Anda di halaman 1dari 13

NAMA : DWI APRIANINGSIH

STAMBUK : 023 2018 0304

KELAS : C4-PENGAUDITAN INTERNAL

PENDEKATAN PEMERIKSAAN AUDIT INTERNAL

I. Pendekatan Sistem

A.      Pengertian 
 
Sistem adalah kumpulan dari elemen-elemen yang berintraksi untuk mencapai suatu tujuan.
Pendekatan sistem adalah serangkaian tahapan tahapan pemecahan masalah yang setiap
langka di pahami dan menghasilkan sebuah solusi alternatip  di pertimbangkan dan solulusi
yang di pilih dapat di terapkan
Di dalam sebuah perusahaan manajer  berperan penting dalam pengambilan keputusan yang
efektif dan efisien.sistem konseptual adalah suatu sistem pemecahan masalah yang terdiri dari
manajer ,informsi dan standart.2 elemen yang lain masuk dalam peroses perubahan masalah
menjadi solusi (solusi alternatif dan kendala).
 
B.       Tahapan pemecahan masalah dengan menggunakan pendekatan sistem
1.      Usaha Persiapan
a.       Memandang perusahaan sebagai suatu sistem.
b.      Mengenal sistem lingkungan.
c.       Mengidentifikasi subsistem perusahaan.
2.      Usaha Definisi
a.       Bergerak dari tingkat sistem ke subsistem.
Tujuannya : – mengidentifikasi tingkat sistem tempat persoalan berada.
                     – Menganalisis bagian-bagian sistem dalam suatu urutan tertentu:
       a). Mengevaluasi standar.
       b). Membandingkan output dengan standar.
       c). Mengevaluasi manajemen.
       d). Mengevaluasi pemroses informasi.
       e). Mengevaluasi input dan sumber daya input.
       f). Mengevaluasi proses.
      g). Mengevaluasi sumber daya output.
 
3.      Usaha Pemecahan     
a.       Pertimbangan alternatif yang layak.
b.      Mengevaluasi berbagai solusi alternatif.
c.       Memilih solusi terbaik.
d.      Menerapkan solusi.
e.       Memastikan bahwa solusi tersebut efektif.
 
C.       Pendekatan sistem dalam pemecahan masalah dan membuat keputusan
(SISTEM INFORMASI MANAJEMEN)
1.      Pemecahan masalah
Pentingnya pemecahan masalah bukan didasarkan pada jumlah waktu yang dihabiskan tetapi
pada konsekuensinya.
2.      Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
Pengambilan keputusan adalah tindakan memilih strategi/ aksi yang diyakini manajer akan
memberikan solusi terbaik atas masalah tersebut. Salah satunya kunci pemecahan masalah
adalah mengidentifikasikan berbagai alternatif keputusan.
3.      Pendekatan sistem
Proses pemecahan masalah secara sistematis bermulai dari John dewey, seorang profesor
filosofi dari colombia university. Ia mengidenfikasikan tiga seri penelitian yang terlibat
dalam memecahkan suatu kontroversi secara memadai.
a.       Mengenali kontroversi
b.      Menimbang klaim alternatif
4.      Membentuk penilaian
Serangkaian langkah pemecahan masalah yang memastikan bahwa maslah itu pertama-tama
dipahami ,solusi alternatif dipertimbangkan, dan solusi yang dipilih bekerja.
Langkah-langkahnya adalah sbb:
1.        Usaha persiapan = mempersiapkan manajer untuk memecahkan masalah dengan
menyediakan orientasi sistem.
2.        Usaha definisi = mencakup mengidentifikasi masalah untuk dipecahkan dan kemudian
memahaminya.
3.        Usaha solusi = mencakup mengidentifikasi berbagai solusi alternatif,
mengevaluasinya, memilih satu yang tampak terbaik, menerapkan solusi itu dan membuat
menindaklanjuti untuk menyakinkan bahwa masalah itu terpecahkan.
 
5.        Merasakan masalah
Manajer dapat dibagi dalam tiga kategori dasar dalam hal gaya merasakan masalah (problem
solving styles) mereka, yaitu bagaimana mereka menghadapi masalah.
a.       Penghindar masalah (problem avoider)
manajer ini mengambil sikap positif dan menganggap bahwa semua baik-baik saja. Ia
berusaha menghalangi kemungkinan masalah dengan mengabaikan informasi atau
menghindarinya sepanjang perencanaan.
b.      Pemecah masalah (problem solver)
manajer ini tidak mencari masalah juga tidak menghalanginya. Jika timbul suatu masalah,
masalah tersebut dipecahkan.
c.       Pencari masalah (problem seeker)
manajer ini menikmati pemecahan masalah dan mencarinya.
 
6.        Mengumpulkan Informasi
a.        Gaya teratur (preceptive style)
manajer jenis ini mengikuti management by exception dan menyaring segala sesuatu yang
tidak berhubungan dengan area minatnya.
b.        Gaya menerima (receptive style)
manajer jenis ini ingin melihat semuanya, kemudian menentukan apakah informasi tersebut
bernilai baginya atau orang lain dalam organisasi.
7.        Menggunakan informasi
a.        Gaya sistematik (systematic style)
manajer memberi perhatian khusus untuk mengikuti suatu metode yang telah ditetapkan,
misalnya pendekatan sistem.
b.        Gaya intuitif (intuitive style)
manajer tidak lebih menyukai suatu metode tertentu tetapi menyesuaikan pendekatan dengan
situasi
 
II. Jenis-Jenis Periksaan Audit

Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas :

 General Audit (Pemeriksaan Umum) Adalah suatu pemeriksaaan umum atas laporan
keuangan yang dilakukan oleh kantor akuntan publik independen dengan tujuan untuk
bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara
keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar
Profesional/Akuntan Publik dan memperhatikan kode etik Akuntann Indonesia, aturan
etika KAP yang telah disahkan oleh Ikantan Akuntansi Indonesia (IAI) serta standar
pengendalian mutu.
 Special Audit (Pemeriksaan Khusus) Adalah suatu pemeriksaan terbatas (sesuai
dengan permintaan auditee) yang dilakukan oleh KAP Independen, dan pada akhir
pemeriksaan auditor tidak perlu memberikan pendapat, terhadapa kewajaran laporan
keuangan secara keseluruhan . Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau
masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang dilakukan juga terbatas.
Misalnya KAP diminta untuk memeriksa apakah terdapat kecurangan terhadap
penagihan piutang usaha perusahaan. Dalam hal ini prosedur audit terbatas untuk
memeriksa piutang, penjualan dan penerimaan kas. Pada akhir pemeriksaan KAP
hanya memberikan pendapat apakah terdapat kecurangan atau tidak terhadap
penagihan piutang usaha diperusahaan. Jika memang ada kecurangan , berapa besar
jumlahnya dan bagaimana modus operasinya.

Jenis audit ditinjau dari jenis pemeriksaan dapat dibedakan atas :

1. Management Audit (Operational Audit) Adalah suatu pemeriksaan terhadapkegiatan


operasi suatu perusahaan , termasuk kebijakan akuntansi dan kebijakan opersional
yang telah ditentukan manajemen , untuk mengetahui apakah kegiatan operasi
tersebut sudah dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis.
2. Compliance Audit (Pemeriksaan Ketaatan) Pemeriksaan yang dilakukan untuk
mengetahui apakah perusahaan sudah mentaati peraturan-peraturan dan kebijakan-
kebijakan yang berlaku, baik yang ditetapkan pihak intern perusahaan (manajemen,
dewan komisaris) maupun pihak ekstern perusahaan (pemerintah, Bapepam, ,
Direktorat Jendral Pajak dan lain-lain). Pemeriksaan bisa dilakukan baik oleh KAP
maupun bagian internal Audit.
3. Internal Audit (Pemeriksaan Intern) Pemeriksaan yang dilakukan oleh internal audit
perusahaan, baik terhadap laporan keuangan dan catatan akuntansi perusahaan
maupun ketaatan terhadap kebijakan manajemen yang telah ditentukan.
4. Computer Audit Adalah pemeriksaan oleh KAP terhadap perusahaan yang
memproses data akuntansinya dnegan menggunakan EDP (Electronic Data
Processing) System.

III. Financial Audit


Di dalam pemeriksaan secara finansial, target utama yang ingin dicapai adalah bahwa
data-data akuntansi dan data lainnya yang disampaikan kepada manajemen dapat
dipercaya dan telah dicatat dengan benar. Adapun untuk mencapai sasaran tersebut
diperlukan hal-hal berikut:

 Mempelajari dan mengevaluasi pengendalian intern dan akuntansi


 Laporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan dan Operasional ditujukan untuk
kepentingan manajemen pelaksanaan pemeriksaan sesuai dengan batas wewenang
yang telah diberikan.
 Menetapkan bahwa tingkat/luas aset perusahaan yang ada dapat diyakinkan
kebenarannya dan pengamanan atas kemungkinan hilang dan dicegah.

IV. Audit Operasional


Audit operasioan adalah suatu pengkajian atas setiap bagian organisasi terhadap prosedur
audit operasional dan metode yang diterapkan suatu organisasi dengan tujuan untuk
mengevaluasi efisiensi, efektivitas, dan keekonomian. Ada tiga tujuan dari audit operasional
ini antara lain sebagai berikut:

1. Mengevaluasi tingkat efisiensi dan efektivitas pelaksanaan aktivitas suatu organisasi


2. Mengidentifikasi timbulnya penyelewengan dan penyimpangan yang terjadi dan
kemudian membuat laporan yang berisi rekomendasi tindakan perbaikan selanjutnya
3. Alat pengendalian untuk mengelola perusahaan dengan penggunaan sumber daya
yang ada dalam pencapaian tujuan perusahaan dengan efektif dan efesien.
Ada 3 jenis audit operasional yaitu :
1. Audit fungsional. Audit fungsional adalah sarana untuk mengkategorikan aktivitas
perusahaan seperti fungsi penjualan atau fungsipenagihan.
2. Audit organisasional, audit operasional atas suatu organisasi menyangkut keseluruhan
organisasi seperti departemen, cabang atau anak perusahaan.
3. Penugasan Khusus, penugasan audit operasional khusus timbul atas permintaan
manajemen, misalnya penentuan penyebab tidak efektifnya sistem PDE, penyelidikan
kemungkinan kecurangan dalam suatu divisi dan membuat rekomendasi untuk
mengurangi biaya produksi suatu barang.
Untuk auditor yang melaksanakan audit operasional adalah Auditor Intern, Auditor
Pemerintah, dan Akuntan Publik Terdaftar.
Adapun tahap-tahap dalam audit operasional, yakni:
 memilih auditee,
 merencanakan audit,
 melaksanakan audit,
 melaporkan temuan, dan
 melakukan tindak lanjut.
Ada tiga perbedaan audit operasional dengan audit keuangan yaitu:
1. Tujuan Audit
Audit keuangan menekankan pada ketepatan pencatatan informasi historis, sedangkan
audit operasional menekankan pada efektivitas dan efisiensi.
2. Audit keuangan berorientasi pada masa lampau, sementara audit operasional berfokus
pada peningkatan kinerja masa depan.
3. Distribusi Laporan,
Laporan audit keuangan biasanya didistribusikan kepada pengguna laporan keuangan
eksternal, misalnya pemegang saham dan pihak bank, sedangkan laporan audit operasional
ditujukan terutama kepada manajemen.
4. Area Non Keuangan
Audit keuangan terbatas hanya pada hal-hal yang langsung mempengaruhi kewajaran
laporan keuangan, sedangkan audit operasional meliputi aspek efektivitas dan efisiensi
dalam organisasi.
V. Audit Forensik

Menurut D. Larry Crumbley, editor-in-chief dari Journal of Forensic Accounting (JFA)


“Akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya,
akuntansi yang dapat bertahan dalam kancah perseteruan selama proses pengadilan, atau
dalam proses peninjauan judicial atau administratif”.

Dengan demikian, audit forensik bisa didefinisikan sebagai tindakan menganalisa dan
membandingkan antara kondisi di lapangan dengan kriteria, untuk menghasilkan informasi
atau bukti kuantitatif yang bisa digunakan di muka pengadilan.

Karena sifat dasar dari audit forensik yang berfungsi untuk memberikan bukti di muka
pengadilan, maka fungsi utama dari audit forensik adalah untuk melakukan audit investigasi
terhadap tindak kriminal dan untuk memberikan keterangan saksi ahli (litigation support) di
pengadilan.

Audit Forensik dapat bersifat proaktif maupun reaktif. Proaktif artinya audit forensik
digunakan untuk mendeteksi kemungkinan-kemungkinan risiko terjadinya fraud atau
kecurangan. Sementara itu, reaktif artinya audit akan dilakukan ketika ada indikasi (bukti)
awal terjadinya fraud. Audit tersebut akan menghasilkan “red flag” atau sinyal atas
ketidakberesan. Dalam hal ini, audit forensik yang lebih mendalam dan investigatif akan
dilakukan.

Praktik Ilmu Audit Forensik

Penilaian risiko fraud

Penilaian risiko terjadinya fraud atau kecurangan adalah penggunaan ilmu audit forensik
yang paling luas. Dalam praktiknya, hal ini juga digunakan dalam perusahaan-perusahaan
swasta untuk menyusun sistem pengendalian intern yang memadai. Dengan dinilainya risiko
terjadinya fraud, maka perusahaan untuk selanjutnya bisa menyusun sistem yang bisa
menutup celah-celah yang memungkinkan terjadinya fraud tersebut.

Deteksi dan investigasi fraud


Dalam hal ini, audit forensik digunakan untuk mendeteksi dan membuktikan adanya fraud
dan mendeteksi pelakunya. Dengan demikian, pelaku bisa ditindak secara hukum yang
berlaku. Jenis-jenis fraud yang biasanya ditangani adalah korupsi, pencucian uang,
penghindaran pajak, illegal logging, dan sebagainya.

Deteksi kerugian keuangan

Audit forensik juga bisa digunakan untuk mendeteksi dan menghitung kerugian keuangan
negara yang disebabkan tindakan fraud.

Kesaksian ahli (Litigation Support)

Seorang auditor forensik bisa menjadi saksi ahli di pengadilan. Auditor Forensik yang
berperan sebagai saksi ahli bertugas memaparkan temuan-temuannya terkait kasus yang
dihadapi. Tentunya hal ini dilakukan setelah auditor menganalisa kasus  dan data-data
pendukung untuk bisa memberikan penjelasan di muka pengadilan.

Uji Tuntas (Due diligence)

Uji tuntas atau Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk penyelidikan guna
penilaian kinerja perusahaan atau seseorang , ataupun kinerja dari suatu kegiatan guna
memenuhi standar baku yang ditetapkan. Uji tuntas ini biasanya digunakan untuk menilai
kepatuhan terhadap hukum atau peraturan.

Dalam praktik di Indonesia, audit forensik hanya dilakukan oleh auditor BPK, BPKP, dan
KPK (yang merupakan lembaga pemerintah) yang memiliki sertifikat CFE (Certified Fraud
Examiners). Sebab, hingga saat ini belum ada sertifikat legal untuk audit forensik dalam
lingkungan publik. Oleh karena itu, ilmu audit forensik dalam penerapannya di Indonesia
hanya digunakan untuk deteksi dan investigasi fraud, deteksi kerugian keuangan, serta untuk
menjadi saksi ahli di pengadilan. Sementara itu, penggunaan ilmu audit forensik dalam
mendeteksi risiko fraud dan uji tuntas dalam perusahaan swasta, belum dipraktikan di
Indonesia.

Penggunaan audit forensik oleh BPK maupun KPK ini ternyata terbukti memberi hasil yang
luar biasa positif. Terbukti banyaknya kasus korupsi yang terungkap oleh BPK maupun KPK.
Tentunya kita masih ingat kasus BLBI yang diungkap BPK. BPK mampu mengungkap
penyimpangan BLBI sebesar Rp84,8 Trilyun atau 59% dari total BLBI sebesar Rp144,5
Trilyun. Temuan tersebut berimbas pada diadilinya beberapa mantan petinggi bank swasta
nasional. Selain itu juga ada audit investigatif dan forensik terhadap Bail out Bank Century
yang dilakukan BPK meskipun memberikan hasil yang kurang maksimal karena faktor politis
yang sedemikian kental dalam kasus tersebut.

Gambaran Proses Audit Forensik

Identifikasi masalah

Dalam tahap ini, auditor melakukan pemahaman awal terhadap kasus yang hendak diungkap.
Pemahaman awal ini berguna untuk mempertajam analisa dan spesifikasi ruang lingkup
sehingga audit bisa dilakukan secara tepat sasaran.

Pembicaraan dengan klien

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pembahasan bersama klien terkait lingkup, kriteria,
metodologi audit, limitasi, jangka waktu, dan sebagainya. Hal ini dilakukan untuk
membangun kesepahaman antara auditor dan klien terhadap penugasan audit.

Pemeriksaan pendahuluan

Dalam tahap ini, auditor melakukan pengumpulan data awal dan menganalisanya. Hasil
pemeriksaan pendahulusan bisa dituangkan menggunakan matriks 5W + 2H (who, what,
where, when, why, how, and how much). Investigasi dilakukan apabila sudah terpenuhi
minimal 4W + 1H (who, what, where, when, and how much). Intinya, dalam proses ini
auditor akan menentukan apakah investigasi lebih lanjut diperlukan atau tidak.
Pengembangan rencana pemeriksaan

Dalam tahap ini, auditor akan menyusun dokumentasi kasus yang dihadapi, tujuan audit,
prosedur pelaksanaan audit, serta tugas setiap individu dalam tim. Setelah diadministrasikan,
maka akan dihasilkan konsep temuan. Konsep temuan ini kemudian akan dikomunikasikan
bersama tim audit serta klien.

Pemeriksaan lanjutan

Dalam tahap ini, auditor akan melakukan pengumpulan bukti serta melakukan analisa
atasnya. Dalam tahap ini lah audit sebenarnya dijalankan. Auditor akan menjalankan teknik-
teknik auditnya guna mengidentifikasi secara meyakinkan adanya fraud dan pelaku fraud
tersebut.

Penyusunan Laporan

Pada tahap akhir ini, auditor melakukan penyusunan laporan hasil audit forensik. Dalam
laporan ini setidaknya ada 3 poin yang harus diungkapkan. Poin-poin tersebut antara lain
adalah:

1. Kondisi, yaitu kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan.


2. Kriteria, yaitu standar yang menjadi patokan dalam pelaksanaan kegiatan. Oleh
karena itu, jika kondisi tidak sesuai dengan kriteria maka hal tersebut disebut sebagai
temuan.
3. Simpulan, yaitu berisi kesimpulan atas audit yang telah dilakukan. Biasanya
mencakup sebab fraud, kondisi fraud, serta penjelasan detail mengenai fraud tersebut.

VI. Audit Investigasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tanggal 19


Agustus 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, istilah audit
investigasi semakin akrab kita dengar. Menindaklanjuti Permenkes tersebut, di lingkungan
Inspektorat Jenderal Kemkes telah ditambah 1 (satu) pejabat eselon II yaitu Inspektur
Investigasi yang mengepalai Inspektorat Investigasi. Pasal 667 pada Permenkes tersebut
dinyatakan bahwa Inspektorat Investigasi mempunyai tugas melaksanakan pengawasan untuk
tujuan tertentu atas penugasan Menteri Kesehatan.
Audit Investigasi (AI) secara garis besar dibagi dalam enam tahap. Tahapan AI ini sedikit
berbeda dengan tahapan yang dilakukan oleh pemeriksaan operasional yang biasa dilakukan
sebelumnya di lingkungan Kementerian Kesehatan. Secara garis besar proses pelaksanaan
pemeriksaan atau audit investigatif dapat dibagi menjadi 6 (enam) tahap, yaitu :

1. Tahap Pra Perencanaan. Audit investigatif merupakan respon terhadap sinyalemen


atau informasi awal yang masuk ke unit kerja investigasi. Sinyalemen awal atau informasi
awal ini bisa merupakan pengaduan masyarakat, tindak lanjut terhadap rekomendasi
temuan pemeriksaan operasional, informasi dari media massa, maupun permintaan dari
Menteri untuk melakukan audit investigasi atau audit tertentu. Pengaduan masyarakat
biasanya belum memuat informasi yang spesifik namun masih bersifat general dan
tendensius. Sehingga informasi awal ini perlu terlebih dahulu dianalisis atau ditelaah agar
permasalahaannya dianggap layak atau tidak untuk (selanjutnya) dilaksanakan audit
investigatif.
2. Tahap Perencanaan. Salah satu yang membedakan audit investigasi dengan audit
operasional adalah adanya penyusunan hipotesis yang merupakan bagian dari tahapan
perencanaan. Hipotesis ini disusun berdasarkan hasil analisis dari berbagai kemungkinan
penyimpangan yang dikembangkan berdasarkan hasil analisis dari berbagai kemungkinan
penyimpangan yang dikembangkan berdasarkan informasi yang tersedia, dan atas
jawaban dari pertanyaan : siapa , apa, mengapa, di mana, bilamana, dan bagaimana
(SIABIDIBA) yang dihasilkan dari kegiatan penelaahan awal. Selain menyusun hipotesis,
dalam tahapan ini juga berbicara tentang penyusunan program audit, perencanaan sumber
daya dan penerbitan Surat Tugas.
3. Tahap Pengumpulan Bukti. Ada ungkapan yang harus diperhatikan oleh auditor
investigasi yaitu ” Tidak Ada Bukti Tidak Ada Kasus”. Ungkapan ini menunjukkan
bahwa bukti merupakan unsur sangat penting dalam mengungkapkan suatu kasus
penyimpangan tindak pidana korupsi. Audit investigatif biasanya akan bermuara pada
proses hukum, maka auditor investigasi diharapkan mampu memahami bukti-bukti apa
saja yang bisa dianggap sebagai bukti hukum. Tidak semua bukti audit bisa diakui dan
digunakan  sebagai bukti hukum persidangan. Untuk dapat memperoleh bukti-bukti,
auditor diharapkan mampu memahami teknik-teknik pengumpulan bukti. Teknik-teknik
pengumpulan bukti audit investigatif tidak jauh berbeda dengan teknik pengumpulan
bukti audit operasional.
4. Tahap Evaluasi Bukti. Bukti yang telah dikumpulkan melalui penerapan berbagai
teknik audit selanjutnya akan dianalisis untuk melihat kesesuaian bukti dengan hipotesis.
Melalui analisis bukti inilah maka kita bisa mengembangkan dan mencari bukti-bukti
lainnya yang dapat digunakan untuk mendukung bukti yang telah kita dapatkan
sebelumnya. Analisis bukti dapat menggambarkan sebuah rangkaian kejadian atau
peristiwa . Rangkaian beberapa analisis bukti akan mampu memberikan gambaran secara
keseluruhan peristiwa yang terjadi. Rangkaian analisis bukti ini selanjutnya kita evaluasi
secara berkala untuk mengetahui apakah ada kesesuaian dengan hipotesis yang telah kita
bangun. Dalam tahap evaluasi bukti ini, memungkinkan adanya perubahan hipotesis
apabila hasil evaluasi bukti tidak mendukung hipotesis sebelumnya namun mengarah
pada permasalahan yang sebelumnya tidak kita perkirakan. Hasil evaluasi bukti inilah
yang akan menentukan apakah kasus tersebut terbukti atau tidak.
5. Tahap Pelaporan. Tahapan penting dalam proses audit investigasi adalah proses
dokumentasi. Proses dokumentasi ini biasanya disusun dalam bentuk laporan tertulis.
Penyusunan Laporan Audit Investigatif ini juga merupakan bukti bahwa auditor
investigasi telah melakukan tugasnya sesuai dengan prosedur yang telah berlaku.
Pelaporan ini harus mampu mengungkapkan fakta-fakta yang ada dan menghindari sejauh
mungkin mangungkapkan hal-hal yang masih bersifat subyektif dan bias. Laporan yang
baik harus mampu menjawab SIABIDIBA ( siapa , apa, mengapa, di mana, bilamana,
dan bagaimana ).
6. Tahap Tindak Lanjut. Tindak lanjut adalah tahapan terakhir dalam seluruh proses
audit investigasi. Proses tindak lanjut ini harus dilakukan secara proporsional apalagi
kasus yang berindikasikan tindak pidana korupsi. Tahap tindak lanjut ini bertujuan untuk
memastikan apakah hasil temuan audit investigasi tersebut telah ditindaklanjuti oleh
pihak yang bertanggungjawab  dalam kasus tersebut.

Pembagian tahap audit investigasi ini secara teori memang terlihat terpisah dan terbagi dalam
beberapa tahapan. Namun dalam praktik pelaksanaannya batas-batas antar tahapan di atas
tidak dilaksanakan secara terkotak-kotak Tahapan ini lebih dipahami sebagai sebuah
kerangka berfikir kita dalam melaksanakan pemeriksaan investigasi  yang efektif sehingga
mampu mencapai tujuan pemeriksaan yang diharapkan. Sebisa mungkin pelaksanaan tahapan
ini dilakukan secara berjenjang, artinya sebelum masuk ke tahap selanjutnya , kita harus
menyelesaikan dulu proses tahapan sebelumnya. Karena tahap proses sebelumnya akan
memberikan pijakan untuk melaksanakan tahapan-tahapan proses selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai