Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KOMITMEN ORGANISASI

Disusun Oleh:
1. Cindy Clara (2061201155)
2. Sheryn Khonelia (1821054)
3. Vincent Andy Darmawan (1821064)
4. Budi Saputra (1821059)
5. Metta Sutana (1821063)
6. Rosa Sartika (1821062)
7. Alvin Shanaga Tandria (1821039)
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Komitmen organisasi adalah sikap atau bentuk perilaku seseorang terhadap organisasi
dalam bentuk loyalitas dan pencapaian visi, misi dan tujuan organisasi. Seseorang dikatakan
memiliki komitmen yang tinggi terhadap organisasi, dapat dikenali dengan ciri-ciri antara lain
kepercayaan dan penerimaan yang kuat terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan yang
kuat untuk bekerja demi organisasi dan keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota
organisasi
Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati, bertekad berjerih
payah, berkorban dan  bertanggung jawab demi mencapai tujuan dirinya dan tujuan organisasi
atau perusahaan yang telah disepakati atau ditentukan sebelumnya.
Komitmen memiliki peranan penting terutama pada kinerja seseorang ketika bekerja, hal
ini disebabkan oleh  adanya komitmen yang menjadi acuan serta dorongan yang membuat
mereka lebih bertanggung jawab terhadap kewajibannya.
Namun kenyataannya banyak organisasi atau perusahaan yang kurang memperhatikan
mengenai komitmen/ loyalitas karyawannya/ Anggotanya sehingga kinerja mereka kurang
maksimal.
Seharusnya organisasi atau perusahaan ketika melakukan perekrutan hendaknya mereka
memilih calon–calon yang komitmennya tinggi pada perusahaan, ini dimaksudkan untuk
mendeteksi sejak dini pekerja yang kurang maksimal sehingga tidak terjadi hal yang dapat
merugikan organisasi atau perusahaan.
Melihat begitu pentingnya komitmen, maka kami akan membahas lebih jauh mengenai
komitmen dalam makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
Bendasarkan latar belakang masalah diatas, penulis menentukan rumusan masalah
sebagai berikut :
a)      Untuk mengetahui pengertian komitmen?
b)      Untuk mengetahui bentuk – bentuk komitmen?
c)      Untuk mengetahui proses terjadinya komitmen?
d)     Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi komitmen?
e) Untuk mengetahui aspek-aspek komitmen organisasi
f) Untuk mengetahui strategi komitmen organisasi
g)    Tujuan pembuatan makalah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    DEFINISI
Beberapa pendapat para ahli mengenai komitmen
1.      Komitmen berasal dari kata Latin “Committer” yang berarti menggabungkan, menyatukan,
mempercayai dan mengerjakannya (Snyder; 1994:97).
2.      Komitmen merupakan “ikatan psikologis” dengan sebuah organisasi (Gruen cs. 2000) dalam
Bansal et. al 2004 Komitmen juga merupakan sikap yang menuntun atau menengahi respon
nyata seseorang atau niat perilaku seseorang terhadap suatu benda.
3.      Komitmen adalah sesuatu yang membuat seseorang membulatkan hati,bertekad berjerih payah,
berkorban dan  bertanggung jawab demi mencapai tujuan.
4.      Robbins (2001) menyebutkan Komitmen adalah tingkatan di mana seseorang
mengidentifikasikan diri dengan organisasi dan tujuantujuannyua dan berkeinginan untuk
memelihara keanggotaannya dalam organisasi.
5.      Bansal, Irving dan Taylor (2004) mendefenisikan komitmen sebagai kekuatan yang mengikat
seseorang pada suatu tindakan yang memiliki relevansi dengan satu atau lebih sasaran.
Jadi pengertian komitmen lebih dari sekedar menjadi anggota saja, tetapi lebih dari itu
orang akan bersedia untuk mengusahakan pada derajat upaya yang tinggi bagi kepentingan
organisasi, demi memperlancar mencapai tujuan organisasi.

B.     DIMENSI PEMIKIRAN
Dimensi Komitmen Dalam Berorganisasi
Meyer dan Allen (1991) merumuskan tiga dimensi komitmen dalam berorganisasi, yaitu:
affective, continuance, dan normative. Ketiga hal ini lebih tepat dinyatakan sebagai komponen
atau dimensi dari komitmen berorganisasi, dari pada jenis-jenis komitmen berorganisasi. Hal ini
disebabkan hubungan anggota organisasi dengan organisasi mencerminkan perbedaan derajat
ketiga dimensi tersebut.
a)      Affective commitment 
Affective commitment berkaitan dengan hubungan emosional anggota terhadap
organisasinya, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan anggota dengan kegiatan di
organisasi. Anggota organisasi dengan affective commitment yang tinggi akan terus menjadi
anggota dalam organisasi karena memang memiliki keinginan untuk itu (Allen & Meyer, 1997).
Komitmen ini mengacu pada hubungan emosional anggota terhadap organisasi. Orang-
orang ingin terus bekerja untuk organisasi tersebut karena mereka sependapat dengan tujuan dan
nilai dalam organisasi tersebut. Orang-orang dengan tingkat komitmen afektif yang tinggi
memiliki keinginan untuk tetap berada di organisasi karena mereka mendukung tujuan dari
organisasi tersebut dan bersedia membantu untuk mencapai tujuan tersebut
b)     Continuance commitment 
Continuance commitment berkaitan dengan kesadaran anggota organisasi akan
mengalami kerugian jika meninggalkan organisasi. Anggota organisasi dengan continuance
commitment yang tinggi akan terus menjadi anggota dalam organisasi karena mereka memiliki
kebutuhan untuk menjadi anggota organisasi tersebut (Allen & Meyer, 1997).
Komitmen ini mengacu pada keinginan karyawan untuk tetap tinggal di organisasi
tersebut karena adanya perhitungan atau analisis tentang untung dan rugi dimana nilai ekonomi
yang dirasa dari bertahan dalam suatu organisasi dibandingkan dengan meninggalkan organisasi
tersebut. Semakin lama karyawan tinggal dengan organisasi mereka, semakin mereka takut
kehilangan apa yang telah mereka investasikan di dalam organisasi selama ini.

c)      Normative commitment 
Normative commitment menggambarkan perasaan keterikatan untuk terus berada dalam
organisasi. Anggota organisasi dengan normative commitment yang tinggi akan terus menjadi
anggota dalam organisasi karena merasa dirinya harus berada dalam organisasi tersebut (Allen &
Meyer, 1997).
Komitmen ini mengacu pada perasaan karyawan dimana mereka diwajibkan untuk tetap
berada di organisasinya karena adanya tekanan dari yang lain. Karyawan yang memiliki tingkat
komitmen normatif yang tinggi akan sangat memperhatikan apa yang dikatakan orang lain
tentang mereka jika mereka meninggalkan organisasi tersebut. Mereka tidak ingin
mengecewakan atasan mereka dan khawatir jika rekan kerja mereka berpikir buruk terhadap
mereka karena pengunduran diri tersebut

C.    PEMBENTUKAN KOMITMEN
Komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk karena adanya beberapa faktor, baik dari
organisasi, maupun dari individu sendiri. Dalam perkembangannya affective commitment,
continuance commitment, dan normative commitment, masing-masing memiliki pola
perkembangan tersendiri (Allen & Meyer, 1997).
1.      Proses terbentuknya Affective commitment 
Ada beberapa penelitian mengenai antecedents dari affective commitment. Berdasarkan
penelitian tersebut didapatkan tiga kategori besar. Ketiga kategori tersebut yaitu :
Karakterisitik Organisasi. Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan
affective commitment adalah sistem desentralisasi (bateman & Strasser, 1984; Morris & Steers,
1980), adanya kebijakan organisasi yang adil, dan cara menyampaikan kebijakan organisasi
kepada individu (Allen & Meyer, 1997). Dalam penelitian ini karakteristik organisasi
kepemudaan yang dilihat adalah aliran organisasi yang digunakan, bagaimana praktek kelompok
sel dalam organisasi tersebut dan bagaimana kedudukan kelompok sel sebagai strategi
organisasi.
Karakteristik Individu. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender
mempengaruhi affective commitment, namun ada pula yang menyatakan tidak demikian (Aven,
Parker, & McEvoy; Mathieu &Zajac dalam Allen & Meyer, 1997). Selain itu usia juga
mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment, meskipun tergantung dari beberapa
kondisi individu sendiri (Allen & Meyer, 1993), organizational tenure (Cohen; Mathieu & Zajac
dalam Allen & Meyer, 1997), status pernikahan, tingkat pendidikan, kebutuhan untuk
berprestasi, etos kerja, dan persepsi individu mengenai kompetensinya (Allen & Meyer, 1997)
Pengalaman Kerja. Pengalaman kerja individu yang mempengaruhi proses terbentuknya
affective commitment antara lain Job scope, yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan
kepuasan dan motivasi individu (Hackman & Oldham, 1980 dalam Allen & Meyer, 1997). Hal
ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi kemampuan
yang digunakan individu. Selain itu peran individu dalam organisasi tersebut (Mathieu & Zajac,
1990 dalam Allen & Meyer, 1997) dan hubungannya dengan atasan. Pengalaman berorganisasi
individu didapatkan dari pelayanan yang dilakukannya dalam organisasi tersebut dan juga
interaksinya dengan anggota organisasi lain seperti pemimpinnya.
2.      Proses terbentuknya Continuance commitment 
Continuance commitment dapat berkembang karena adanya berbagai tindakan atau
kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan organisasi. Beberapa tindakan
atau kejadian ini dapat dibagi ke dalam dua variable, yaitu investasi dan alternatif. Selain itu
proses pertimbangan juga dapat mempengaruhi individu (Allen & Meyer, 1997).
Investasi termasuk sesuatu yang berharga, termasuk waktu, usaha ataupun uang, yang
harus individu lepaskan jika meninggalkan organisasi. Sedangkan alternatif adalah kemungkinan
untuk masuk ke organisasi lain. Proses pertimbangan adalah saat di mana individu mencapai
kesadaran akan investasi dan alternatif, dan bagaimana dampaknya bagi mereka sendiri (Allen &
Meyer, 1997).
Investasi dan alternatif yang dialami individu dalam organisasi organisasi berbeda dengan
organisasi lain. Investasi dan alternatif yang terjadi lebih terkait dengan kegiatan-kegiatan khas
organisasi dibandingkan keuntungan materi atau kedudukan yang bisa didapat dari organisasi
profit biasa.
3.      Proses terbentuknya Normative commitment 
Wiener (Allen & Meyer, 1997) menyatakan normative commitment terhadap organisasi
dapat berkembang dari sejumlah tekanan yang dirasakan individu selama proses sosialisasi (dari
keluarga atau budaya) dan selama sosialisasi saat individu baru masuk ke dalam organisasi.
Selain itu normative commitment juga berkembang karena organisasi memberikan sesuatu yang
sangat berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali (Allen & Meyer; Scholl dalam
Allen & Meyer, 1997). Faktor lainnya adalah adanya kontrak psikologis antara anggota dengan
organisasinya (Argyris; Rousseau; Schein dalam Allen & Meyer, 1997). Kontrak psikologis
adalah kepercayaan dari masing-masing pihak bahwa masing-masing akan timbal balik memberi.
D.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI 
Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi karakteristik pribadi
individu, karakteristik organisasi, dan pengalaman selama berorganisasi (Allen & Meyer, 1997).
Yang termasuk ke dalam karakteristik organisasi adalah struktur organisasi, desain
kebijaksanaan dalam organisasi, dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut
disosialisasikan. Karakteristik pribadi terbagi ke dalam dua variabel, yaitu variabel demografis;
dan variabel disposisional. Variabel demografis mencakup gender, usia, status pernikahan,
tingkat pendidikan, dan lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Dalam beberapa
penelitian ditemukan adanya hubungan antara variabel demografis tersebut dan komitmen
berorganisasi, namun ada pula beberapa penelitian yang menyatakan bahwa hubungan tersebut
tidak terlalu kuat (Aven Parker, & McEvoy; Mathieu & Zajac dalam Allen & Meyer, 1997).
Variabel disposisional mencakup kepribadian dan nilai yang dimiliki anggota organisasi
(Allen & Meyer, 1997). Hal-hal lain yang tercakup ke dalam variabel disposisional ini adalah
kebutuhan untuk berprestasi dan etos kerja yang baik (Buchanan dalam Allen & Meyer, 1997).
Selain itu kebutuhan untuk berafiliasi dan persepsi individu mengenai kompetensinya sendiri
juga tercakup ke dalam variabel ini. Variabel disposisional ini memiliki hubungan yang lebih
kuat dengan komitmen berorganisasi, karena adanya perbedaan pengalaman masing-masing
anggota dalam organisasi tersebut (Allen & Meyer, 1997).

Karakteristik Pribadi Individu


Karakteristik pribadi terbagi kedalam dua variable yaitu variable demografis dan variable
disposisional. Variable demografis mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan
dan lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Sedangkan variable disposisional
mencakup, kepribadian dan nilai yang dimiliki anggota organisasi. Variabel disposisional ini
memiliki hubungan yang lebih kuat dengan komitmen berorganisasi, karena adanya perbedaan
pengalaman masing-masing anggota dalam organisasi tersebut.
Karakteristik Organisasi
Yang termasuk dalam karakteristik organisasi itu sendiri yaitu: struktur organisasi, desain
kebijaksanaan dalam organisasi dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut
disosialisasikan.
Pengalaman Organisasi
Sedangkan pengalaman berorganisasi tercakup ke dalam kepuasan dan motivasi anggota
organisasi selama berada dalam organisasi, perannya dalam organisasi tersebut dan hubungan
antara anggota organisasi dengan supervisor pimpinannya.
Indikator Komitmen Organisasi
Terkadang kita tidak menyadari bahwa komitmen itu bukan hanya perasaan loyalitas yang pasif.
Seseorang bisa memiliki perasaan aktif terhadap hubungan dirinya dengan organisasi yang
memiliki tujuan bersama, ada tiga faktor atau indikator yang mempengaruhi komitmen
organisasi diantaranya:
1. Kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi.
2. Kemauan untuk mengusahakan tercapainya kepentingan organisasi.
3.Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan organisasi.
Sedangkan pengalaman berorganisasi tercakup ke dalam kepuasan dan motivasi anggota
organisasi selama berada dalam organisasi, perannya dalam organisasi tersebut, dan hubungan
antara anggota organisasi dengan supervisor atau pemimpinnya (Allen & Meyer, 1997).
1.      Indikator Affective commitment 
Individu dengan affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang
erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan
keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan
affective commitment yang lebih rendah.
Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment memiliki hubungan yang sangat
erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi.
Berdasarkan hasil penelitian dalam hal role-job performance, atau hasil pekerjaan yang
dilakukan, individu dengan affective commitment akan bekerja lebih keras dan menunjukkan
hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Kim dan
Mauborgne (Allen & Meyer, 1997) menyatakan individu dengan affective commitment tinggi
akan lebih mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah. Affective
commitment memiliki hubungan yang erat dengan pengukuran self-reported dari keseluruhan
hasil pekerjaan individu (e.g., Bycio, Hackett, & Allen; Ingram, Lee, & Skinner; Leong, Randall,
& Cote; Randal, Fedor, & Longenecker; Sager & Johnston dalam Allen & Meyer, 1997).
Berdasarkan penelitian yang didapat dari self-report tingkah laku (Allen & Meyer; Meyer
et al.; Pearce dalam Allen & Meyer, 1997) dan assesment tingkah laku (e.g., Gregersen;
Moorman et al.; Munene; Shore & Wayne dalam Allen & Meyer, 1997) karyawan dengan
affective commitment yang tinggi memiliki tingkah laku organizational citizenship yang lebih
tinggi daripada yang rendah.
Berdasarkan penelitian Ghirschman (1970) dan Farrell (1983), Meyer et al. (1993)
meneliti tiga respon ketidakpuasan, yaitu voice, loyalty, dan neglect. Dalam penelitian yang
diadakan pada perawat, affective commitment ditemukan memiliki hubungan yang positif
dengan keinginan untuk menyarankan suatu hal demi kemajuan (voice) dan menerima sesuatu
hal sebagaimana adanya mereka (loyalty) dan berhubungan negatif dengan tendency untuk
bertingkah laku pasif ataupun mengabaikan situasi yang tidak memuaskan (neglect).
Individu dengan affective commitment yang tinggi cenderung untuk melakukan internal
whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan kepada bagian yang berwenang dalam
perusahaan) dibandingkan external whistle-blowing (yaitu melaporkan kecurangan atau
kesalahan perusahaan pada pihak yang berwenang).
Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment yang tinggi berkorelasi negatif
dengan keadaan stress yang dialami anggota organisasi (Begley & Czajka; Jamal; Ostroff &
Kozlowski; Reilly & Orsak dalam Allen & Meyer, 1997).
2.      Indikator Continuance commitment 
Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi,
bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan
kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka
individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi
pada organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam organisasi, maka pada tahap
selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus asa dan frustasi yang dapat menyebabkan
kinerja yang buruk. Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa continuance commitment tidak
berhubungan atau memiliki hubungan yang negatif pada kehadiran anggota organisasi atau
indikator hasil pekerjaan selanjutnya, kecuali dalam kasus-kasus di mana job retention jelas
sekali mempengaruhi hasil pekerjaan.
Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam
organisasi dibandingkan yang rendah (Allen & Meyer, 1997). Continuance commitment tidak
mempengaruhi beberapa hasil pengukuran kerja (Angle & Lawson; Bycio et al.; Morrman et al.
dalam Allen & Meyer, 1997). Berdasarkan beberapa penelitian continuance commitment tidak
memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau
absen dalam organisasi.
Continuance commitment tidak berhubungan dengan tingkah laku organizational
citizenship (Meyer et al., dalam Allen & Meyer, 1997), sedangkan dalam penelitian lain, kedua
hal ini memiliki hubungan yang negatif. Continuance commitment juga dianggap tidak
berhubungan dengan tingkah laku altruism ataupun compliance, di mana kedua tingkah laku
tersebut termasuk ke dalam organizational citizenship ataupun extra-role.
Komitmen juga berhubungan dengan bagaimana anggota organisasi merespon
ketidakpuasannya dengan kejadian-kejadian dalam pekerjaan (Allen & Meyer, 1997).
Continuance commitment tidak berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi
untuk mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu situasi apa
adanya (Allen & Meyer, 1997). Hal menarik lainnya, semakin besar continuance commitment
seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak
berjalan dengan baik.
3.      Indikator Normative commitment 
Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi
karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer & Allen (1991) menyatakan bahwa
perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk bertingkahlaku secara baik dan
melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi. Namun adanya normative commitment
diharapkan memiliki hubungan yang positif dengan tingkah laku dalam pekerjaan, seperti job
performance, work attendance, dan organizational citizenship. Normative commitment akan
berdampak kuat pada suasana pekerjaan (Allen & Meyer, 1997).
Hubungan antara normative commitment dengan ketidakhadiran seseorang jarang sekali
mendapat perhatian. Normative commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat
ketidakhadiran dalam suatu penelitian (Meyer et al., dalam Allen & Meyer, 1997). Namun suatu
penelitian lain menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kedua variable tersebut (Hackett
et al.; Somers dalam Allen & Meyer, 1997).
Sedikit sekali penelitian yang mengukur normative commitment dan role-job
performance. Berdasarkan hasil penelitian normative commitment berhubungan positif dengan
pengukuran hasil kerja (Randall et al., dalam Allen & Meyer, 1997) dan pengukuran laporan
kerja dari keseluruhan pekerjaan (Ashfort & Saks dalam Allen & Meyer, 1997).
Normative commitment memiliki hubungan dengan tingkah laku organizational citizenship
(Allen & Meyer, 1997). Walaupun demikian hubungan antara normative commitment dengan
tingkah laku extra-role lebih lemah jika dibandingkan affective commitment.
Berdasarkan beberapa penelitian, sama seperti affective commitment, normative
commitment yang tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress anggota organisasi (Begley &
Czajka; Jamal; Ostroff & Kozlowski; Reilly & Orsak dalam Allen & Meyer, 1997).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan hubungan yang negatif antara komitmen terhadap
organisasi dengan intensi untuk meninggalkan organisasi dan actual turnover (Allen & Meyer;
Mathieu & Zajac; Tett & Meyer dalam Allen & Meyer, 1997). Meskipun hubungan terbesar
terdapat pada affective commitment, terdapat pula hubungan yang signifikan antara komitmen
dan turnover variable diantara ketiga dimensi komitmen (Allen & Meyer, 1997). Sebagian besar
organisasi menginginkan anggota yang berkomitmen, dan tidak hanya bertahan dalam organisasi
saja.

E.     ASPEK-ASPEK KOMITMEN ORGANISASI


Identifikasi
Identifikasi yang berwujud dalam bentuk kepercayaan anggota terhadap organisasi. Guna
menumbuhkan identifikasi dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi/organisasi,
sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para anggota atau dengan kata lain organisasi
memasukan pula kebutuhan dan keinginan anggotan dalam tujuan organisasi atau organisasi. Hal
ini akan menumbuhkan suasana saling mendukung di antara para anggota dengan organisasi.
Lebih lanjut membuat anggota dengan rela menyumbangkan tenaga, waktu, dan pikiran bagi
tercapainya tujuan organisasi.
Keterlibatan
Keterlibatan atau partisipasi anggota dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk diperhatikan
karena adanya keterlibatan anggota menyebabkan mereka bekerja sama, baik dengan pimpinan
atau rekan kerja. Cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan anggota adalah dengan
memasukan mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan yang dapat
menumbuhkan keyakinan pada anggota bahwa apa yang telah diputuskan adalah keputusan
bersama.Juga anggota merasakan bahwa mereka diterima sebagai bagian dari organisasi, dan
konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama apa yang telah
mereka putuskan, karena adanya rasa keterikatan dengan apa yang mereka ciptakan. Hasil yang
dirasakan bahwa tingkat kehadiran anggota yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya
akan selalu disiplin dalam bekerja.
Loyalitas
Loyalitas anggota terhadap organisasi memiliki makna ksesediaan seseorang untuk bisa
melanggengkan hubungannya dengan organisasi kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan
pribadinya tanpa mengharapkan apa pun.Keinginan anggota untuk mempertahankan diri bekerja
dalam organisasi adalah hal yang dapat menunjang komitmen anggota terhadap organisasi di
mana mereka bekerja. Hal ini di upayakan bila anggota merasakan adanya keamanan dan
kepuasan dalam tempat kerjanya.
F.     STRATEGI KOMITMEN ORGANISASI
1.Definisikan dan diseminasikan misi dan nilai-nilai organisasi;
2.Sebarkan tujuan organisasi dengan cara meningkatkan pemahaman tiap orang akan strategi
organisasi dan ajak anggota organisasi untuk berpartisipasi dalam menterjemahkan tujuan ke
dalam strategi;
3.Mengajak anggota organisasi untuk terlibat dalam mendefinisikan persoalan dan ikut terlibat
dalam pemecahan sampai mereka merasa langkah itu adalah merupakan “milik”nya.
4.Berikan pola kepemimpinan transformasional yaitu memberikan anggota organisasi inspirasi
ide yang mengarah pada masa depan.
5.Gunakan setiap media komunikasi yang ada untuk menyampaikan pesan secara tepat tentang
misi, nilai, dan stratgei organisasi.
6.Berikan contoh-contoh dan pelatihan yang merupakan perwujudan dari gaya manajemen
organisasi dalam meningkatkan keterlibatan dan kerjasama anggota
7.Kembangkan proses dan iklim organisasi yang mampu meningkatkan perkembangan
ketrampilan orang dalam mencapai tujuan prestasi yang lebih tinggi;
8.Kenalkan kepada anggota organisasi keuntungan (profit) organisasi dan rencana pencapaian
profit untuk tahun-tahuan mendatang;
9.Gunakan program pelatihan yang ada untuk meningkatkan impresi yang bagus dari karyawan
terutama karyawan baru terhadap organisasi;
10.Gunakan workshop atau jenis pelatihan lainnya untuk mengajak semua orang mendiskusikan
isu-isu penting yang dihadapi organisasi dan berikan kesempatan pada mereka untuk
memberikan kontribusi ide. Bahkan kalau perlu ambil tindakan mengenai ide – ide bagus
mereka.

G.     CARA MEMBENTUK KOMITMEN


Tidak ada satu pimpinan organisasi manapun yang tidak menginginkan seluruh jajaran
anggotanya tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap organisasi/perusahaan mereka. Bahkan
sampai sejauh ini banyak pimpinan organisasi sedang berusaha menggiatkan peningkatan
komitmen anggotanya terhadap organisasi. Menurut Martin dan Nicholls (dalam Armstrong,
1991) menyatakan bahwa ada 3 pilar untuk membentuk komitmen seseorang terhadap organisasi,
yaitu:

1)      Menciptakan rasa kepemilikan terhadap organisasi, untuk menciptakan kondisi ini orang harus
mengidentifikasi dirinya dalam organisasi untuk mempercayai bahwa ada guna dan manfaatnya
bekerja di organisasi, merasakan kenyamanan didalamnya, mendukung nilai-nilai, visi, dan misi
organisasi dalam mencapai tujuannya. Salah satu faktor penting dalam menciptakan rasa
kepemilikan ini adalah meningkatkan perasaan seluruh anggota organisasi bahwa perusahaan
(organisasi) adalah benar-benar merupakan “milik” mereka. Kepemilikan ini tidak sekedar dalam
bentuk kepemilikan saham saja, namun lebih berupa meningkatkan kepercayaan di seluruh
anggota organisasi bahwa mereka benar-benar diterima oleh manajemen sebagai bagian dari
organisasi. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk itu, mengajak mereka anggota organisasi
untuk terlibat memutuskan penciptaan dan pengembangan produk baru, terlibat memutuskan
perubahan rancangan kerja dan sebagainya. Bila mereka anggota organisasi merasa terlibat dan
semua idenya dipertimbangkan maka muncul perasaan kalau mereka ikut berkontribusi terhadap
pencapaian hasil. Apalagi ditambah dengan kepercayaan kalau hasil yang diperoleh organisasi
akan kembali pada kesejahteraan mereka pula.
2)      Menciptakan semangat dalam bekerja, cara ini dapat dilakukan dengan lebih
mengkonsentrasikan pada pengelolaan faktor-faktor motivasi instrinsik dan menggunakan
berbagai cara perancangan pekerjaan. Menciptakan semangat kerja bawahan bisa dengan cara
membuat kualitas kepemimpinan yaitu menumbuhkan kemauan manajer dan supervisor untuk
memperhatikan sepenuhnya motivasi dan komitmen bawahan melalui pemberian delegasi
tanggung jawab dan pendayagunaan ketrampilan bawahan.
3)      Keyakinan dalam manajemen, cara ini mampu dilakukan manakala organisasi benar-benar telah
menunjukkan dan mempertahankan kesuksesan. Manajemen yang sukses menunjukkan kepada
bawahan bahwa manajemen tahu benar kemana organisasi ini akan dibawa, tahu dengan benar
bagaimana cara membawa organisasi mencapai keberhasilannya, bahkan sampai pada
kemampuan menterjemahkan rencana ke dalam realitas. Pada konteks ini karyawan akan melihat
bagaimana ketegaran dan kekuatan perusahaan dalam mencapai tujuan hingga sukses,
kesuksesan inilah yang membawa dampak kebanggaan pada diri karyawan. Apalagi mereka
sadar bahwa keterlibatan mereka dalam mencapai kesuksesan itu cukup besar dan sangat
dihargai oleh manajemen.
BAB III
PENUTUP
Komitmen sangatlah penting dalam suatu organisasi demi menunjang tercapainya
tujuan dari organisasi tersebut. Gambaran atau wujud dari komitmen sering diidentikan dengan
ikrar atau ikatan atas suatu tindakan yang tertentu. Komitmen memiliki berbagai macam bentuk.
Yang pertama adalah komitmen pada tugas, yang kedua komitmen pada karir, yang ketiga
komitmen pada organisasi. Komitmen individu terhadap organisasi bersifat sukarela dan pribadi,
sehingga tidak dapat dipaksakan, dan karena itu setiap individu anggota organisasi dapat secara
bebas menarik kembali komitmennya. Komitmen dan motivasi sangat dipengaruhi oleh nilai-
nilai budaya yang ada di dalam suatu perusahaan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Partina, Anna. Menjaga Komitmen Organisasional Pada Saat Downsizing. Dalam Jurnal
Telaah Bisnis Vol 6.2005.
Behavior Organizations, Gibson, et. al, 1995.
Allen, N.J., & Meyer, J.P. The measurement and antecedents of affective,
continuance, and normative commitment to organization. Journal of occupational
psychology, 63, 1990.
Martono, Ilma.  Hubungan antara iklim organisasi dengan keterikatan terhadap
organisasi: Studi pada karyawan perusahaan “X”. Skripsi Fakultas Psikologi
Universitas Indonesia, Depok. 1997.
Rachmayati, Vera. Faktor-faktor yang mempengaruhi peramalan terhadap
keikatan organisasi pada karyawan perusahaan “X” di Jakarta. Skripsi Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia, Depok. 1994
Kumpulan jurnal dan makalah komitmen organisasi yang berasal dari web berikut
https://juniarari.blogspot.com/2011/11/komitmen-organisasi.html

Anda mungkin juga menyukai