Anda di halaman 1dari 42

Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT.

Kimia
Farma Tbk.
Permasalahan

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada
audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa
(HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut
terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah
ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan
yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau
24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku
yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar
Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar
Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam
daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan
ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan
Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah
mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain
itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa


Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di
PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam
laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar
Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 –
Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan
Mendasar, sebagai berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan


dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau
kelalaian.

Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk
periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum
periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian
dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa
transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

Sanksi dan Denda

Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor
8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo
Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di
Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif
berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:

1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar
sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena
melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia
Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah)
untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut,
meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan
membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang
disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf
04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut
dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik
sebagai auditor independen.
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas
manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus
bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku
31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.

Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas
laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa
(HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai
lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai
Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi
para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam
kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.

Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka
adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam
pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan
adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah
melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor
tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi
akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran
peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT.
Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi
kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar
profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam
manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu
apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
REPORT THIS AD

Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk

Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus
dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik
negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu
menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma
tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta
pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah
mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas
Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah
terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001
seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan
keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan
dipublikasikan kepada publik.

Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta &
Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi
dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan
dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa
sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba
bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai
bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung
jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba
terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.

Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001

Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan
menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak
sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada
karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui,
perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan
keuangan tahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku
pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut.
Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah
mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini
dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham
Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya
pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM
sebagai akuntan publik.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas
dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang
menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan
sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat
pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan
dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para
akuntan publik.

PEMBAHASAN

Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM
selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma Tbk.)
dan pemberian opini atas laporan keuangan klien.

Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau
dari segi kepentingan stakeholder adalah:

1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.

2. Pemegang saham

3. Masyarakat luas

Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa
audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu
melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena
kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan
penggelembungan nilai persediaan.

Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas
audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada
risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah
KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata
pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko
seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan
pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor
Akuntan Publik tersebut.
Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan
dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan
keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi
tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.

Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan
oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta
menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder.

1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika

Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko
etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:

A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM

HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang
berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan
apa kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian
dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan
junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.

B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan


menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.

C) Mengutamakan reputasi KAP HTM

Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas,


reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam
melakukan perbandingan.

Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat
mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk
menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil
keuntungan dari kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis


dengan stakeholder
KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi
kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang
dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan
para stakeholder HTM.
TUGAS UTS
KASUS MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN
PT. Kimia Farma Tbk.
Diajukan untuk memenuhi salah satu Tugas dalam Menempuh
Mata Kuliah Pemeriksaan Akuntansi
Oleh Dosen : Rina Destiana, SE., M.Si.

Disusun oleh :
1. Maulina Harris (113080130)
Kelas : 4.E

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
KOTA CIREBON
2016

KATA PENGANTAR

...‫ﺒﺳﻢﷲﺍﻠﺮﺍﺤﻤﻦﺍﻠﺮﺍﺤﻴﻢ‬
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena telah
melimpahkan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyusun
makalah ini.
Makalah ini kami buat dengan segala kekurangannya, namun dikandung harapan
sebagai bahan pembelajaran progam studi Pendidikan Ekonomi karena masalah yang
akan di bahas dalam makalah ini mengenai “Kasus Manipulasi Laporan Keuangan di
Indonesia yaitu PT. Kimia Farma Tbk.”
Karya ini bertujuan untuk memenuhi tugas progam studi Pendidikan Ekonomi.
Demikian yang dapat kami sampaikan, ada pun kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang kiranya membangun sebagai bahan masukan kami dalam menyusun
makalah selanjutnya.
Dan kami mohon maaf apabila dalam membuat makalah ini terdapat kekurangan,
karena kami menyadari, bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Dan tak lupa pula
kami ucapkan terimakasih untuk semua pihak yang telah membantu terselesaikannya
makalah ini.

Cirebon, Desember 2016

Penyusun

Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................................... i
Daftar isi................................................................................................................................... ii
BAB I Pendahuluan................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 3
1.3 Tujuan.................................................................................................................... 3
BAB II Pembahasan....................................................................................................... 4
2.1 Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT.Kimia Farma Tbk............................... 4
2.3 Kronolosi Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT.Kimia Farma Tbk.............. 6
2.3 Analisis Kasus dari Sisi Etika Profesi.................................................................. 8
2.4 Langkah-langkah yang diambil agar kasus tidak terulang................................. 10
BAB III Penutup............................................................................................................ ...... 12
3.1 Simpulan..................................................................................................... ...... 12
3.2 Saran.................................................................................................................. 13
Daftar Pustaka..........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada awalnya Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia
yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama Kimia Farma pada awalnya
adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas
eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik
Indonesia melakukan penyatuan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara
Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan
hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT
Kimia Farma (Persero).
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya
menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut
Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek
Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa
Efek Indonesia).
Dengan pengalaman selama puluhan tahun Kimia Farma Perseroan telah berkembang
menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi dan terpercaya di Indonesia. Kimia
Farma Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan
bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya
laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih
tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3
Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah
ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang
disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7%
dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu
kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral
berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi
berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7
miliar.
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak
terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi
yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan
sudah melanggar etika profesinya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah kronologi terjadinya kasus manipulasi laporan keuangan PT.Kimia Farma Tbk.
dari sisi Etika Profesi?
2. Apa langkah-langkah yang harus dilakukan agar kasus serupa tidak terulang ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami kronologi terjadinya kasus manipulasi laporan keuangan
PT.Kimia Farma Tbk. dari sisi Etika Profesi.
2. Dapat merumuskan langkah-langkah yang yang harus dilakukan agar kasus serupa tidak terulang

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT.Kimia Farma Tbk.


Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang
didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya
adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. pada tahun 1958, Pemerintah Republik
Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan
Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk
badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah
menjadi PT Kimia Farma (Persero).
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan prinsip-prinsip good corporate
governance guna memperbaiki kinerja perusahaan, khususnya BUMN di Indonesia adalah
dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-
117/M-MBU/2002, tentang Penerapan Praktik good corporate governance pada Badan Usaha
Milik Negara (BUMN) Pasal 2 yang mewajibkan BUMN menerapkan good corporate
governance secara konsisten. tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan
adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih
tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3
Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah
ditemukan kesalahan Pembahasan Dari Sisi Akuntan Publikg cukup mendasar.
Permasalahan Kasus Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas
manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. Ataupun terhadap akuntan publik Hans
Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa)
harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma
tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk. Mengidentifikasi dan menilai
risiko etika. Dampak Terhadap Profesi Akuntan Menurut Darmawati, Khomsiyah dan Rika
(2004), Corporate governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan
efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan
komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya. Corporate Governance juga
memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan,
dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja.
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak
terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi
yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan
sudah melanggar etika profesinya.

2.2 Kronologi Kasus Manipulasi Laporan Keuangan PT.Kimia Farma Tbk


Awalnya audit pada tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan
adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta
dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih
tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa.
Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001
disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada
laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau
lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu
timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp
2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9
miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar
dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya,
menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari
2002.
Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar
penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan
kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda
atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh
akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan
bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit
yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut.
Pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal mengungkapkan
tentang kasus PT.Kimia Farma. Dalamrangka restrukturisasi PT.Kimia Farma Tbk, Ludovicus
Sensi W selaku partner dari KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa yang diberikan tugas untuk
mengaudit laporan keuangan PT.Kimia Farma untuk masa lima bulan yang berakhir 31 Mei
2002, tidak menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang
dan jasa dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan dalam harian Kontan yang menyatakan bahwa
kementrian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik pemerintah
di PT.Kimia Farma setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan dalam laporan
keuangan pada semester I tahun 2002.
2.3 Analisis Kasus dari Sisi Etika Profesi
Menurut pendapat saya, kasus manipulasi laporan keuangan pada PT.Kimia Farma Tbk.
disebabkan karena adanya kesalahan-kesalahan pencatatannya maupun perhitungannya, namun
ada juga pihak yang melakukan kecurangan dan kecurangan tersebut yang pada awalnya tidak
berhasil terdeteksi, namun pada akhirnya dapat terdeterksi.
Kecurangan yang terjadi pada kasus manipulasi laporan keuangan PT.Kimia Farma Tbk.
ini pasti tidak terlepas dari bantuan akuntan yang mengerti, yang memahami, yang mengelola
laporan keuangan.
Karena akuntan adalah orang yang ahli dalam mengatur dan mengelola laporan keuangan,
dengan keahliannya justru disalah gunakan untuk dilakukannya manipulasi pada laporan
keuangan tersebut.
Hal seperti manipulasi laporan keuangan ini harusnya tidak terjadi apabila akuntan yang
melakukan penyajian laporan keuangan ini mempunyai pemahaman, pengetahuan dan
menerapkan etika profesi yang dijalaninya sebagai seorang akuntan yang bekerja secara
profesional. Namun dikembalikan kepada masing-masing individu tersebut, dia melakukan
pekerjaannya secara profesional atau tidak, bersikap jujur atau tidak.
Dengan dilakukannya manipulasi pada laporan keuangan tersebut maka akuntan tersebut
jelas-jelas melanggar etika profesi. Akuntan tersebut tidak memiliki rasa tanggung jawab lagi
akan profesinya sebagai akuntan yang seharusnya melakukan penyajian laporan keuangan secara
benar dan akurat, melainkan menyajikan laporan keuangannya dengan adanya rekayasa
keuangan.
Dari sisi karakter akuntan yang mendasari timbulnya pengakuan profesional, dengan
adanya kasus ini berari akuntan tersebut tidak diakui lagi keprofesionalitasnya karena sudah
tidak dipercaya lagi baik oleh organisasi perusahaan tersebut, perusahaan lain, pemerintah, dan
masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada manipulasi laporan keuangan adanya
kecurangan yang dilakukan oleh akuntan. Akuntan tersebut sudah melanggar etika profesi,
karena yang harusnya bekerja secara profesional justru dia bekerja untuk kepentingan pribadi
maupun pengaruh dari pihak lain sehingga dia bekerja secara tidak profesional.
Akuntan tersebut juga bekerja secara tidak jujur karena sengaja melakukan kecurang
sehingga dia memanipulasi laporan keuang tersebut agar kecurangannya tidak terdeteksi. Karena
akuntan tidak berkerja secara jujur maka akuntan tersebut tidak bisa dipercaya lagi karena bisa
saja dia melakukan manipulasi pada laporan keuangan pada periode selanjutnya.
Dalam kasus ini juga akuntan tidak melakukan kehati-hatian profesional. Dimana akuntan
yang seharusnya melakukan jasa profesionalnya dengan hati-hati dan tekun, namun akuntan
tersebut tidak melakukan kehati-hatian profesional tersebut dengan kata lain dengan sengaja
melakukan kecurangan,

2.3.1 Langkah-langkah yang diambil agar kasus tidak terulang


1. Dalam kasus ini, adanya kesalahan penyajian tersebut dilakukan oleh direksi periode 1998-2002,
berarti adanya kelalaian dalam pemeriksaan laporan keuangan tersebut.
Jadi sebaiknya proses laporan keuangan selalu di kontrol, dilakukan pemeriksaan, dan evaluasi
disetiap bulannya. Karena jika dilakukan pemeriksaan hanya setiap periodenya atau pertahunnya
menjadi tidak terkontrol, dan sulit untuk mendeteksi kecurangan yang dilakukan.
2. Tidak hanya proses laporan keuangannya saja, namun pihak-pihak yang terlibatnya pun selalu
dikontrol setiap proses laporan keuangan tersebut, diperiksa kemanakah uang tersebut dialirkan
baik uang yang keluar maupun uang yang masuk diperiksa secara detail dan rinci agar tidak
adanya celah untuk melakukan kecurangan manipulasi dalam laporan keuangan tersebut.
3. Dibuatnya struktur organisasi yang jelas, agar tugas-tugas yang dilakukan setiap anggota
organisasi lebih terarah dengan baik, sehingga tidak ada satu sama lain yang mencampuri tugas
pokok antar anggota, dengan demikian tidak ada campur tangan pihak lain yang terlibat maupun
mempengaruhi sehingga proses dalam perusahaan dapat berjalan secara efektif dan efisien.
4. Mengawasi setiap kinerja karyawan baik akuntan, auditor, dan organisasi perusahaan lainnya.
Dengan adanya sturktur organisasi yang jelas, tidak berjalan dengan baik juga jika tidak
dilakukannya pengawasan. Pengawasan yang dilakukan agar setiap anggota organisasi
perusahaan dapat melakukan tugasnya secara baik, dan takut untuk melakukan kecurangan
karena selalu diawasi.
5. Adanya hukuman dan sanksi yang tegas baik para organisasi perusahaan yang melakukan
pelanggaran, dan kecurangan yang merugikan berbagai pihak diperusahaan.
6. Pemerintah memperbaiki kinerja perusahaan, selalu melakukan pengawasan/monitoring,
pemeriksaan, dan evaluasi setiap anggota organisasi perusahaan agar tidak ada celah untuk
melakukan kecurangan lagi.
7. Pemerintah membuat aturan yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya
praktik yang akan melanggar etika profesi. Diharapkan aturan tersebut juga dapat dijalankan
secara tegas, dan pihak yang melanggar etika dihukum dan diberi sanksi yang adil

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh
Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero)
kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
Dengan pengalaman selama puluhan tahun Kimia Farma Perseroan telah berkembang
menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi dan terpercaya di Indonesia. Kimia
Farma Perseroan kian diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan
bangsa, khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya
laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih
tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa.
Dari sisi etika profesi kecurangan yang terjadi pada kasus manipulasi laporan keuangan
PT.Kimia Farma Tbk. ini pasti tidak terlepas dari bantuan akuntan yang mengerti, yang
memahami, yang mengelola laporan keuangan.
Pada manipulasi laporan keuangan adanya kecurangan yang dilakukan oleh akuntan.
Akuntan tersebut sudah melanggar etika profesi, karena yang harusnya bekerja secara
profesional justru dia bekerja untuk kepentingan pribadi maupun pengaruh dari pihak lain
sehingga dia bekerja secara tidak profesional. Akuntan tersebut juga tidak memiliki rasa
tanggung jawab akan profesinya sebagai akuntan dan bekerja secara tidak jujur karena sengaja
melakukan kecurang sehingga dia memanipulasi laporan keuang tersebut agar kecurangannya
tidak terdeteksi.

3.2 Saran
Sebaiknya proses laporan keuangan selalu di kontrol, dilakukan pemeriksaan, dan evaluasi
disetiap bulannya. Karena jika dilakukan pemeriksaan hanya setiap periodenya atau pertahunnya
menjadi tidak terkontrol, dan sulit untuk mendeteksi kecurangan yang dilakukan.
Pemerintah memperbaiki kinerja perusahaan, selalu melakukan pengawasan/monitoring,
pemeriksaan, dan evaluasi setiap anggota organisasi perusahaan agar tidak ada celah untuk
melakukan kecurangan lagi.
Pemerintah membuat aturan yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah
adanya praktik yang akan melanggar etika profesi. Diharapkan aturan tersebut juga dapat
dijalankan secara tegas, dan pihak yang melanggar etika dihukum dan diberi sanksi yang adil
Adapun profesi yang ditekuni, harus berdasarkan etika yang berlaku. Etika profesi itu
sendiri memiliki tujuan seperti standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab
kepada lembaga dan masyarakat umum, membantu para profesional dalam menetukan apa
yang harus mereka perbuat dalam menghadapi dilema pekerjaan mereka, standar etika bertujuan
untuk menjaga reputasi atau nama profesional, untuk menjaga kelakuan dan integritas para
tenaga profesi.
DAFTAR PUSTAKA

https://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-
kimia-farma-tbk/
http://www.kompasiana.com/www.bobotoh_pas20.com/kasus-kimia-farma-etika-
bisnis_5535b4d46ea8349b26da42eb
http://nukepermatasari.blogspot.co.id/2015/01/kasus-manipulasi-laporan-keuangan-pt.html
http://yusrinadirayati.blogspot.co.id/2015/10/kasus-skandal-manipulasi-laporan.html
1. Pokok Permasalahan

Pokokpermasalahan dari PT Kimia Farma Tbk adalah adanya penggelembungan laba


bersih pada laporan keuangan PT Kimia Farma pada tahun 2001. Penggelembungan
itusenilai Rp. 32.668 milyar. Laporan keuangan yang seharusnya Rp. 99.594
milyarditulis Rp. 132 milyar. Kasus kesalahan dalam laporan keuangan PT Kimia
Farmaini telah menjadi perkara pidana karena sudah termasuk kategori pernyataan
yangmenyesatkan.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada
tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan
nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per
31 Desember 2001.

Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan


keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal
mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu
manajemen melakukan kecurangan tersebut. Bapepam juga mendapati beberapa bukti
kesalahan, yakni terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT Kimia
Farma yang mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir
31 Desember 2001 sebesar Rp32,7 miliar yang merupakan 2,3 % dari penjualan dan
24,7% dari laba bersih PT Kimia Farma Tbk dimana kesalahan tersebut terdapat pada
beberapa unit yang tidak disampling oleh Akuntan, yakni unit industrial bahan baku
(overstated pada penjualan sebesar Rp2,7 miliar) dan unit Pedagang Besar Farmasi
(overstead pada persediaan barang sebesar Rp8,1 miliar)

Sebagai akibat dari kejadian ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar Rp 500
juta, direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp1 miliar, serta partner HTM yang
mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang dilakukan
oleh partner HTM tersebut adalah bahwa ia tidak berhasil mengatasi risiko audit dalam
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia Farma, walaupun
ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.

1. Latar Belakang Masalah

Kimia Farma merupakan pioner dalam industri farmasi Indonesia. Cikal bakal
perusahaan dapat dirunut balik ke tahun 1917, ketika NV Chemicalien Handle
Rathkamp & Co., perusahaan farmasi pertama di Hindia Timur, didirikan. Sejalan
dengan kebijakan nasionalisasi eks perusahaan-perusahaan Belanda, pada tahun 1958
pemerintah melebur sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF Bhinneka Kimia
Farma. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971 bentuk hukumnya diubah menjadi
Perseroan Terbatas, menjadi PT Kimia Farma (Persero). Sejak tanggal 4 Juli 2001
Kimia Farma tercatat sebagai perusahaan publik di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya. Berbekal tradisi industri yang panjang selama lebih dari 187 tahun dan nama
yang identik dengan mutu, hari ini Kimia Farma telah berkembang menjadi sebuah
perusahaan pelayanan kesehatan utama di Indonesia yang kian memainkan peranan
penting dalam pengembangan dan pembangunan bangsa dan masyarakat.

Kasus PT Kimia Farma ini bermula dari ditemukannya beberapa hal sebagai berikut
dalam rangka retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk (PT KAEF), Sdr Ludovicus Sensi W
selaku partner dari KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan
PT KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan
melaporkan adanya kesalahan penilaian persediaan barang jadi dan kesalahan
kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001;
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa
Kementrian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah
di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated)
dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002.

REPORT THIS AD

Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, disimpulkan bahwa terdapat kesalahan


penyajian dalam laporan keuangan PT KAEF. Atas pelanggaran tersebut maka Bapepam
menjatuhkan sanksi denda terhadap PT Kimia Farma Tbk, direksi lama PT Kimia
Farma Tbk periode 1998 – Juni 2002, dan pihak auditor PT Kimia Farma Tbk.

1. Pembahasan

Setiap profesi yang ada selalu memiliki sebuah resiko yang harus dihadapi oleh pelaku
profesi tersebut. Layaknya profesi akuntansi yang memiliki resiko dan aturan dalam
menjalankan profesinya. Seorang akuntan dalam menjalankan profesinya diatur oleh
suatu etika akuntan. Etika akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan
antara akuntan dengan para klien, antara akuntan dengan teman sejawatnya, dan
antara akuntan dengan masyarakat. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), sejak tahun 1973
telah mengesahkan “Kode Etik Akuntan Indonesia” yang telah mengalami revisi pada
tahun 1986, dan terakhir pada tahun 1994. Dalam pasal 1 ayat (2) Kode Etik Akuntan
Indonesia mengamanatkan setiap anggota harus mempertahankan integritas dan
obyektivitas dalam melaksanakan tugasnya. Dengan mempertahankan integritas,
seorang akuntan akan bertindak jujur, tegas, dan tanpa pretense, sedangkan dengan
mempertahankan obyektivitas, seorang akuntan akan bertindak adil, tanpa dipengaruhi
tekanan atau permintaan pihak tertentu atau kepentingan pribadinya.
Adanya etika professional yang diperlukan dalam setiap profesi sangatlah penting
dikarenakan hal tersebut akan menimbulkan kepercayaan kepada para pemakai jasanya
tentang kualitas dan keakuratan jasa yang diberikan. Begitu juga terhadap profesi
akuntan publik, kepercayaan masyarakat terhadap mutu audit akan menjadi lebih tinggi
jika profesi akuntan publik menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan
pekerjaannya. Bagi profesi akuntan, etika professional ini dikenal dengan nama Kode
Etik Akuntan Indonesia. Anggota IAI yang berpraktik sebagai akuntan publik
bertanggung jawab mematuhi pasal-pasal yang tercantum dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia, termasuk juga semua orang yang bekerja dalam praktik profesi akuntan
publik, seperti karyawan, partner, dan staf. Sedangkan Standar Auditing adalah suatu
ukuran pelaksanaan tindakan yang merupakan pedoman umum bagi auditor dalam
melaksanakan audit. Atau dapat juga disebut sebagai ukuran baku atas mutu jasa
auditing yang memberikan panduan auditor dalam mengkomunikasikan hasil auditnya
melalui laporan audit kepada pemakai laporan keuangan. Standar Auditing dan
beberapa standar serta pernyataan lainnya dikodifikasi dalam buku Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP). Pengawasan kepatuhan dan penilaian pelaksanaan kode etik
serta SPAP oleh akuntan publik dilaksanakan oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan
Publik (BP2AP). Badan ini juga menangani pengaduan dari masyarakat menyangkut
pelanggaran akuntan publik terhadap Kode Etik Akuntan Indonesia atau SPAP.
Kemudian jika menemukan pelanggaran Kode Etik Akuntan Indonesia SPAP, Badan ini
berwenang untuk menetapkan sanksi kepada akuntan publik yang melanggar.

Berdasarkan uraian pokok permasalahan dan latar belakang permasalahan di atas


tindakan PT Kimia Farma Tbk terbukti melakukan beberapa pelangggaran, yaitu:

1. Pelanggaran Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan


Keuangan.
2. Telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit sampling yang telah diatur
dalam Standart Profesional Akuntan Publik dan tidak diketemukan adanya unsure
kesengajaan membantu manajemen PT Kimia Farma Tbk dalam penggelembungan
keuntungan tersebut.
3. Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan pasal 102 UU Nomor 8
tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun
1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma Tbk dikenakan sanksi
administratif berupa denda yaitu sebesar Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
4. Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal maka
direksi lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan
membayar sejumlah Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas
Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan
per 31 Desember 2001; Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan
Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Diwajibkan membayar sejumlah
Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas resiko
audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan
oleh PT kimia Farma Tbk. Tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai
dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya
unsur kesengajaan.

Dari kasus yang ada, kita dapat mengetahui bahwa profesi sebagai Akuntan Publik
memiliki peran penting dalam mendukung perekonomian nasional yang sehat dan
efisien serta meningkatkan transparansi dan mutu informasi dalam bidang keuangan.
Jasa Akuntan Publik merupakan jasa yang digunakan dalam pengambilan keputusan
ekonomis dan berpengaruh secara luas, sehingga diperlukan perlindungan dan
kepastian hukum bagi masyarakat.
REPORT THIS AD

Saat ini, di Indonesia belum ada Undang-undang yang secara khusus mengatur
mengenai profesi akuntan publik. Regulasi terhadap profesi akuntan publik yang ada
saat ini adalah peraturan setingkat menteri (Peraturan Menteri Keuangan), padahal di
negara-negara lain, profesi akuntan publik diatur dengan peraturan setingkat Undang-
undang.

Ada empat hal yang menjadi alasan penetapan regulasi profesi akuntan publik dalam
bentuk undang-undang, yaitu:

1. Melindungi kepentingan publik/ masyarakat (public interest);

Dengan adanya Undang-undang Akuntan Publik, dapat memberikan jaminan bagi


publik untuk lebih yakin mengenai informasi perusahaan yang mereka gunakan untuk
mengambil keputusan.

b. Menunjang perkembangan perekonomian nasional yang sehat, efisien, transparan


dan accountable. Undang-undang Akuntan Publik memberikan persaingan yang sehat
pada para Akuntan Publik dalam menjalankan jasa yang mereka hasilkan. Dengan
adanya dasar hukum yang kuat, para akuntan publik akan bersikap lebih profesional
dan hasil audit akan lebih baik.

c. Memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi publik, regulator dan profesi
Akuntan Publik dalam melaksanakan hak dan kewajibannya;

Dengan ditetapkannya RUU Akuntan Publik menjadi suatu undang-undang, maka


dasar regulasi mengenai Akuntan Publik menjadi semakin jelas dan berkekuatan
hukum lebih dan tidak lagi hanya sekedar keputusan Menteri Keuangan.

d. Menjaga kualitas jasa Akuntan Publik. Undang-undang ini mengatur hal mendasar
dalam rangka melindungi profesi Akuntan Publik, yaitu mengenai jasa atestasi yang
merupakan hak eksklusif Akuntan Publik. Dalam rangka perlindungan dan kepastian
hukum bagi profesi Akuntan Publik, serta mengatur tentang jangka waktu daluarsa
tuntutan hukum kepada Akuntan Publik.

……Dalam rancangan undang-undang ini, Akuntan Publik dalam memberikan jasanya


wajib mematuhi standar profesional akuntan publik serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

Terkait dengan kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma, kasus tersebut juga telah
melakukan penyimpangan terhadap Teori etika profesi yakni Teori Agensi dan
Manajemen Laba. Pertama, Teori Agensi dapat dipandang sebagai suatu versi dari game
theory (Mursalim, 2005), yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih
orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain
disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision
making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu
amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja
yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur
dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Kontrak kerja ini bertujuan
supaya agent dan principal dapat memaksimumkan utility masing-masing dengan
informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak
(full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan
adanya asimetry information. Asimetry information merupakan suatu kondisi dimana
ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia
informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya
sebagai pengguna informasi (user). Karena manajer lebih superior dalam menguasai
informasi dibanding pihak lain (pemilik atau pemegang saham), maka memberikan
kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan
pribadi. Sedangkan Manajemen Laba merupakan suatu intervensi dengan maksud
tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk
memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Manajemen laba terjadi ketika manajer
menggunakan pertimbangan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan penyusunan
transaksi untuk merubah laporan keuangan, dengan tujuan untuk memanipulasi
besaran (magnitude) laba kepada beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi
perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil perjanjian (kontrak) yang tergantung pada
angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Menurut Watts dan Zimmerman (tahun 1986),
ada berbagai motivasi yang mendorong dilakukannya manajemen laba. Teori akuntansi
positif (Positif Accounting Theory) mengusulkan tiga hipotesis motivasi manajemen
laba, yaitu: (1) hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis), (2) hipotesis
perjanjian hutang (the debt covenant hypotesis), dan (3) hipotesis biaya politik (the
political cost hypotesis).

….Salah satu dampak kasus PT Kimia Farma adalah pemerintah melalui menteri
keuangan menerbitkan KMK no 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik, juga
disertai Bapepam yang mengeluarkan peraturan no VIII.A.2 tentang independensi
Akuntan yang Memberikan Jasa Audit di Pasar Modal.

Dalam peraturan tersebut diberlakukan larangan rangkap jabatan KAP mulai November
2002. Dengan demikian, KAP dilarang memberikan jasa audit dan konsultasi keuangan
lainnya secara bersamaan pada sebuah perusahaan publik. Selain itu, diberlakukan pula
pembatasan penugasan audit, yaitu KAP hanya dapat melakukan audit atas sebuah
klien paling lama 5 tahun berturut-turut, dimana partnernya paling lama 3 tahun
berturut-turut. KAP dan partner baru dapat menerima penugasan audit untuk klien
tersebut setelah selama 3 tahun berturut-turut tidak mengaudit perusahaan tersebut.

1. Pembahasan & Opini


Berkaca dari kasus PT Kimia Farma, kita dapat melihat bahwa etika dan bisnis sebagai
dua hal yang berbeda. Memang, beretika dalam berbisnis tidak akan memberikan
keuntungan dengan segera, karena itu para pelaku bisnis harus belajar untuk melihat
prospek jangka panjang. Kunci utama kesuksesan bisnis adalah reputasinya sebagai
pengusaha yang memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain.

Adanya kasus yang terjadi pada PT Kimia Farma ini sangat berdampak negative pada
peran akuntan public dimana muncul suatu keraguan oleh banyak pihak dalam
mengaudit atau memeriksa laporan keuangan. Tentunya hal ini sangat menyinggung
etika profesi akuntan yang seharusnya menjadi pedoman para akuntan public dalam
melaksanakan pekerjaannya tetapi tidak diterapkan oleh para akuntan publik. Pada
akhirnya kepercayaan masyarakat menurun terhadap jasa para akuntan publik.
Ketidakpercayaan terhadap peran akuntan publik mengakibatkan adanya penolakan
keterlibatan akuntan publik dalam pemeriksaan pajak dimana hal tersebut sangat
mencoreng nama baik profesi akuntan publik di mata masyarakat.

Menurut saya, kasus seperti yang terjadi pada PT Kimia Farma ini perlu mendapatkan
perhatian dan dijadikan sebagai pembelajaran bagi perusahaan-perusahaan yang lain,
bukannya dijadikan bahan untuk memberikan cap negative bagi orang lain. Penegakan
etika bisnis paling mudah diterapkan dari perusahaan itu sendiri. Pemimpin
perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya
sendiri. Selain itu etika bisnis harus dilakukan secara transparan. Budaya transparansi
dapat ditegakkan melalui beberapa upaya, misalnya adanya penegakkan budaya berani
bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya dimana individu yang mempunyai
kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi memang pada kenyataannya untuk
menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada
keberanian baru untuk menyatakan pendapat, memperjelas ukuran-ukuran yang
dipakai untuk mengukur kinerja, bukan berdasarkan kedekatan dengan atasaan
melainkan berdasarkan kinerja yang ada, visi dan misi perusahaan haruslah jelas
sehingga mencerminkan tingkah laku organisasi. Pemimpin perusahaan pun harus
mampu membedakan antara kepentingan perusahaan dengan dengan kepentingan
pribadinya sehingga tidak memancing terjadinya tindakan yang tidak mengikuti aturan
berdagang yang diatur oleh tata cara undang-undang.

Setelah terjadinya kasus seperti ini sudah saatnya bagi IAI untuk mengajak para
anggotanya untuk secara bersama-bersama melakukan tobat nasional, yakni berhenti
menjadi tukang jahit (mampu membuat laporan sesuai dengan keinginan orang yang
membayar jasa akuntan tersebut). Cap sebagai tukang jahit ini cukup merugikan
perkembangan profesi akuntan dalam negeri. Banyak kasus audit yang seharusnya bisa
ditangani oleh kantor akuntan publik lokal, tetapi diserahkan ke akuntan publik luar.
Hal ini bukannya disebabkan akuntan lokal lebih bodoh dari akuntan luar melainkan
auditor kita dapat bertindak sebagai tukang jahit, sementara auditor luar tidak. Jadi
masalahnya adalah kepercayaan.
Kasus Kimia Farma (Etika Bisnis)
17 April 2015 12:33 Diperbarui: 17 Juni 2015 07:59 1 0 0

Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah
Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle
Rathkamp & Co. pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah
perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada
tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama
perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero). Latar Belakang Pada audiUpaya yang dilakukan
pemerintah dalam mewujudkan prinsip-prinsip good corporate governance guna memperbaiki kinerja
perusahaan, khususnya BUMN di Indonesia adalah dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara
Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002, tentang Penerapan Praktik good corporate
governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pasal 2 yang mewajibkan BUMN menerapkan good
corporate governance secara konsisten. tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma
melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans
Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih
tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan
kesalahan yanPembahasan Dari Sisi Akuntan Publikg cukup mendasar. Permasalahan Kasus Skandal
Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk. Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk.
ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans
Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit
Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002. Keterkaitan
Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika Dampak
Terhadap Profesi Akuntan Menurut Darmawati, Khomsiyah dan Rika (2004), Corporate governanace
merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian
hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders
lainnya. Corporate Governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-
sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja. Sanksi
dan Denda kepada PT Kimia Farma Tbk Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal
102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor
45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif
berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Mantan direksi PT Kimia Farma
Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba
bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN
meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan
keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun
2001 Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan
PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal.
Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang
menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah
kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Aktivitas
manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan
akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai
laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya
Pembahasan Upaya yang dilakukan pemerintah dalam mewujudkan prinsip-prinsip good corporate
governance guna memperbaiki kinerja perusahaan, khususnya BUMN di Indonesia adalah dengan
dikeluarkannya Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-117/M-MBU/2002,
tentang Penerapan Praktik good corporate governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Pasal 2
yang mewajibkan BUMN menerapkan good corporate governance secara konsisten. Dalam kasus antara
KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko etika dapat diaplikasikan pada
tindakan sebagai berikut: Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM
Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan menilai risiko
ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit. Mengutamakan reputasi KAP HTM
Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder KAP HTM dapat
melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi kepentingan, dan kemudian
menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam
penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM. Pembahasan Dari Sisi
Akuntan Publik Terjadinya penyalahsajian laporan keuangan yang merupakan indikasi dari tindakan
tidak sehat yang dilakukan oleh manajemen PT. Kimia Farma, yang ternyata tidak dapat terdeteksi oleh
akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan pada periode tersebut Kesimpulan Langkah pertama
dan utama dalam menerapkan Good Corporate Governance (GCG) adalah adanya dewan komisaris yang
berperan aktif, independen, dan konstruktif. Untuk itu, dibutuhkan struktur, sistem, dan proses yang
memadai agar hal tersebut dapat terwujud. Setidaknya mencakup komposisi, kemampuan dan
pengalaman anggota dewan, serta bagaimana proses seleksi, peran, dan penilaian kinerja mereka. Agar
sistematis dan kontinu, pelaksanaan GCG oleh perusahaan dapat dilakukan melalui empat tindakan,
yaitu: penetapan visi, misi, dan corporate values, penyusunan corporate governance structure,
pembangunan corporate culture, dan penetapan sasaran public disclosures. Fungsi audit internal
merupakan elemen penting dari sistem pengendalian internal perusahaan. Pedoman Good Corporate
Governance menegaskan pentingnya keberadaan fungsi audit internal ini. Fungsi ini harus dilakukan
oleh pihak yang terpisah dari operasional perusahaan sehari-hari dan dapat dilakukan oleh pihak
internal perusahaan maupun eksternal perusahaan seperti auditor eksternal. Saran Pada akhirnya
semua hal ini kembali kepada masing-masing individu auditornya dalam melaksanakan jasa
profesionalnya yang menuntut sikap independensi, obyektifitas, integritas yang tinggi, serta
kemampuan profesional dalam bidangnya. Apapun profesi yang ditekuni, harus berdasarkan etika yang
berlaku. Etika profesi itu sendiri memiliki tujuan seperti standar etika menjelaskan dan menetapkan
tanggung jawab kepada lembaga dan masyarakat umum, membantu para profesional dalam menetukan
apa yang harus mereka perbuat dalam menghadapi dilema pekerjaan mereka, standar etika bertujuan
untuk menjaga reputasi atau nama profesional, untuk menjaga kelakuan dan integritas para tenaga
profesi.

Referensi :

Diposting oleh :Rizki Wastu Kencana wastu on 5 October 2012

https://prezi.com/ewuvz2et6my_/kasus-kimia-farma-etika-bisnis/
 TEMPO Interaktif, Jakarta:Kasus kesalahan pencatatan laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun 2001, dapat dikategorikan sebagai
tindak pidana. Soalnya, ini merupakan rekayasa keuangan dan menimbulkan
menyesatkan publik. Untuk itu, kasus ini akan ditindaklajuti secara serius
dengan pemeriksaan direksi dan kantor akuntan publik yang terlibat.
Demikian pernyataan Robinson Simbolon, Kepala Biro Hukum Bapepam,
kepada para wartawan disela seminar Pasar Modal di Jakarta Senin (4/11)
Seperti diketahui, Kimia Farma diduga kuat melakukan mark up laba bersih
dalam laporan keuangan tahun 2001. Dalam laporan tersebut, Kimia Farma
menyebut berhasil meraup laba sebesar Rp 132 miliar. Belakangan, belang
Kimia Farma terkuak lebar. Perusahaan farmasi tersebut pada tahun 2001
sebenarnya hanya menjala untung sebesar Rp 99 miliar. Kantor Akuntan
Publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM), diduga terlibat dalam aksi
penggelembungan tersebut. Memang, belakangan Kimia Farma dan HTM
mengoreksi laporan keuangan tersebut. Mereka beralasan telah terjadi
kesalahan pencatatan. Sebuah alasan yang melanggar akal sehat
masyarakat. Saat ini, Bapepam masih mencari bukti lanjutan kasus tersebut
Sayangnya, Bapepam seperti lembaga yang tak bergigi. Kasus pelanggaran
di pasar modal Indonesia masih tak jelas sanksi hukumnya. Tengok saja
kasus insider trading Indosat yang merugikan negara Rp 400 miliar.
"Bapepam bukan lembaga penuntut yang bisa menyeret orang ke
pengadilan," kata Robinson. . Jadi, jangan heran bila kelak kasus seperti
Enron dan Worldcom akan menimpa pasar modal Indonesia. Yura Syahrul -
-- Tempo News Room

Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.

Permasalahan

PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia.
Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba
bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta &
Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih
tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang,
pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated),
karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang
baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah
sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu
timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan
sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang
sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan
sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada
dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur
produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada
tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan
nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma
per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah
dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut
dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil
dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit
laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun
gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti
membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.

Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa


Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT
KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam
laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar
Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 –
Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan
Mendasar, sebagai berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan


dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau
kelalaian.

Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus
diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement)
untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa
sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode.
Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain
dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.

PEMBAHASAN

Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaan audit oleh KAP HTM
selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma Tbk.)
dan pemberian opini atas laporan keuangan klien.

Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana
ditinjau dari segi kepentingan stakeholder adalah:

1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.

2. Pemegang saham

3. Masyarakat luas

Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa
audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu
melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena
kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan
nilai persediaan.

Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas
audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada
risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah
KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata
pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko
seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan
pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan di tutupnya Kantor
Akuntan Publik tersebut.

Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada
kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan manajemen Kimia Farma dalam manipulasi
laporan keuangan. Walaupun secara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus
manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.
Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat
diterapkan oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko
etika, serta menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan
stakeholder.

1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika

Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian
risiko etika dapat diaplikasikan pada tindakan sebagai berikut:

A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM

HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang
berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder
dan apa kepentingannya serta harapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian
dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan
junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.

B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan menilai
risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.

C) Mengutamakan reputasi KAP HTM

Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas,


reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja
dalam melakukan perbandingan.

Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat
mengawasi adanya peluang dan risiko etika, sehingga dapat ditemukan cara untuk
menghindari dan mengatasi risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis
mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut.

2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan


stakeholder

KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi
kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder
yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan
para stakeholder HTM.
Kasus Manipulasi Laporan Keuangan
PT Kimia Farma
Kronologis
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah
di Indonesia
pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001,
manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132
milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa
(HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba
bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah
dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia
Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan
kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru,
keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih
rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang
dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu
kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit
Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9
miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan
sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.

Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena


nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia
Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga
persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar
harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan
dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31
Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan
penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan.
Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi.
Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit
laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang
berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut.

Pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal mengungkapkan tentang


kasusPT.Kimia Farma
Dalam rangka restrukturisasi PT.Kimia Farma Tbk, Ludovicus Sensi W
selaku partner dari KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa yang diberikan
tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT.Kimia Farma untuk masa lima
bulan yang berakhir 31 Mei 2002, tidak menemukan dan melaporkan adanya
kesalahan dalam penilaian persediaan barang dan jasa dan kesalahan
pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan dalam harian Kontan yang
menyatakan bahwa kementrian BUMN memutuskan penghentian proses
divestasi saham milik pemerintah di PT.Kimia Farma setelah melihat
adanya indikasi penggelembungan keuntungan dalam laporan keuangan pada
semester I tahun 2002.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam diperoleh bukti sebagai berikut


:
Terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT.Kimia Farma,
adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada
laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001
sebesar Rp.32,7 milyar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7%
dari laba bersih PT.Kimia Farma Tbk.Selain itu kesalahan juga terdapat
pada

Unit industri bahan baku, kesalahan berupa overstated pada penjualan


sebesar Rp.2,7 milyar. Unit logistik sentral, kesalahan berupa
overstated pada persediaan barang sebesar Rp.23,9 miliar.

Unit pedagang besar farmasi (PBF), kesalahan berupa overstated pada


persediaan barang sebesar Rp.8,1 milyar. Kesalahan berupa overstated
pada penjualan sebesarRp.10,7 milyar. Kesalahan-kesalahan penyajian
tersebut dilakukan oleh direksi periode 1998 – juni 2002 dengan cara :

Membuat dua daftar harga persediaan yang berbeda masing-masing


diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana
keduanya merupakan master price yang telah diotorisasi oleh pihak yang
berwenang yaitu Direktur Produksi PT.Kimia Farma. Master price per 3
Februari 2002 merupakan master price yang telah disesuaikan nilainya
(mark up) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada
unit distribusi PT.Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit bahan
baku. Pencatatan ganda dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling
oleh akuntan.
Berdasarkan uraian tersebut tindakan yang dilakukan
oleh PT.Kimia Farma terbukti melanggar peraturan Bapepam no. VIII.G.7
tentang pedoman penyajian laporan keuangan. poin 2, Perubahan
Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3 Kesalahan Mendasar, sebagai
berikut:

“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan


matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan
interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.”

Pihak-Pihak yang terlibat

 manajemen lama PT Kimia Farma Tbk

 akuntan publik Hans Tuanakota Mustofa (HTM)

 Ludovicus Sensi W rekan KAP Hans Tuanakota Mustofa (HTM) selaku


auditorPT.Kimia Farma.

 Direksi lama PT.Kimia Farma periode 1998 – juni 2002

Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan pasal 102 UU


nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 61 PP no.45 tahun 1995
tentang penyelenggaraan kegiatan bidang pasar modal
maka PT.Kimia Farma Tbk, dikenakan sanksi administratif berupa denda
yaitu sebesar Rp.500 juta.
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal, maka:

1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002
diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek
penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.

2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa


selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar
sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas
Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya
penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan
adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar
denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional
yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi
Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana
disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor
independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman
berpraktik sebagai auditor independen.
Terjadinya penyalah sajian laporan keuangan yang merupakan indikasi
dari tindakan tidak sehat yang dilakukan oleh manajemen PT. Kimia
Farma, yang ternyata tidak dapat terdeteksi oleh akuntan publik yang
mengaudit laporan keuangan pada periode tersebut.

Solusi Terkait Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia Farma


Berdasarkan kronologis yang telah kami baca, seharusnya akuntan publik
bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas
memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan
laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di
temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja,
akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila
temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat
dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap
profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang
melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan
penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan
adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan
auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar
profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa
ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai
auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah
berdasarkan laporan fiktif atau tidak.

Berkaitan dengan sikap Skeptisme Profesional seorang auditor, sehingga


jika akuntan publik tersebut tidak menerapkan sikap skeptisme
profesional dengan seharusnya hingga berakibat memungkinkannya tidak
terdeteksinya salah saji dalam laporan keuangan yang material yang
pada akhirnya merugikan para investor.
Seorang auditor seharusnya professional, jujur dan lebih teliti dengan
bidangnya untuk menghindari kesalahan laporan keuangan yang diauditnya
karena Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan
Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga
Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik
untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam
kesalahan pencatatan laporan keuangan baik disengaja ataupun tidak
disengaja.

Dampak Terhadap Profesi Akuntan

Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan


manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan
hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan
keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar
etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang
menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair
membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang
mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik
yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
Kesimpulan
Pada akhirnya semua hal ini kembali kepada masing-masing individu
auditornya dalam melaksanakan jasa profesionalnya yang menuntut sikap
independensi, obyektifitas, kejujuran, integritas yang tinggi, serta
kemampuan profesional dalam bidangnya

Sumber
http://liaaaajach.wordpress.com/2013/01/19/contoh-contoh-kasus-pelanggaran-
etika-profesi-akuntansi/
Masalah yang terjadi untuk kasus PT.Kimia Farma, Tbk

Saar audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar
Rp 132 Miliyar dan laporan tersebut diaudit oleh Hans Tuanakota dan Mustofa(HTM), tetapi Kementrian
BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersihnya mengandung unsure rekayasa, oleh sebab itu
dilakukan audit ulang pada 3 Oktober 2002 ternyata laba bersih hanya sebesar Rp 99.56 Miliyar. Ada 2
hal kesalahan penyajian pada persediaan dan kesalahan penyajian pada penjualan.
Kesalahan penyajian pada persediaan timbul karena adanya nilai yang terdapat pada daftar harga
persediaan digelembungkan. Melalui direktur produksinya menerbitkan dua buah daftar harga
persediaan pada tanggal 1 dan 3 February , dimana tanggal 3 February dijadikan dasar penilaian
persediaan pada unit distribusi PT.Kimia Farma, Tbk

Kesalahan ke dua penyajian pada penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas
penjualan dengan tidak melakukan disampling oleh akuntan pada unit- unit.

Selain itu juga tidak ditemukan adanya laporan kesalahan dalam penilaian persediaan barang dan jasa
dan kesalahan pencatatan penjualan yang berakhir per 31 Desember 2001, yang diikuti adanya
pemberitaan dalam harian Kompas bahwa Kementrian memutuskan penghentian proses divestasi
saham pada PT.Kimia Farma, Tbk

Hukuman bagi kasus PT.Kimia Farma, Tbk adalah

Dilihat dari pihak yang terlibat :

1.Manajemen Lama PT.Kimia Farma, Tbk

2.Akuntan public Hans Tuanakota Mustofa(HTM)

3.Auditor PT.Kimia Farma, Tbk

4.Direksi Lama PT.Kimia Farma, Tbk

Maka sesuai dengan pasal 102 UU Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 61 PP No.45 tahun
1995 tentang penyelenggaraan kegiatan bidang pasar modal maka PT.Kima Farma, Tbk dikenakan sangsi
administrasi berupa denda yaitu sebesar Rp 500.000.000

Pasal 5 huruf n Undang-undang No.8 tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:

1.Direksi Lama PT.Kimia Farma, Tbk diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000 utnuk disetor ke
Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungkan atas laporan keuangan per 31
Desember 2001.

2.Auditor PT.Kimia Farma, Tbk diwajibkan membayar sejumlah Rp 100.000.000 untuk disetor ke Kas
Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan oleh PT.Kimia Farma, Tbk tersebut meskipun telah dilakukan prosedur audit sesuai dengan
SPAP, tetapi KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan
Pesyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 (Tanggung Jawab & Fungsi Auditor
Independen) paragraph 4 Persyaratan Profesional dimana disebutkan bahwa persyaratan professional
yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman
berpraktik sebagai auditor independen.

Prinsip Etika Profesi Akuntansi Kasus PT.Kimia Farma, Tbk adalah

1.Tanggung jawab profesi

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, setiap anggota mempunyai peran
penting dalam masyarakat. Anggota juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan
sesame anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.

KASUS: Setiap anggota tidak menjalankan fungsi perannya dengan baik , tidak mempunyai rasa tanggung
jawab atas setiap kewajibannya menjalankan tugas dengan benar dimana terbukti bahwa dikorupsinya
laba bersih hingga Rp 32.6 Miliyar.

2.Integritas

Karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional, kualitas yang melandasi kepercayaan public
dan patokan bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya antara lain bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa.

KASUS:Anggota tidak berterus terang dalam penyajian laporan keuangan baik pada penyajian
berdasarkan persediaan barang maupun penyajian berdasarkan penjualan di PT.Kimia Farma, Tbk.

3.Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional

Harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesioanl pada tingkat
yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik
yang paling mutakhir. Hal ini mengandung bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan
jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya.

KASUS:Pada seorang auditor tidak menjalankan prinsip yang sesuai dengan SPAP jadi tidak dikatakan
layak sebagai seorang auditor dikarenakan auditor PT.Kimia Farma, Tbk tidak melaukan teknik
disampling pada unit-unit . Sesuai dengan SPAP SA Seksi 110 (seorang auditor menuntut orang yang
benar-benar memiliki pendidikan dan berpengalaman berpraktik sebagai auditor idenpenden).

4.Perilaku Profesional

Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh
anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain
seperti staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.

KASUS:Anggota tidak berlaku konsisten dalam berperilaku etika untuk dipandang baik yang terbukti
dengan tidak tertib dilakukannya kaedah-kaedah sebagai mana sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Diposting oleh Blog is Nuke di 19.04

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan


ke Pinterest
KASUS MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT. KIMIA FARMA

Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih
sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan
tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan
mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan
Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup
mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar,
atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu
timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar,
pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit
Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan
sebesar Rp 10,7 miliar.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam diperoleh bukti sebagai berikut Terdapat kesalahan
penyajian dalam laporan keuangan PT.Kimia Farma, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan
overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp.32,7 milyar
yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT.Kimia Farma Tbk.Selain itu kesalahan
juga terdapat pada Unit industri bahan baku, kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar
Rp.2,7 milyar. Unit logistik sentral, kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar
Rp.23,9 miliar. Unit pedagang besar farmasi (PBF), kesalahan berupa overstated pada persediaan barang
sebesar Rp.8,1 milyar. Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp.10,7 milyar.

Kesalahan-kesalahan penyajian tersebut dilakukan oleh direksi periode 1998 – juni 2002 dengan
cara Membuat dua daftar harga persediaan yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1
Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master price yang telah diotorisasi
oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT.Kimia Farma. Master price per 3 Februari 2002
merupakan master price yang telah disesuaikan nilainya (mark up) dan dijadikan dasar sebagai
penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT.Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit bahan baku. Pencatatan ganda
dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan.

Berdasarkan uraian tersebut tindakan yang dilakukan oleh PT.Kimia Farma terbukti melanggar
peraturan Bapepam no. VIII.G.7 tentang pedoman penyajian laporan keuangan. poin 2, Perubahan
Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3 Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:“Kesalahan mendasar
mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan
akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.”

Tanggapan :

Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam diperoleh bukti sebagai berikut Terdapat kesalahan
penyajian dalam laporan keuangan PT.Kimia Farma, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan
overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001. Kesalahan-kesalahan
penyajian tersebut dilakukan oleh direksi periode 1998 – juni 2002 dengan cara Membuat dua daftar
harga persediaan yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari
2002, dimana keduanya merupakan master price yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu
Direktur Produksi PT.Kimia Farma. Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan
matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan
kecurangan atau kelalaian.
Sumber :
http://www.bumn.go.id/22289/publikasi/berita/manajemen-lama-kimia-farma-dipastikan-terlibat-
kasus/
http://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-kimia-
farma-tbk/
http://liaaaajach.wordpress.com/2013/01/19/contoh-contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi-
akuntansi/

http://apbusinessethic.blogspot.com/2014/03/tugas-1-kelas-b-ppak-2014-kasus.html

Anda mungkin juga menyukai