Anda di halaman 1dari 3

NAMA : DWI APRIANINGSIH

KELAS : B8 AKUNTANSI
STAMBUK : 023 2018 0304

OI WOBO

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang Putera Mahkota Raja Bima yang ingin melakukan
petualangan. Diawali dari arah barat, menuju ke arah selatan dan berakhir di arah utara. Namun,
ia belum berhenti sampai di sana.
Sekembalinya di istana, ia memohon restu kepada ayahandanya.
“Anakda ingin berpetualangan lagi, berikanlah restu kepada anakda untuk yang terakhir kali,
ayahanda”. Katanya.
“Aku restui permintaanmu anakda, tetapi kamu harus berhati-hati dan bawalah bekal serta
pengawal yang lebih banyak dari sebelumnya”. Balas sang ayah.
“Terima kasih ayahanda, segala titah akan anakda laksanakan”.
“Ke arah mana lagi tujuan mu, anakku?”. Sang Raja ingin tahu.
“Ke arah timur ayahanda, saya ingin melihat matahari terbit, setelah di barat saya sudah melihat
matahari terbenam.” Jawabnya sambil berpamitan pada ayahandanya.
Pada suatu pagi yang cerah, rombongan Putera Mahkota mulai melakukan
petualangan dengan rombongan pengawal dan dayang yang kelihatannya lebih banyak dari
sebelumnya serta bekal yang lebih banyak dari yang sebelumnya pula. Namun,jalan yang akan
mereka tempuh sepertinya sangat sulit, bukit-bukit terjal dan sungai-sungai berarus deras harus
mereka lewati. Belum lagi ancaman binatang buas di malam harinya.
Putera Mahkota sangat penasaran untuk melihat matahari terbit, tapi sebelum kearah
timur untuk melihatnya, mereka terlebih dahulu melintas ke arah tenggara untuk mendaki
gunung agar dapat melihat matahari terbit diarah utara. Setelah sekian lama mereka mendaki,
tibalah mereka dipuncak gunung yang bernama puncak La Mbitu yaitu sebuah gugusan
pegunungan tertinggi yang berada di sebelah tenggara tanah Bima.
Putera Mahkota bersama rombongan bermalam sambil menunggu matahari terbit di
puncak gunung tersebut. Karena lapar dan haus, maka seluruh perbekalan mereka habiskan di
tempat itu juga.
“Ampun yang mulia, seluruh perbekalan sudah tidak ada.” Salah seorang pengawal datang
melapor.
“Biarlah, nanti kita akan dapatkan bahan makanan di tengah jalan.” Sang Putera Mahkota
menjawab enteng. Seakan masalah makanan dan minuman tidak menjadi beban baginya, lalu
pengawal itu pun kembali ke tempatnya.
Ketika sinar matahari bergulir di langit timur, sang Putera Mahkota bersama seluruh
pengawal dan dayang terbangun dan mengamati gejala alam yang terjadi dari waktu ke waktu.
Matahari semakin meninggi, kemudian lautan biru berubah menjadi merah oleh pantulan sinar
matahari diiringi kicau burung yang merdu.
Setelah melihat matahari terbit, rombongan Putera Mahkota turun dari puncak La
Mbitu. Mereka meluncur ke arah utara menuruni bukit dan lembah yang terjal. Banyak sekali
binatang buas yang lalu lalang di hadapan mereka. Namun, binatang-binatang itu tidak
mengganggu perjalanan mereka berkat kesaktian yang dimiliki oleh sang Putera Mahkota.
Menjelang sore hari, rombongan itu tiba di sebuah tempat yang agak landai. Tempat itu
dikelilingi oleh pepohonan yang besar dan berbagai jenis buah-buahan yang menjadikan suasana
sejuk dan nyaman tampak terasa di tempat itu. Kemudian sang Putera Mahkota memerintahkan
seluruh rombongan untuk beristirahat.
Namun, sebuah persoalan baru menghadang. Seluruh rombongan lemas tak
bertenaga di bawah pepohonan lebat karena dilanda kelaparan dan kehausan yang hebat. Sang
Putera Mahkota mulai kebingungan tetapi, sang Putera Mahkota pantang menyerah, dengan sisa
tenaga yang ada ia mulai bangkit dan memetik buah-buahan dan pucuk dedaunan di sekitar
tempat itu dan membagikan kepada seluruh rombongan. Merekapun makan buah-buahan dengan
lahap. Namun, masih ada rasa haus yang belum dapat teratasi.
“Ampun baginda, setetes air akan sangat berharga bagi kerongkongan kami.” Salah seorang
pengawal berkata pasrah.
“Tenang! Tenang!. Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya.” Demikian sang Putera Mahkota
meyakinkan.
“Bagaimana caranya Baginda?” Salah seorang pengawal ingin tahu.
“Ambilkan ‘Wobo’ itu (Wobo adalah sejenis tongkat atau cambuk yang digunakan untuk
memukul kuda atau binatang lainnya).” Titah Putera Mahkota kepada salah satu pengawal.
Tak lama kemudian sang Putera Mahkota memukulkan Wobo itu ke arah bebatuan dan akar
pepohonan di sekitar tempat itu. Kemudian keluarlah air yang segar dan jernih.
“Minumlah air ini sepuas hati kalian.” Sang Putera Mahkota memerintahkan.
Seluruh rombongan meminum air itu termasuk Putera Mahkota. Sejak saat itu Putera
Mahkota bersama rombongan tidak beranjak dari tempat itu. Seiring berjalannya waktu, sang
Putera Mahkota dan robongan pengawal serta dayangnya mendirikan perkampungan di sekitar
tempat itu yang diberi nama “Wawo” yang berarti di atas dan mata air yang keluar itu diberi
nama dengan “OI WOBO”. Kini tempat itu menjadi tempat rekreasi yang sangat menarik dan
banyak dikunjungi oleh wisatawan terutama pecinta udara pegunungan.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai