Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN CASE METHOD

“Risiko Deteksi KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)


atas Kesalahan Penyajian Laporan Keuangan PT. Kimia Farma, Tbk.”

MATA KULIAH: EKA 439 – Pengauditan I A1

Oleh:

Nama : Komang Reza Angelina

Absen : 17

Tanggal : 17 Mei 2022

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
LATAR BELAKANG

Pengauditan merupakan suatu proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi


bukti yang berhubungan dengan asers itentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian secara
objektif untuk menentukan tingkat kepatuhan antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan dan mengomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Audit
dilakukan untuk mengoreksi laporan keuangan suatu perusahaan dengan tujuan guna menilai
kewajaran atau kelayakan penyajian laporan keuangan yang dibuat oleh perusahaan. Adapun
kelayakan dan kewajaran ini mengacu pada prinsip akuntansi yang diterima umum dan
selanjutnya atas penilaian tersebut akan tercermin pada opini audit. Orang yang melakukan
tindakan audit ini disebut auditor.

Salah satu profesi yang dapat menjadi seorang auditor adalah profesi akuntan publik.
Akuntan Publik adalah akuntan individual atau anggota Kantor Akuntan Publik (KAP) yang
memberikan jasa audit profesional kepada klien. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi
untuk menjadi profesi ini diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 2011. Izin sebagai akuntan
publik berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang. Akuntan publik bekerja di KAP atau
Kantor Akuntan Publik, yaitu badan usaha yang telah mendapatkan izin dari Menteri Keuangan
sebagai wadah bagi akuntan publik dalam memberikan jasanya. Terdapat beberapa jasa yang
diberikan akuntan publik salah satunya adalah Assurance atau Jasa Atestasi.

Jasa atestasi adalah jenis jasa penjamin yang dilakukan kantor akuntan publik dengan
menerbitkan suatu laporan tertulis yang menyatakan kesimpulan tentang keandalan pernyataan
tertulis yang dibuat oleh pihak lain. Jasa atestasi diberikan untuk memberikan pernyataan atau
pertimbangan sebagai pihak yang independen dan kompeten tentang pernyataan (asersi) suatu
satuan usaha telah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Namun dalam praktiknya, masih
banyak kantor akuntan publik yang memberikan jasa Assurance tidak sebagaimana mestinya.
Salah satu kasus atas pemberian jasa Assurance yang tidak sesuai terjadi pada PT. Kimia Farma
Tbk.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis menyusun Laporan Case Method ini
dengan judul “Risiko Deteksi KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) atas Kesalahan
Penyajian Laporan Keuangan PT. Kimia Farma, Tbk.”
ISI LAPORAN

A. CONTOH KASUS
PT. Kimia Farma, Tbk. Adalah Badan Usaha Milik Negara yang merupakan salah satu
produsen obat-obatan di Indonesia, dimana sahamnya telah diperdagangkan di bursa. Pada
audit 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp
132 milyar dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Dalam
rangka restrukturisasi PT. Kimia Farma, Tbk., Sdr. Lucdovicus Sensi W. selaku partner dari
KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan
PT. Kimia Farma, Tbk. Untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan
melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan
pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001. Selanjutnya diikuti
dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementrian BUMN
memutuskan penghentian proses divestasi saham milik pemerintah di PT. Kimia Farma, Tbk.
Setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan
keuangan semester I tahun 2002.

Berdasarkan indikasi tersebut, Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
Bapepam memerintahkan untuk dilakukan audit ulang terhadap laporan keuangan PT. Kimia
Farma, Tbk. Pada 3 Oktober 2002. Dalam hasil pemeriksaan ditemukan adanya salah saji
dalam laporan keuangan yang mengakibatkan salah saji (overstatued). Laba bersih untuk tahun
yang berakhir 31 Desember 2001. Akhirnya laporan keuangan PT. Kimia Farma, Tbk. Tahun
2001 disajikan Kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut.

1. Terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT. Kimia Farma, Tbk. Yang
mengakibatkan overstated laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001
sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih
PT. Kimia Farma, Tbk.
2. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit diantaranya pertama, unit industry bahan baku
berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 2,7 miliar. Kedua, unit logistic sentral berupa
overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar unit pedagang besar farmasi
(PBF), kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar, dan
kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian di atas, dilakukan oleh Direksi periose 1998-Juni 2002 dengan cara:

1. Membuat 2 (dua) daftar harga persediaan (master prices) yang berbeda masing-masing
diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya
merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur
Produksi PT. Kimia Farma, Tbk.. Master prices per 3 Februari 2002 merupakan master
prices yang telah disesuaikan nilainya dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai
persediaan pada unit distribusi PT. Kimia Farma, Tbk. per 31 Desember 2001.
2. Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit bahan baku.
Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh Akuntan.

B. JAWABAN KASUS
KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) merupakan KAP akuntan yang terdaftar di
Bapepam sehingga KAP tersebut mempunyai hak untuk memberikan jasa atestasi. Jasa atestasi
adalah jenis jasa penjamin yang dilakukan kantor akuntan publik dengan menerbitkan suatu
laporan tertulis yang menyatakan kesimpulan tentang keandalan pernyataan tertulis yang
dibuat oleh pihak lain. Dalam hal ini KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) memiliki hak
untuk memberikan jasanya di pasar modal, seperti memeriksa laporan keuangan bursa efek,
Lembaga kliring dan penjaminan, Lembaga penyimpanan dan penyelesaian, emiten, dan pihak
lain yang melakukan kegiatan di bidang pasar modal.

KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) dalam kasus ini telah melakukan prosedur audit
termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik,
dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT. Kimia Farma, Tbk..
Namun demikian, para akuntan publik tersebut tetap bertanggung jawab karena dalam proses
auditnya tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT.
Kimia Farma, Tbk.. Terdapat beberapa kejanggalan pula mengenai apakah akuntan publik ini
memang terlibat atau tidak. Pada audit laporan keuangan yang pertama, yaitu yang berakhir
pada tanggal 31 Desember 2001, KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) tidak dapat
mendeteksi adanya kesalahan penyajian material dalam laporan keuangan. Namun setelah
ditugaskan untuk mengaudit ulang oleh Bapepam, KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
langsung menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang
jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2001.
Semestinya, bila auditor telah melaksanakan tugasnya dengan mengikutri standar, prinsip,
dan kode etik pada audit, maka seharusnya KAP dapat langsung mendeteksi kecurangan dalam
laporan keuangan yang begitu material. Dalam kasus ini, KAP Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM) PT. Kimia Farma, Tbk. tidak dapat memberikan jasanya sebagai KAP penyedia jasa
atestasi kepada PT. Kimia Farma, Tbk. Kegagalan KAP disini merupakan bentuk akibat dari
risiko deteksi. Menurut standar audit (SA 200. 13 e) mendefinisikan risiko adit sebagai risiko
bahwa prosedur yang dilakukan auditor untuk menurunkan risiko audit ke tingkat rendah yang
dapat diterima tidak akan mendeteksi suatu kesalahan penyajian yang ada dan yang mungkin
material, baik secara individual maupun secara kolektif ketika digabungan dengan kesalahan
penyajian lainnya.

Risiko deteksi itu timbul karena bukti audit tidak berhasil mendeteksi kesalahan penyajian
material dari laporan keuangan PT. Kimia Farma, Tbk.. Berdasarkan SA 500, bukti audit
merupakan informasi yang digunakan auditor untuk menarik kesimpulan yang menjadi dasar
pemberian opini auditnya. Auditor harus merancang dan melaksanakan prosedur audit untuk
memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat untuk memungkinkan penarikan kesimpulan
memadai yang menjadi basis opini auditor. Hal ini juga menjadi pertimbangan apakah benar
KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) telah menjalankan prosedur audit yang sesuai.
Karena apabila telah sesuai, seharusnya bukti audit yang diperoleh tersebut cukup untuk
membenarkan opini yang dinyatakan. Tetapi justru opini tersebut tidak sesuai dengan
kesalahan penyajian yang dilakukan sehingga menjadi bentuk risiko audit dari auditor.

Selain merupakan bentuk akibat dari risiko deteksi, dalam kasus PT. Kimia Farma, Tbk.
ini juga telah melanggar kode etik profesi akuntan publik, baik yang dilakukan oleh PT. Kimia
Farma, Tbk. maupun KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM), diantaranya:

1. Prinsip integritas, dimana prinsip ini mengharuskan seorang akuntan untuk bersikap jujur
dan harus berterus terang atas pelayanan jasanya dan kepercayaan publik yang telah
diberikan tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Namun PT. Kimia Farma, Tbk.
disini telah terbukti tidak jujur dalam menyajikan laporan keuangannya.
2. Prinsip kompetensi dan kehati-hatian, dimana prinsip ini mengharuskan seorang akuntan
untuk mencapai dan mempertahankan pengetahuan serta keahliannya dalam memberikan
jasa kepada klien. Namun dalam hal ini, KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) tidak
berhati-hati dalam memberikan jasa atestasinya dalam mengaudit laporan keuangan PT.
Kimia Farma, Tbk., sehingga kecurangan dan kesalahan penyajian baru dapat ditemukan
setelah mendapat perintah pengecekan ulang oleh BUMN dan Bapepam.
3. Prinsip perilaku profesional, dimana prinsip ini mengharuskan seorang akuntan untuk
berperlaku konsisten dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Dalam
kasus ini pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan maupun pengauditan laporan
keuangan PT. Kimia Farma, Tbk. Berperilaku tidak profesional yang membuat reputasi
perusahaan maupun auditor menjadi buruk.

Menjadi seorang akuntan publik harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang tinggi.
Dalam melaksanakan kewajibannya pun harus sesuai dengan prinsip, kode etik, dan aturan
yang berlaku. Kesalahan penyajian maupun pengauditan hanya akan merusak reputasi kinerja
pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam kasus PT. Kimia Farma, Tbk. seharusnya bertindak
lebih hati-hati dalam menyajikan laporan keuangan. Kecurangan yang dilakukannya justru
menghilangkan kepercayaan publik atas produsen obat-obatan tersebut. Hal itu juga
berdampak pada penurunan pendatapatan perusahaan maupun jasa auditor hingga ditutupnya
Kantor Akuntan Publik yang bersangkutan. Pihak auditor, meskipun telah melakukan prosedur
audit yang sesuai akan tetap kehilangan kepercayaan masyarakat karena tidak dapat mendeteksi
kecurangan secara tepat waktu dan bias mendapat anggapan buruk bahwa KAP juga turut
membantu kecurangan perusahaan.
KESIMPULAN

PT. Kimia Farma, Tbk. Adalah Badan Usaha Milik Negara yang merupakan salah satu
produsen obat-obatan di Indonesia, dimana sahamnya telah diperdagangkan di bursa. Dalam
laporan keuangan yang disajikan PT. Kimia Farma, Tbk. telah didit oleh KAP Hans Tuanakotta
& Mustofa (HTM). Sdr. Lucdovicus Sensi W. selaku partner dari KAP Hans Tuanakotta dan
Mustofa menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang
jadi dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001.
Berdasarkan indikasi tersebut, Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Bapepam
memerintahkan untuk dilakukan audit ulang terhadap laporan keuangan PT. Kimia Farma, Tbk.
Dalam hasil pemeriksaan ditemukan adanya salah saji dalam laporan keuangan yang
mengakibatkan salah saji (overstatued).

Dalam kasus ini, KAP yang bersangkutan tidak mampu memberikan jasa atestasi
sebagaimana mestinya. Kegagalan KAP Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) merupakan
bentuk risiko audit yang disebabkan karena bukti audit tidak berhasil mendeteksi kesalahan
penyajian material dari laporan keuangan. Adapun kode etik yang dilanggar dalam kasus ini
baik yang dilakukan oleh PT. Kimia Farma, Tbk. maupun KAP Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM) yaitu prinsip integritas, prinsip kompetensi dan kehati-hatian, serta prinsip profesional.
Dalam kasus PT. Kimia Farma, Tbk. seharusnya bertindak lebih hati-hati dalam menyajikan
laporan keuangan, karena akan memberikan reputasi yang buruk kepada perusahaan dan juga
pihak auditor yang bersangkutan.
DAFTAR PUSTAKA

Dimas, 2009. “Tanggung Jawab Hukum Publik atas Opini Terhadap Laporan Keuangan (Studi
Kasus PT. Kimia Farma Tahun 2001)”. Skripsi. Depok; Universitas Indonesia.

Jusup, Haryono. (2014). Auditing (Pengauditan Berbasis ISA). Yogyakarta: Bagian Penerbitan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi.

Sugama, Daniel. (2019). Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntan: Kesalahan Pencatatan
Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.. Retrieved from wordpress:
https://danielstphanus.wordpress.com/2018/12/07. Diakses pada: Sabtu 14 Mei 2022.

Syahrul, Yura. (2003). Baepam: Kasus Kimia Farma Merupakan Tindak Pidana. Retrieved
from tempo.co: https://bisnis.tempo.co/read/33339/bapepam-kasus-kimia-farma-
merupakan-tindak-pidana. Diakses pada: Sabtu 14 Mei 2022.

Anda mungkin juga menyukai