Manajemen pendidikan itu terkait dengan manajemen peserta didik yang isinya
merupakan pengelolaan dan juga pelaksanaannya.
Manajamen pendidikan dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu mengelola
sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Husaini, 2010:9).
Manajemen pendidikan untuk saat ini merupakan hal yang harus diprioritaskan
untuk kelangsungan pendidikan sehingga menghasilkan out put yang berkualitas tinggi.
Kenyataan yang ada, sekarang ini banyak institusi pendidikan yang belum memiliki
manajemen yang bagus dalam pengelolaan pendidikannya.
Manajemen yang digunakan masih konvensional, sehingga kurang bisa menjawab
tantangan zaman dan terkesan tertinggal dari modernitas. Beberapa kendala manajemen
pendidikan Indonesia yang belum menunjukkan kemajuan sampai saat ini antara lain:
pertama, dampak manajemen yang sentralistik.
Meskipun banyak keberhasilan yang telah dicapai dunia pendidikan Indonesia namun
upaya untuk mengembangkan satu sistem pendidikan telah menimbulkan akibat-akibat
yang negatif. Kecenderungan tentang terjadinya sentralisasi yang berlebihan (over
centralization) pada perintah pusat telah dirasakan hampir pada semua aspek manajemen
pendidikan. Dalam banyak kasus adanya ketidakpercayaan timbal balik antara otoritas
pusat di satu pihak daerah menjadi kendala.
Kedua, mekanisme pendanaan oleh pemerintah. Komersialisasi pendidikan sekarang
sangat dirasakan oleh masyarakat mulai dari prasekolah, Sekolah Dasar (SD), Sekolah
Lanjutan Pertama (SLTP), maupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Dalam hal ini
dapat dirasakan bahwa pemerintah sama sekali belum optimal membuat aturan penetapan
biaya penyelenggaraan pendidikan. Sepertinya pemerintah membebaskan pendidikan
sehingga dijadikan lahan bisnis tanpa mempertimbangkan unsur keterjangkauan
masyarakat dan pemerataan pendidikan.
Ketiga, manajemen dan organisasi. Lembaga pendidikan, terutama yang di bawah
naungan Depdiknas harus tunduk pada peraturan- peraturan yang berlaku secara seragam
untuk semua lembaga pendidikan. Padahal kebijakan seperti ini telah menimbulkan
banyak
pengaruh
negatif
terhadap
kehidupan
lembaga
pendidikan.
Keempat, problem Sumber Daya Manusia (SDM) itu sendiri. Artinya, meskipun usaha
untuk meningkatkan mutu tenaga pendidikan terus dilakukan, secara umum kualifikasi
Mid Test: Ikhsan (MM.09.004.1097)
pendidikan para guru/ dosen di Indonesia masih belum memadai. Di samping suasana
akademik belum memuaskan dan mutu staf administrasi pendidikan masih jauh dari
memadai untuk mendukung tuntutan tugas administrasi pendidikan di setiap lembaga
pendidikan yang ada.
2. Keuntungan Manajemen Strategi Jasa Pendidikan
Manajemen strategi dalam dunia pendidikan bisa diibaratkan sebagai sebuah upaya
membangun input untuk menghasilkan output; input dalam dunia pendidikan adalah
berupa tenaga pengajar/dosen yang berkualitas, ketersediaan sarana dan prasarana
pendidikan, administrasi yang baik, sedangkan outputnya adalah berupa lulusan suatu
institusi pendidikan yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Untuk
mencapai output ini, dibutuhkan suatu proses, yang disebut dengan proses manajemen
strategi.
Manajemen
kata Manajemen
Strategi
dan
merupakan
Strategi
rangkaian
yang
dua
perkataan
masingmasing
memiliki
terdiri
dari
pengertian
tersendiri, yang setelah dirangkaikan menjadi satu terminologi berubah dengan memiliki
pengertian tersendiri pula. Menurut Hadari Nawawi (2005:148-149), pengertian
manajemen strategi ada 4 (empat). Pengertian pertama Manajemen Strategi adalah
proses atau rangkaian kegiatan pengambilan keputusan yang bersifat mendasar dan
menyeluruh, disertai penetapan cara melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen
puncak dan dimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organiasasi, untuk
mencapai tujuannya. Dari pengertian tersebut terdapat beberapa aspek yang penting,
antara lain :
(a) Manajemen Strategi merupakan proses pengambilan keputusan. (b) Keputusan
yang ditetapkan bersifat mendasar dan menyeluruh yang berarti berkenaan dengan aspek
aspek yang penting dalam kehidupan sebuah organisasi, terutama tujuannya dan
cara melaksanakan atau cara mencapainya. (c) Pembuatan keputusan tersebut harus
dilakukan atau sekurang kurangnya melibatkan pimpinan puncak (kepala sekolah),
sebagai penanggung jawab utama pada keberhasilan atau kegagalan organisasinya.
(d) Pengimplementasian keputusan tersebut sebagai strategi organisasi untuk mencapai
tujuan strateginya dilakukan oleh seluruh jajaran organisasi (warga sekolah), seluruhnya
harus mengetahui dan menjalankan peranan sesuai wewenang dan tanggung jawab
masing masing. (e) Keputusan yang ditetapkan manajemen puncak (kepala sekolah)
harus diimplementasikan
oleh
seluruh
warga
sekolah
dalam
bentuk
manajemen
strategi
yang
kedua
adalah
usaha
terutama
karena
pengaruh
globalisasi.
Dengan
kata
lain
Manajemen Strategi sebagai pengelolaan dan pengendalian yang bekerja secara realistik
dalam dinamikanya, akan selalu terarah pada Tujuan Strategi dan Misi yang
realistik pula.
2) Implementasi Manajemen strategi melalui realiasi RENSTRA dan RENOP berfungsi
sebagai pengendali dalam mempergunakan semua sumber daya yang dimiliki secara
terintegrasi dalam pelaksanaan fungsi fungsi manajemen, agar berlangsung sebagai
proses yang efektif dan efisien. Dengan demikian berarti Manajemen Strategi mampu
menunjang fungsi kontrol, sehingga seluruh proses pencapaian Tujuan Strategi dan
perwujudan Visi berlangsung secara terkendali.
3)
Manajemen
Strategi
diimplementasikan
dengan
memilih
dan
menetapkan
strategi sebagai pendekatan yang logis, rasional dan sistematik, yang menjadi acuan
untuk mempermudah perumusan dan pelaksanaan program kerja. Strategi yang dipilih
dan disepakati dapat memperkecil dan bahkan meniadakan perbedaan dan pertentangan
pendapat dalam mewujudkan keunggulan yang terarah pada pencapaian tujuan strategi.
4) Manajemen
Strategi
dapat
berfungsi
sebagai
sarana
dalam
mengkomunikasikan gagasan, kreativitas, prakarsa, inovasi dan informasi baru serta cara
merespon perubahan dan perkembangan lingkungan operasional, nasional dan global,
pada semua pihak sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Dengan
demikian akan memudahkan dalam menyepakati perubahan atau pengembangan strategi
yang akan dilaksanakan, sesuai dengan atau tanpa merubah keunggulan yang
akan diwujudkan oleh organisasi.
5)
Manajemen
Strategi
sebagai
paradigma
baru
di
lingkungan
organisasi
pendidikan, dapat mendorong perilaku proaktif semua pihak untuk ikut serta sesuai
posisi, wewenang dan tanggungjawab masing masing. Dengan demikian setiap unit
dan atau satuan kerja akan berusaha mewujudkan keunggulan di bidangnya
untuk memperkuat keunggulan organisasi.
6) Manajemen Strategi di dalam organisasi pendidikan menuntut semua yang
terkait untuk ikut berpartisipasi, yang berdampak pada meningkatnya perasaan
ikut memiliki
(sense
of
belonging),
perasaan
ikut
bertanggungjawab
(sense
Visi Misi
sekolah
Strategi Pengelolaan
Sekolah
Riset Pasar
Pesaing
Konsumen
Pendidikan
Strategi Pemasaran
Sekolah
Mid Test: Ikhsan (MM.09.004.1097)
Strategi pemasaran apa yang hendaknya diacu untuk dijadikan pijakan oleh lembaga
pendidikan, tentunya harus menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Sebab
perkembangan lingkungan akan selalu menghasilkan tantangan-tantangan baru dan
kesempatan-kesempatan baru bagi lembaga pendidikan.
Salah satu strategi pemasaran pendidikan dapat dilakukan dengan menggunakan strategi
5 P: Product, Price, Place, Promotion, Personal Trait. Strategi tersebut dikenal dengan
Bauran Pemasaran (Marketing Mix).
Menurut Stanton (1999), Bauran Pemasaran adalah Suatu kombinasi dari empat
variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sasaran pemasaran perusahaan yakni
produk, struktur harga, kegiatan promosi, dan sistem distribusi.
Marketing mix pada produk barang yang diketahui berbeda dengan marketing mix
untuk produk jasa. Hal ini terkait dengan perbedaan karakteristik jasa dan barang.
Marketing mix untuk barang dikenal dengan 4 P sedangkan untuk jasa, keempat hal
tersebut masih dirasa kurang mencukupi. Menurut Lupiyoadi (2002) ada variabel
tambahan untuk produk jasa yaitu orang(people), proses(procces), dan pelayanan
(customer service).
1. Product
Pengertian produk menurut Stanton (1999): Produk adalah apa saja yang ditawarkan
kedalam pasar untuk diperhatikan, digunakan atau dikonsumsi sehingga dapat
memuaskan keinginan atau kebutuhan konsumen termasuk di dalamnya objek fisik, jasa,
orang, tempat, organisasi dan gagasan-gagasan.
Menurut Lamb, Hair dan Mc. Daniel (2001): Produk adalah segala sesuatu, baik
menguntungkan atau tidak yang diperoleh seseorang melalui pertukaran.
Empat tingkat produk jasa menurut Kotler (2000) adalah:
1. Produk inti atau generik.
Terdiri dari jasa dasar, seperti ruangan kelas dan tempat duduk.
2. Produk yang diharapkan.
Terdiri dari produk inti bersama pertimbangan keputusan pembelian minimal yang harus
dipenuhi seperti ruang tunggu.
3. Produk tambahan.
Area yang memungkinkan suatu produk didiferensiasi terhadap yang lain.
4. Produk potensial.
Tampilan dan manfaat tambahan yang berguna bagi konsumen atau mungkin menambah
kepuasan konsumen.
Mid Test: Ikhsan (MM.09.004.1097)
Menurut Fandy Tjiptono (1997) menyatakan secara garis besar strategi produk dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Strategi posisi produk.
Strategi posisi ini merupakan strategi yang berusaha menciptakan diferensiasi yang unik
dalam benak pelanggan sasaran, sehingga terbentuk citra(image) merek atau produk yang
lebih unggul dibandingkan merek atau produk pesaing. (menciptakan soft skill sekolah)
2. Strategi meninjau kembali posisi produk.
Strategi ini dilaksanakan dengan jalan meninjau kembali posisi produk dan bauran
pemasaran saat ini, serta berusaha mencari posisi baru yang lebih tepat bagi produk
tersebut.
3. Strategi lingkup produk.
Strategi ini berkaitan dengan perspektif terhadap bauran produk suatu perusahaan
4. Strategi desain produk.
Strategi ini berkaitan dengan tingkat standarisasi produk.
5. Strategi eliminasi produk.
Strategi ini melakukan penghapusan pada produk yang tidak sukses karena produk
yang tidak sukses bila dipertahankan bisa merugikan perusahaan.
2. Harga (Price)
Secara garis besar strategi penetapan harga dapat dibagi menjadi beberapa bagian :
1. Strategi penetapan harga produk baru.
Harga yang ditetapkan pada suatu produk baru harus dapat memberikan pengaruh yang
baik bagi pertumbuhan pasar, selain itu juga dapat mencegah timbulnya persaingan
sengit.
2. Strategi kepemimpinan harga.
Dengan melakukan penilaian kembali terhadap strategi penetapan harga yang telah
dilakukan, perusahaan memiliki tiga alternatif strategi, yaitu : mempertahankan harga,
menurunkan harga dan menaikkan harga.
3. Strategi kepemimpinan harga.
Strategi ini digunakan oleh pemimpin pasar (market leader) dalam suatu industri untuk
melakukan perubahan harga yang diikuti oleh perusahaan-perusahaan lain dalam industri
tersebut.
3. Tempat (Place)
Menurut Lupiyoadi (2001) lokasi untuk menyediakan jasa kepada pasar sasaran
adalah dua kunci area keputusan. Keputusan lokasi dan saluran mencakup bagaimana
menyampaikan jasa kepada konsumen dan dimana terjadinya. Hal ini memiliki relevansi
yang besar karena jasa tidak disimpan serta diproduksi dan dikonsumsi ditempat yang
sama.
Lokasi yaitu keputusan yang dibuat perusahaan berkaitan dengan di mana
operasi dan stafnya ditempatkan. Pentingnya lokasi bagi perusahaan jasa tergantung tipetipe interaksi konsumen dan jasa yang disediakan. Terdapat tiga tipe interaksi antara
penyedia jasa dan konsumen menurut Lupoyoadi (2001), yaitu :
1. Konsumen mendatangi penyedia jasa.
Misalnya pada jasa lembaga pendidikan, rumah sakit, bioskop dan lain-lain. Pada
kelompok ini, tempat menjadi aspek yang sangat penting. Karena konsumen harus
mendapatkan kemudahan akses dan melihat langsung kondisi perusahaan. Penyedia jasa
yang ingin mengembangkan bisnis dapat mempertimbangkan lebih dari satu tempat
lokasi.
2. Penyedia jasa yang mendatangi konsumen.
Pada kelompok ini faktor lokasi menjadi kurang penting. Dalam beberapa kasus
penyedia jasa tidak leluasa pergi kepada konsumen karena penyedia jasa harus didahului
panggilan konsumen.
3. Transaksi bisnis jasa dilakukan melalui kepanjangan tangan perusahaan.
Dalam hal ini, lokasi tidak relevan. Yang penting adalah sarana komunikasi dan surat
menyurat yang efisien. Kadang-kadang dibutuhkan interaksi fisik tertentu antara
penyedia jasa dan konsumen.
Menurut, Lupoyoadi (2001), ada beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian
konsumen, dalam hal ini adalah :
1.Faktor ambient (temperature, penerangan dan lain-lain).
2.Layout ( pengaturan, ukuran, kesesuaian perabot).
3.Signage (tanda yang menunjukkan keberadaan suatu lokasi).
Sementara, menurut Ghosh (1999), ada empat langkah dalam mengembangkan kebijakan
lokasi dengan faktor-faktor yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut :
1. Strategi pemasaran.
Target pasar dan posisi dalam shopping opportunity line.
2. Analisis regional.
Mid Test: Ikhsan (MM.09.004.1097)
10
11
pandangan
yang
sangat
luas
tentang
strategi
pemasaran
jasa
perusahaan.Modifiers memerlukan keahlian untuk dapat menjalin kerja sama yang erat
12
dengan para konsumen, oleh karena itu manajemen harus mengarahkan dan mengadakan
pelatihan serta pengembangan kerja sama secara intensif.
2.Influencers (Pengaruh).
Peran SDM ini lebih terfokus pada implementsi dari strategi pemasaran perusahaan.
Seoranginfluencers harus memiliki potensi kemampuan untuk menarik kosumen melalui
hasil yang diperolehnya.
3.Isolateds (Tak Langsung).
SDM yang berada pada peran ini tampaknya akan sulit berhasil apabila tidak
mendapatkan dukungan yang memadai dari manajemen terutama untuk memotivasi.
SDM harus diarahkan untuk mengetahui perannya serta strategi pemasaran sehingga
dapat berkontribusi lebih optimal.
5. Penerapan Prinsip-Prinsip Total Quality Manajemen (TQM)
dalam Pendidikan
Dalam dunia persaingan global yang tajam saat ini, orang banyak berbicara tentang
mutu terutama berhubungan dengan pekerjaan yang menghasilkan produk dan/atau
jasa. Suatu produk dibuat karena ada yang membutuhkan, dan kebutuhan tersebut
berkembang seiring dengan tuntutan mutu penggunanya.
Total Quality Management (TQM) atau disebut Manajemen Mutu Terpadu (MMT) hadir
sebagai jawaban atas kebutuhan akan mutu tersebut. Suatu produk dan/atau jasa dibuat
sedemikian rupa agar dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggannya. Titik
temunya antara harapan dan kebutuhan pelanggan dengan hasil produk dan/atau jasa
itulah yang disebut bermutu. Jadi ukuran bermutu tidaknya suatu produk dan/atau jasa
adalah pada terpenuhi tidaknya harapan dan kebutuhan pengguna/ pelanggan. Semakin
tinggi tuntutan pengguna maka semakin tinggi kualitas mutu tersebut.
Mutu terpadu atau disebut juga Total Quality Management (TQM) dapat didefinisikan
dari tiga kata yang dimilikinya yaitu: Total (keseluruhan), Quality (kualitas,
derajat/tingkat keunggulan barang atau jasa), Management (tindakan, seni, cara
menghendel, pengendalian, pengarahan). Dari ketiga kata yang dimilikinya, definisi
TQM adalah: sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan pelanggan (customer
satisfaction) dengan kegiatan yang diupayakan benar sekali (right first time), melalui
perbaikan berkesinambungan (continous improvement) dan memotivasi karyawan (Kid
Sadgrove, 1995).
13
Pengertian lain dikemukakan oleh Drs. M.N. Nasution, M.S.c., A.P.U. mengatakan
bahwa Total Quality Management merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan
usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan
terus-menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses, dan lingkungannya.
Sedang yang dimaksud dengan Pengeloaan Mutu Total (PMT) Pendidikan (bisa pula
sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa
meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini
secara terpadu berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses
pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa
kini maupun yang akan datang.
Dalam MMT sekolah dipahami sebagai Unit Layanan Jasa,
yakni pelayanan
pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah
) adalah: 1) Pelanggan internal : guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga
administrasi, 2) Pelanggan eksternal terdiri atas : pelanggan primer (siswa), pelanggan
sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tertier (pemakai/penerima
lulusan baik diperguruan tinggi maupun dunia usaha).[
14
pendek untuk meningkatkan daya saing, melainkan melalui implementasi TQM yang
mensyaratkan kepemimpinan yang kontinyu.
administrator berperan dalam memfokuskan dan memberi arahan pada wilayah dan
sekolah. Merekalah yang memiliki visi masa depan, dan mereka jugalah yang
berkemampuan mengajak para guru dan staf untuk mau menerima visi itu sebagai
miliknya. Ini mengacu pada tanggung jawab bersama. Para guru dan staf memiliki
komitmen untuk mewujudkan visi tersebut. Pemimpin perlu memiliki karakteristik
pribadi yang mencakup dorongan, motivasi untuk memimpin, kejujuran dan
integritas, kepercayaan diri, inisiatif, krativitas/originalitas, adaptabilitas/fleksibikitas,
kemampuan kognitif, serta pengetahuan dan charisma. Kualitas manajerial pimpinan
harus dapat memberikan inspirasi pada semua jajaran manajemen agar mampu
memperagakan kualitas kepemimpinan yang sama, yang diperlukan untuk
mengembangkan budaya TQM. Oleh sebab itu, keterlibatan langsung pemimpin
lembaga pendidikan sangatlah penting.
3. Perbaikan yang Berkesinambungan
Perbaikan yang berkesenimbangunan berkaitan dengan komitmen (continuous quality
improvement atau CQI) dan proses (continuous process improvement). Komitmen
terhadap kualitas dimulai dengan pernyatann dedikasi pada misi dan visi bersama,
serta pemberdayaan semua partisipan untuk secara inkremental mewujudkan visi
tersebut (Lewis dan Simth, 1994). Perbaikan yang berkesinambungan tergantung
kepada dua unsur. Pertama, mempelajari proses, alat, dan ketrampilan yang tepat.
Kedua, menerapkan ketrampilan baru pada small achieveable projects. Upaya
perbaikan kualitas secara berkesinambungan dalam lembaga pendidikan harus
menggunakan pendekatan sistem terbuka atas fungsi inti lembaga pendidikan, student
learning. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menjamin kualitas lembaga
pendidikan, yaitu (1) Pendekatan akreditas, (2) Pendekatan outcome assessment, dan
(3) Pendekatan sistem terbuka (Lewish & Smith, 1994).[19]
Perbaikan berkelanjutan merupakan hal penting untuk setiap organisasi mutu.
Perbaikan tersebut hanya dapat dicapai bila setiap orang disekolah atau wilayah
bekerja bersama-sama dan:
* Menerapkan roda mutu pada setiap aspek kerja
* Memahami manfaat jangka panjang pendekatan biaya mutu
* Mendorong semua perbaikan baik besar maupun kecil
* Mefokuskan pada upaya pencegahan dan bukab penyelesaian masalah
Mid Test: Ikhsan (MM.09.004.1097)
15
4. Manajemen SDM
Selain merupkan aset organisasi yang paling vital, sumber daya manusia merupakan
pelanggan internal yang menetukan kualitas akhir sebuah jasa dan lembaganya. Oleh
sebab itu, sukses tidaknya implementasi TQM sangat ditentukan oleh kesiapan,
kesediaan, dan kompetensi sumber daya manusia dalam lembaga pendidikan yang
bersangkutan untuk merealisasikannya secara sungguh-sungguh.
5. Manajemen Berdasarkan Fakta
Pengambilan keputusan harus didasarkan pada fakta yang nyata tentang kualitas yang
didapatkan dari berbagai sumber di seluruh jajaran organisasi. Jadi, tidak semata-mata
atas dasar intuisi, praduga, atau organizational politics. Berbagai alat telah dirancang
dan dikembangkan untuk mendukung pengumpulan dan analisi data, serta
pengambilan keputusan berdasarkan fakta.
Referensi
Arcaro, Jerome S, Pendidikan Berbasis Mutu; Prinsip-Prinsip Perumusan dan Tata Langkah
Penerapan, (Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)
Bambang H. Hadi Wiardjo dan Sulistijarningsih Wibisono, Memasuki Pasar Internasional
Dengan ISO 9000, Sistem Manajemen Mutu, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996).
Depdiknas, Standar Nasional Pendidikan, (Jakarta: Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun
2005)
Dr. Umedi, M.Ed., Manajemen Mutu Berbasis Sekolah/Madrasah (MMBS/M), (Jakarta: Pusat
Kajian Mutu Pendidikan, 2004)
16
Drs. Zulian Yamit, Msi, Manajemen Kualitas Produk Dan Jasa, (Yogyakarta: CV Adipura,
2001)
Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, Total Quality Management, (Yogyakarta: Penerbit
ANDI, 2003)
Lupiyoadi, Rambat, Manajemen Pemasaran Jasa, (Jakarta, Penerbit Salemba Empat, 2001)
Nasution, M, Nur, Manajemen Mutu Terpadu, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005)
Rochaety, Eti, dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006)
Radar Sulteng, edisi Rabu 26/01/2011
Ikhsan Madjido, http//topengawu.blogspot.com, diakses 28/01/2011 jam 23.05 WITA
http://www.uns.ac.id/data/0022.pdf
http://www.jurnalnet.com/konten.php?nama=Popular&topik=10&id=239
Sebuah pepatah menyatakan bahwa sesuatu yang paling abadi di dunia adalah perubahan.
Tiada sesuatu yang bertahan statis di dunia, segalanya mengalami perubahan, demikian
pula dengan kondisi lembaga termasuk sekolah/madrasah juga memiliki kemampuan
untuk berubah. Oleh karena itu, hanya perubahan itu sendirilah yang akan abadi.
Secara empirik, mutu madrasah/sekolah selama ini hanya dipandang pada model
pembelajarannya saja. Sempat mencuat bahwa sekolah/madrasah dikatakan favorit
manakala pengajarnya profesional dalam mengajar atau dibilang lulusannya setara strataMid Test: Ikhsan (MM.09.004.1097)
17
2 atau juga pernah kuliah diluar negeri. Wajar jika bermunculan sekolah/madrasah ingin
berubah dengan mengembangkan sistem berstandart internasional agar dikatakan sebagai
sekolah/madrasah yang favorit.
Perubahan memamang ada, banyak para pengelolah sekolah/madrasah yang cenderung
akan hal yang bersifat favorit. Tetapi realitanya, pengelola hanya memikirkan menjadi
sekolah/madrasah yang favorit tidak sekolah/madrasah yang bermutu. Sebab, mutu
sekolah/madrasah menjadi prioritas penting untuk menjadi sekolah/madrasah menuju
perubahan ke arah favorit mutunya. Secara jelasnya, sekolah/madrasah tidak
membutuhkan favorit, tapi bermutu.
Karya Manajemen Pengembangan Mutu Sekolah/Madrasah mencoba memberikan
gagasan visioner untuk merubah dan membangun Indonesia dalam stakeholder
manajemen sekolah/madrasah. Selama ini banyak para stakeholder yang menjadikan
sekolah/madrasah sebagai lahan bisnis. Unsur mengabdi pada negara dan agama seraya
minta dibayar dengan gaji semata. Perselingkuhan stakeholder seperti ini yang
menjadikan mutu sekolah/madrasah hanya ditentukan dengan tarif pendidikan, sehingga
tidak ada lagi sekolah berstandart internasional tapi sekolah bertarif internasional.
Seyogyanya, perubahan lembaga dalam mengembangkan sekolah/madrasah perlu
digagaskan stakeholder potensial dan menformulasikan visi, misi serta tujuan
sekolah/madrasah yang tidak asal-asalan. Untuk mengetahui siapa stakeholder
sekolah/madrasah, manajer harus mengenal berbagai bentuk dan mutu layanan serta
produk yang dihasilkan oleh sekolah/madrasah. Sebab, berbagai bentuk mutu layanan dan
produk sekolah/madrasah akan memengaruhi stakeholder. Untuk itu, stakeholder bukan
lagi mengenal dan menentukan tarif gaji yang diterima tapi mutu sekolah/madrasah itu
sendiri.
Penetapan stakeholder dari lembaga pendidikan merupakan proses yang sangat penting
dalam manajemen lembaga. Kesalahan dalam menentukan stakeholder potensial tersebut
akan berdampak pada kesalahan dalam proses perubahan manajemen selanjutnya yang
pada akhirnya akan menimbulkan tidak terserapnya produk dan layanan lembaga
pendidikan di masyarakat. Itulah sebabnya sebelum dilakukan analisis, lembaga
pendidikan harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan sumber daya yang ada di
lembaga
tersebut
dengan
memproyeksikan
stakeholder
utama
ke
depan.
Setelah diketahuinya dan ditetapkannya stakeholder utama, maka lembaga sudah mulai
Mid Test: Ikhsan (MM.09.004.1097)
18
lebih jelas berkaitan dengan hal utama. Kondisi ini akan sangat membantu dalam
pemilihan prioritas-prioritas lembaga. Ibaratnya, sekolah/madrasah akan disetir ke jalur
yang dituju. Namun demikian, agar operasional sekolah/madrasah tersebut lebih fokus
dan
lebih
tepat
dalam
menentukan
prioritas-prioritas
sekolah/madrasah
maka
ditetapkanlah visi dan misi sekolah/madrasah. Visi dan misi sekolah merupakan tujuan
jauh yang harus dicapai oleh sekolah/madrasah dalam kurun waktu tertentu.
Sekolah/madrasah yang tidak memiliki visi dan misi atau memiliki visi dan misi yang
belum menjadi acuan kerja, maka setiap komponen sekolah/madrasah tersebut akan
bergerak ke arah yang menjadi visinya sendiri-sendiri. Sehingga sekolah/madrasah tidak
mempunyai arah karena setiap komponen menentukan arahnya sendiri lembanga yang
tidak punya tujuan dan saling mementingkan ideologi sendiri-sendiri.
Selain itu, manajemen atau strategi dalam mengelolah sekolah/madrasah juga menjadi hal
yang vital. Strategi ini menjadi patokan utama sekolah/madrasah dalam pembuatan suatu
program-program kerja ke depan. Pengembangan strategi sekolah/madrasah harusnya
diutamakan pada hal yang bersifat kegiatan akademik dalam upaya untuk menghasilkan
lulusan atau produk sebagaimana yang dicitakan.
Dengan demikian, kemampuan dalam mencapai predikat sekolah/madrasah bermutu
harus memiliki manajemen pendidikan yang bermutu pula. Manakalah manajemen
sekolah/madrasah rendah, sudah bisa dipastikan lembaga akan mengalami kegagalan
berorganisir. Hal ini terkait pentingnya pengembangan mutu sekolah/madrasah
merupakan upaya yang harus dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas
kehidupan bangsa Indonesia. Predikat positif yang disandangkan dari peningkatan
kualitas kehidupan pada akhirnya mengores pada sumber daya manusia (SDM) pada
suatu negara untuk lebih maju dan bermutu.
Namun, pengembangan mutu sekolah/madrasah bukanlah semuda yang dibayangkan.
Semuanya membutuhkan sebuah proses, tidak ada hal yang kun fayakun langsung
jadi begitu saja. Oleh karena itu, faktor-faktor yang menjadikan sekolah/madrasah
bermutu harus memiliki tingkat stakeholder potensial yang mampu memberikan visioer
dan memanajemen strategi pengelolaan sebuah lembaga.
Sepantasnya, para stakeholder berkepribadian yang bermutu pula. Kemampuan
memimpin dalam melaksanakan perubahan terutama perubahan dalam mindset orangorang yang ada di sekolah/madrasah akan menjadi titik awal dalam meraih pendidikan
bermutu yang memiliki karakter sekolah/madrasah yang kompetitif dan unggul.
Relevansinya, setiap lembaga harus memiliki tipe pemimpin potensial yang mampu
Mid Test: Ikhsan (MM.09.004.1097)
19
mengelola manajemen lembaga untuk mencapai mutu yang dibaggakan. Untuk itu, tidak
ada apresiasi yang lebih spesial terhadap karya ini, kecuali dengan membacanya.
20