Anda di halaman 1dari 6

Studi Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT KIMIA FARMA, 

Tbk

Jeffri Sugianto & Daniel Sugama Stephanus

Pokok Permasalahan

Pokokpermasalahan dari PT Kimia Farma Tbk adalah adanya penggelembungan laba bersih
pada laporan keuangan PT Kimia Farma pada tahun 2001. Penggelembungan itusenilai Rp.
32.668 milyar. Laporan keuangan yang seharusnya Rp. 99.594 milyarditulis Rp. 132 milyar.
Kasus kesalahan dalam laporan keuangan PT Kimia Farmaini telah menjadi perkara pidana
karena sudah termasuk kategori pernyataan yangmenyesatkan.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.

Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan
PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi
kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen
melakukan kecurangan tersebut. Bapepam juga mendapati beberapa bukti kesalahan, yakni
terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia Farma yang mengakibatkan
overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp32,7
miliar yang merupakan 2,3 % dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk
dimana kesalahan tersebut terdapat pada beberapa unit yang tidak disampling oleh Akuntan,
yakni unit industrial bahan baku (overstated pada penjualan sebesar Rp2,7 miliar) dan unit
Pedagang Besar Farmasi (overstead pada persediaan barang sebesar Rp8,1 miliar)

Sebagai akibat dari kejadian ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar Rp 500 juta,
direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp1 miliar, serta partner HTM yang mengaudit
Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang dilakukan oleh partner HTM
tersebut adalah bahwa ia tidak berhasil mengatasi risiko audit dalam mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia Farma, walaupun ia telah menjalankan audit
sesuai SPAP.

1. Latar Belakang Masalah

Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. Cikal bakal perusahaan dapat
dirunut balik ke tahun 1917, ketika NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co., perusahaan
farmasi pertama di Hindia Timur, didirikan. Sejalan dengan kebijakan nasionalisasi eks
perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958 pemerintah melebur sejumlah perusahaan
farmasi menjadi PNF Bhinneka Kimia Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk
hukumnya diubah menjadi Perseroan Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Persero). Sejak
tanggal 4 Juli 2001 Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan
Bursa Efek Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan
nama yang identik dengan mutu, hari ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah
perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan penting
dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat.

Kasus PT Kimia Farma ini bermula dari ditemukannya beberapa hal sebagai berikut dalam
rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk (PT KAEF), Sdr Ludovicus Sensi W selaku partner dari
KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT KAEF untuk masa 5 bulan
yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan melaporkan adanya kesalahan penilaian
persediaan barang jadi dan kesalahan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang
berakhir per 31 Desember 2001; Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang
menyatakan bahwa Kementrian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik
Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan
(overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, disimpulkan bahwa terdapat kesalahan penyajian


dalam laporan keuangan PT KAEF. Atas pelanggaran tersebut maka Bapepam menjatuhkan
sanksi denda terhadap PT Kimia Farma Tbk, direksi lama PT Kimia Farma Tbk periode 1998 –
Juni 2002, dan pihak auditor PT Kimia Farma Tbk.

1. Pembahasan

Setiap profesi yang ada selalu memiliki sebuah resiko yang harus dihadapi oleh pelaku profesi
tersebut. Layaknya profesi akuntansi yang memiliki resiko dan aturan dalam menjalankan
profesinya. Seorang akuntan dalam menjalankan profesinya diatur oleh suatu etika akuntan.
Etika akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan para
klien, antara akuntan dengan teman sejawatnya, dan antara akuntan dengan masyarakat.
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sejak tahun 1973 telah mengesahkan “Kode Etik Akuntan
Indonesia” yang telah mengalami revisi pada tahun 1986, dan terakhir pada tahun 1994. Dalam
pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan Indonesia mengamanatkan setiap anggota harus
mempertahankan integritas dan obyektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan
mempertahankan integritas, seorang akuntan akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretense,
sedangkan dengan mempertahankan obyektivitas, seorang akuntan akan bertindak adil, tanpa
dipengaruhi tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya.
Adanya etika professional yang diperlukan dalam setiap profesi sangatlah penting dikarenakan
hal tersebut akan menimbulkan kepercayaan kepada para pemakai jasanya tentang kualitas dan
keakuratan jasa yang diberikan. Begitu juga terhadap profesi akuntan publik, kepercayaan
masyarakat terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi jika profesi akuntan publik
menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaannya. Bagi profesi akuntan,
etika professional ini dikenal dengan nama Kode Etik Akuntan Indonesia. Anggota IAI yang
berpraktik sebagai akuntan publik bertanggung jawab mematuhi pasal-pasal yang tercantum
dalam Kode Etik Akuntan Indonesia, termasuk juga semua orang yang bekerja dalam praktik
profesi akuntan publik, seperti karyawan, partner, dan staf. Sedangkan Standar Auditing adalah
suatu ukuran pelaksanaan tindakan yang merupakan pedoman umum bagi auditor dalam
melaksanakan audit. Atau dapat juga disebut sebagai ukuran baku atas mutu jasa auditing yang
memberikan panduan auditor dalam mengkomunikasikan hasil auditnya melalui laporan audit
kepada pemakai laporan keuangan. Standar Auditing dan beberapa standar serta pernyataan
lainnya dikodifikasi dalam buku Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Pengawasan
kepatuhan dan penilaian pelaksanaan kode etik serta SPAP oleh akuntan publik dilaksanakan
oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP). Badan ini juga menangani pengaduan dari
masyarakat menyangkut pelanggaran akuntan publik terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia
atau SPAP. Kemudian jika menemukan pelanggaran Kode Etik Akuntan Indonesia SPAP, Badan
ini berwenang untuk menetapkan sanksi kepada akuntan publik yang melanggar.

Berdasarkan uraian pokok permasalahan dan latar belakang permasalahan di atas tindakan PT
Kimia Farma Tbk terbukti melakukan beberapa pelangggaran, yaitu:

1. Pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan


Keuangan.
2. Telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur
dalam Standart Profesional Akuntan Publik dan tidak diketemukan adanya unsure kesengajaan
membantu manajemen PT Kimia Farma Tbk dalam penggelembungan keuntungan tersebut.
3. Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan pasal 102 UU Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo
Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di
Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma Tbk dikenakan sanksi administratif berupa denda
yaitu sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
4. Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka
direksi lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar
sejumlah Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan
kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001; Sdr.
Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. Diwajibkan membayar sejumlah Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk
disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT kimia Farma Tbk. Tersebut, meskipun telah
melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak
diketemukan adanya unsur kesengajaan.

Dari kasus yang ada, kita dapat mengetahui bahwa profesi sebagai Akuntan Publik memiliki
peran penting dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan efisien serta
meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan. Jasa Akuntan Publik
merupakan jasa yang digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomis dan berpengaruh
secara luas, sehingga diperlukan perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

Saat ini, di Indonesia belum ada Undang-undang yang secara khusus mengatur mengenai
profesi akuntan publik. Regulasi terhadap profesi akuntan publik yang ada saat ini adalah
peraturan setingkat menteri (Peraturan Menteri Keuangan), padahal di negara-negara lain,
profesi akuntan publik diatur dengan peraturan setingkat Undang-undang.

Ada empat hal yang menjadi alasan penetapan regulasi profesi akuntan publik dalam bentuk
undang-undang, yaitu:

1. Melindungi kepentingan publik/ masyarakat (public interest);

Dengan adanya Undang-undang Akuntan Publik, dapat memberikan jaminan bagi publik untuk
lebih yakin mengenai informasi perusahaan yang mereka gunakan untuk mengambil keputusan.

b.  Menunjang perkembangan perekonomian nasional yang sehat, efisien, transparan


dan accountable. Undang-undang Akuntan Publik memberikan persaingan yang sehat pada
para Akuntan Publik dalam menjalankan jasa yang mereka hasilkan. Dengan adanya dasar
hukum yang kuat, para akuntan publik akan bersikap lebih profesional dan hasil audit akan
lebih baik.

c. Memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi publik, regulator dan profesi Akuntan
Publik dalam melaksanakan hak dan kewajibannya;      

Dengan ditetapkannya RUU Akuntan Publik menjadi suatu undang-undang, maka dasar regulasi
mengenai Akuntan Publik menjadi semakin jelas dan berkekuatan hukum lebih dan tidak lagi
hanya sekedar keputusan Menteri Keuangan.

d.  Menjaga kualitas jasa Akuntan Publik. Undang-undang ini mengatur hal mendasar dalam
rangka melindungi profesi Akuntan Publik, yaitu mengenai jasa atestasi yang merupakan hak
eksklusif Akuntan Publik. Dalam rangka perlindungan dan kepastian hukum bagi profesi
Akuntan Publik, serta mengatur tentang jangka waktu daluarsa tuntutan hukum kepada
Akuntan Publik.

Dalam rancangan undang-undang ini, Akuntan Publik dalam memberikan jasanya wajib
mematuhi standar profesional akuntan publik serta peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Terkait dengan kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma, kasus tersebut juga telah melakukan
penyimpangan terhadap Teori etika profesi yakni Teori Agensi dan Manajemen Laba. Pertama,
Teori Agensi dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory (Mursalim, 2005), yang
membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak
disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan
pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan
bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu
sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan
tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Kontrak kerja ini bertujuan supaya agent dan principal dapat memaksimumkan utility masing-
masing dengan informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih
banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan
adanya asimetry information. Asimetry information merupakan suatu kondisi dimana ada
ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi
(prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder  pada umumnya sebagai pengguna
informasi (user). Karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain
(pemilik atau pemegang saham), maka memberikan kesempatan kepada manajer untuk
bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi. Sedangkan Manajemen Laba
merupakan suatu intervensi dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan
eksternal dengan sengaja untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Manajemen laba
terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan
penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi
besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan
atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada angka-angka
akuntansi yang dilaporkan. Menurut Watts dan Zimmerman (tahun 1986), ada berbagai
motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi positif (Positif
Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen laba, yaitu: (1) hipotesis
program bonus (the bonus plan hypotesis), (2) hipotesis perjanjian hutang (the debt covenant
hypotesis), dan (3) hipotesis biaya politik (the political cost hypotesis).

Salah satu dampak kasus PT Kimia Farma adalah pemerintah melalui menteri keuangan
menerbitkan KMK no 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik, juga disertai Bapepam
yang mengeluarkan peraturan no VIII.A.2 tentang independensi Akuntan yang Memberikan Jasa
Audit di Pasar Modal.

Dalam peraturan tersebut diberlakukan larangan rangkap jabatan KAP mulai November 2002.
Dengan demikian, KAP dilarang memberikan jasa audit dan konsultasi keuangan lainnya secara
bersamaan pada sebuah perusahaan publik. Selain itu, diberlakukan pula pembatasan
penugasan audit, yaitu KAP hanya dapat melakukan audit atas sebuah klien paling lama 5 tahun
berturut-turut, dimana partnernya paling lama 3 tahun berturut-turut. KAP dan partner baru
dapat menerima penugasan audit untuk klien tersebut setelah selama 3 tahun berturut-turut
tidak mengaudit perusahaan tersebut.
1. Pembahasan & Opini

Berkaca dari kasus PT Kimia Farma, kita dapat melihat bahwa etika dan bisnis sebagai dua hal
yang berbeda. Memang, beretika dalam berbisnis tidak akan memberikan keuntungan dengan
segera, karena itu para pelaku bisnis harus belajar untuk melihat prospek jangka panjang. Kunci
utama kesuksesan bisnis adalah reputasinya sebagai pengusaha yang memegang teguh
integritas dan kepercayaan pihak lain.

Adanya kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma ini sangat berdampak negative pada peran
akuntan public dimana muncul suatu keraguan oleh banyak pihak dalam mengaudit atau
memeriksa laporan keuangan. Tentunya hal ini sangat menyinggung etika profesi akuntan yang
seharusnya menjadi pedoman para akuntan public dalam melaksanakan pekerjaannya tetapi
tidak diterapkan oleh para akuntan publik. Pada akhirnya kepercayaan masyarakat menurun
terhadap jasa para akuntan publik. Ketidakpercayaan terhadap peran akuntan publik
mengakibatkan adanya penolakan keterlibatan akuntan publik dalam pemeriksaan pajak
dimana hal tersebut sangat mencoreng nama baik profesi akuntan publik di mata masyarakat.

Menurut saya, kasus seperti yang terjadi pada PT Kimia Farma ini perlu mendapatkan perhatian
dan dijadikan sebagai pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan yang lain, bukannya dijadikan
bahan untuk memberikan cap negative bagi orang lain. Penegakan etika bisnis paling mudah
diterapkan dari perusahaan itu sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena
mereka menjadi panutan bagi karyawannya sendiri. Selain itu etika bisnis harus dilakukan
secara transparan. Budaya transparansi dapat ditegakkan melalui beberapa upaya, misalnya
adanya penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya dimana
individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi memang pada
kenyataannya untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang
harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat, memperjelas ukuran-ukuran yang
dipakai untuk mengukur kinerja, bukan berdasarkan kedekatan dengan atasaan melainkan
berdasarkan kinerja yang ada,  visi dan misi perusahaan haruslah jelas sehingga mencerminkan
tingkah laku organisasi. Pemimpin perusahaan pun harus mampu membedakan antara
kepentingan perusahaan dengan dengan kepentingan pribadinya sehingga tidak memancing
terjadinya tindakan yang tidak mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara undang-
undang.

Setelah terjadinya kasus seperti ini sudah saatnya bagi IAI untuk mengajak para anggotanya
untuk secara bersama-bersama melakukan tobat nasional, yakni berhenti menjadi tukang
jahit (mampu membuat laporan sesuai dengan keinginan orang yang membayar jasa akuntan
tersebut). Cap sebagai tukang jahit ini cukup merugikan perkembangan profesi akuntan dalam
negeri. Banyak kasus audit yang seharusnya bisa ditangani oleh kantor akuntan publik lokal,
tetapi diserahkan ke akuntan publik luar. Hal ini bukannya disebabkan akuntan lokal lebih
bodoh dari akuntan luar melainkan auditor kita dapat bertindak sebagai tukang jahit,
sementara auditor luar tidak. Jadi masalahnya adalah kepercayaan.

Anda mungkin juga menyukai