat keputusan merasa bahwa dua atau lebih merek sama-sama
bagus pada atribut itu, dia kemudian membandingkannya pada atribut terpenting kedua.
Proses seleksi ini berlangsung hingga menemukan keputusan akhir.
b. Aturan eliminasi menurut aspek mirip dengan aturan leksikografik karena pembeli juga
mengevaluasi merek pada atribut yang paling penting. Namun, dalam kasus ini, konsumen
memberlakukan batasan tertentu. Misalnya, ketika konsumen akan membeli oven yang
memiliki roaster untuk memanggang ayam, maka merek lain yang tidak memenuhi atribut
ini tidak akan dilirik.
c. Jika dua aturan sebelumnya melibatkan pemrosesan berdasarkan atribut, aturan
penghubung memerlukan pemrosesan menurut merek. Seperti prosedur eliminasi demi
aspek, pembuat keputusan menetapkan batas untuk setiap atribut. Dia memilih merek yang
memenuhi semua batasan, tetapi menolak merek yang gagal memenuhi batasan mana pun.
Jika tidak ada merek yang memenuhi semua batasan, dia dapat menunda pilihan,
mengubah aturan keputusan, atau memodifikasi batasan.

1.3. Pengambilan Keputusan Kebiasaan


Pengambilan keputusan kebiasaan menggambarkan pilihan yang dibuat dengan sedikit atau
tanpa kesadaran. Banyak keputusan pembelian yang begitu rutin sehingga konsumen mungkin
tidak menyadari bahwa itu telah menjadi kebiasaan.
Ketika seseorang membeli merek yang sama berulang kali, apakah ini berarti itu hanya
kebiasaan atau dia benar-benar setia pada produk tersebut? Jawabannya adalah, itu tergantung:
Dalam beberapa kasus, mungkin itu dipengaruhi oleh alam bawah sadar. Sedangkan loyalitas

13
merek menggambarkan pola perilaku pembelian berulang yang melibatkan keputusan sadar
untuk terus membeli merek yang sama.
1.3.1. Priming dan Nudging
Sebuah studi tentang pengaruh logo perusahaan menemukan bahwa, ketika responden
melihat kilatan singkat logo Apple atau IBM di layar, perilaku mereka berubah meskipun mereka
bahkan tidak sadar bahwa mereka telah melihat logo tersebut. Kreativitas dan inovasi adalah ciri-
ciri yang diasosiasikan oleh banyak konsumen dengan merek Apple, sedangkan tradisi,
kecerdasan, dan tanggung jawab dihubungkan dengan IBM.
Peneliti terus mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat keputusan kita bias, dan
banyak di antaranya adalah faktor-faktor yang beroperasi di bawah kesadaran. Beberapa bias
yang terjadi saat proses pengambilan keputusan adalah:
a. Akuntansi mental, cara membingkai masalah eksternal yang seharusnya tidak
mempengaruhi pilihan, tetapi tetap berpengaruh.
b. Kesalahan sunk-cost, orang enggan menyia-nyiakan sesuatu yang telah dibayar.
c. Penghindaran kerugian, orang lebih membenci kehilangan sesuatu daripada mendapatkan
sesuatu.
d. Teori prospek, menganalisis bagaimana nilai suatu keputusan bergantung pada keuntungan
atau kerugian.
Sebagian besar kegiatan ekonomi berfokus pada peran primer, yaitu syarat dalam
lingkungan yang membuat orang lebih cenderung bereaksi dengan cara tertentu meskipun dia
tidak menyadari pengaruh ini. Priming adalah stimulus yang mendorong orang untuk fokus pada
beberapa aspek tertentu dari kehidupan seperti kesejahteraan finansial atau lingkungan.
Banyak pekerjaan terkini yang menunjukkan bagaimana dorongan (nudge) atau perubahan
yang disengaja oleh organisasi untuk mengubah perilaku, dapat menghasilkan efek dramatis.
Sebuah "dorongan" sederhana yang mengubah cara orang bertindak adalah dengan beralih dari
meminta konsumen untuk "ikut serta" ke dalam program menjadi meminta mereka untuk
"menyisih" dari suatu program jika mereka tidak ingin berpartisipasi.
Bias default adalah kondisi di mana orang lebih cenderung untuk mematuhi suatu
persyaratan daripada berusaha untuk tidak mematuhinya. Misalnya, orang lebih cenderung
menabung untuk masa pensiun jika perusahaan secara otomatis mengurangi jumlah tertentu dari
gajinya daripada jika mereka harus menabung sendiri.

14
1.3.2. Heuristik: Jalan Pintas Mental
Tidak seperti strategi keputusan kognitif, pada kenyataannya konsumen cukup puas untuk
mengerahkan sedikit upaya mental dan hanya menerima hasil yang memadai. Perspektif “cukup
baik” dalam pengambilan keputusan ini disebut rasionalitas terbatas. Konsumen sering
menggunakan pintasan lain untuk menyederhanakan pilihannya. Jalan pintas mental ini disebut
sebagai heuristik. Beberapa heuristik umum yang biasa digunakan adalah:

a. Kovarian
Ketika konsumen hanya memiliki informasi produk yang tidak lengkap, maka mereka
sering mendasarkan penilaian pada keyakinannya tentang kovarian, yaitu asosiasi antara
peristiwa yang mungkin atau mungkin tidak benar-benar mempengaruhi satu sama lain.
b. Negara Asal
Konsumen sangat mengaitkan item tertentu dengan negara tertentu, dan produk dari negara
tersebut sering kali berupaya memanfaatkan keterkaitan ini. Itulah mengapa negara asal
(country of origin) sering kali merupakan heuristik yang penting.
c. Nama Merek yang Sudah Dikenal
Dalam sebuah studi yang dilakukan Boston Consulting Group (BCG) terhadap para
pemimpin pasar dalam 30 kategori produk, 27 merek yang menjadi nomor satu pada tahun
1930 (seperti Ivory Soap dan Campbell's Soup) dan masih berada di puncak lebih dari 50
tahun kemudian.
d. Harga Lebih Tinggi
Banyak orang berasumsi bahwa alternatif dengan harga lebih tinggi lebih berkualitas
daripada pilihan harga lebih rendah. Asumsi ini seringkali benar karena konsumen
cenderung mendapatkan kualitas sesuai dengan harga yang dibayar. Namun, hubungan
harga-kualitas tidak selalu dapat dibenarkan.

1.4. Pengambilan Keputusan Kolektif


Pengambilan keputusan kolektif adalah kondisi di mana lebih dari satu orang memilih
produk atau layanan yang digunakan banyak konsumen. Ada dua jenis kondisi, pertama

15
pengambilan keputusan organisasi besar, di mana beberapa karyawan memilih barang atau jasa
atas nama kelompok yang lebih besar. Kedua, organisasi kecil yang lebih spesifik yaitu keluarga.
Meskipun secara ukuran terlihat berbeda, tapi ada kesamaan penting, yaitu setiap individu atau
kelompok memainkan sejumlah peran khusus ketika mereka memilih produk atau layanan untuk
unit organisasi mereka. Beberapa peran penting dalam pengambilan keputusan organisasi adalah:
a. Inisiator — Orang yang mengemukakan ide atau mengidentifikasi kebutuhan.
b. Penjaga gerbang — Orang yang melakukan pencarian informasi dan mengontrol arus
informasi yang tersedia untuk grup. Dalam konteks organisasi, penjaga gerbang
mengidentifikasi kemungkinan vendor dan produk untuk dipertimbangkan oleh anggota
grup lainnya.
c. Influencer — Orang yang mencoba memengaruhi hasil keputusan dengan kekuatan yang
dimilikinya.
d. Pembeli — Orang yang benar-benar melakukan pembelian, tapi belum tentu menggunakan
produk atau layanan.
e. Pengguna — Orang yang benar-benar mengonsumsi produk atau layanan.
1.4.1. Pengambilan Keputusan B2B
Banyak karyawan perusahaan atau organisasi lain membuat keputusan pembelian setiap
hari. Pembeli organisasi adalah orang yang membeli barang dan jasa atas nama perusahaan untuk
digunakan perusahaan dalam proses produksi, distribusi, atau penjualan kembali. Orang-orang
ini membeli dari pemasar business-to-business (B2B) yang harus memenuhi kebutuhan
organisasi seperti perusahaan, lembaga pemerintah, dan pengecer.
Pembeli organisasi memiliki banyak tanggung jawab. Mereka memutuskan vendor dan
item spesifik apa yang dibutuhkan dari pemasok tersebut. Sejumlah faktor yang mempengaruhi
persepsi pembeli organisasi yaitu:
a. Harapan terhadap pemasok, misalnya: kualitas produk, kompetensi dan perilaku karyawan
perusahaan, serta pengalaman sebelumnya ketika berurusan dengan pemasok itu.
b. Iklim organisasi perusahaan, yaitu bagaimana cara perusahaan menghargai kinerja dan
nilai-nilai yang dianut.
c. Penilaian pembeli atas kinerjanya sendiri. Apakah dia percaya dalam mengambil risiko.

16
Seperti konsumen lainnya, pembeli organisasi terlibat dalam proses pembelajaran di mana
karyawan berbagi informasi satu sama lain dan mengembangkan "memori organisasi" yang
terdiri dari keyakinan dan asumsi bersama tentang pilihan terbaik untuk dibuat.
1.4.2. Pengambilan Keputusan B2B vs Konsumen
Perbedaan utama antara keputusan pembelian organisasi (B2B) versus keputusan
konsumen individu adalah:
a. Keputusan pembelian yang dibuat oleh perusahaan sering kali melibatkan banyak orang,
termasuk mereka yang melakukan pembelian sebenarnya, mereka yang secara langsung
atau tidak langsung memengaruhi keputusan ini, dan karyawan yang benar-benar akan
menggunakan produk atau layanan tersebut.
b. Organisasi dan perusahaan sering kali menggunakan spesifikasi teknis yang tepat yang
membutuhkan banyak pengetahuan tentang kategori produk.
c. Pembelian impulsif jarang terjadi. Karena mereka mendasarkan keputusan mereka pada
pengalaman masa lalu dan mempertimbangkan alternatif dengan cermat.
d. Keputusan sering kali berisiko, artinya bahwa karier pembeli bergantung pada
penilaiannya.
e. Volume pembelian sering kali cukup besar.
f. Pemasaran B2B sering kali lebih menekankan penjualan pribadi (direct selling) daripada
iklan atau bentuk promosi lainnya. Berurusan dengan pembeli organisasi biasanya
membutuhkan lebih banyak kontak tatap muka dibandingkan menjual ke konsumen akhir.
Teori pembelian buyclass membagi keputusan pembelian organisasi menjadi tiga jenis
yang berkisar dari yang paling kecil hingga yang paling kompleks. Tiga dimensi pengambilan
keputusan menggambarkan strategi pembelian pembeli organisasi, yaitu:
a. Tingkat informasi yang harus dia kumpulkan sebelum mengambil keputusan.
b. Keseriusan dalam mempertimbangkan semua kemungkinan alternatif.
c. Sejauh mana dia memahami pembelian tersebut.
Dalam praktiknya, ketiga dimensi ini berkaitan dengan seberapa banyak upaya kognitif
yang dikeluarkan pembeli ketika dia memutuskan. Tiga jenis “buyclass” mencakup sebagian
besar situasi keputusan organisasi, yaitu:
a. Pembelian kembali langsung adalah keputusan kebiasaan. Ini adalah pilihan otomatis,
seperti saat tingkat inventaris mencapai titik pemesanan ulang yang telah ditetapkan

17
sebelumnya. Sebagian besar organisasi mempertahankan daftar vendor dan tidak
melakukan evaluasi yang berkelanjutan.
b. Situasi pembelian kembali yang dimodifikasi melibatkan pengambilan keputusan yang
terbatas. Ini terjadi ketika sebuah organisasi ingin membeli kembali produk atau layanan
tetapi juga ingin membuat beberapa modifikasi kecil. Keputusan ini mungkin melibatkan
pencarian informasi terbatas di antara beberapa vendor. Satu atau beberapa orang mungkin
akan membuat keputusan akhir.
c. Tugas baru melibatkan pemecahan masalah yang ekstensif. Karena perusahaan belum
membuat keputusan yang serupa, sering kali terdapat risiko serius bahwa produk tidak
akan berfungsi sebagaimana mestinya atau t erlalu mahal. Ini adalah saat organisasi
menunjuk pusat pembelian dengan berbagai macam spesialis untuk mengevaluasi
pembelian, dan mereka biasanya mengumpulkan banyak informasi sebelum mengambil
keputusan.
1.4.3. E-commerce B2B
Bisnis-ke-bisnis (B2B) e-commerce mengacu pada interaksi internet antara dua atau lebih
bisnis. Hal ini termasuk pertukaran informasi, produk, layanan, atau pembayaran. Web
merevolusi cara perusahaan berkomunikasi dengan perusahaan lain. Saat ini sebagian besar
perusahaan B2B sudah menggunakan media sosial untuk terhubung dengan pelanggan dan mitra
bisnisnya.
Bentuk paling sederhana dari B2B e-commerce adalah menyediakan katalog produk dan
layanan online. Perusahaan seperti Dell Computer menggunakan situs Internet mereka untuk
memberikan dukungan teknis online, informasi produk, informasi status pemesanan, dan layanan
pelanggan kepada pelanggan korporat. Sejak awal, Dell menemukan bahwa ia dapat melayani
kebutuhan pelanggannya dengan lebih efektif jika menyesuaikan kehadiran Internetnya dengan
segmen pelanggan yang berbeda. Saat ini, situs Internet Dell memungkinkan pembeli
mendapatkan rekomendasi berdasarkan segmen pelanggan mereka (rumah, kantor pusat,
pemerintahan, bisnis kecil, dan pendidikan). Perusahaan menghemat jutaan dolar setahun karena
mengganti manual hard copy dengan unduhan elektronik. Untuk pelanggan yang lebih besar,
Dell menyediakan halaman khusus pelanggan yang dilindungi kata sandi yang memungkinkan
pelanggan bisnis untuk mendapatkan dukungan teknis atau untuk melakukan pemesanan.

18
Pasar prediksi adalah salah satu teknik pengambilan keputusan organisasi. Pendekatan ini
menegaskan bahwa sekelompok orang yang memiliki pengetahuan tentang suatu industri, secara
kolektif, adalah peramal masa depan yang lebih baik daripada mereka sebagai individu. Pasar
prediksi adalah salah satu elemen crowdsourcing, yang menggambarkan praktik pengumpulan
ide untuk produk baru dan bahkan kampanye iklan dari komunitas pengguna yang berkembang.
Di bawah model ini, perusahaan tidak lagi memasarkan ke pelanggan, mereka memasarkan
bersama mereka. Kebijaksanaan perspektif orang banyak (wisdom of crowds) menyatakan
bahwa, dalam keadaan yang tepat, kelompok lebih pintar daripada orang terpintar di dalamnya.
Jika ini benar, berarti sejumlah besar konsumen dapat memprediksi produk yang sukses.

1.5. Pengambilan Keputusan Keluarga


Proses pengambilan keputusan dalam rumah tangga seperti konferensi bisnis. Hal-hal
tertentu dibahas dalam diskusi, anggota yang berbeda mengusulkan tindakan yang berbeda
berdasarkan prioritas dan agenda yang berbeda. Di hampir setiap situasi kehidupan, baik itu
keluarga konvensional atau siswa yang berbagi asrama, anggota grup mengambil peran berbeda
sesuai dengan kepentingan masing-masing.
1.5.1. Bagaimana Keluarga Memutuskan
Keluarga membuat dua jenis keputusan dasar:
a. Dalam keputusan pembelian konsensual, anggota menyetujui pembelian yang
diinginkan; mereka tidak setuju hanya dalam hal bagaimana mereka akan mewujudkannya.
Dalam keadaan ini, keluarga kemungkinan besar akan terlibat dalam pemecahan masalah
dan mempertimbangkan alternatif sampai mereka menemukan cara untuk memuaskan
semua orang dalam kelompok. Misalnya, dalam keluarga yang memutuskan untuk
memelihara anjing, beberapa anggota keluarga menyuarakan keprihatinan tentang siapa
yang akan merawatnya. Solusinya adalah dengan membuat bagan yang menugaskan
anggota keluarga untuk tugas tertentu.
b. Namun, dalam keputusan pembelian akomodatif, anggota grup memiliki preferensi atau
prioritas yang berbeda dan tidak dapat menyetujui pembelian yang memenuhi kebutuhan
semua orang. Di sinilah mereka menggunakan tawar-menawar, paksaan, dan kompromi
untuk mencapai kesepakatan tentang apa yang harus dibeli atau siapa yang dapat
menggunakannya. Konflik terjadi ketika ada korespondensi yang tidak lengkap dalam

19
kebutuhan dan preferensi anggota keluarga. Meskipun pengeluaran dan anggaran rumah
tangga adalah sumber konflik yang paling umum dalam perselisihan ini, ternyata pilihan
menonton TV berada di urutan kedua.
Keputusan bisa menciptakan konflik di antara anggota keluarga. Beberapa faktor-faktor ini
menimbulkan konflik dalam menentukan jenis keputusan yang akan dibuat oleh keluarga, yaitu:
a. Kebutuhan interpersonal — tingkat keterlibatan seseorang dalam kelompok.
b. Keterlibatan dan kegunaan produk — sejauh mana seseorang akan menggunakan produk
tersebut untuk memenuhi.
c. Tanggung jawab — untuk pengadaan, pemeliharaan, pembayaran, dan sebagainya.
d. Kekuasaan— sejauh mana salah satu anggota keluarga memberikan pengaruh terhadap
anggota yang lain.
1.5.2. Istri
Karena jumlah wanita karir terus meningkat, maka pengaruh wanita terhadap keputusan
pembelian rumah tangga juga meningkat. Ketika suami menjadi pencari nafkah utama atau satu-
satunya, keputusan pengeluaran rumah tangga terbagi kurang lebih sama. Namun, katika gaji
istri lebih tinggi daripada suaminya, maka istri cenderung membuat proporsi keputusan yang
jauh lebih tinggi di rumah tangganya, bahkan di bidang yang mana seharusnya pria yang
mengambil keputusan, seperti perbaikan rumah atau kendaraan.
Tentu saja wanita karir membayar “harga” untuk peran ini. Para ibu yang bekerja sering
kali bergumul dengan gaya hidup “juggling”, perasaan bersalah dan konflik batin antara menjadi
ibu dan profesionalisme. Wanita karir menghabiskan waktu lebih banyak untuk mengurus
pekerjaan dan rumah tangganya dibandingkan pria yang bekerja.
Meskipun ada pergeseran dalam tanggung jawab pengambilan keputusan, namun
perempuan masih menjadi penanggung jawab utama untuk memelihara hubungan baik antara
kerabat dan keluarga. Mereka memelihara ikatan di antara anggota keluarga, baik secara
langsung maupun luas. Wanita lebih mungkin untuk mengkoordinasikan kunjungan di antara
kerabat dan tetap berhubungan dengan anggota keluarga. Peran pengorganisasian ini membuat
wanita sering membuat keputusan penting tentang kegiatan rekreasi keluarga, dan mereka lebih
cenderung untuk memutuskan dengan siapa keluarga akan bersosialisasi.

20
1.5.3. Suami
Iklan TV yang menampilkan versi rumah tangga dari sosok ayah yang lembut dan
bijaksana menjaga anak disebut “dadvertising”. Iklan ini muncul karena fenomena banyaknya
wanita yang bekerja di luar rumah sehingga para ayah bertugas untuk menjaga anak dan
mengurus tugas rumah tangga. Selain itu, banyaknya pria lajang juga membuat pengambilan
keputusan keluarga berubah. Jika dulu pengambil keputusan pembelian untuk produk perawatan
diri dan mainan anak adalah wanita atau ibu, kini pria juga mulai melakukan belanja mandiri
untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, para pemasar terutama produk FMCG mulai
menciptakan atmosfer yang cocok untuk pria seperti menempatkan produk khusus pria pada satu
lorong khusus di supermarket, serta menyediakan monitor kecil untuk membantu mereka
memilih barang.
1.5.4. Group Shopping
Konsumen akan berbelanja secara berbeda ketika bersama orang lain atau dengan
kelompok. Orang yang berbelanja secara berkelompok cenderung melakukan lebih banyak
pembelian yang tidak direncanakan, membeli lebih banyak, dan menelusuri lebih banyak area
toko daripada berbelanja sendiri. Pesta Tupperware adalah contoh sukses pesta belanja rumah
yang memanfaatkan tekanan grup untuk meningkatkan penjualan.
Belanja sosial adalah bentuk perkembangan dari e-commerce yang memungkinkan
konsumen online untuk mensimulasikan pengalaman berbelanja seperti di toko fisik. Teknologi
baru memungkinkan konsumen untuk "mencoba" pakaian melalui avatar dan juga untuk
mengakses umpan balik dari orang lain di jaringan sosialnya, sebelum atau setelah memutuskan
pembelian. Seiring perkembangan teknologi, belanja sosial mungkin menawarkan pengalaman
pembelian yang lebih menarik daripada interaksi di dalam toko fisik. Mekanisme belanja sosial
sekarang diperkenalkan dengan kecepatan tinggi dalam bentuk penilaian produk, ulasan belanja,
kompetisi desain, saran gaya, dan saran dari banyak orang.

21
BAB II
REVIEW JURNAL

2.1. Informasi Jurnal


Judul : The impact of emotions on shopping behavior during epidemic: What a
business can do to protect customers
Penulis : Andrzej Szymkowiak, Piotr Gaczek Kishokanth Jeganathan, dan Piotr
Kulawik
Jurnal : Journal of Consumer Behavior, Vol. 1 No. 13 (2020)
DOI : https://doi.org/10.1002/cb.1853

2.2. Latar Belakang


COVID-19 dinyatakan sebagai pandemi global oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Hal ini mendorong pemerintah di seluruh dunia untuk mendorong warganya untuk
mempraktikkan social distancing dan menjalani karantina sebanyak mungkin untuk membatasi
penyebaran penyakit dan paparan (CDC, 2020). Krisis ini mengganggu rutinitas normal dan
menciptakan rasa takut (Forster & Tang, 2005).
Pandemi membuat warga curiga terhadap segala sesuatu dan menganggap seluruh
lingkungan sebagai sumber infeksi potensial (Strong, 1990). Keyakinan yang berlebihan ini
membuat perubahan perilaku konsumen yaitu menghindari sektor yang melibatkan layanan tatap
muka seperti pariwisata, transportasi, dan rekreasi, sehingga menciptakan gangguan ekonomi
yang luas (Noy & Shields, 2019). Namun, sektor produk grosir tampaknya tidak terpengaruh
oleh krisis tersebut. Jung, Park, Hong, dan Hyun (2016) melakukan penelitian tentang bagaimana
MERS mempengaruhi pembelanjaan konsumen di Korea, menemukan bahwa pembelian barang-
barang tersebut tidak dapat ditunda. Namun, pusat perbelanjaan menjadi tempat paling berisiko
ketiga di mana seseorang dapat tertular virus (Sadique et al., 2007).
Ketakutan akan penularan di supermarket ini terbukti benar pada penelitian Nielson
(2020), yang menunjukkan bahwa penyebaran COVID-19 mendorong konsumen untuk
mengurangi kunjungan mereka ke supermarket besar dan cenderung berbelanja di toko-toko
terdekat di mana mereka memiliki sedikit interaksi dengan konsumen lain. Oleh karena itu, toko

22
tempat konsumen berbelanja bahan makanan harus memahami perilaku baru kewaspadaan
konsumen dan melayani mereka dengan baik.

Pengaruh lingkungan dan atmosfir toko pada proses pengambilan keputusan telah lama
menjadi pusat perhatian pemasar meskipun kurangnya penelitian semacam itu dalam konteks
masa krisis seperti pandemi. Mehrabian & Russell (1974) mengembangkan model Pleasure
Arousal Dominance (PAD). Dalam model ini, ditunjukkan bahwa rangsangan lingkungan
membentuk respon perilaku karena merupakan konsekuensi dari emosi yang berkaitan dengan
kesenangan (P), gairah (A) dan dominasi (D). Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti bagaimana
persepsi tertular virus di toko mempengaruhi PAD yang dirasakan konsumen.

2.3. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana persepsi kemungkinan tertular
virus di sebuah toko mempengaruhi perasaan senang, gairah dalam pengambilan keputusan, dan
tindakan yang dilakukan konsumen ketika berbelanja berada di toko.

2.4. Literature Review


Studi yang dilakukan oleh sebagian besar penulis memberikan bukti bahwa orang
berperilaku berbeda ketika dihadapkan pada ancaman, misalnya perubahan perilaku karena
emosi yang terkait dengan evaluasi risiko dari suatu fenomena (Gigerenzer, 2006). Penelitian ini
dilakukan untuk menyelidiki dampak risiko COVID-19 terhadap perilaku belanja konsumen
yang berhubungan dengan emosi. Beberapa teori yang menjadi dasar penelitian adalah:
2.4.1. Pengaruh Emosional pada Persepsi Risiko
Beberapa penelitian menyatakan bahwa emosi tertentu mempengaruhi kecenderungan
penilaian dan persepsi risiko secara berbeda (Campos-Vazquez & Cuilty, 2014; She et al. 2017).
Rasa takut membuat orang menghindari risiko sementara kemarahan meningkatkan tindakan
pencarian risiko (Lerner & Keltner, 2001).
2.4.2. Kesenangan, Gairah, dan Dominasi
Rangsangan lingkungan membentuk respons perilaku karena merupakan konsekuensi dari
pengalaman emosional mengenai kesenangan (P), gairah (A) dan dominasi (D) (Mehrabian &
Russell, 1974). Dimensi emosional memunculkan perilaku pendekatan atau penghindaran dan

23
mempengaruhi persepsi risiko. Misalnya, pendekatan perilaku melibatkan motivasi untuk
memasuki toko, berinteraksi dengan tenaga penjualan, dan kepuasan dengan lingkungan
(Mower, Kim, & Childs, 2012).
Menurut Mehrabian dan Russell (1974), gairah adalah dimensi afektif mulai dari
ketenangan hingga kepanikan. Kesenangan mengacu pada valensi keadaan afektif yang bisa
positif atau negatif (Mehrabian, 1996). Ini hasil dari keyakinan bahwa suatu peristiwa dapat
memfasilitasi atau menghambat pencapaian tujuan seseorang (Vieira, 2013). Dominasi adalah
perasaan mengontrol situasi dan lingkungan lain versus perasaan dikendalikan atau dipengaruhi
oleh situasi (Mehrabian, 1996; Vieira, 2013).

2.5. Kerangka Konseptual dan Hipotesis Penelitian

Berdasarkan konsep penelitian dan dukungan empiris dari penelitian terdahulu, maka
terbentuk hipotesis penelitian yaitu:
H1 : Persepsi risiko tinggi tertular virus mempengaruhi persepsi kemungkinan tertular virus
ketika berada di toko.
H2 : Persepsi kemungkinan tertular virus di toko memiliki efek positif pada perasaan gairah
yang menyertai berbelanja.
H3 : Persepsi tentang kemungkinan tertular virus di toko memiliki pengaruh negatif pada
perasaan senang yang terkait dengan perbelanjaan.

24
H4a-h : Pada kondisi risiko terinfeksi di dalam toko, seiring dengan peningkatan gairah, ada
peningkatan tindakan yang dilakukan oleh konsumen untuk meningkatkan kontrol atas
kemungkinan infeksi: (a) membatasi kontak dengan orang lain, (b) membatasi pembelian
produk yang tidak dikemas, (c) menjaga jarak di dalam toko, (d) optimalisasi waktu yang
dihabiskan di toko, (e) membeli produk yang sudah dikenal, (f) membatasi jumlah toko
yang dikunjungi, (g) membeli produk dengan umur simpan yang lama, (h) menerapkan
perlindungan pribadi tambahan.
H5a-h : Dalam kondisi risiko terinfeksi di dalam toko, seiring dengan peningkatan kesenangan
berbelanja, ada penurunan tindakan yang dilakukan oleh konsumen untuk meningkatkan
kendali atas kemungkinan infeksi: (a) membatasi kontak dengan orang lain, (b)
membatasi pembelian produk yang tidak dikemas, (c) menjaga jarak dalam toko, (d)
optimalisasi waktu yang dihabiskan di toko, (e) pembelian produk yang diketahui
sebelumnya, (f) membatasi jumlah kunjungan toko, (g) membeli produk dengan tanggal
kedaluwarsa yang lama, (h) menerapkan perlindungan pribadi tambahan.

2.6. Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan kuesioner yang diukur
menggunakan skala likert 1-7. Responden diambil dari Amazon Mturk dan terkumpul sebanyak
914 responden. Usia rata-rata responden adalah 40,9 (SD = 13,08, min = 18, max = 76).
Kelompok responden juga beragam karena jenis kelamin, pendidikan, pendapatan dan status.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu: (1) uji validitas dan reliabilitas, (2) uji hipotesis
menggunakan SEM. Pemrograman R digunakan sebagai alat analisis. Semua analisis dilakukan
dengan penggunaan bootstrap untuk meningkatkan keandalan hasil.

2.7. Hasil Penelitian


Analisis konfirmatori dilakukan untuk menilai reliabilitas dan validitas model pengukuran.
Hasil CFA menunjukkan kepatuhan dengan nilai yang direkomendasikan. Semua faktor
pemuatan item berada di atas 0,69 yang melebihi 0,6 yang direkomendasikan. Untuk mengukur
reliabilitas skala, diterapkan Cronbach's α. Nilai α Cronbach berkisar antara 0,76-0,94 yang
mewakili konsistensi yang baik dan sangat baik. Untuk mengukur validitas konvergen dan
diskriminan, digunakan dua parameter yaitu Composite Reliability (CR) dan Average Variance

25
Extracted (AVE). Nilai AVE antara 0,52-0,82, yang berada di atas batas yang dapat diterima 0,5.
Nilai CR juga melebihi batas yang dapat diterima yaitu 0,6, dengan nilai mulai dari 0,77 hingga
0,94 yang menunjukkan konsistensi internal dari beberapa indikator. Berdasarkan hasil di atas,
dapat diasumsikan bahwa model konseptual yang diajukan memiliki validitas yang baik, secara
konvergen maupun diskriminan, serta reliabilitasnya.
Berdasarkan uji hipotesis, maka hipotesis yang diterima adalah H 1, H2, H3, H4a, H4b, H4f,
H4g, H4h, H5a, H5b, H5c, H5d, H5e, H5f, H5g, H5h. Sedangkan hipotesis yang ditolak yaitu H4c, H4d, H4e.

2.8. Pembahasan Hasil


Studi ini membahas tentang efek COVID-19 pada gairah emosional, kesenangan, dan
risiko subjektif terkait infeksi dalam konteks perilaku di dalam toko. Yang menarik adalah
apakah gairah dan kesenangan emosional menyebabkan peningkatan atau penurunan kesediaan
untuk mengikuti protokol kesehatan. Diharapkan konsumen sadar akan risiko tertular virus saat
berbelanja.
Penulis berasumsi bahwa aktivitas berbelanja tidak menimbulkan keadaan negatif, tetapi
ketika ancaman epidemi hadir di benak pembuat keputusan, berbelanja dikaitkan dengan
peningkatan gairah dengan penurunan kesenangan secara simultan. Hal ini berdampak pada
kecenderungan masyarakat untuk berhati-hati dan melindungi diri dari penularan. Untuk menilai
konsekuensi emosional COVID-19 terhadap perilaku berbelanja digunakan model emosi PAD.
2.8.1. Pengaruh Emosional pada Persepsi Risiko
Korelasi positif telah dibuktikan antara kemungkinan umum terinfeksi virus dan
kemungkinan yang dirasakan untuk terinfeksi di toko (H1). Penelitian ini membuktikan bahwa
pengaruh emosional seseorang yang terancam karena COVID-19, memengaruhi penilaian risiko
yang terkait dengan aktivitas berbelanja di toko.
2.8.2. Kesenangan, Gairah, dan Dominasi
Risiko tertular COVID-19 menimbulkan ancaman bagi kehidupan seseorang, sehingga
penilaian kognitif dari peristiwa semacam itu mengarah pada munculnya perasaan negatif
(Folkman & Lazarus, 1984). Dengan demikian, responden mengaitkan berbelanja selama
pandemi dengan ketidaksenangan (H3). Lalu, terbukti juga bahwa berbelanja selama pandemi
berhubungan dengan peningkatan gairah emosional (H2). Temuan ini sejalan dengan literatur
psikologis yang menyatakan bahwa emosi ketakutan dihubungkan dengan peningkatan gairah,

26
ketidaksenangan dan kurangnya kontrol (Lerner & Keltner, 2000; Reisenzein, 1994). Namun,
tujuan utama dari makalah ini adalah menentukan konsekuensi dari gairah dan kesenangan pada
kesediaan konsumen untuk menerapkan protokol kesehatan di sebuah toko.
a. Pleasure
Mengunjungi toko fisik untuk berbelanja menurut Roy Dholakia (1999) adalah sumber
utama relaksasi dan hiburan. Namun dalam keadaan pandemi, peningkatan kesenangan
konsumen ketika berbelanja di toko ternyata menunjukkan kecenderungan untuk mengabaikan
protokol kesehatan. Asumsi ini didukung oleh analisis responden yang menunjukkan
peningkatan kesenangan yang signifikan selama berbelanja saat berada di bawah ancaman
penularan, menunjukkan sedikit minat dalam melindungi diri sendiri dengan membatasi kontak
dengan orang lain, menjaga jarak, mengoptimalkan waktu yang dihabiskan di toko, membatasi
jumlah toko yang dikunjungi, melakukan langkah tambahan untuk memastikan perlindungan,
dan membatasi pembelian produk yang tidak dikemas, familiar, atau memiliki masa simpan yang
lama.
b. Arousal
Telah ditemukan bahwa responden yang merasa dirinya berisiko tertular dan mengalami
peningkatan gairah memilih untuk membatasi kontak dengan orang lain, menjaga jarak,
mengoptimalkan waktu saat mereka berada di toko, membatasi jumlah toko yang dikunjungi, dan
melakukan langkah tambahan untuk memastikan keamanannya. Akan tetapi, responden ini tidak
menunjukkan preferensi untuk membatasi pembelian produk yang tidak dikemas, tetapi hanya
membeli produk yang mereka kenal dan yang memiliki masa simpan yang lama. Dengan
demikian, dipastikan bahwa gairah terkait infeksi diterjemahkan menjadi kemauan yang lebih
tinggi untuk melindungi diri sendiri. Dengan kata lain, orang yang ketakutan mencari
kemungkinan untuk mengurangi ancaman infeksi dan menghindari risiko.
c. Dominance
Ketakutan pada individu dikaitkan dengan ketidakpastian dan kontrol situasional yang
rendah (Smith & Ellsworth, 1985). Oleh karena itu, setiap upaya untuk mendominasi situasi yang
tidak terkendali lebih mungkin dipicu oleh adanya ketakutan. Hal ini terlihat jelas dalam kasus
penelitian ini, karena responden yang merasa dirinya berada di bawah risiko penularan dan
mengalami peningkatan gairah, memilih untuk menegaskan dominasi atas keamanan pribadi

27
mereka dengan membatasi kontak dengan orang lain, menjaga jarak, mengoptimalkan waktu di
yang mereka hadirkan di toko dan membatasi jumlah toko yang dikunjungi.

2.9. Implikasi Penelitian


Penelitian ini diharapkan memiliki dampak yang luas tentang bagaimana toko atau
supermarket harus mempersiapkan diri untuk kejadian yang belum pernah terjadi sebelumnya
seperti pandemi, di mana ancaman penularan selalu ada. Berdasarkan studi ini, toko tidak dapat
berfungsi secara normal di lokasi bisnis seperti biasa selama pandemi.
Rasa senang yang didapat seseorang selama berbelanja menyebabkan penurunan perilaku
yang memungkinkan untuk melindungi diri dari penularan dan mematuhi rekomendasi WHO.
Perasaan seperti itu, jika dikombinasikan dengan aktivitas peningkatan atmosfer di dalam toko
seperti musik, pencahayaan ambient, dan pengatur suhu, diharapkan dapat mendorong konsumen
untuk tinggal lebih lama, mengonsumsi lebih banyak, dan menciptakan suasana yang sangat
konduktif. Oleh karena itu, para pengusaha toko atau supermarket perlu mengubah atmosfer
tokonya untuk memberi konsumen rasa urgensi dan kesadaran akan risiko infeksi sehingga
mereka dapat pergi berbelanja di dengan cara yang lebih efisien, alih-alih membuat pelanggan
merasa nyaman di toko.

2.10. Keterbatasan dan Rekomendasi Penelitian


Keterbatasan penelitian ini adalah wabah COVID-19 yang membatasi kemungkinan untuk
membandingkan hasil perilaku di dalam toko dengan waktu sebelum epidemi. Kemudian, sampel
penelitian hanya berbasis di A.S. Batasan ini dapat digunakan sebagai dasar pemikiran untuk
penelitian lebih lanjut termasuk responden dari negara lain. Ruang lingkup penelitian ini dapat
diperluas ke tempat kerja, bank, dan salon untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik
tentang bagaimana individu memandang risiko penularan dalam berbagai pengaturan dan
melakukan langkah-langkah yang membantu mereka menegaskan dominasi.

28
DAFTAR PUSTAKA

Solomon, Michael. (2018). Consumer Behavior: Buying, Having, and Being 12th Edition.
Pearson.

Szymkowiak A., Jeganathan P. C. K., dan Kulawik P. (2020). The impact of emotions on
shopping behavior during epidemic: What a business can do to protect customers. Journal
of Consumer Behavior, Vol. 1 No. 13. https://doi.org/10.1002/cb.1853.

29

Anda mungkin juga menyukai