Anda di halaman 1dari 7

Bab 3

Kasus

google, namanya langsung booming karena masuk dalam daftar


perusahaan asing yang mengemplang pajak di Indonesia. Tunggakan pajak
perusahaan internet raksasa asal Amerika Serikat (AS) di Indonesia ditaksir
mencapai Rp 5,5 triliun dalam kurun waktu 5 tahun.

Sebenarnya bagaimana cara Google menjalankan praktik penghindaran pajak di


seluruh dunia, termasuk Indonesia?
A. SKEMA GOOGLE MENGHINDARI PAJAK

Dalam beberapa tahun terakhir, Google telah melakukan ekspansi besar, dari sekedar
administrator mesin pencarian website terbesar di dunia, sampai dengan pemilik Youtube.

Google Inc. didirikan di California pada 1998. Kemudian, pada 2011, pendapatan
perusahaannya hampir mencapai US$38 miliar dengan profit sekitar US$ 10 miliar.

Tarif pajak efektif perusahaan pada tahun tersebut adalah 2,4%, walaupun tarif pajak menurut
undang-undang pajak penghasilan Amerika pada saat itu adalah 35%. Pertanyaannya
bagaimanakah Google berhasil mencapai efek pajak tersebut?

Struktur Google dikenal dengan sebutan Double Irish Dutch Sandwich dikarenakan
terdapatnya dua anak perusahaan Irlandia yang mengapit satu anak perusahaan Belanda,
bagaikan roti (Irlandia) dengan isinya (Belanda) merupai suatu sandwich.

Ilustrasi struktur Google dapat digambarkan sebagai berikut:


Tahap pertama dalam struktur pajak Google adalah melakukan transfer intellectual property
(IP) keluar dari Amerika. Manajemen Google telah mengantisipasi bahwa nilai IP Google
akan meningkat seiring atau bahkan melampaui pertumbuhan perusahaan.

Apabila IP tersebut dieksploitasikan dari Amerika, maka penghasilan yang dihasilkan oleh IP
Google tersebut akan terkena dampak pajak yang berat, dikarenakan sistem pajak Amerika
yang menerapkan tarif pajak yang tinggi.

Dengan demikian apabila IP Google tersebut ditempatkan di negara yang lebih bersahabat
secara pajak maka Google mendapatkan penghematan pajak yang cukup signifikan.

Adapun cara melakukan transfer IP agar transaksi transfer IP itu sendiri tidak terkena pajak
yang besar adalah dengan cost sharing agreement. Perlu diperhatikan bahwa IP pada
dasarnya bersifat intangible sehingga dapat dengan mudah direlokasikan ke tempat lain.

Tahap kedua adalah menentukan negara di mana IP tersebut akan ditempatkan. Idealnya
adalah negara dengan tarif pajak yang rendah.

Dalam konteks ini Google telah mendirikan perusahaan Irlandia, namun dengan tempat
manajemen efektif (ditentukan antara lain dari status subjek pajak direksi dan tempat
dilakukannya meeting BOD) di Bermuda. Alasan dilakukan hal ini adalah agar anak
perusahaan tersebut tidak mendapatkan status subjek pajak di negara manapun (stateless).

Sebagai informasi anak perusahaan Google di Bermuda/Irlandia ini hanya mempunyai direksi
dan tidak melakukan kegiatan bisnis yang aktif. Sebagai salah satu pemilik IP Google, anak
perusahaan Irlandia mendapatkan penghasilan royalti dari lisensi IP Google.
Tahap ketiga adalah pendirian anak perusahaan Irlandia yang kedua, yaitu Google Ireland
Limited (GIL).

GIL akan berfungsi sebagai pusat manajemen dan koordinasi aktivitas Google di seluruh
dunia (EMEA). Pilihan untuk mendirikan perusahaan di Irlandia lagi dikarenakan oleh tarif
pajak Irlandia yang cukup rendah (12,5%) dan untuk menggunakan loophole dalam peraturan
Controlled Foreign Corporation (CFC) Amerika.

Secara singkat peraturan CFC ditujukan agar Amerika dapat memajaki anak perusahaan
multinasional Amerika dengan deemed dividends, apabila anak perusahaan tersebut
merupakan perusahaan pasif.

Apabila peraturan CFC tidak ada, maka perusahaan-perusahaan dapat menyimpan


penghasilannya di anak perusahaan di luar negeri tanpa dikenakan pajak di Amerika, karena
pada prinsipnya Amerika baru dapat memajaki penghasilan tersebut ketika anak perusahaan
memutuskan melakukan distribusi dividen kepada perusahaan induk di Amerika (efeknya
adalah deferral of tax liability atau penundaan saat terkena pajak, sehingga terdapat
keuntungan time value of money).

Loophole peraturan CFC Amerika adalah dimungkinkannya untuk memperlakukan dua anak
perusahaan di negara yang sama sebagai satu kesatuan entitas. Dengan demikian dari
kacamata Amerika, anak perusahaan Google di Irlandia adalah perusahaan aktif (sebab GIL
merupakan perusahaan aktif), sehingga tidak terkena peraturan CFC Amerika.

Tahap keempat adalah pemanfaatan perusahaan Belanda sebagai perantara pembayaran


royalti. Struktur Double Irish Dutch Sandwich ditujukan untuk perencanaan pajak pada
pembayaran royalti (penghasilan yang dihasilkan oleh IP Google).

Adapun aliran pembayaran royalti adalah sebagai berikut EMEA (perusahaan related maupun
non-related yang memanfaatkan IP Google di Eropa, Timur Tengah maupun Asia) membayar
royalti kepada GIL, GIL membayar royalti ke Belanda, dan terakhir Belanda membayar
royalti ke Bermuda/Irlandia.

Apabila Belanda tidak ada, maka GIL harus membayar royalti langsung kepada
Bermuda/Irlandia (yang bukan merupakan subjek pajak di negara manapun), pembayaran
royalti tersebut dikenakan withholding tax di Irlandia.

Dalam konteks ini Belanda dimanfaatkan sebagai perantara karena pembayaran royalti dari
Belanda ke luar negeri tidak dikenakan withholding tax; dan pembayaran royalti dari GIL ke
Belanda juga tidak dikenakan withholding tax karena terdapatnya directive royalty di
komunitas Eropa.

Pasalnya, Bermuda/Irlandia tidak dapat memanfaatkan directive ini karena Bermuda/Irlandia


bukan merupakan subjek pajak di negara dalam komunitas Eropa, namun dalam kasus ini
GIL dan Belanda sama-sama merupakan subjek pajak di negara yang merupakan anggota
komunitas Eropa.

Selain itu, Google telah mendapat tax ruling dari otoritas pajak Belanda, yang
memungkinkan anak perusahaan Google Belanda dikenakan pajak yang rendah di Belanda,
namun tetap mendapatkan status subjek pajak di Belanda.
C ALASAN GOOGLE MEMILIH IRLANDIA

Bagaimana cara Google menghindari pajak? Sang raksasa internet menggunakan strategi
yang dikenal dengan istilah Double Irish With a Dutch Sandwich, mengacu pada dua
negara yang digunakan sebagai fasilitator, yakni Irlandia dan Belanda, untuk menuju tujuan
akhir berupa negara tax haven.

Pendapatan Google dari luar AS tidak disalurkan ke Tanah Airnya karena bisa dikenai pajak
pemasukan perusahaan sebesar 35 persen. Alih-alih melakukan itu, Google mentransfer dana
pemasukan global ke Irlandia, yang menjadi markas operasional untuk wilayah Eropa, Timur
Tengah, dan Afrika.

Mengapa Irlandia? Karena peraturan pajak di negara ini memiliki celah yang bisa
dimanfaatkan untuk menghindari pajak.

Di Irlandia, Google memiliki dua anak perusahaan. Salah satunya mengumpulkan pendapatan
dari berbagai wilayah di dunia. Lainnya memegang hak atas paten dan properti intelektual
Google.

Anak perusahaan pertama yang mengumpulkan pendapatan akan menyalurkan dana tersebut
sebagai pembayaran royalti ke anak perusahaan kedua yang memegang paten. Di Irlandia,
royalti dipajaki lebih rendah dibandingkan pemasukan jenis lain.

Tapi dana tak langsung ditransfer, melainkan dialihkan terlebih dahulu ke anak perusahaan
lain di Belanda, yakni Google Netherlands Holdings B.V., untuk menghindari pajak
penghasilan (withholding tax) di Irlandia tadi, sekaligus pajak tinggi yang dikenakan apabila
dana langsung dipindahkan ke negara tax haven.

Regulasi Irlandia tak mengenakan pajak untuk pembayaran royalti tertentu ke perusahaan
yang berbasis di negara sesama anggota Uni Eropa (Belanda). Dari sana, barulah sebagian
besar dana kembali ditransfer ke anak perusahaan kedua di Irlandia sebagai pemegang
royalti.

Meski terdaftar di Irlandia, anak perusahaan kedua pemegang properti intelektual ini tak
berkantor di negara tersebut, melainkan negara lain yang dikenal sebagai tax haven -misalnya
Bermuda dalam kasus Google- yang tak mengenakan pajak pemasukan korporasi sama
sekali, alias 0 persen.

Sekali lagi terdapat celah regulasi yang dieksploitasi karena Irlandia tidak mengategorikan
perusahaan yang manajemen pusatnya berada di luar negeri sebagai tax resident.

Dana akan sulit dilacak begitu sampai di Bermuda karena anak perusahaan Google di sana
memiliki status hukum sebagai unlimited liability company. Artinya, menurut hukum
Irlandia, perusahaan yang bersangkutan tidak diwajibkan membuka informasi finansialnya.
Dengan memanfaatkan skema Double Irish with a Dutch Sandwich di atas, Google
menghindari pembayaran pajak pemasukan perusahaan di Irlandia sebesar 12,5 persen yang
sudah lebih kecil dibandingkan AS (35 persen) atau Inggris (28 persen).

D. MENGAPA INDONESIA KESULITAN MENAGIH PAJAK GOOGLE

Metode tax planning yang dilakukan oleh Google adalah dengan pemanfaatan syarat physical
presence.

Isu yang dikembangkan Google, jangan sampai terbentuk BUT di negara Indonesia. Di
mana itu suatu syarat dan ambang batas negara bisa mengenai pajak. Apabila ada BUT, maka
laba yang dialokasikan kepada BUT tersebut adalah minimal. Google melakukannya dengan
cara pertama dia jangan sampai saya hadir secara fisik di Indonesia,

Hal itu karena kontrak dilakukan secara online, begitu juga dengan pembayaran atas jasa
yang diberikan. Sehingga bila tidak mendirikan Bentuk Usaha Tetap (BUT), maka negara
akan kesulitan untuk mengejar pajak perusahaan tersebut.

Google merasa di Indonesia tidak ada BUT karena pertama Google marasa tidak hadir
secara fisik, dan kalau dituduh memiliki BUT keagenan, faktanya kontrak langsung antara
konsumen langsung dengan Singapura, ujar Danny.

Google memiliki anak usaha di Singapura yang mengatur bisnis di sekitar Asia. Sedangkan di
Indonesia Google hanya membangun kantor marketing representative yang berperan sebagai
penunjang dan pelengkap.

Dengan klasifikasi itu, itu tidak dapat dikategorikan sebagai BUT. Google menganggap
marketing support adalah fungsi yang tidak penting sehingga dalam konteks pricing dia
hanya dikenai cost dan komisi, 8% saja nggak ada masalah, imbuh Danny.

E. NEGARA YANG MEMILIKI MASALAH YANG SAMA DENGAN GOOGLE

Selain di Indonesia, masalah pajak Google ternyata juga terjadi di negara-negara lain. Google
disebut sengaja memanfaatkan celah hukum agar bisa membayar pajak sekecil-kecilnya
padahal telah meraup pendapatan sebesar-besarnya.

Berikut kasus-kasus pajak Google di empat negara lain, sebagaimana dihimpun


KompasTekno dari beberapa sumber, Sabtu (17/9/2016).

1. Italia

Otoritas pajak di Italia meminta Google membayar 300 juta euro atau setara Rp 4,4 triliun
pada awal 2016. Nilai itu telah dikalkulasi dari pendapatan rata-rata Google selama enam
tahun berbisnis di Negeri Pasta.
Menurut pemerintah Italia, Google telah melakukan manipulasi pajak dengan
mengalokasikan pendapatan yang diperoleh di Italia ke Irlandia. Oleh karena itu, pajak yang
disetor Google ke Italia menciut jadi 2,2 juta euro atau Rp 32 miliar pada 2015 lalu.

Sama seperti di Indonesia, Google Italia juga berdalih telah mematuhi ketetapan pajak di tiap
negara operasi mereka.

2. Inggris

Urusan pajak Google Inggris dengan pemerintah di sana telah didiskusikan dalam rentang
waktu cukup panjang. Akhirnya, pada Februari 2016, Google sepakat membayar pajak
sebesar 130 juta poundsterling atau Rp 2,2 triliun.

Kesepakatan itu terjadi antara otoritas pajak dengan Google Inggris. Namun, beberapa
politikus dan ahli pajak menganggap nilai itu terlampau kecil. Otoritas pajak Inggris juga
dinilai tak transparan dalam diskusinya bersama pihak Google.

Nilai 130 juta poundsterling dibayar Google untuk menebus pajak selama 10 tahun. Padahal,
pendapatan Google Inggris dalam rentang waktu itu ditaksir mencapai 7,2 miliar
poundsterling atau Rp 123 triliun.

3. Perancis

Kantor Google di Paris, Perancis, diuber-uber tim investigasi pajak Negeri Eiffel pada Mei
lalu. Pemerintah setempat menuding Google tak kooperatif soal kewajiban pajaknya.

Sama seperti di negara lain, pemerintah Perancis mengatakan Google membawa sebagian
besar pendapatannya ke Irlandia. Alhasil, pajak yang dibayar Google ke Perancis hanya secuil
dari penghasilan yang diraup di negeri tersebut.

Pemerintah Perancis menuntut Google membayar 1,6 miliar euro atau setara Rp 23,5 triliun.

4. Spanyol

Sekitar satu bulan pasca penggrebekan kantor Google di Perancis, insiden serupa menimpa
kantor Google di Madrid, Spanyol, pada Juni 2016. Dasarnya pun sama: Google dituding
berkelit dari kewajiban pajak.

Pemerintah Spanyol mengaku kecewa atas niat Google di negaranya yang dianggap cuma
cari untung. Perwakilan Google Spanyol pun melontarkan pernyataan seragam dengan
perwakilan Google di negara lain.

"Kami patuh terhadap regulasi fiskal di Spanyol, sama seperti kami patuh di semua negara
tempat kami beroperasi," perwakilan tersebut menuturkan.
Kasus pajak Google di beberapa negara masih berlanjut, sama seperti di Indonesia. Hingga
kini, belum dijabarkan berapa nominal pajak penghasilan yang seharusnya disetor Google
Indonesia ke negara.

Anda mungkin juga menyukai