Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

DIMENSI EPISTEMOLOGI
TUGAS DISUSUN UNTUK MEMENUHI MATA KULIAH
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
Dosen Pengampu: Farida Styaningrum, S.Pd., M.Pd.

Oleh Kelompok 5:
NAMA NIM
1. IRMA WAHYU LESTARI 2202106015
2. ADYNDA SURYA APRILYA KINANTHY 2202106018

UNIVERSITAS PGRI MADIUN


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
MARET 2023
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 2
BAB I ......................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 3
A. LATAR BELAKANG .................................................................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH ................................................................................................ 3
C. TUJUAN ......................................................................................................................... 3
BAB II........................................................................................................................................ 4
KAJIAN TEORI ........................................................................................................................ 4
A. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI ................................................................................. 4
B. PERSYARATAN EPISTEMOLOGI ............................................................................. 5
C. ALIRAN-ALIRAN DALAM EPISTEMOLOGI ........................................................... 8
BAB III ...................................................................................................................................... 9
PENUTUP.................................................................................................................................. 9
A. KESIMPULAN ............................................................................................................... 9
B. KRITIK DAN SARAN ................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 10
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Menurut Waluyo (2007: 1) Filsafat ilmu merupakan pengkajian ilmu secara
filosofis, yaitu secara menyeluruh, mendasar, dan spekulatif dan dikaitkan dengan
aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologinya. Ontologi adalah bagian dari filsafat
ilmu yang menelaah hakikat dan pengertian dari ilmu. Epistemologi adalah cabang ilmu
filsafat yang membahas dasar-dasar maupun batas pengetahuan. Dan aksiologi ilmu
merupakan bagian filsafat ilmu yang membicarakan tentang nilai kegunaan dari ilmu,
nilai kegunaan manusia yang lain (Waluyo, 2007: 83).
Fokus utama pada pembahasan kali ini adalah mengenai dimensi epistemologi.
Epistemologi membahas tentang asal dan validitas dari pengetahuan dan bagaimana
pengetahuan itu diterima sebagai benar atau salah.
Pentingnya membahas mengenai dimensi epistemologi karena banyak
pandangan yang berbeda tentang bagimana pengetahuan harus diperoleh dan diterima
sebagai benar. Mempertanyakan apakah ada hal-hal yang tidak dapat diketahui dan
apakah ada takdir yang tidak dapat dipahami oleh pikiran manusia. Untuk mengetahui
hal-hal yang perlu diperhatikan terkait dengan epistemologi maka dalam makalah ini
diajukan beberapa pertanyaan mengenai epistemologi yang meliputi pengertian
epistemologi, persyaratan epistemologi, dan sebagainya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Epistemologi?
2. Bagaimanakah Persyaratan Epistemologi?
3. Apa Saja Aliran-aliran yang ada dalam Epistemologi?
C. TUJUAN
Pembuatan makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari Epistemologi
2. Untuk mengetahui bagaimanakah Persyaratan Epistemologi
3. Untuk mengetahui apa saja Aliran-aliran dalam Epistemologi
BAB II

KAJIAN TEORI

A. PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Epistemologi dapat disebut sebagai teori pengetahuan (theory of knowledge).
Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari kata Yunani; episteme dan logos.
Episteme artinya pengetahuan, sedangkan logos artinya ilmu atau teori. Jadi,
epistemologi adalah teori atau ilmu tentang pengetahuan. Epistemologi juga merupakan
cabang filsafat yang menyelidiki asal-muasal, struktur, metode-metode, dan syahnya
(validitas) pengetahuan. Epistemologi menjadi salah satu topik yang paling sering
diperdebatkan dan dibahas dalam filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan,
bagaimana karakteristiknya, macamnya serta hubungan dengan kebenaran dan
keyakinan.
Menurut Suriasumantri (1996), epistemologi dapat diartikan sebagai cara
mendapatkan ilmu, atau metode untuk mendapatkan ilmu. Epistemologi memberikan
penjelasan mengenai bagaimana arah berfikir manusia dalam menemukan dan
memperoleh suatu ilmu pengetahuan dengan menggunakan kemampuan rasio.
Menurut Conny Semiawan dkk., (2005: 157), epistemologi adalah cabang
filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosofis sekitar teori pengetahuan.
Epistemologi memfokuskan pada makna pengetahuan yang dihubungkan dengan
konsep, sumber dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan sebagainya.
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidi asal-usul, susunan,
metode dan sahnya pengetahuan. Pertanyaan mendasar yang dikajinya; apakah
mengetahui itu? Apakah yang merupakan asal-usul pengetahuan itu? Bagaimanakah
cara kita mengetahui apabila kita mempunyai pengetahuan? Bagamanakah cara kita
membedakan antara pengetahuan dengan pendapat? Apakah yang merupakan bentuk
pengetahuan itu? Corak-corak pengetahuan apakah yang ada? Bagaimanakah cara kita
memperoleh pengetahuan? Bagaimana manusia dapat mengetahui sesuatu? Darimana
pengetahuan itu dapat diperoleh? Bagaimana validitas pengetahuan itu dapat dinilai?
Secara sistematis, Harold Titus (1984) menjelaskan tiga persoalan pokok dalam
bidang epistemologi, antara lain:
1. Apakah sumber pengetahuan itu? Dari manakah datangnya pengetahuan yang benar
itu? Dan bagaimana cara mengetahuinya?
2. Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apa ada dunia yang benar-benar di luar pikiran
kita? Dan kalau ada, apakah kita bisa mengetahuinya?
3. Apakah pengetahuan itu benar (valid)? Bagaimana kita dapat membedakan yang
benar dari yang salah?
Epistemologi meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana
tersebut untuk mencapai pengetahuan. Perbedaan mengenai pilihan landasan ontologi
akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan
kita pilih. Akal, budi, pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi,
merupakan sarana yang dimaksud dengan epistemologis. Pengetahuan yang diperoleh
manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori
pengetahuan, di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil
observasi dan disimpulkan dalam suatu pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak
dari pernyataan-pernyataan tunggal sampai pada pernyataan-pernyataan universal.
Dalam metode induksi, setelah diperoleh pengetahuan, makan akan
dipergunakan hal-hal lain, seperti ilmu mengajarkan kita bahwa jika logam dipanasi ia
akan mengembang, bertolak dari teori ini akan tahu bahwa jika logam lain yang
dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di atas bisa diketahui bahwa induksi
tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut sintetik.
2. Metode Deduktif
Deduksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris
diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada
dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan
itu sendiri. Adanya penyelidikan bentuk logis untuk mengetahui apakah teori tersebut
mempunyai sifat empiris atau ilmiah, perbandingan dengan teori-teori lain dan adanya
pengujian teori dengan jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang
dapat ditarik dari teori tersebut.
3. Metode Positivisme
Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui, yang faktual, yang positif. Apa
yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala gejala. Metode ini
dalam mencari suatu kebenaran harus didasarkan oleh kejadian yang benar-benar
terjadi (faktual). Metode ini dicentuskan oleh Auguste Comte (1798-1857).
4. Metode Kontemplatif
Metode ini menyebutkan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk
memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda,
harusnya dikembangkan satu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
Pengetahuan yang diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi
5. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawab untuk
mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates, filsuf dari Athena,
Yunani. Namun Plato, muridnya, mengartikan dialektika adalah diskusi logika. Tahap
logika, mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis
sistematis tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.

B. PERSYARATAN EPISTEMOLOGI
Suatu pengetahuan itu termasuk ilmu atau pengetahuan ilmiah apabila
pengetahuan itu dan cara memperolehnya telah memenuhi syarat tertentu. Apabila
syarat-syarat itu belum terpenuhi, maka suatu pengetahuan dapat digolongkan ke dalam
pengetahuan lain yang bukan ilmu, walaupun bukan termasuk filsafat.
Menurut Conny R. Semiawan (2005: 99), syarat-syarat terpenting bagi suatu
pengetahuan untuk dapat tergolong ke dalam ilmu atau pengetahuan ilmiah ialah dasar
pembenaran, sifat sistematis, dan sifat intersubjektif.
1. Dasar Pembenaran
Dasar pembenaran menuntut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan pada
perolehan derajat kepastian sebesar mungkin pada pengetahuan yang dihasilkannya.
Pernyataaan harus dirasakan atas pemahaman yang akan diuji dalam suatu cara kerja
ilmiah secara apriori yang berasal dari pengetahuan hasil kajian empiris (menggunakan
kelima indra, dengan atau tanpa alat bantu indra), dapat juga dari hasil pengolahan
rasional (menggunakan berbagai bentuk berpikir), atau keduanya. Cara pengujian itu
sendiri juga harus memiliki dasar pembenaran yang sudah teruji secara ilmiah. Setelah
diuji melalui metode ilmiah, pemahaman itu termasuk pengetahuan ilmiah atau ilmu
yang dapat dibenarkan secara aposteriori (pengetahuan yang dapat dicapai hanya dari
pengalaman).
Pencapaian suatu pengetahuan tertentu selalu memerlukan riset yang oleh
masyarakat ilmiah tertentu dinyatakan sebagai fondasi bagi praktik ilmiah selanjutnya.
Tata cara memperoleh dasar pembenaran seperti telah dikemukakan membuat ilmu
pengetahuan memiliki kecenderungan besar untuk bertambah, berkembang, dan
mengalami pemurnian kadar kebenarannya. Di samping itu, kecenderungan itu
tampaknya juga didorong oleh beberapa hal; 1) suatu pengetahuan, apalagi yang baru,
yang sering membuat orang bertanya-tanya dan mendorongnya untuk menelusuri
pengetahuan itu lebih lanjut; 2) kebenaran sering dilakukan untuk pengujian yang
kemudian terbukti salah, atau memang benar (Susanto, 2014: 108).
Terdapat dua definisi dari metode ilmiah yang dipakai seperti konsep berikut.
a. Pendekatan Objektif. Objektivitas mengindikasikan kesempatan untuk mengamati
sesuatu apa adanya, tanpa memalsukan observasi untuk menurut kepada sesuatu
pemahaman atau cara pandangan khalayak.
b. Akseptabilitas dari suatu hasil studi ilmiah. Akseptabilitas dinilai dalam bentuk
mengukur derajat di mana observasi dan eksperimen dapat dipahami.
Menurut Foucalt (dalam Semiawan, 2005: 101) pada kehidupan masyarakat
modern, politk umum kebenaran ditandai oleh lima karakteristik dasar yaitu sebagai
berikut.
a. Kebenaran difokuskan pada tuturan (wacana) ilmiah serta intuisi-intuisi yang
menghasilkannya.
b. Kebenaran tunduk pada tuntutan atau pengarahan pihak-pihak yang berperan dalam
ekonomi dan politik.
c. Kebenaran berkembang melalui institusi pendidikan dan informasi yang terdapat
dalam masyarakat.
d. Kebenaran dihasilkan serta disebarluaskan di bawah kontrol atau dominasi
beberapa gelintir aparat politik, ekonomi (universitas, militer, penulis, dan media)
yang serba ekslusif.
e. Kebenaran menjadi isu semua kebenaran politik dan pertentangan atau perdebatan
ideologis dan sosial.
Di dalam mencari ilmu, seseorang hendaknya menggunakan paradigma yang
terarah, kemudian ditidaklanjuti dengan metode ilmiah melalui serangkaian riset dan
kemudian membangun teori dari hasil riset yang ditemukannya. Dan teori itu
dipublikasikan kepada khalayak untuk mendapat tanggapan.
2. Sistemik
Persyaratan kedua, pengetahuan ilmiah harus bersifat sistemik. Terdapat suatu
sistem di dalam susunan suatu pengetahuan ilmiah (produk) dan cara memperoleh
pengetahuan ilmu itu (proses, metode). Suatu pengkajian atau penelitian ilmiah tidak
akan membatasi dirinya hanya pada satu bahan informasi saja, melainkan berusaha agar
hubungan-hubungan tersebut dapat merupakan suatu kebulatan. Hubungan yang
bersifat sistemik horisontal dengan melakukan pembandingan, pemeringkatan, dan
generalisasi antara berbagai bidang pengkajian dan isi pengetahuan. Hubungan yang
bersifat sistemik vertikal diusahakan dengan saling mempertemukan, dengan sekoheren
mungkin, langkah penelitian ilmiah tahapan-tahapan yang berurutan dari penalaran
analitik dan interpretatif, serta pertanggungjawaban dan penjelasan ilmiah.
Semua penelitian, pengkajian, dan penyelidikan yang telah disinggung tersebut,
yang termasuk hakikat penelitian ilmiah, memerlukan pembahasan yang panjang dan
lebar dan juga intensif. Oleh karena itu, terkait dengan paparan di atas, filsafat ilmu
dibandingkan dengan ilmu dan fakta yang melandasi ilmu, merupakan “a second order
criteriology”, yaitu disiplin tingkat dua. Secara struktural, bagan kedudukan filsafat
ilmu dan ilmu dapat digambarkan sebagai berikut.
Bagan 1. Kedudukan Filsafat Ilmu dan Ilmu

Tingkat Disiplin Isi (Content)


2 Filsafat Ilmu Analisis prosedur dan penjelasan logika
1 Ilmu Penjelasan fakta
0 Fakta

3. Intersubjektif
Istilah intersubjektif lebih sahih dibanding istilah “objektif” untuk menunjukkan
keabsahan atau “kebenaran” suatu pengetahuan atau hasil pengkajian atau penelitian.
Suatu pengetahuan disebut “objektif” bila pengetahuan itu dibimbing, baik pada tingkat
proses pembentukkannya maupun pada tingkat sudah selesai sebagai suatu produk
pengetahuan oleh objek kajian atau penelitian.
Istilah intersubjektif secara tersurat menunjukkan bahwa pengetahuan yang
telah diperoleh seorang subjek harus mengalami verifikasi oleh subjek-subjek lain
supaya pengetahuan itu lebih terjamin keabsahan atau kebenarannya walaupun secara
tersirat tampaknya makna verifikasi ini juga sudah terkandung dalam istilah objektif.
C. ALIRAN-ALIRAN DALAM EPISTEMOLOGI
Terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi yaitu rasionalisme dan empirisme,
kemudian pada akhirnya melahirkan beberapa aliran lainnya, misalnya rasionalisme
kritis (kritisme), fenomenalisme, instuisionisme, positivisme, dan sebagainya.
1. Rasionalisme
Rasionalisme adalah suatu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran
akal atau ide sebagai bagian yang sangat menentukan hasil keputusan atau pemikiran.
Aliran ini menyatakan bahwa suatu kebenaran harus didasari oleh pikiran yang logis,
bukti yang nyata dan harus melalui analisis yang berdasarkan rasio, fakta, dan ide-ide
yang biasa dinalar oleh akal pikiran manusia. Tokoh yang mengemukakan aliran ini
diantaranya yaitu Plato, Rene Descrates, dan Nicolas Malebrance.
2. Empirisme
Empirisme merupakan sebuah teori yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan yang didapat didasari oleh suatu pengalaman. Menurut John Locke, ilmu
pengetahuan adalah pengalaman empiris. Bagi Locke, manusia dilahirkan dalam
keadaan bersih, bagaikan kertas putih kosong yang lebih dikenal dengan tabularasa, di
mana melalui kertas inilah tercatat pengalaman-pengalaman inderawi. Dia memandang
akal sebagai tempat penampungan, yang secara pasif menerima hasil-hasil
penginderaan tersebut.
3. Kritisme
Aliran ini menjadi jembatan antara aliran rasionalisme dan empirisme. Karena
pada aliran kritisme berupaya untuk memperoleh suatu pengetahuan tanpa berpihak
pada rasionalisme atau empirisme, dengan kata lain menggabungkan dua aliran
tersebut. Karena pada dasarnya kedua aliran tersebut saling melengkapi.
4. Fenomenologi
Fenomenologi adalah sebuah teori yang mengkaji tentang suatu yang mulai
menampakkan diri atau dapat diartikan sebagai sesuatu yang sedang menunjukkan
gejala.
5. Positivisme
Positivisme adalah suatu paham atau teori yang dalam mencari kebenaran harus
didasarkan pada kejadian yang benar-benar terjadi atau dapat diartikan seperti ini, suatu
teori yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah pengetahuan
yang didasarkan oleh pengalaman yang benar-benar terjadi.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN
Epistemologi merupakan salah satu cabang dalam filsafat, dalam
pengembangannya menunjukkan bahwa kajian epistemologi ini bersumber dari akal,
budi, pengalaman, dan intuisi. Epistemologi adalah teori pengetahuan yang
berhubungan dengan hakekat ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-
dasarnya serta pertanggungjawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang
dimiliki oleh setiap manusia.

B. KRITIK DAN SARAN


Manusia tentunya dalam berbuat sesuatu tentunya terdapat kesalahan yang
sifatnya dari yang seharusnya. Terlebih dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu,
penulis harapkan dari pembaca dalam kritik dan saran yang membangun guna
perbaikan penyusunan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Djamaluddin, Ahdar. 2014. Filsafat Pendidikan. Jurnal Istiqra’, Volume I, No. 2, Maret 2014.
Nurgiansah, T., Heru. 2020. Filsafat Pendidikan. Banyumas: CV. Pena Persada.
Putri, Malida Puspita Nugroho, dkk. Tanpa Tahun. Epistemologi,
https://www.studocu.com/id/document/universitas-negeri-surabaya/filsafat-
ilmu/epistemologi/47927780 (diakses 18 Maret 2023).
Suriasumantri, Jujun, S. 1996. Filsafat Ilmu: Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan.
Susanto, A. 2014. Filsafat Ilmu: Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Waluyo, Herman, J. 2007. Pengantar Filsafat Ilmu. Salatiga: Widya Sari Press.

Anda mungkin juga menyukai