Anda di halaman 1dari 15

AKC035 – E-TAX – SESI 12

BAB - 10

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

Disusun oleh:

Wajib Ginting, SE., MBA., MM., MOS., Ak., CA., BKP


Kasir, SE., M.Ak., Ak., CA., BKP., ASEAN CPA

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA MEMBANGUN (STIE INABA)


BANDUNG
2020
BAB X
PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

A. Pengertian Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Menurut Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan


Umum Dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) 2007 pengertian pajak
penghasilan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
(PPh), pengertian Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan
terhadap Subjek Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila
menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan disebut Wajib Pajak (WP). WP dikenai pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau
dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila
kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Undang-
undang PPh menganut asas materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang
terutang tidak tergantung kapada surat ketetapan pajak.

Pengertian Pajak Penghasilan Orang Pribadi

adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak. Subjek Pajak
Penghasilan yang akan dibahas adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam periode 12 bulan
dan orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia, serta
mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia .

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

2
B. Subjek dan Bukan Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Subjek pajak penghasilan adalah orang pribadi, harta warisan yang belum
dibagi, badan, dan BUT. Namun, berdasarkan domisilinya, subjek pajak
penghasilan mencakup subjek PPh dalam negeri dan luar negeri.

Agar semakin memahami apa itu subjek PPh, sekarang, mari kita bahas satu
per satu empat subjek pajak penghasilan tersebut.

Subjek Pajak Penghasilan Orang Pribadi

Subjek PPh Dalam Negeri

Subjek pajak penghasilan orang pribadi dalam negeri adalah WNI/WNA yang
bekerja dan memperoleh penghasilan serta berdomisili (berkediaman tetap) di
Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau yang dalam
satu tahun pajak ada di Indonesia dan mempunyai niat untuk tinggal di
Indonesia.

Namun, tidak semua WNI/WNA dalam pengertian di atas dikategorikan sebagai


wajib pajak penghasilan. Sebab, seseorang yang menerima penghasilan di
bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) senilai Rp 54 juta/tahun tidak
wajib membayar pajak penghasilan.

Subjek PPh Luar Negeri

Subjek pajak penghasilan orang pribadi luar negeri adalah mereka yang tidak
berdomisili di Indonesia dan tinggal kurang dari 183 hari di Indonesia dalam
jangka waktu 12 bulan.

Orang tersebut dapat berada di luar negeri atau menjalankan usahanya di


Indonesia dengan pergi-pulang. Namun, selama mendapatkan penghasilan dari
usahanya tersebut, dia dikategorikan sebagai subjek pajak penghasilan.

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

3
Namun, bila orang tersebut setelah 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan
menambah masa tinggalnya, dia bisa mengurus penggantian status subjek
pajak ke Direktorat Jenderal Pajak dan berhak memperoleh keuntungan seperti
hak membayar pajak secara angsuran selama satu tahun pajak.

Bukan Subjek Pajak Penghasilan

Berikut ini merupakan contoh orang perorangan dan badan yang tidak termasuk
subjek pajak penghasilan:

1. Kantor kedutaan, konsulat jenderal atau lainnya yang merupakan


perwakilan negara asing.
2. Pejabat negara asing yang bertugas sebagai pejabat perwakilan
diplomatik dan konsulat.
3. Organisasi internasional yang ditetapkan melalui keputusan menteri
keuangan.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh menteri
keuangan.

C. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) dan Tarif PPh Orang Pribadi
Pengertian PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
adalah besarnya penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi Wajib
Pajak Orang Pribadi, dengan kata lain apabila penghasilan neto Wajib Pajak
Orang Pribadi yang menjalankan usaha dan/atau pekerjaan bebas jumlahnya
dibawah PTKP tidak akan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 dan
apabila berstatus sebagai pegawai atau penerima penghasilan sebagai objek
PPh Pasal 21, maka penghasilan tersebut tidak akan dilakukan pemotongan
PPh Pasal 21.

Pengguna PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)


PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) digunakan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi STIE
yangIndonesia
mempunyai kegiatan usaha dan atau pekerjaan bebas yang dalam
Membangun (inaba)
www.inaba.ac.id

4
menghitung pajak penghasilan menggunakan tarif pajak penghasilan
berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tentang Pajak Penghasilan.

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) digunakan oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi yang berstatus sebagai pegawai tetap maupun tidak tetap yang dalam
menghitung pajak penghasilan menggunakan tarif pajak penghasilan
berdaarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tentang Pajak Penghasilan.

Besarnya PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)

Besarnya PTKP Untuk Tahun Pajak 2020, 2019, 2018, 2017 dan 2016 :
Besarnya penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk Tahun Pajak 2020, 2019,
2018, 2017 dan 2016 sebagai berikut :

 Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak
Orang Pribadi;
 Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk
Wajib Pajak yang kawin;
 Rp. 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk
seorang isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan;
 Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk
setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

PTKP ini mulai berlaku mulai Masa Januari Tahun Pajak 2016 bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam menjalankan kewajiban PPh Pasal 21 dan PPh Orang
Pribadi

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

5
Penerapan PTKP Dalam Perhitungan PPh Pasal 21 Dan PPh Orang Pribadi
Tahun Pajak 2020, 2019, 2018, 2017 dan 2016
Penerapan ketentuan tersebut ditentukan oleh keadaan pada awal tahun pajak
atau awal bagian tahun pajak.

Contoh Penerapan PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak):

 PTKP Tuan Aditya Tahun 2019 adalah dengan status Kawin anak 1
(satu).
 Tanggal 1 Pebruari Tahun 2020 Isteri Tuan Aditya melahirkan anak laki-
laki sehingga Tuan Aditya mulai 1 Pebruari 2020 memiliki 2 (dua) anak.
 PTKP Tuan Aditya Tahun Pajak 2020 adalah tetap status Kawin anak 1
(satu).

Penerapan PTKP Tahun Pajak 2020, 2019, 2018, 2017 dan 2016 untuk satu
tahun :

PTKP Untuk Laki-laki Tidak Kawin dan Wanita (kawin atau tidak kawin)

Status PTKP

TK/0 54.000.000

TK/1 58.500.000

TK/2 63.000.000

TK/3 67.500.000

Penjelasan :

Status Wanita meskipun sudah kawin tetap mempunyai PTKP tidak kawin
kecuali dapat membuktikan bahwa suami tidak bekerja (dari Instansi
terkait/kelurahan).

TK/0 : Tidak Kawin tidak ada tanggungan PTKP sebesar 54.000.000.

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

6
TK/1 : Tidak Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan PTKP sebesar 58.500.000
( 54.000.000 + 4.500.000)

TK/2 : Tidak Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan PTKP sebesar 63.000.000


( 54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

TK/3 : Tidak Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan PTKP sebesar 67.500.000


( 54.000.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja atau Tidak Usaha

Status PTKP

K/0 58.500.000

K/1 63.000.000

K/2 67.500.000

K/3 72.000.000

Penjelasan PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Tidak Bekerja atau Tidak
Usaha:

K/0 : Kawin tidak ada tanggungan 58.500.000 (54.000.000 + 4.500.000)

K/1 : Kawin memiliki 1 (satu) tanggungan 63.000.000 (54.000.000 + 4.500.000


+ 4.500.000)

K/2 : Kawin memiliki 2 (dua) tanggungan 67.500.000 (54.000.000 + 4.500.000 +


4.500.000 + 4.500.000)

K/3 : Kawin memiliki 3 (tiga) tanggungan 72.000.000 (54.000.000 + 4.500.000 +


4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

7
PTKP Untuk Laki-Laki Kawin Isteri Bekerja atau Usaha
Status PTKP

K/I/0 112.500.000

K/I/1 117.000.000

K/I/2 121.500.000

K/I/3 126.000.000

Penjelasan PTKP Untuk Laki-Laki Kawin dengan Isteri Bekerja pada lebih
dari satu pemberi kerja atau usaha :

PTKP untuk isteri yang bekerja pada satu pemberi kerja tidak digabung dengan
suami, yang digabung dengan PTKP suami hanya yang bekerja pada lebih dari
satu pemberi kerja dan/atau isteri yang memiliki usaha (penghasilan digabung
dengan penghasilan suami)

K/I/0 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha tidak ada tanggungan 112.500.000


(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000)

K/I/1 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 1 (satu) tanggungan 117.000.000


(54.000.000 + 54.000.000+4.500.000 +4.500.000)

K/I/2 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 2 (dua) tanggungan 121.500.000


(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000+ 4.500.000)

K/I/3 = Kawin Isteri Bekerja/Usaha memiliki 3 (tiga) tanggungan 126.000.000


(54.000.000 + 54.000.000+ 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000 + 4.500.000)

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

8
Tarif PPh Orang Pribadi

Pada dasarnya terdapat tiga mekanisme perhitungan PPh Orang Pribadi yang
dibedakan berdasarkan jumlah penghasilan dan penggunaan metode
pencatatan atau pembukuan yang dilakukan, yaitu:

1. Mekanisme Umum, bagi orang pribadi yang menyelenggarakan


pembukuan, perhitungan pajaknya dilakukan dengan menggunakan
mekanisme perhitungan biasa sesuai ketentuan tarif pada UU PPh Pasal 17.

Berdasarkan pasal 17 ayat 1 Undang-Undang No. 36 tahun 2008


tentang Pajak Penghasilan, maka tarif potongan pajak penghasilan
pribadi adalah sebagai berikut :

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak


Rp 0 sampai dengan Rp. 50.000.000 5%
>Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000 15%
>Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000 25%
> Rp 500.000.000 30%

Tarif pajak di atas diberlakukan setelah Penghasilan Tidak Kena


Pajak (PTKP) dikurangi dari penghasilan bersih dalam satu tahun.
Besarnya PTKP tergantung dari status pekerja (Wajib Pajak). Ada
perbedaan PTKP antara yang belum kawin, kawin dan belum punya
anak , kawin dan punya anak 1, kawin dan punya anak dua, dan
kawin dan punya anak 3. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Keuangan No. 101/PMK.010/2016, PTKP bagi pekerja yang belum
kawin adalah sebesar Rp.54.000.000

2. PPh Final PP 23 tahun 2018, bagi orang pribadi yang tidak


menyelenggarakan pembukuan, maka akan dikenakan PPh yang bersifat
final sesuai dengan tarif dan ketentuan yang ditetapkan pada PP23 tahun
2018 adalah 0,5% dari Omzet Tiap Bulan yangdikecualikan dari Perhitungan

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

9
ini adalah Usaha kecil yang belum memiliki tempat permanen dan Tenaga
Ahli dan Pekerja Bebas Orang Pribadi
3. Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), bagi orang pribadi yang
tidak menyelenggarakan pembukuan, namun mengajukan pemberitahuan
kepada DJP untuk menggunakan NPPN, maka perhitungan pajak dilakukan
dengan terlebih dahulu menetapkan jumlah penghasilan neto berdasarkan
ketentuan norma yang ditetapkan pada PER-17/PJ/2015, kemudian pajak
dihitung berdasarkan tarif pada UU PPh Pasal 17.

Wajib pajak yang dapat menggunakan NPPN sebesar 50% Hanya bagi
Orang Pribadi yang menyelenggarakan Pekerjaan Bebas atau Tenaga Ahli
yang Omzetnya Dibawah 4,8 Milliard setahun harus menyelenggarakan
pencatatan. Sedangkan wajib pajak yang tidak menggunakan NPPN harus
menyelenggarakan pembukuan. Apa perbedaan antara pencatatan dan
pembukuan?

Mengutip dari Undang-Undang KUP pasal 28 ayat (9), pencatatan adalah


data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan
bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau
yang dikenai pajak yang bersifat final.

Sedangkan pembukuan, berdasarkan UU KUP pasal 1 ayat (29), adalah


suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk
mengumpulkan data dan informasi keuangan meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

10
D. Mekanisme Penghitungan PPh Orang Pribadi

Pada dasarnya, mekanisme penghitungan PPh Orang Pribadi (OP) ini


dibedakan dari jumlah penghasilan dan penggunaan metode pencatatan atau
pembukuan yang dilakukan, di antaranya:

 Mekanisme PPh OP secara Umum

Mekanisme umum ini berlaku bagi WP OP yang menjalankan usaha dan/atau


pekerjaan bebas dengan melakukan pembukuan.

Pembukuan di sini adalah proses pencatatan keuangan yang meliputi harta,


kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode Tahun Pajak
tersebut.

Perhitungan pajak bagi orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan ini


dilakukan dengan menggunakan mekanisme perhitungan biasa sesuai
ketentuan tarif pada UU PPh Pasal 17.

 Mekanisme PPh Final PP 23/2018

Mekanisme perhitungan PPh OP ini berlaku bagi wajib pajak pribadi yang
memiliki peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun. WP OP ini
hanya menyelenggarakan pencatatan saja dalam satu tahun pajak.

Perhitungan PPh OP ini tidak menyelenggarakan pembukuan, sehingga akan


dikenakan PPh yang bersifat final sesuai tarif dan ketentuan pada PP 23 Tahun
2018, yakni tarif PPh Final sebesar 0,5% dari omzet bruto.

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

11
 Mekanisme PPh OP secara NPPN

Penghitungan PPh OP dengan mekanisme NPPN ini bagi yang tidak


menyelenggarakan pembukuan. Norma penghitungan penghasilan neto ini bisa
digunakan oleh wajib pajak dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar
dalam satu tahun.

Untuk menggunakan mekanisme NPPN ini, WP OP harus mengajukan


pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Dengan demikian, penghitungan pajak penghasilan dilakukan dengan terlebih


dahulu menetapkan jumlah penghasilan neto berdasarkan ketentuan norma
yang ditetapkan pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-
17/PJ/2015. Kemudian PPh-nya dihitung berdasarkan tarif pada UU PPh Pasal
17.

Contoh Penghitungan PPh OP Mekanisme Umum

Pak Kelik punya usaha Tekstil. Status menikah dengan 2 tanggungan. Pada
2020, Pak Kelik memiliki penghasilan bruto dari usahanya yang dicatatkan
menggunakan metode pembukuan sebesar Rp5.000.000.000. Biaya dari usaha
tersebut mencapai Rp2.500.000.000. Dari perusahaan tekstil yang
dijalankannya ini, Pak Kelik menjabat sebagai direktur dengan gaji
Rp250.000.000 setahun, dan sudah dipotong untuk PPh Pasal 21 sebesar
Rp5.389.450 per bulan oleh pemberi kerja dalam hal ini perusahaannya menjadi
sebesar Rp136.763.580. Maka, PPh Terutang untuk tahun 2020 adalah:

Peredaran Bruto Usaha Rp5.000.000.000


Biaya-biaya Rp2.500.000.000 (-)
Penghasilan Neto dari Usaha Rp2.500.000.000
Penghasilan Neto dari Karyawan Rp 136.763.580 (+)
Total Penghasilan asumsi tidak ada koreksi fiskal* Rp2.636.763.580
PTKP (K/2) Rp 67.500.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp2.569.263.580
Penghasilan Kena Pajak pembulatan ke ribuan terdekat* Rp2.569.263.000

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

12
PPh terutang tahun 2020
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp 250.000.000 Rp 37.500.000
25% x Rp 500.000.000 Rp 125.000.000
30% x Rp1.769.263.000 Rp 530.778.900
Total PPh Terutang Rp 695.778.900
Kredit Pajak PPh 21 Rp 5.389.450 (-)
PPh 29 (Kurang Bayar) Rp 690.389.450

Contoh Penghitungan PPh OP Mekanisme PPh Final 23/2018

Pak Kelik punya usaha Restoran dan memilih melakukan pencatatan omzet
dalam menjalankan usahanya. Pada 2020, Pak Kelik peroleh omzet bruto
sebesar Rp3.000.000.000. Selama bulan Januari 2020, Pak Kelik mendapatkan
penghasilan dari usaha restorannya Rp250.000.000. Karena omzet bruto dari
usaha restorannya ini tidak mencapai Rp4,8 miliar setahun, maka Pak Kelik
menggunakan perhitungan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 23 tahun 2018.

Maka, PPh Final dari usaha tersebut adalah:

Penghasilan Bruto Rp250.000.000


Tarif PP 23 0,5% (x)
PPh Final Rp 1.250.000

Contoh Penghitungan PPh OP Mekanisme NPPN

Pak Kelik seorang Konsultan di Jakarta, punya istri yang tidak bekerja dan 3
anak. Pendapatan bruto sebagai jasa konsultan selama 2020 sebesar
Rp800.000.000. Selain itu Pak Kelik juga punya usaha budidaya ikan Lele di
Solo dengan omzet bruto Rp500.000.000. Pak Kelik tidak melakukan
pembukuan atas seluruh transaksi yang terjadi, baik yang berkaitan dengan
usaha budidaya ikanMembangun
STIE Indonesia Lele maupun profesinya sebagai konsultan. Di sini Pak
(inaba)
www.inaba.ac.id

13
Kelik mengajukan penggunaan NPPN kepada DJP dalam menentukan
penghasilan netonya.

Budidaya Ikan Lele Konsultan


Penghasilan Bruto Rp500.000.000 Rp800.000.000
NPPN 22% (x) 55% (x)
Penghasilan Neto Rp 110.000.000 Rp440.000.000
Total Penghasilan Neto Rp550.000.000
PTKP (K/3) Rp 72.000.000 (-)
Pendapatan Kena Pajak Rp478.000.000
PPh terutang tahun 2020:
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp 250.000.000 Rp 37.500.000
25% x Rp 178.000.000 Rp 44.500.000
Total PPh Terutang Rp 84.500.000

Catatan:

 Angka 22% untuk budidaya ikan lele di daerah


 Angka 55% sebagai konsultan di ibukota provinsi

Dari contoh kasus di atas, Pak Kelik harus melakukan pembayaran dan
pelaporan pajak penghasilannya sesuai tata cara dan ketentuan yang berlaku.
Untuk mempermudah proses pembayaran dan pelaporan kewajiban pajaknya,
Pak Kelik menggunakan aplikasi pajak online.

E. DAFTAR PUSTAKA
1. Peraturan DJP Nomor Per-06/PJ/2018 tentang Perubahan kedua
atas peraturan DJP Nomor Per-41/PJ/2015 tentang pengamanan
transaksi elektronik layanan pajak online
2. https://klikpajak.id
3. https://news.ddtc.co.id
4. https://online-pajak.com
HTTPS://WWW.EJOURNAL.WARMADEWA.AC.ID/INDEX.PHP/
WACANA_EKONOMI/ARTICLE/VIEW/993
5. http://jurnal.untag-sby.ac.id/index.php/JEA17/article/view/3184

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

14
6. https://media.neliti.com/media/publications/193936-ID- pengaruh-
implementasi-sistem-elektronik.pdf
7. http://etd.repository.ugm.ac.id/home/detail_pencarian/89001
8. https://www.researchgate.net/publication/332195843_TEKNOL
OGI_INFORMASI_PROFESIONALISME_ACCOUNT_REPRS
ENTATIVE_DAN_APLIKASI_ETAX_TERHADAP_PENERIMAAN
_PAJAK

STIE Indonesia Membangun (inaba)


www.inaba.ac.id

15

Anda mungkin juga menyukai