Anda di halaman 1dari 19

5

MANAJEMEN PINJAMAN
PROYEK

B ab ini membahas mengenai manajemen pinjaman proyek, mulai dari latar


belakang bantuan luar negeri, manajemen pengelolaan pinjaman proyek,
motivasi pinjaman proyek Selanjutnya bagian terakhir akan membahas proedur
pinjaman proyek, penggunaan dan penatausahaan pinjaman proyek, pelunasan
utang luar negeri serta permasalahan pengelolaan pinjaman proyek.

MANAJEMEN PINJAMAN PROYEK


Peran pinjaman dalam perekonomian Indonesia sejatinya telah dimulai sejak masa
Orde Lama. Seiring berjalannya waktu pinjaman tersebut semakin mengambil peran penting
setelah terjadinya proses peralihan kekuasaan antara pemerintahan Orde Lama ke
pemerintahan Orde baru (1965). Implikasi buruk kehidupan sosial ekonomi dari proses
transisi tersebut dan orientasi ekonomi politik dan sosial budaya pemerintahan Orde Baru
mengarah kepada perubahan terbuka sehingga membutuhkan dana yang sangat besar dan
tidak mungkin hanya mengandalkan dana dari dalam negeri saja. Pinjaman luar negeri dan
hibah diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Keuangan dengan Ketua
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) No. 185/KMK.03/1955 dan
17
No. KEP.031/KET/51955 tanggal 05 Mei 1955 sebagaimana telah diubah dengan SKB
459/KMK.03/1999 dan KEP 264/KET/09/1999 tangaal 29 September 1999 tentang Tata Cara
Perencanaan, Pelaksanaan atau Penatausahaan dan Pemantauan Pinjaman atau Hibah Luar
Negeri dalam Pelaksanaan APBN.

Berdasarkan dari peraturan tersebut, Pengertian dari Pinjaman Luar Negeri adalah
setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang dirupiahkan maupun
dalam bentuk barang dan/atau dalam bentuk jasa yang diperoleh dari pemberi pinjaman luar
negeri yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. Sedangkan untuk Hibah Luar
Negeri adalah setiap penerimaan negara dalam bentuk devisa dan/atau devisa yang
dirupiahkan maupun dalam bentuk barang dan/atau dalam bentuk jasa termasuk tenaga ahli
dan pelatihan yang diperoleh dari pemberi hibah luar negeri yang tidak perlu dibayar
kembali. Sumber pembiayaan dari pinjaman luar negeri pada dasarnya hanya merupakan
pelengkap pembiayan untuk pembangunan, disamping sumber pembiyaan dari dalam negeri
berupa hasil perdagangan luar negeri, penerimaan pajak dan tabungan masyarakat dan sektor
swasta.Dari sekian banyak masalah dalam pembangunan ekonomi yang dihadapi oleh negara-
negara berkembang termasuk Indonesia sendiri adalah Sumber Daya Modal, keterbasan
modal atau kesenjangan tabungan investasi ; (saving investment gap/S-I gap) dan (foreign
exchange gap/forexgap). Savin investment gap merupakan kesenjangan antara tabungan
dalam negeri dengan dana investasi tang dibutuhkan, sedangkan Foreign exchange gap
merupakan kesenjangan antara kebutuhan devisa untuk membiayai impor barang/jasa dengan
penerimaan devisa hasil ekspor barang/jasa.

LATAR BELAKANG BANTUAN LUAR NEGERI


Salah satu tujuan nasional dari negara Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 yang terletak pada perubahan keempat, bahwa tujuan negara Indonesia adalah
menciptakan masyarakat adil makmur dan sejahtera, maka dari itu sudah menjadi tanggung
jawab pemerintah untuk melakukan pembangunan di berbagai bidang sesuai dengan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
yang telah ditetapkan. Tolak ukur yang bisa dijadikan untuk mengukur sebuah negara yang
berhasil melaksanakan pembangunan bisa dilihat dari produktivitas masyarakat atau
produktivitas negara setiap tahunnya atau yang sering disebut dengan istilah Produk Nasional
Bruto (PNB). Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah PNB US$ 278.058 di tahun

17
2019, dengan jumlah PNB tersebut Indonesia masih dikategorikan sebagai negara
berpenghasilan menengah kebawah. Menyadari hal tersebut, langkah yang di pilih
pemerintah dalam upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang telah ditetapkan sesuai yang
di inginkan adalah mencari sumber pendanaan dari berbagai sumber pembiayaan yang
tersedia. Pembiayaan dalam negeri merupakan pilihan utama pemerintah, selain biayanya
yang murah pembiayaan dalam negeri juga tidak dipengaruhi oleh factor ekonomi eksternal.
Namun jika hanya mengandalkan penerimaan dalam negeri saja, hal ini tentu belum
mencukupi besaran dari biaya kebutuhan pembangunan yang telah ditetapkan sebelumnya,
melihat keadaan ini pemerintah memutuskan untuk melakukan penerimaan dari pembiayaan
luar negeri yaitu pembiayaan pinjaman proyek.

Berikut bentuk-bentuk pinjaman proyek yang dimiliki pemerintah Indonesia baik dari
sisi sumber dana maupun dari sisi persyaratan.
1. Sisi Sumber Dana
a. Pinjaman Multilateral
Pinjaman Multilateral merupakan pinjaman luar negeri yang berasal dari kreditor
multilateral. Kreditor multilateral adalah lembaga keuangan internasional yang
beranggotakan beberapa negara termasuk Indonesia, yang memberikan pinjaman
kepada pemerintah, misalnya World Bank, Asian Development Bank (ADB),
Islamic Development Bank (IDB), Japan International Cooperation Agency
(JICA) dan International Monetary Fund (IMF). Pemerintah perlu melakukan 5
(lima) tahapan / siklus untuk melakukan pengadaan pinjaman multilateral, yang
dimulai dari perencanaan, negosiasi penandatanganan dan pengefektifan,
penganggaran, pelaksanaan dan repayment. Mekanisme negosisasi/perundingan
pinjaman multilateral diatur dalam PP 10 tahun 2011 tentang Tata Cara
Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah.
Loan Agreement

NEGARA

NEGARA
LEMBAGA
PENERIMA PINJAMAN
INTERNASIONAL
NEGARA
Gambar : Pinjaman Multilateral

b. Pinjaman Bilateral, adalah pinjaman luar negeri yang berasal dari pemerintah
suatu negara melalui suatu lembaga keuangan dan/atau lembaga non keuangan
yang ditunjuk oleh pemerintah negara yang bersangkutan untuk melaksanakan

17
pemberian pinjaman. Negara-negara tersebut bergambung dalam suatu kelompok
negara seperti Comsultative Group for Indonesia (CGI).
Loan Agreement

Lembaga Internasional Penerima Pinjaman

Gambar : Pinjaman Bilateral


c. Pinjaman Sindikasi, adalah pinjaman yang diperoleh dari beberapa bank dan
lembaga keuangan bukan bank internasional yang dikoordinasi oleh satu bank
sebagai pemimpin sindikasi. Pinjaman ini relative besar dan bersifat komerial
dengan tingkat bunga yang mengambang.
Anggota Loan Agreement

Anggota
Pimpinan Sindikasi Negara Penerima
Pinjaman
Anggota

Anggota
Gambar : Pinjaman Sindikasi

2. Sisi Persyaratan Dana


a. Pinjaman Lunak, merupakan pinjaman pemerintah yang bertujuan untuk
membiayai proyek bangunan yang disediakan oleh organisasi internasional seperti
CGI maupun non-CGI.. Berdasarkan injaman lunak harus memenuhi unsur
berikut:
1) Jangka waktu pengembalian 25 tahun atau lebih
2) Masa tenggang pembayaran pokok pinjaman 7-10 tahun
3) Tingkat bunga pinjaman 2%-3%
4) Terdapat hibah 25% atau lebih dalam pinjaman yang diberikan
b. Pinjaman Semilunak, pada dasarrnya sama dengan pinjaman lunak, penggunaanya
pun juga sama. Hanya saja pinjaman semilunak memiliki persyaratan lebih berat
dari pinjaman lunak tetapi lebih ringan dari pinjaman komersial. Waktu
pengembalian pinjaman lebih singkat dari pinjaman lunak, beberapa bentuk
pinjaman semilumak.
1) Fasilitas Kredit Ekspor (FKE), merupakan pinjaman ekspor dalam rangka
membiayai pe,belian barang modal. FKE biasanya hanya diberikan 65% -
90% dari total nilai proyek. Fasilitas kredit dijamin oleh pemerintah negara
bersangkutan. FKE dapat berbentuk supplier credit atau buyers credit.

17
Supplier credit merupakan pinjaman yang diterima langsung oleh
pemerintah dari pemasok barang di luar negeri.
2) Purchase Installment Sale Agreement (PISA), merupakan pinjaman dari
perusahaan leasing untuk membiayai proyek bangunan yang disetujui
dengan pembayaran angsuran. Besarnya pinjaman PISA adalah 100% dari
nilai proyek.
3) Pinjaman Komersial, merupakan pinjaman yang diterima dengan syarat
yang diterapkan berdasarkan kondisi pasar modal internasional. Pinjaman
diterima dalam bentuk tunai dan penggunannya juga fleksibel. Pinjaman
ini memiliki terminlebih singkat dan tingkat suku bunga yang cukup
tinggi. Pemerintah harus melakukan beberapa pertimbangan dalam
menerima pinjaman komersial, karena jika gagal dalam pengelolaannya
negara peminjam bisa terperangkap dalam status utang yang tidak
terbayar. Berikut beberapa pertinbangan sebelum menerima pinjaman
komersial.
1) Pendiverkasi pinjaman atau memperluas sumber pinjaman.
2) Lama tidaknya waktu pengurusan, apakah pinjaman tersebut memang
dibutuhkan
3) Fleksibel dari penggunaan dana.

MANAJEMEN PENGELOLAAN PINJAMAN PROYEK


Manajemen dalam pengelolaan pinjaman proyek harus dilakukan dengan baik dan
maksimal, pengelolaan ini membuutuhkan ketelitiaan dan kepatuhan, sehingga mampu
menghasilkan tingkapendanaan melebihi tingkatrisiko bunga serta biaya lain yang terkait
pinjaman. Apabila kegagalan atau penundaaan pelaksanaan kegiatan pembangunan yang
didanai oleh pinjaman proyek dilakukan oleh pemerintah Indonesia, berarti akan menambah
panjang daftar kewajiban yang dimiliki oleh Indonesia sebagai negara penerima donor.

Jumlah utang yang cenderung meningkat tentu akan membebani APBN, karena
adanya pengaruh dari kewajiban yang harus di bayar di setiap tahunnya. Berikut grafik
pertumbuhan utang Indonesia 2015-2020.

17
Gambar : Pertumbuhan Utang Pemerintah Indonesia 2015-2020

MOTIVASI PINJAMAN PROYEK


Bantuan luar negeri yaitu merupakan salah satu alat kebijakan luar negeri yang sering
digunakan dalam hubungan antar negar. Secara umum bantuan luar negeri dapat didefinisikan
sebagai pemberian atau pinjaman dari satu pemerintah ke pemerintahan lain baik berupa uang
, barang atau jasa. Ketika negara-negara memberikan pinjaman dan menerima pinjaman,
tentu ada alasan dan kepentingan masing-masing yang melatarbelakangi tindakan tersebut.
Beberapa kepentingan yang sering menjadi alasan dari sisi negara penerima pinjaman ialah
kepentingan politik, target militer, alasan ekonomi, alasan moral dan masih banyak
kepentingan lainnya. Kemudian untuk dari sisi negara penerima pinjaman secara garis besar
adalah praktis dan konseptual dan publik.

1. Motivasi bagi negera pendonor


a. Kepentingan Politik
Negara yang memberikan pinjaman dan hibah tentu memiliki alasan tersendiri
bagi negara pendonor sendiri. Kepentingan politik seperti mengumpulkan alliansi
kuatan politik di dunia, intervensi kebijakan politik negara penerima pinjaman dan
tetap bertujuan ke alasan utama yaitu ekonomi.
b. Alasan Militer

17
Bantuan ini memiliki pengaruh yang kuat terkhusus untuk negara pemnerima
pinjaman yamg tidak memiliki kekuatan militer yang memadai. Pinjaman yang
diberikan negara pendonor berupa pengawasan dan penjagaan ketatdi suatu daerah
yang memiliki potensi ekonnomi seperti potensi tambang, pariwisata dan kantor-
kantor penting lainnya.
c. Alasan Ekonomi
Bertujuan untuk mengamankan investasi ekonomi negara donor yang
menanamkan sahamnya di negara penerima donor. Ekonomi bisa dikatakan
merupakan alasan utama negara pendonor memberikan pinjaman. Faktor
perekonomian melihat alasan ekonomi yang memiliki tujuan untuk lahan
investasi. Seperti yang dilakuikan AS yang menginvestasikan sebagian besar
dananya pada perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dan energy
d. Alasan Moral
Alasan moral ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan di negara dunia melalui
dukungan kerjasama ekonomi. Alasan ini juga didasari pada rasa tanggung jawab
social negara maju terhadap kesejateraan negara yang sedang berkembang karena
perbuatan yang pernah dilakukan akinbat dari imprealisme dan kolonialisme di
masa lalu. Mengiungat sejarah dahulu bantuan dari luar negeri terkadang diartikan
sebagai tanggung jawab negara maju kepada negara berkembang.
e. Alasan Lainnya
Salah satu contoh dari alasan ini adalah alasan sampah. Negara-negara kaya masi
belum bisa mengatasi masalah ini dinegaranya, alternativenya mereka mengirim
sampah-sampah tersebut ke negara yang bersediah menerima. Sebagai balasanya
negara maju memberikan pinjaman yang bersifat lunak kepada negara tersebut.
Negara yang sangat membutuhkan pendanaan tentu akan setuju, namun dalam hal
ini negara peminjam memiliki dua kewajiiban yaitu mendaur ulang sampah
tersebut dan juga membayar kewajibanya terhadap negara pendonor.

2. Motivasi negara penerima donor


Bagi negara yang berkembang selalu berkeinginan menerima pinjaman walaupun
terkadang itu merupakan pinjaman kemorsial, hal ini demi keberlangsungan dan
perkembang negara dalam waktu yang cepat. Beberapa alasan tersebut sebagai berikut
a. Alasan Praktis dan Konseptual yang Ekonomis

17
Negara yang sedang berkembang cenderung mempercayai pendapat ahli ekonomi
negara-negara maju. Yaitu bahwa bantuan luar negeri merupakan obat pendorong
dan stimulan bagi proses pembangunan, turut membantu mengalihkan struktur
ekonomi serta membantu Negara yang sedang berkembang mencapai take off
menuju pertumbuhan ekonomi yang mandiri (self sustaining). Pada hakekatnya
Negara yang sedang berkembang menghendaki bantuan lebih banyak dalam
bentuk hibah atau pinjaman dengan tingkat bunga yang rendah dan tidak terikat
dengan ekspor Negara pemberi bantuan.
b. Alasan Politik
Di beberapa negara penerima pinjaman maupun negara pemberi pinjaman,
mengartikan bantuan merupakan alat kekuatan politik yang keuat kepada
pemimpin yang sedang berkuasa untuk menekan oposisi dan mempertahankan
kekuasaanya.

PROSEDUR PINJAMAN PROYEK


Perencanaan Pinjaman Luar Negeri , Pinjaman Luar Negeri merupakan bagian dari Nilai
Bersih Pinjaman yang disetujui Dewan Perwakilan Rakyat. Perubahan pinjaman yang tidak
menambah selisih lebih dari Nilai Bersih Pinjaman, tidak memerlukan persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat. Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud
merupakan bagian dari persetujuan APBN.

Menteri menyusun rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri yang ditinjau setiap tahun.
Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri disusun dengan mempertimbangkan:

a. kebutuhan riil pembiayaan;


b. kemampuan membayar kembali;
c. batas maksimal kumulatif utang;
d. kapasitas sumber Pinjaman Luar Negeri; dan
e. risiko utang.

Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri merupakan alat pengendali Pinjaman Luar
Negeri. Menteri dapat berkonsultasi dengan Gubernur Bank Indonesia dalam rangka
penyusunan rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri.Menteri Perencanaan menyusun
rencana pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri untuk Pinjaman Kegiatan jangka menengah dan
tahunan untuk pembiayaan yang dituangkan dalam dokumen:

17
a. Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri;
b. DRPLN-JM;
c. DRPPLN; dan
d. Daftar Kegiatan.

Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri disusun dengan berpedoman pada RPJM
dan memperhatikan rencana batas maksimal pinjaman. Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar
Negeri memuat indikasi kebutuhan dan rencana penggunaan Pinjaman Luar Negeri dalam
jangka menengah. Kementerian/Lembaga dan BUMN menyampaikan usulan kegiatan yang
dapat dibiayai Pinjaman Luar Negeri kepada Menteri Perencanaan dengan berpedoman pada
RPJM dan memperhatikan Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri. Usulan kegiatan
Kementerian/Lembaga termasuk kegiatan yang pembiayaannya akan dihibahkan kepada
Pemerintah Daerah. Dalam hal Kementerian/Lembaga akan mengusulkan pinjaman luar
negeri untuk penyertaan modal negara, usulan harus disampaikan melalui Kementerian
Keuangan. Pemerintah Daerah menyampaikan usulan kegiatan yang dapat dibiayai dari
Pinjaman Luar Negeri kepada Menteri Perencanaan dengan berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan memperhatikan Rencana Pemanfaatan Pinjaman
Luar Negeri.

Menteri Perencanaan melakukan penilaian kelayakan usulan kegiatan dengan


mempertimbangkan Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri. Menteri Perencanaan
dapat meminta pertimbangan Menteri Dalam Negeri dalam melakukan penilaian usulan
kegiatan yang diajukan Pemerintah Daerah. Hasil penilaian dituangkan dalam DRPLN-JM.
DRPLN-JM dapat diperbarui dan disempurnakan sesuai kebutuhan dan/atau perkembangan
perekonomian nasional. Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, atau BUMN harus
melakukan peningkatan kesiapan kegiatan untuk rencana kegiatan yang telah tercantum
dalam DRPLNJM sesuai dengan kriteria kesiapan kegiatan yang meliputi:

a. rencana pelaksanaan kegiatan;


b. indikator kinerja pemantauan dan evaluasi;
c. organisasi dan manajemen pelaksanaan kegiatan; dan
d. rencana pengadaan tanah dan/atau pemukiman kembali, dalam hal kegiatan
memerlukan lahan.

Menteri Perencanaan melakukan penilaian pemenuhan kriteria kesiapan kegiatan.


Berdasarkan penilaian pemenuhan kriteria kesiapan kegiatan, Menteri Perencanaan

17
menyusun DRPPLN. Dalam penyusunan DRPPLN, Menteri Perencanaan dapat melakukan
koordinasi, komunikasi, dan konsultasi dengan calon Pemberi Pinjaman Luar Negeri serta
instansi terkait. Berdasarkan DRPPLN, Menteri Perencanaan menyampaikan Daftar
Kegiatan yang dapat dibiayai dari Pinjaman Luar Negeri kepada Menteri berisi usulan
kegiatan yang telah memenuhi kriteria kesiapan dan siap dirundingkan dengan calon Pemberi
Pinjaman Luar Negeri.

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perencanaan, pengajuan usulan, dan
penilaian kegiatan diatur dalam Peraturan Menteri Perencanaan. Kementerian/Lembaga,
Pemerintah Daerah, atau BUMN mencantumkan kegiatan prioritas yang telah tercantum
dalam DRPPLN dalam dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga,
Rencana Kerja Pemerintah Daerah, atau Rencana Kerja BUMN. Pinjaman Luar Negeri yang
diteruspinjamkan dan/atau dihibahkan dilaksanakan oleh Menteri.

PENGGUNAAN PINJAMAN LUAR NEGERI


Pinjaman Luar Negeri digunakan untuk :

a. membiayai defisit APBN;


b. membiayai kegiatan prioritas Kementerian/Lembaga;
c. mengelola portofolio utang;
d. diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah;
e. diteruspinjamkan kepada BUMN; dan/atau
f. dihibahkan kepada Pemerintah Daerah.

Pemerintah Daerah dapat meneruspinjamkan dan/atau menerushibahkan Pinjaman Luar


Negeri kepada BUMD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

PEMBAYARAN KEWAJIBAN
Menteri wajib membayar cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya sampai berakhirnya
masa pinjaman melalui Bank Indonesia. Menteri mengalokasikan dana dalam APBN untuk
membayar cicilan pokok, bunga, dan kewajiban lainnya setiap tahun sampai dengan
berakhirnya kewajiban tersebut. Dalam hal dana untuk membayar cicilan pokok, bunga, dan
kewajiban lainnya melebihi perkiraan dana yang disediakan dalam APBN, Menteri wajib
melakukan pembayaran. Realisasi pembayaran sebagaimana dimaksud dimuat dalam
perubahan APBN atau dalam pertanggungjawaban pelaksanaan APBN.

17
PERMASALAHAN PENGELOLAAN PINJAMAN PROYEK
Ditemukan berbagai masalah yang dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok. Pertama,
adalah masalah paradigmatik, yaitu masalah-masalah yang bersifat mendasar dan strategis
yang memberikan landasan bagi munculnya persoalan-persoalan yang bersifat sistemik dan
teknis. Kedua, adalah masalah sistemik/teknis, yaitu masalah-masalah yang menyangkut
sistem pengelolaan keuangan. Umumnya masalah sistemik ini bersifat teknis. Ketiga, adalah
masalah transisional, yaitu masalah-masalah yang bersumber dari adanya proses transisi
dalam lingkungan sistem ini di Indonesia.

1. Masalah Paradigmatik
Lingkungan Pengendalian yang Buruk
ICW dan MTI menggambarkan bahwa tingkat korupsi di Indonesia masihlah amat tinggi.
patut mereka mengirimkan tim survei untuk menyusun laporan khusus mengenai hal ini.
Berbagai mekanisme clearance diterapkan, dokumen keuangan cukup banyak, prosedur
pengadaan rumit, otorisasi berlapis, dsb. didesain dan diterapkan di Indonesia untuk
menutup kelemahan dalam aspek lingkungan pengendalian. Secara teoritis bila
lingkungan pengendaliannya buruk maka cara untuk meningkatkan kehandalan sistem
pengendalian adalah dengan mempertinggi kualitas teknis prosedur dan sistem
akuntansinya. Jadi bila lingkungan pengendalian keuangan diIndonesia buruk maka dapat
dipahami bahwa para pemberi pinjaman akan meminta prosedur keuangan yang lebih
handal. Kehandalan prosedur keuangan dalam pandangan awam identik dengan
kerumitan. Karena prosedur memang didisain untuk menjadi kompleks, terkait dan saling
terikat untuk mengantisipasi pelanggaran dan kesalahan.

Kerangka ini yang menjelaskan mengapa prosedur pencairan pinjaman di Indonesia


cenderung rumit dan berlapis. Kerangka ini pula menjelaskan bagaimana prosedur
tersebut didisain untuk Indonesia. Dalam sudut pandang negara donor, satusatunya
pilihan bila tetap memutuskan memberikan pinjaman kepada Indonesia dalam lingkungan
pengendalian yang buruk adalah dengan memperkuat prosedur pengendaliannya.

Dual Track Budgeting Process


Dalam SKB Menkeu dan Menneg PPN/Ketua Bappenas nomer 185/KMK.03/1995 atau
KEP.031/KET/5/1995 tentang Tata Cara Perencanaan, Pelaksanaan/Penatausahaan, dan
Pemantauan Pinjaman/Hibah Luar Negeri dalam Rangka Pelaksanaan APBN yang
mengatur tentang tata cara pengusulan dan pengelolaan pinjaman luar negeri secara tegas

17
disebut bahwa setiap departemen dan LPND yang berencana untuk mengajukan proyek
yang dibiayai pinjaman luar negeri diwajibkan untuk menyampaikan usulannya kepada
Bappenas. Bila proposal tersebut dianggap layak maka akan dimasukkan dalam bluebook
dan selanjutnya diproses untuk mendapatkan pinjaman.

Kelemahan utama mekanisme ini adalah bahwa sejak awal departemen/LPND memang
mengajukan proyek untuk dibiayai pinjaman luar negeri. Tidak dibuka kemungkinan
bahwa proyek tersebut dapat dibiayai oleh sumber-sumber lainnya. Padahal seharusnya
secara teoritik semua usulan proyek ditampung dan dinilai dulu oleh otoritas perencana
dan penyusun program pembangunan, dalam hal ini Bappenas.

Motivasi Project Seeking Activities: Lender maupun Pemerintah

Project seeking merupakan batasan yang masih legal untuk menggambarkan aktifitas
untuk mendapatkan dan menggolkan proyek pinjaman luar negeri. Studi ini tidak
menggali lebih jauh mengenai apakah ada motivasi mendapatkan benefit illegal dari
proses ini. Tapi bahkan sekedar project seeking yang legal pun sudah cukup mengganggu
bagi keseluruhan sistem manajemen keuangan pinjaman luar negeri.

Motivasi ini dilakukan untuk mendapatkan benefit yang berbeda bagi aparatur pemerintah
maupun bagi pejabat lender di Indonesia. Bagi para pejabat Indonesia, disetujuinya
sebuah pinjaman luar negeri bermanfaat bagi adanya sumber pembiayaan bagi aktifitas
pembangunan di departemennya. Dalam keterbatasan anggaran sekarang ini, untuk tetap
mencapai target kinerja departemen yang diharapkan serta khususnya bagi upaya untuk
memelihara kegiatan overhead kantornya maka kegiatan pembangunan harus tetap
dilakukan. Karenanya para pejabat departemen praktis berlomba untuk mendapatkan
pinjaman luar negeri.

2. Masalah Transisional

Otonomi Daerah

Reformasi tata pemerintahan di daerah yang terjadi sejak tahun 1999 telah
memberikan perubahan luar biasa dalam pengelolaan pembangunan di Indonesia.
Perubahan tersebut sampai saat ini masih belum menemukan bentuk bakunya terbukti
bahwa baru saja UU 22/1999 telah direvisi dengan UU pemerintahan daerah yang baru.
Bahkan inipun masih menyisakan dinamika karena judicial review atas UU 32/2004 ini
juga masih berlangsung.

17
Dinamika ini memberikan sumbangan pada buruknya pencairan pinjaman luar negeri di
Indonesia. Dalam kondisi nontransisional, Masalah paradigmatik dan sistemik di atas saja
sudah menghambat apalagi ditambah konteks transisi otonomi daerah yang bergerak
cepat yang membuat penyesuaian selalu harus dilakukan.

Dalam banyak kasus, dinamika ini memberikan kegamangan juga dalam aspek
penyelesaian konflik antar lembaga. Dalam kondisi yang stabil, pasti tersedia mekanisme
penyelesaian konflik antar lembaga dan setiap pihak bersedia untuk mengikuti
mekanisme yang tersedia. Namun dalam kondisi dinamis ini, setiap pihak merasa ragu
untuk mengambil tindakan penyelesaian sehingga yang terjadi malah memperlambat
proses pencairan pinjaman. Perubahan ini semakin rumit karena juga menyangkut
manajemen keuangan di daerah.

Perubahan Sistem Keuangan

Telah lahir tiga UU di bidang keuangan negara, yaitu UU Keuangan Negara, UU


Perbendaharaan Negara dan UU Pemeriksaan Keuangan Negara, yang memberikan
mandat bagi reformasi keuangan khususnya di tingkat nasional. Selain itu hal ini juga
diikuti perubahan di tingkat organisasi Departemen Keuangan. Reorganisasi ini
memberikan penegasan atas pemisahan fungsi penganggaran dan fungsi pencatatan
akuntansi yang juga praktis memberikan konsekuensi atas pengelolaan pinjaman luar
negeri. Karena dinamika ini, pengendalian pinjaman luar negeri tidak dapat dilaksanakan
optimal. Transisi politik yang terjadi di tingkat nasional praktis menyita fokus
pengendalian pembangunan. Yang terjadi adalah pengusulan proyek pinjaman luar
negeri dari departemen/LPND tetap berjalan namun proses pengendalian yang lebih
fokus tidak terjadi.

Hubungan dengan DPR

Seiring dengan perubahan politik di Indonesia, posisi dan peran DPR juga semakin
menguat. DPR sekarang praktis memiliki penuh kewenangan dalam hal legislasi, budget
dan pengawasan. Transisi yang ada membuat DPR juga harus mengembangkan sistem
dan kelembagaan internal agar mampu bekerja optimal memenuhi fungsinya. Di titik ini
terdapat hambatan karena perbaikan kelembagaan DPR sedang dalam proses. Padahal

17
dalam mekanisme pencairan pinjaman luar negeri dibutuhkan pembahasan dan
pengesahan yang dilakukan oleh DPR karena administrasi proyek ini juga tercantum
dalam RAPBN. Karena hambatan kelembagaan internal ini maka seringkali pembahasan
DIP juga terlambat di DPR.

3. Masalah Sistemik/Teknis

Masalah Teknis Generik

Masalah Teknis Pencairan

Masalah SDM

Masalah ini merupakan masalah sistemik yang sering dihadapi proyek. Umumnya
pimpro proyek di daerah provinsi/kabupaten/kota berganti-ganti terus setiap tahun.
Dengan demikian diperlukan waktu dan upaya khusus untuk belajar menyesuaikan
dengan prosedur yang ada. Kenyataan ini masih diperparah dengan masalah bahwa tidak
semua pimpro baru memiliki kemampuan yang cukup untuk cepat belajar. Dalam
beberapa kasus bahkan pimpro baru harus mengumpulkan data dari awal karena
dokumentasi data, memori jabatan serta serah terimanya amatlah buruk.

Derajat Resiko Kegagalan

Dari kajian ini, dapat dirumuskan derajat risiko kegagalan dalam pencairan pinjaman
luar negeri. Prinsip-prinsipnya tergambar dalam uraian berikut ini:

17
 Semakin banyak tingkatan pemerintahan yang terlibat semakin besar resiko
kegagalan. Proyek pinjaman luar negeri umumnya merupakan proyek yang peka
terhadap waktu, kelengkapan dokumen, kerjasama pendanaan dan prasyarat
lingkungan yang kesemuanya membutuhkan koordinasi yang responsif. Bila tingkatan
pemerintahan yang terlibat semakin banyak meningkatkan kesulitan dalam
pemenuhan berbagai prosedur pencairan pinjaman.

 Semakin banyak melibatkan sumber dana pendamping semakin besar resiko


kegagalan. Koordinasi pencairan dana pendamping dalam konteks otonomi daerah
yang dinamis serta hambatan sistemik keterlambatan DIP akan membuat resiko
kegagalan semakin besar apabila melibatkan semakin banyak sumber dana
pendamping.

 Menggunakan mekanisme rekening khusus semakin tinggi resiko kegagalannya


dibanding mekanisme L/C dan direct payment.

 Khusus mengenai masalah ineligible dalam mekanisme R/K maka harus dipahami
bahwa hal ini merupakan resiko dari clearance yang dilakukan lewat dokumen dan
diketahui ineligible di belakang hari. Untuk menghilangkan Masalah ini hanya dapat
dilakukan dengan mengubah clearance pada saat pekerjaan masih berjalan dan melalui
metode yang cepat, misalnya lewat direct assesment.

Beda Jadwal Penganggaran

Masalah sistemik lainnya adalah perbedaan jadwal penganggaran antara siklus


anggaran di pemerintahan dan siklus proyek pinjaman luar negeri. Ini membuat
administrasi proyek pinjaman yang sudah efektif harus menunggu jadwal penganggaran
tahun berikutnya. Dengan demikian praktis membuat keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan.

S OAL

1. Jelaskan secara singkat hal yang melatarbelakangi bantuan luar negeri!


2. Mengapa Indonesia melakukan penerimaan pendanaan dari
pinjaman/bantuan luar negeri?

17
3. Tuliskan kelebihan dan kekurangan dari pinjaman dari sisi sumber dana.
4. Sebutkan bentuk masalah dari isu DIP!
5. Mengapa Beda Jadwal Penganggaran menjadi sebuah masalah dalam pengelolaan
pinjaman proyek?

P ilihan Ganda

1. Pinjaman proyek yang dimiliki pemerintah Indonesia . kecuali,


a. Pinjaman Multilateral
b. Pinjaman Non-Komersial
c. Pinjaman Semilunak
d. Pinjaman Lunak
2. Motivasi utama negara pendonor melakukan pinjaman kepada negara donor ialah.
a. Alasan Politik
b. Alasan Moral
c. Alasan Ekonomi
d. Alasan Komersial
3. Berdasarkan Inpres No.08 tahun 1984 tentang Penggunaan Kredit Ekspor Luar negeri,
bahwa pinjaman yang boleh diterima pemerintah Indonesia harus memenuhi unsure-
unsur berikut, kecuali.
a. Masa tenggang pembayaran pokok pinjaman paling lama 7 tahun.
b. Tingkat bunga pinjaman 2%-3%
c. Jangka waktu pembayaran selama 25 tahun lebih.
d. Dalam pinjaman terdapat unsure hibah 25%
4. FKE hanya diberikan senilai 65%-90% dari nilai proyek, untuk sisanya dibiayai oleh?
a. Dana Cadangan
b. PNBP
c. Pinjaman Semilunak
d. Dana Pendamping
5. Indonesia saat ini menjadi negara dengan jumlah PNB US$ 278.058 di tahun 2019,
dengan jumlah PNB tersebut Indonesia termasuk negara ?
a. Berpenghasilan Stabil
b. Berpenghasilan menengah kebawah

17
c. Berpenghasilan menengah atas
d. Berpenghasilan rendah
6. Dokumen apa saja yang perlu disusun untuk perencana pemanfaatan Pinjaman Luar
Negeri untuk Pinjaman Kegiatan jangka menengah dan tahunan untuk pembiayaan?
a. Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri; RPJMD; DRPPLN; dan Daftar
Kegiatan.
b. Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri; DRPLN-JM; DRPPLN; dan Daftar
Kegiatan.
c. Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri; RPJMD; RPJMN; dan Daftar
Kegiatan.
d. Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri; DRPLN-JM; DRPPLN; dan Daftar
Proyek.
7. Sebutkan permasalahan pengelolaan pinjaman proyek yang diklasifikasikan sebagai
masalah sistemik/teknis?
a. Masalah Teknis Generik, Masalah Teknis Pencairan, Masalah SDM, Derajat
Resiko Kegagalan dan Beda Jadwal Penganggaran.
b. Masalah Teknis Generik, Masalah Teknis Pencairan, Masalah SDM, Derajat
Resiko Kegagalan dan Dual Track Budgeting Process.
c. Masalah Teknis Generik, Dual Track Budgeting Process, Masalah SDM, Derajat
Resiko Kegagalan dan Beda Jadwal Penganggaran.
d. Masalah Teknis Generik, Masalah Teknis Pencairan, Otonomi Daerah, Derajat
Resiko Kegagalan dan Beda Jadwal Penganggaran.
8. Pinjaman Luar Negeri digunakan untuk apa saja?
a. Membiayai defisit APBN;membiayai kegiatan prioritas Kementerian/Lembaga;
membiayai belanja negara; diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah;
diteruspinjamkan kepada BUMN; dan/atau dihibahkan kepada Pemda.
b. Membiayai defisit APBN;peningkatan kemampuan produsen dalam negeri;
membiayai kegiatan prioritas Kementerian/Lembaga; diteruspinjamkan kepada
Pemerintah Daerah; diteruspinjamkan kepada BUMN; dan/atau membiayai
belanja negara.
c. Sumber pembiayaan pembangunan; membiayai kegiatan prioritas K/L; mengelola
potrofolio utang; diteruspinjamkan pada Pemda; diteruspinjamkan pada BUMN,
dan atau dihibahkan pada Pemda.

17
d. Sumber pembiayaan pembangunan;membiayai kegiatan prioritas
Kementerian/Lembaga; membayar utang; diteruspinjamkan kepada Pemerintah
Daerah; diteruspinjamkan kepada BUMN; dan/atau dihibahkan kepada Pemda.

9. Apa saja pertimbangan penyusunan Rencana batas maksimal Pinjaman Luar Negeri?

a. Kebutuhan riil pembiayaan; kemampuan membayar kembali; batas maksimal


kumulatif utang; kapasitas sumber Pinjaman Luar Negeri; dan risiko utang.
b. Kebutuhan riil pendanaan; kemampuan membayar kembali; batas maksimal
kumulatif utang; kapasitas sumber Pinjaman Luar Negeri; dan risiko proyek.
c. Kebutuhan riil belanja; kemampuan membayar kembali; batas maksimal
kumulatif utang; kapasitas sumber Pinjaman Luar Negeri; dan risiko utang.
d. Kebutuhan riil pembiayaan; kemampuan membayar kembali; batas maksimal
kumulatif utang; kapasitas sumber Pinjaman Luar Negeri; dan risiko proyek.

10. Permasalahan pengelolaan pinjaman proyek diklasifikasikan dalam 3 kelompok, salah


satunya adalah...

a. Masalah transisional
b. Masalah SDM
c. Dual Track Budgeting Process
d. Perubahan Sistem Keuangan

DAFTAR REFERENSI
Bappenas.2004.”Kajian Strategi Peningkatan Kinerja Pelaksanaan Pinjaman/Hibah Luar
Negeri”, Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Tata Cara
Pengadaan Pinjaman Luar Negeri Dan Penerimaan Hibah.

Halim, Abdul.2016.”Manajemen Keuangan Sektor Publik”.Jakarta Selatan:Salemba Empat.


Djppr,kemenkeu.2019”Pinjaman Multilateral”,https://www.djppr.kemenkeu.go.id/page/2601.
Diakses tanggal 25 juli 2020.
Ceicdata.com , “Indonesia Produk nasional Bruto [1993 - 2020] [Data & Tabel]”
https://www.ceicdata.com/id/indicator/indonesia/gross-national
product#:~:text=Produk%20nasional%20Bruto%20Indonesia%20dilaporkan,
%2D03%2C%20dengan%20109%20observasi. Diakses tanggal 26 juli 2020.

17
17

Anda mungkin juga menyukai