Definisi Kakekat ilmu terdiri dari dua kata yang berbeda. Masing-masing memiliki makna
kata yang berbeda. Kata hakekat secara etimologis berarti terang, yakin, dan sebenarnya.
Dalam filsafat, hakikat diartikan inti dari sesuatu, yang meskipun sifat-sifat yang melekat
padanya dapat berubah-ubah, namun inti tersebut tetap lestari. Contoh, dalam Filsafat
Yunani terdapat nama Thales, yang memiliki pokok pikiran bahwa hakikat segala sesuatu
adalah air. Air yang cair itu adalah pangkal, pokok, dan inti segalanya. Semua hal meskipun
mempunyai sifat dan bentuk yang beraneka ragam, namun intinya adalah satu yaitu air.
Hakikat dapat juga dipahami sebagai inti-sari, bisa pula berupa sifat-sifat umum dari pada
sesuatu tertentu.
Adapun kata ilmu (science) diartikan sebagai pengetahuan yang didapat secara ilmiah,
atau bisa di sebutkan bagian dari pengetahuan. Jadi, makna kata hakekat ilmu dapat
diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi dasar dari arti atau makna
dari ilmu tersebut. Hakekat Ilmu dapat juga diartikan inti-sari dari ilmu tersebut. Untuk lebih
jelasnya tentang pengertian ilmu, dibawah ini akan kemukakan oleh beberapa ahli filsafat
ilmu.
Menurut The Liang Gie (1996:88), ilmu sebagai pengetahuan, aktivitas, atau metode
merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan. Ilmu merupakan rangkaian aktivitas
manusia yang dilaksanakan dengan metode tertentu yang akhirnya metodis itu
tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu,
itu.
Sedangkan menurut Sumarna (2006: 153), ilmu dihasilkan dari pengetahuan ilmiah,
yang berangkat dari perpaduan proses berpikir deduktif (rasional) dan induktif (empiris). Jadi
proses berpikir inilah yang membedakan antara ilmu dan pengetahuan. Menurut J.S.
Badudu (1996:528), ilmu adalah: pertama, diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara sistematis; contoh: ilmu agama, pengetahuan tentang agama,
ilmu bahasa pengetahuan tentang hal ikhwal bahasa. Kedua, ilmu diartikan sebagai
Jadi, ilmu (science) merupakan pengetahuan dari proses yang telah memenuhi
dalam konteks ilmu pengetahuan ilmiah. Mengenai Hakekat Ilmu Pengetahuan, untuk lebih
Pengertian falsafah dalam tujuan pembahasan ini diartikan sebagai suatu cara
didasarkan pada jawaban yang diberikan ilmu terhadap ketiga pertanyaan pokok seperti
yang kita sebutkan terdahulu. Falsafah mempelajari masalah ini sedalam-dalamnya dan
hasil kajiannya merupakan dasar bagi eksistensi ilmu. Seperti kita ketahui pertanyaan pokok
itu mencakup masalah tentang apa yang ingin kita ketahui (ontologi), bagaimana cara kita
(axiologi). Setiap bentuk pemikiran manusia dapat dikembalikan pada dasar-dasar ontologi,
epistemologi, dan axiologi dari pemikiran yang bersangkutan. Analisis kefalsafahan ditinjau
dari tiga landasan ini akan membawa kita kepada hakekat buah pemikiran tersebut.
Demikian juga kita akan mempelajari ilmu ditinjau dari titik tolak yang sama untuk
yang ingin diketahui ilmu? Atau dengan kata lain apakah yang menjadi bidang telaah ilmu?.
Dalam konteks pembahasan ini, Ilmu membatasi diri pada hal-hal yang dapat dijangkau oleh
pengalaman panca indera manusia atau dengan perkataan lain hal-hal yang bersifat
empiris.
membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris dan rasional. Objek penelaahan
ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia.
Dalam batas-batas tersebut, maka ilmu mempelajari objek-objek empiris seperti batu-
batuan, binatang, tumbuhan, hewan atau manusia itu sendiri. Inilah yang merupakan salah
membahas secara mendalam segenap proses yang terlihat dalam usaha kita untuk
membedakan antara ilmu dengan buah pemikiran yang lainnya. Karena ilmu merupakan
sebagian dari pengetahuan, yakni pengetahuan yang memiliki sifat-sifat tertentu, maka ilmu
dapat juga disebut pengetahuan keilmuan. Untuk tujuan inilah, agar kita tidak terjadi
pada objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan mempergunakan metode
keilmuan, adalah syah untuk disebut keilmuan. Orang bisa membahas suatu kejadian
sehari-hari secara keilmuan, asalkan dalam proses pengkajian masalah tersebut dia
memenuhi persyaratan yang telah digariskan. Sebaliknya tidak semua yang diasosiasikan
4. Metode Keilmuan
Pada dasarnya, ditinjau dari sejarah cara berpikir manusia, terdapat dua pola dalam
rasionalisme ini, idea tentang kebenaran sudah ada. Pikiran manusia dapat mengetahui
idea tersebut, namun tidak menciptakannya dan tidak pula mempelajarinya lewat
pengalaman. Idea tentang kebenaran yang menajdi dasar pengetahuannya, diperoleh lewat
berpikir secara rasional, terlepas dari pengalaman manusia. Lalu pertanyaannya bagaimana
kalau seandainya kebenaran yang disepakati berdasarkan berpikir secara rasional tersebut
tidak sesuai dengan pengalaman hidup? Maka metode berpikir seperti ini dianggap masih
Maka dari itu, muncullah kemudian cara berpikir lain, yang disebut dengan pola
berpikir empiris. Cara berpikir ini sama sekali berlawanan dengan cara berpikir di atas
(rasional). Cara berpikir empiris menganjurkan bahwa kita harus kembali ke alam untuk
mendapatkan kebenaran. Menurut mereka bahwa pengetahuan itu tidak ada secara
Berpikir secara empiris juga ternyata belum bisa membawa ktia kepada sebuah
kebenaran, sebab, gejala yang terdapat dalam pengalaman kita harus mempunyai arti kalau
kita memberikan tafsiran terhadap mereka. Disamping itu, bila kita hanya mengumpulkan
pengetahuan mengenai berbagai gejala yang kita temui dalam pengalaman, lalu apakah
gunanya semua kumpulan itu bagi kita? Pengetahuan yang diperoleh dengan cara ini
menggabungkan kedua pendekatan tersebut untuk menyusun metode yang lebih dapat
dan empiris ini dinamakan metode keilmuan. Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran
yang koheren dan logis. Sedangkan empirisme menjelaskan kerangka pengujian dalam
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa kelebihan ilmu terletak pada
pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan logis serta telah teruji kebenarannya.
Faktor pengujian ini memberikan karakteristik yang unik kepada proses kegiatan keilmuan,
karena dengan demikian khasanah teoritis ilmu harus selalu dinilai berdasarkan pengujian
empiris. Dengan sifatnya yang terbuka dan tersurat yang dikomunikasikan kepada semua
pihak menyebabkan Ilmu mengalami penilaian yang amat dalam dan luas. Setiap orang bisa
Uraian di atas dapat memberikan kita gambaran antara lain: pertama, betapa
kerasnya proses penilaian dan kontrol yang diberikan masyarakat ilmuwan terhadap suatu
produk keilmuan. Kedua, tingkat kontrol kualitasnya tinggi dapat memberikan kepercayaan
yang tinggi pula bagi masyarakat. Ketiga, karena tingkat kepercayaan masyarakar yang
tinggi, memungkinkan ilmu untuk memecahkan suatu masalah dalam bentuk suatu
Namun demikian, kenyataan ini tidak boleh menutup mata kita terhadap berbagai
epistemologi ilmu, yang menyatakan bahwa kita mampu memperoleh pengetahuan yang
Panca indera kita buka saja terbatas pada kemampuannya tetapi terkadang
mengelilingi matahari, tetapi seolah-olah matahari yang mengelilingi bumi. Contoh seperti ini
telah membawa manusia sampai pada kesimpulan yang salah mengenai perputaran planet-
planet dalam teori tata surya. Sedangkan disatu sisi manusia mengandalkan indera tersebut
pengetahuan yang dapat diandalkan dan berguna bagi kita dalam menjelaskan,
meramalkan, dan mengontrol gejala-gejala alam. Hal ini masih mengundang tanda tanya,
yaitu dalam hal yang bagaimanakah ilmu itu disusun agar mencapai tujuan tersebut? Untuk
menjawab pertanyaan itu, pertama kali bahwa penetahuan keilmuan itu harus bersifat
umum, sebab suatu pernyataan yang bersifat umum akan mempunyai ruang lingkup yang
luas, dan dengan demikian hal itu akan memudahkan kita. Seperti contoh: semua logam
kalau dipanaskan akan memuai. Menyebabkan kita mampu menjelaskan, meramalkan, dan
mengontrol semua gejala seperti ini yang terjadi pada berbagai jenis logam.
Namun demikian harus kita sadari bahwa contoh logam di atas tidak berlaku jika
dihadapkan dengan kondisi sosial. Mengapa demikian? karena logam merupakan benda
mati dan bersifat statis, lain halnya dengan gejala-gejala sosial yang sangat banyak dan
kompleks, serta interaksi antara faktor-faktor tersebut bersifat dinamis dan dapat berubah
setiap waktu.
ditelaah dalam ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, namun teknik-teknik tersebut
Suriasumantri (2006:19) mengatakan bahwa bila dikembalikan pada hakekat ilmu yang
sebenarnya, maka tak terdapat alasan apapun untuk membedakan metode keilmuan ilmu-
ilmu alam dari metode untuk ilmu-ilmu sosial. Jadi masalah ini menurut Jujun Suruasumantri
kesimpulan yang bersifat umum tersebut? Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka kita
mengenal istilah induksi adalah suatu cara pengambilan keputusan dari kasus-kasus yang
Untuk menarik sebuah kesimpulan yang bersifat umum dan dapat diandalkan, tentu
saja tidak cukup dengan pengamatan sepintas saja karena ada factor-faktor kebetulan juga
yang sangat penting dan yang harus diperhitungkan. Maka masuklah statistika yang dapat
membantu kita untuk menarik kesimpulan umum yang dapat diandalkan. Statistika
merupakan alat atau metode yang terlibat dalam proses induktif dari kegiatan keilmuan.
betapa kita akan sampai pada suatu kesimpulan umum yang dapat diandalkan. Tak ada
penelitian yang benar-benar bersifat keilmuan dilakukan tanpa statistik. Betapa statistik
membantu kita secara kuantitatif dalam kegiatan penelitian keilmuan, suatu contoh
misalnya, pernyataan keimuan: bila padi diberi pupuk maka tinggi padi mempunyai peluang
untuk bertambah. Dalam hal ini maka statistik membantu kita dalam menghitung besar
masalah praktis sehari-hari, atau masalah yang serupa. Namun disisi lain masalah praktif
yang kita hadapi sehari-hari bersifat individual dan spesifik. kita tidak menemui masalah
praktis yang menyeluruh seperti yang tercakup dalam hukuk-hukum ilmu. Untuk menjawab
permasalahan ini, maka sampailah kita kepada konsep kegiatan keilmuan yang dinamakan
deduktif. Metode deduktif merupakan proses penarikan kesimpulan dari yang bersifat umum
ke kesimpulan yang bersifat pribadi. Metode ini biasa disebut dengan lawan dari metode
induktif di atas. Proses penarikan kesimpulan dedukdi inilah maka logika memegang
peranan yang sanga penting. Contoh penarikan kesimpulan deduktif: bila semua logam
dipanaskan akan memuai, dan bila X adalah logam, maka X bila dipanaskan akan memuai.
Pernyataan, semua logam bila dipanaskan akan memuai disebut premis mayor,
pernyataan X adalah sebatang logam disebut premis minor, dan pernyataan X bila
dipanaskan akan memuai adalah kesimpulan. Jadi kesimpulan bahwa X bila dipanaskan
akan memuai merupakan konsekuensi logis dari dua buah premis di atas.
yang belum pernah diselidiki sebelumnya, sehingga jawaban atas permasalahan tersebut
merupakan pengetahuan baru atau yang disebut dengan penelitian murni. Kedua adalah
kegiatan mempelajari masalah yang berupa konsekuensi praktis dari pengetahuan yang
masalah. Perumusan masalah yang baik merupakan titik tolak dari seluruh rangkaain
kegiatan keilmuan yang lain. Masalah pada hakekatnya merupakan sebuah pertanyaan
yang mengundang jawaban. Oleh sebab itu, jika pertanyaan tidak jelas maka kemungkinan
besar jawaban yang didapat juga tidak jelas. Harus kita ingat bahwa tujuan penelahaan
keilmuan adalah mencari pengetahuan yang bersifat umum, oleh karena itu jawaban yang
diberikan atas permasalahan haruslah dapat diterima oleh masyarakat yang akan
yang sama terhadap masalah yang sedang dihadapi sehingga memungkinkan suatu
dugaan mengenai hubungan antara faktor-faktor yang terlibat dalam suatu masalah
tersebut. Dugaan itu memungkinkan kita untuk menjelaskan hakekat suatu gejala tersebut.
Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa masalah merupakan suatu pertanyaan yang
harus dijawab. Untuk bisa menjawab suatu masalah adalah kita harus mengetahui dengan
jelas hubungan-hugungan logis antara faktor yang terlibat dalam masalah tersebut. Sebagai
contoh penyusunan hipotesi dalam kegiatan keilmuan misalnya: bulan mengalami gerhana
karena ditelan matahari. Hipotesis seperti ini tidak dapat diterima oleh pemikiran keilmuan
karena salah satu ciri utama pemikiran keilmuan adalah sifatnya masuk akal. Jadi kegiatan
keilmuan pada hakekatnya adalah mempersoalkan hubungan logis dari berbagai faktor.
Misalnya, masalah mengenai mengapa si A yang IQ-nya rendah tidak naik kelas?
sebenarnya mempersoalkan faktor IQ dan faktor tidak naik kelas atau faktor-faktor lain
yang berhubungan dengan gejala tidak naik kelas. Kalau kita mengetahui hubungan logis
berbagai faktor tersebut, maka dengan mudah kita dapat menjawab pertanyaan yang
dikemukakan itu. Masalah di atas menjadi mudah dilakukan dengan kegiatan keilmuan,
umpamanya kalau IQ makin rendah maka makin rendah pula prestasi belajar. Konsistensi
malasah akan menjadi jelas. Sehingga kita dapat memasukan kegiatan keilmuan yang
selanjutnya yaitu menyusun pemikiran deduktif. Sebagai contoh pernyataan di atas dapat
dibuat pemikiran deduktif sebagai berikut: makin rendah IQ maka makin rendah pula
prestasi belajarnya, maka si X yang IQ-nya rendah akan rendah pula prestasi belajarnya,
dan karena prestasi belajarnya yang rendah maka si A tidak naik kelas. Penyusunan seperti
ini bisa menjawab pertanyaan yang diajukan. Tetapi dengan sikap keilmuan yang skeptis
tidak mau menerima begitu saja kesimpulan yang ditarik ini. Menurut aturan keilmuan, suatu
pernyataan adalah syah atau benar secara keilmuan kalau pernyataan tersebut didukung
oleh fakta.
Di dalam persoalan di atas, pernyataan bahwa si A tidak naik kelas karena prestasi
belajarnya rendah adalah benar, kalau didukung oleh fakta. Dan fakta yang mendukung
adalah bahwa benar-benar si A tidak naik kelas karena prestasi belajarnya rendah. Fakta
terserbut dapat diturunkan secara desuktif sehingga menghasilkan konsekuensi logis dari
pernyataan yang diajukan. Misalnya kalau si A prestasi belajarnya rendah maka dia tidak
akan bisa menjawab dengan baik pertanyaan yang seyogyanya dapat dijawab oleh teman-
teman sekelasnya yang prestasi baik. Pemikiran keilmuan yang demikian mencakup dua
ruang lingkup kegiatan, yakni penyusunan teori dan yang kedua sebagai kegiatan keilmuan
yang ke empat adalah pengujian teori. Teori disusun sebagai kerangka pemikiran yang
menjelaskan struktur hubungan antar faktor-faktor yang terlibat dalam suatu masalah. Teori
yang diajukan itu, seperti halnya juga dengan sebuah hipotesis, kemudian harus di uji
secara empiris agar dapat disyahkan kebenarannya secara keilmuan. Pengujian ini
8. Dasar Axiologi
Ilmu bersifat netral, ilmu tidak mengenal baik dan buruk, dan si pemiliki pengetahuan
itulah yang harus mempunyai sikap. Jalan mana yang akan ditempuh dalam memanfaatkan
kekuasaan yang besar itu terletak pada sistem nilai pemilik pengetahuan tersebut. Netralitas
ilmu hanya terletak pada dasar epistemologisnya saja: jika hitam katakana hitam dan jika
ternyata putih maka katakana putih; tanpa berpihak kepada siapapun juga selain kepada
kebenaran yang nyata. Secara ontologis dan axiologis, ilmuwan harus mampu menilai
antara yang baik dan yang buruk, sehingga pada hakekatnya mengharuskan dia
menentukan sikap. Kekuasaan ilmu yang besar ini mengharuskan seorang ilmuwan
Kesimpulan
Dari uraian di atas, maka dapat kami simpulkan sebagai berikut:
1. Hakikat Ilmu diartikan sebagai sesuatu yang mendasari atau yang menjadi dasar dari ilmu
terssebut. Hakekat Ilmu dapat juga diartikan inti-sari dari ilmu tersebut.
2. Pengertian ilmu dalam konteks Ilmu pengetahuan ilmiah dapat diartikan sebagai sebuah
ketentuan-ketentuan keilmiahan.
3. Falsafah dari ilmu pengetahuan adalah jawaban atas pertanyaan untuk apa ilmu itu
tersebut (aksiologi).
4. Dasar ontology Ilmu adalah ilmu membatasi diri hanya kepada kejadian yang bersifat empiris
yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia selama itu bisa dijangkau oleh panca
indera manusia.
5. Dasar epistemology ilmu merupakan kegiatan dalam mencari pengetahuan tentang apapun,
selama itu terbatas pada objek empiris dan pengetahuan tersebut diperoleh dengan
6. Metode keilmuan adalah berpikir secara rasional dan empiris. Gabungan kedua hal tersebut,
7. Kelebihan berpikir keilmuan terletak pada pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan
logis serta telah teruji kebenarannya. karena tingkat kepercayaan masyarakar yang tinggi,
memungkinkan ilmu untuk memecahkan suatu masalah dalam bentuk suatu konsesus yang
suatu cara pengambilan ssuatu keputusan dari kasus-kasus yang bersifat individu menjadi
kesimpulan yang umum. Contoh, semua logam bila dipanaskan akan memuai. Untuk
mengambil sebuah kesimpulan yang bersifat umum tersebut dan bisa dipercaya dan
diandalkan maka harus menggunakan dengan istilah statistik. Konsep keilmuan yang kedua
ada yang dinamakan dengan deduktif adalah proses penarikan kesimpulan dari yang
bersifat umum ke kesimpulan yang bersifat pribadi atau khusus. Contoh, logam jika
10. secara axiology ilmu pengetahuan menyerahkan sepenuhnya kepada si pemilik ilmu tersebut.
Namun secaca ontology dan epistemology ilmuwan harus mampu menilai antara yang baik
dan yang buruk, sehingga pada hakekatnya mengharuskan dia menentukan sikap.
DAFTAR PUSTAKA
Susanto. A. Filsafat Ilmu Seuatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis.
Suriasumantri, Jujun S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.2010
Suriasumantri, Jujun S.
Soetriono dan Hanafi R. Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penilitian Pendidikan. Yogyakarta: CV
Andi.2007