Anda di halaman 1dari 190

PPh Orang Pribadi

Dasar Hukum
UU No. 6 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan UU No. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum Perpajakan

 Pasal 2 ayat (1): Setiap Wajib Pajak yang telah


memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib
Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Definisi sesuai Pasal 1 butir 6 UU KUP
adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai
sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

FUNGSI NPWP
 Sarana dalam administrasi perpajakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
 Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan
administrasi perpajakan
 Untuk mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu yang mewajibkan
mencantumkan NPWP, misal dokumen PIB / PEB
Dasar Hukum (lanjutan)
 Pasal 3 ayat (1) UU KUP: Setiap Wajib Pajak wajib
mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar,
lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak
terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Fungsi SPT
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan
mempertanggung-jawabkan penghitungan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang dan melaporkan:
a. Pembayaran pajak yang telah dilaksanakan sendiri
atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak
lain dalam satu Tahun Pajak.
b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau
bukan objek pajak.
c. Harta dan kewajiban.
Tempat Pengambilan SPT
 Kantor Pelayanan Pajak (KPP),
 Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP)
 Kantor Wilayah DJP
 Kantor Pusat DJP

atau dapat diunduh di situs DJP (www.pajak.go.id)

atau mencetak/ menggandakan/ fotokopi dengan


bentuk dan isi yang sama dengan aslinya.
Cara Penyampaian SPT
a. Secara langsung ke KPP/KP2KP atau tempat lain
yang ditentukan (Drop Box, Pojok Pajak, Mobil
Pajak Keliling);
b. Melalui pos/perusahaan ekspedisi dengan
pengiriman surat
c. Untuk SPT PPh Orang Pribadi yang menggunakan
formulir 1770S atau 1770SS, dapat menggunakan
efiling melalui situs (efiling.pajak.go.id)
Batas Waktu Penyampaian
Pasal 3 ayat (3b) UU KUP:
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan
adalah:
Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama
3 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
SPT Dianggap Tidak Disampaikan
Apabila:
 Tidak ditandatangani
 Tidak dilampiri keterangan atau dokumen
 Disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak
melakukan pemeriksaan dan menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak
Penunjukan Kuasa
Pasal 4 ayat (3) UU KUP:
Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa
dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan
menandatangani Surat Pemberitahuan, surat kuasa
khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat
Pemberitahuan.
Dokumen Yang Dilampirkan
Keputusan Direktur Jenderal Pajak
No. KEP - 214/PJ./2001, Pasal 3:
 Neraca dan Laporan Laba Rugi
 Penghitungan Kompensasi Kerugian (jika ada)
 Surat Kuasa Khusus
 Surat Setoran Pajak (SSP) jika ada pajak kurang
bayar
 Fotokopi formulir 1721-A1 dan atau 1721-A2,
dalam hal pajak dipotong oleh pemberi kerja
Dokumen Yang Dilampirkan (lanjutan)
 Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang
oleh masing-masing pihak bagi Wajib Pajak yang
kawin (jika pisah harta)
 Bukti Setoran Zakat (jika ada)
 Lampiran lainnya yang dianggap perlu untuk
menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan
kena pajak.
Dokumen Yang Dilampirkan (lanjutan)
Pasal 4 ayat (4) UU KUP:
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan
pembukuan harus dilampiri dengan laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan
lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak.

WP OP yang wajib menyelenggarakan pembukuan


adalah yang peredaran brutonya melebihi 4,8 M (Pasal
14 ayat (2) UU PPh)
Sanksi Terkait Penyampaian SPT
Pasal 7 UU KUP:
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (3), dikenai sanksi denda administrasi
sebesar 100,000 untuk SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Orang Pribadi (PPh OP)
Jenis SPT PPh OP
 Formulir 1770 SS (Sangat Sederhana)
 Formulir 1770 S (Sederhana)
 Formulir 1770
Kriteria Formulir 1770 SS
Peraturan Dirjen Pajak No. PER-34/PJ/2010, Pasal 3:
Bentuk Formulir 1770 SS bagi Wajib Pajak yang
mempunyai penghasilan hanya dari satu pemberi
kerja dengan jumlah penghasilan bruto tidak lebih dari
Rp 60,000,000 setahun dan tidak mempunyai
penghasilan lain kecuali penghasilan bunga bank dan/
atau bunga koperasi.
Kriteria Formulir 1770 S
Peraturan Dirjen Pajak No. PER-34/PJ/2010, Pasal 2:
Bentuk Formulir 1770 S bagi Wajib Pajak yang
mempunyai penghasilan:
 Dari satu atau lebih pemberi kerja
 Dari dalam negeri lainnya
 Yang dikenakan Pajak Penghasilan Final
Kriteria Formulir 1770
Peraturan Dirjen Pajak No. PER-34/PJ/2010, Pasal 1:
Bentuk Formulir 1770 bagi Wajib Pajak yang
mempunyai penghasilan:
 Dari satu atau lebih pemberi kerja;
 Yang dikenakan Pajak Penghasilan Final
 Dari usaha/pekerjaan bebas yang
menyelenggarakan pembukuan atau Norma
Penghitungan Penghasilan Neto
 Penghasilan lain
Alur SPT Tahunan

Jangan lupa
menyimpan
Bukti
Penyampaian
SPT Tahunan

19
Sanksi Tidak Menyampaikan SPT

penjara paling singkat 6


kurungan paling singkat 3 bulan dan paling lama 6
bln atau paling lama 1 tahun dan denda paling
tahun dan denda paling sedikit
sedikit 1 kali dari 2 x dari jumlah pajak
pajak yg terhutang atau 2 terutang dan paling
kali dari pajak terhutang banyak 4 kali dari jumlah
20 pajak terutang
Kriteria Penghapusan NPWP OP
 Orang pribadi yang meninggal dunia dan tidak meninggalkan
warisan
 Bendahara Pemerintah yang sudah tidak lagi melakukan
pembayaran
 Orang yang telah meninggalkan Indonesia untuk selamanya
 Wajib Pajak yang memiliki lebih dari satu NPWP
 Warisan yang sudah selesai dibagi
 Wanita menikah tanpa membuat perjanjian pisah harta dan
penghasilan
Subjek Pajak

 Orang pribadi & warisan yang belum terbagi


 Badan
 Bentuk Usaha Tetap
Subjek Pajak Orang Pribadi
 Subjek PPh OP dlm Negeri
 Warisan yang belum terbagi sbg satu kesatuan
menggantikan yg berhak
 Subjek PPh OP Luar Negeri
 Bentuk Usaha Tetap (BUT) OP
Subjek PPh OP DN
 Orang Pribadi yg bertempat tinggal di Indonesia
 berada di Indonesia lebih dari 183 hari dlm jangka
waktu 12 bulan
 berada di Indonesia & mempunyai niat untuk
bertempat tinggal di Indonesia.
Subjek Pajak OP LN
 Orang Pribadi yg tidak bertempat tinggal di
Indonesia
 berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan
Bentuk Usaha Tetap OP
 Bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek
Pajak OP LN (orang pribadi yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak
lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan)
 Untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan (pekerjaan bebas) di Indonesia
Lingkup BUT (1)
 tempat kedudukan manajemen,
 cabang perusahaan,
 kantor perwakilan,
 gedung kantor,
 pabrik,
 bengkel,
 pertambangan dan penggalian sumber daya
alam, wilayah kerja pengeboran untuk
eksplorasi pertambangan
 perikanan/pertanian/kehutanan/perkebunan,
Lingkup BUT (2)
 proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan
 pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai
atau orang lain yang dilakukan dalam jangka waktu
lebih dari 60 hari (kecuali ditentukan lain dalam tax
treaty dengan negara yang bersangkutan) dalam
jangka waktu 12 bulan
 orang atau badan yang bertindak sebagai agen yang
kedudukannya tidak bebas,
 agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak
didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia yang
menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia
Perbedaan
OP DN OP LN BUT OP
Dikenakan pajak Dikenakan pjk Dikenakan pajak
atas penghasilan atas penghasilan atas Penghasilan
di RI atau di luar yang bersumber di RI dan
RI (world wide di RI Penghasilan
income) Pusat yg
diatribusikan sbg
penghasilan BUT
Penghitungan Penghitungan Penghitungan
PPh dengan tarif PPh dengan tarif PPh dengan tarif
umum (psl 17 OP) sepadan (psl 26) umum (psl 17
basis netto basis brutto Badan) basis
netto
Wajib SPT Tidak Wajib SPT Wajib SPT
Saat Mulai & Berakhirnya Kewajiban
Pajak Subjektif OP DN

 Dimulai sejak orang pribadi dilahirkan, berada,


atau berniat tinggal di Indonesia.
 Orang pribadi yang berada di Indonesia lebih
dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
kewajiban pajak subyektifnya mulai timbul
pada hari pertama berada di Indonesia.
 Berakhir pada saat meninggal dunia atau
meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya.
Saat Mulai & Berakhirnya
Kewajiban Pajak Subjektif
Warisan yang Belum Terbagi
 Dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum
terbagi (saat meninggalnya pewaris).
 Berakhir pada saat warisan tersebut dibagi
kepada ahli warisnya.
Saat Mulai & Berakhirnya Kewajiban
Pajak Subjektif WP Luar Negeri

 Dimulai pada saat orang pribadi atau badan di


Luar Negeri menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan atau menerima/
memperoleh penghasilan dari Indonesia.
 Berakhir pada saat tidak lagi menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan atau
menerima/memperoleh penghasilan dari
Indonesia.
Saat Mulai & Berakhirnya
Kewajiban Pajak Subjektif BUT

 Dimulai pada saat BUT tersebut mulai berada di


Indonesia
 Berakhir pada saat BUT tersebut tidak lagi berada
di Indonesia
Bukan Subjek Pajak
 Badan Perwakilan Negara Asing
 Pejabat perwakilan diplomatik, konsulat, atau
pejabat-pejabat lain dari negara asing dan
orang-orang yang diperbantukan kepada
mereka
 Organisasi-Organisasi Internasional yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan
 Pejabat Perwakilan Organisasi Internasional
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
Subyek Pajak kah?

1. Citibank NA
2. Bank Jabar
3. Kementerian ESDM
4. Kedubes Italia
5. WHO
6. Bayi baru lahir
7. Yayasan Sayap Ibu
Penghasilan
 Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh wajib pajak
 Baik berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia
 Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan wajib pajak
 Dengan nama dan dalam bentuk apapun
Pengelompokan Penghasilan
 Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja
dan pekerjaan bebas, seperti ; gaji, honorarium,
penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris,
pengacara, dsb.
 Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
 Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak
ataupun harta tak gerak seperti ; bunga, dividen,
royalty, sewa, keuntungan penjualan harta atau
hak yang dipergunakan untuk usaha, dsb.
 Penghasilan lain-lain, seperti ; pembebasan utang,
hadiah, dan sebagainya.
Pembagian Penghasilan

Penghasilan dapat digolongkan menjadi :


1. Penghasilan Objek PPh
(Ps 4 ayat 1)
2. Penghasilan Objek PPh Final
(Pasal 4 ayat 2)
3. Penghasilan Bukan Objek PPh
(Pasal 4 ayat 3)
Jenis Objek Pajak (1)
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa
 Hadiah dari undian atau pekerjaan dan penghargaan
 Laba usaha
 Keuntungan penjualan harta (capital gain)
 Penerimaan kembali pajak yang semula telah
dibebankan sebagai biaya
 Bunga, termasuk premium, diskonto, dan jaminan
karena pengembalian utang.
 Dividen, termasuk dividen dari perusahaan asuransi
kpd pemegang polis dan pembagian SHU
 Royalti
Jenis Objek Pajak (2)
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
 Penerimaan atau perolehan pembayaran secara
berkala, misalnya tunjangan seumur hidup yang
dibayar secara berulang-ulang dalam jangka waktu
tertentu.
 Keuntungan karena pembebasan utang
 Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
 Premi asuransi yang diterima atau diperoleh
perusahaan asuransi dari peserta asuransi
Jenis Objek Pajak (3)
 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
 Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
 Tambahan kekayaan netto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak
 Penghasilan dari usaha berbasis syariah
 Imbalan bunga
 Surplus Bank Indonesia
PPh Final (1)
 Dalam rangka penghitungan SPT Tahunan,
penghasilan yg dikenakan PPh Final tidak
digabung dengan penghasilan lain (non final)
 PPh final yang dibayar/dipotong tidak dapat
dikreditkan
 Biaya utk menghasilkan, menagih dan
memelihara penghasilan yang PPh-nya final
tidak dapat dikurangkan
PPh Final (2)
 Bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga
simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada
anggota koperasi orang pribadi
 Hadiah undian
 Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas
lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di
bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal
ventura
PPh Final (3)

 Penghasilan dari transaksi pengalihan harta


berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa
konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan
 Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah
OBJEK PAJAK PENGHASILAN FINAL
Pasal 4 ayat (2) UU No.36 Tahun 2008

1). Bunga Deposito/Tabungan/Diskonto SBI


PP 131 tahun 2000, jo. Kepmenkeu 51/KMK.04/2001 :
- 20% x bruto bunga wp dn atau but
- 20% x atau sesuai dg P3B bagi WP LN

2). Hadiah Undian


PP 132 tahun 2000
= 25% x hadiah bruto baik berupa uang maupun barang

3). Bunga Simpanan Koperasi


berdasarkan Psl 4 Ayat (2) Huruf (a), UU PPh, jo.
PP 15/2009
- PPh 0% apabila s.d jumlah Rp. 240.000,00/bulan.
- PPh 10% apabila diatas Rp. 240.000,00/bulan
OBJEK PAJAK PENGHASILAN FINAL
Pasal 4 ayat (2) UU No.36 Tahun 2008

4). Penghasilan atas bunga Obligasi dan Diskonto yang


dilaporkan di Bursa Efek .
PP no.16 th. 2009
dipotong PPh, dengan tarif :
- 15% x bruto bagi WP DN dan BUT
- 20%, atau sesuai dengan P3B bagi WP LN

5) Penjualan saham pendiri dibursa efek .


PP 14/1997 jo. PMK 256/PMK.03/208
- saham pendiri : 0,1% x Ph Bruto
- saham non pendiri : 0,6% x Ph Bruto
OBJEK PAJAK PENGHASILAN FINAL
Pasal 4 ayat (2) UU No.36 Tahun 2008

6. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2008,


PPh atas Penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi sbb :

a. 2% untuk Jasa Pelaksana Konstruksi yang memiliki


kualifikasi usaha kecil ;

b. 4% untuk Jasa Pelaksana Konstruksi yang


tidak memiliki kualifikasi usaha;

d. 4% untuk Jasa Perencanaan atau Pengawasan


Konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha

e. 6% untuk Jasa Perencanaan atau Pengawasan


Konstruksi yang tidak memiliki kualifikasi usaha.
OBJEK
6. PP No. PAJAK PENGHASILAN FINAL
40 Tahun 2009,
PPh
Pasal atas(2)
4 ayat Penghasilan dari usaha
UU No.36 Tahun 2008Jasa Konstruksi
PPh atas Penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi
PELAKSANAAN PERENCANAAN /
PENGAWASAN

Memiliki Tidak Memiliki Memiliki Tidak Memiliki


Sertifikat Jasa Sertifikat Jasa Sertifikat Jasa Sertifikat Jasa
Konstruksi Konstruksi Konstruksi Konstruksi

Menengah/
Kecil Besar 4% 6%

2% 3% 4%
KETERANGAN:
 Kualifikasi Usaha adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan Sertifikasi Badan
Usaha (SBU) yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK).
4
8
OBJEK PAJAK PENGHASILAN FINAL
Pasal 4 ayat (2) UU No.36 Tahun 2008

7). penghasilan sebagai penyalur/dealer agen produk


pertamina dan premix
berdasarkan psl 22 uu pph, jo.
kepmk 549/kmk.04/1997, tgl 3-11-1997 :

SPBU swasta SPBU Pertamina


- PREMIUM 0,3% x PENJUALAN
- PREMIUM 0,25% x PENJUALAN
- SOLAR 0,3% x PENJUALAN
- SOLAR 0,25% x PENJUALAN
- PREMIX 0,3% x PENJUALAN
- PREMIX 0,25% x PENJUALAN

MINYAK TANAH, GAS LPG,DAN PELUMAS :


0,3% x PENJUALAN
OBJEK PAJAK PENGHASILAN FINAL
Pasal 4 ayat (2) UU No.36 Tahun 2008
9. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.
PP no. 71 tahun 2008 jo pmk 243/2008):
- pph. 2,5% x transaksi bruto (NJOP/harga pasar)
- pph 1% x transaksi bruto (khusus RS/RSS)
*Update : PP 34/2016  pph 2,5% x transaksi bruto (NJOP/harga pasar)

10. Penghasilan dari persewaan tanah dan/bangunan


PP no. 5 tahun 2002, jo. kepmenkeu/120/kmk.03/2002:
- pph 10 % dari sewa bruto (op/badan).

11. Penghasilan dari bangunan yang diterima dalam


rangka Bangunan Guna Serah
Kepmenkeu no. 248/KMK.04/1995,
pph 5% x nilai jual/njop (mana yang tertinggi)
OBJEK PAJAK PENGHASILAN FINAL
Pasal 4 ayat (2) UU No.36 Tahun 2008

12. Pesangon, Tunjangan Hari Tua, dan Tebusan Pensiun


yang dibayar sekaligus.
PP no 68/2009 jo Permenkeu no 16/PMK.03/2010
- tarif progresif 0%, 5%, 15%, 25%

13. Honorarium atas Beban APBN/APBD.


PP no 80/2010 jo Permenkeu no 262 /PMK.03/2010
- 15% x Ph Bruto

14. Dividen.
PP no 19/2009 jo Permenkeu no 111/PMK.03/2010
- 10% x Ph Bruto
OBJEK PAJAK PENGHASILAN FINAL
Pasal 4 ayat (2) UU No.36 Tahun 2008

15. Selisih penilaian kembali aktiva tetap


Permenkeu 79/PMK.03/2008,
dikenakan pajak penghasilan
- 10% x selisih penilaian kembali
- ditambah persentase selisih tarif tertinggi
dikurangi 10% apabila kurang dari 5 tahun
di alihkan/dipindah tangankan

16. Penghasilan istri dari satu pemberi kerja


Ps 8 ayat (1) dan Ps 21 UU PPh
- sesuai formulir 1721 A
Bukan Objek Pajak (1)
 Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat
 Harta hibahan yang diterima oleh:
 Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus 1 derajat
 Pengusaha kecil yang ditetapkan Menteri Keuangan
sepanjang tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan/penguasaan
 Warisan
 Harta termasuk setoran tunai yg diterima oleh Badan sebagai
pengganti saham / penyertaan modal
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa dalam bentuk natura atau kenikmatan dari wajib pajak atau
pemerintah
 Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwi guna, dan asuransi bea siswa
Bukan Objek Pajak (2)
 Dividen diperoleh Perseroan Terbatas dari
penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia
 Iuran yang diterima dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan
 Penghasilan dana pensiun tersebut dari modal
yang ditanamkan dalam bidang-bidang tertentu,
 Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota
dari perseroan komanditer, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham.
Bukan Objek Pajak (3)
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura, berupa bagian laba
dari pasangan usaha
 Beasiswa
 Sisa Lebih yang diterima badan/lembaga nirlaba
yang bergerak di bidang pendidikan/penelitian/
pengembangan, yang ditanamkan kembali dalam
sarana & prasarana bidang tsb, paling lama 4
tahun sejak diperoleh
 Bantuan/santunan yang dibayarkan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kpd WP tertentu
Contoh kasus WP OP
Tuan Rio, pegawai di BNI cabang Sudirman. Selama tahun 2015 memperoleh
penghasilan sbb:
1. Gaji (Netto) dari BNI Rp 100.000.000
2. THR Rp 10.000.000
3. Bunga Deposito Rp 5.000.000
4. Menyewakan Mobil Rp 10.000.000
5. Mendapat pembayaran klaim asuransi kesehatan Rp 5.000.000
6. Keuntungan menjual rumah Rp 25.000.000
7. Warisan berupa tanah 500 M2 Rp 300.000.000
8. Hadiah Undian berupa Motor Rp 15.000.000
9. Hadiah Juara I Bulutangkis pada perayaan HUT RI Rp 5.000.000
10.Sumbangan ketika menikah dari teman-teman SMA dulu Rp 3.000.000
11. Hibah dari paman Rp 2.000.000

Anda diminta menentukan penghasilan yang menjadi Objek Pajak Tidak Final,
Objek Pajak Final, dan Bukan Objek Pajak !
Tarif PPh Wajib Pajak Orang Pribadi
Pasal 17 Ayat (1) a
TARIF
NO. LAPISAN PENGHASILAN KENA PAJAK Punya
Tidak Punya NPWP
NPWP

6%
1. s.d. Rp 50.000.000,- 5%
(5% + (20%x 5%))

Di atas 18%
2. 15%
Rp 50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000 (15% + (20%x 15%))

Di atas 30%
3. 25%
Rp 250.000.000,- s.d. Rp 500.000.000,- (25% + (20%x 25%))

Di atas 36%
4. 30%
Rp 500.000.000,- (30% + (20%x 30%))
Contoh Penggunaan Tarif PPh
 Contoh 1 :
 Penghasilan Kena Pajak Tuan Aditya Pada
Tahun 2015 sebesar Rp.40.000.000,-
 PPh Terutang :
 5 % x 40.000.000 = 2.000.000
 Contoh 2 :
 Penghasilan Kena Pajak Tuan Reza
Pada Tahun 2015 sebesar Rp.100.000.000,-
 PPh Terutang :
 5 %  x 50.000.000 = 2.500.000
 15% x 50.000.000 = 7.500.000 +
 Total PPh Terutang  = 10.000.000
 Contoh 3 :
 Penghasilan Kena Pajak Tuan Gino
Pada Tahun 2015 sebesar Rp.1.000.000.000,-
 PPh Terutang :
 5   %  x    50.000.000  =   2.500.000
 15 %  x 200.000.000  = 30.000.000
 25%   x  250.000.000  = 62.500.000
 30% x 500.000.000 =150.000.000 +
 Total PPh Terutang     =245.000.000
Mekanisme Pengenaan Pajak Wajib Pajak OP Karyawan

 Yang digunakan dasar penghitungan  sebesar Gaji


yang diterima dari pemberi kerja dikurangi PTKP
 Contoh :
1. Gaji, tunjangan dll.  40.000.000
2. PKP  (-) PTKP (misal TK/0)  36.000.000
Penghasilan Kena pajak  4.000.000
PKP merupakan dasar untuk menghitung pajak
3. PPh  5% X 4.000.000  Rp. 200.000,-

61
Pendaftaran NPWP (PER-20/PJ/2013)

WP OP tidak
menjalankan usaha/ WP OP menjalankan WP Badan
pekerjaan bebas usaha/pekerjaan
bebas
Bila penghasilan
jumlahnya melebihi
PTKP

Wajib mendaftarkan diri


untuk memperoleh Wajib mendaftarkan diri untuk
NPWP paling lama memperoleh NPWP paling
akhir bulan berikutnya lambat 1 bulan setelah saat
usaha/pekerjaan bebas mulai
dijalankan
Jenis Pekerjaan Bebas
 Tenaga Ahli yang terdiri dari Pengacara, Akuntan,
Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan
Aktuaris
 Pemain Musik, Pembawa Acara, Penyanyi, Pelawak,
Bintang Film, Bintang Iklan, Kru Film, Sutradara, Foto
Model, Peragawati, Pemain Drama, Penari, Pemahat,
Pelukis dan Seniman lainnya
 Olahragawan
 Penasihat, Pengajar, Pelatih, Penceramah, Penyuluh
dan Moderator
Jenis Pekerjaan Bebas (lanjutan)
 Pengarang, Peneliti dan Penerjemah
 Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik
komputer dan aplikasinya, telekomunikasi, fotografi,
ekonomi dan sosial
 Agen iklan
 Pengawas atau pengelola proyek
 Pembawa pesanan atau yang menemukan
langganan atau perantara
 Petugas penjaja barang dagangan
 Petugas dinas luar asuransi
 Distributor MLM atau Direct Selling
Skema Pemajakan WP OP Usahawan
WP Orang Pribadi
Omset 1 th < 4,8 M Omset 1 th  4,8 M

Boleh melakukan PPh Final: Wajib melakukan


pencatatan 0,5% x omset bruto pembukuan

Pengh netto = Pengh netto =


Pengh bruto x Norma pengh netto % Pengh bruto – pengurang pengh bruto

Pengh Kena Pajak = Pengh Kena Pajak =


(Pengh brutto x Norma pengh netto %) (Pengh brutto – Biaya deductible –
- PTKP Kompensasi Kerugian – PTKP)

PPh terutang = Tarif psl 17 x Pengh Kena Pajak


Pencatatan
 Pencatatan harus dapat menggambarkan
jumlah peredaran atau penerimaan bruto dan atau
jumlah penghasilan bruto, serta penghasilan yang
bukan obyek pajak atau penghasilan yang
dikenakan PPh Final, sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang.
Pembukuan
 Suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur
 Untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau
jasa
 Yang ditutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
pada setiap tahun pajak berakhir.
Pembukuan
 Pembukuan atau pencatatan harus
diselenggarakan di Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan.
 Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip
taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas.
Pembukuan
 Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan
mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan
biaya, serta penjualan dan pembelian, sehingga dapat
dihitung besarnya pajak yg terutang.
 Catatan tersebut di atas terdiri data yang dikumpulkan
secara teratur tentang ; peredaran atau penerimaan
bruto, dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan obyek pajak dan penghasilan
yang dikenakan pajak yang bersifat final.
 Buku, catatan, dokumen lain wajib disimpan selama 10
tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau di
tempat tinggal bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Norma Penghitungan Penghasilan Neto
 Menghitung penghasilan neto bukan dari penghasilan
dikurangi biaya tetapi menggunakan tarif tertentu dari
bruto
 Penghasilan neto = Bruto X tarif Norma
Syarat Diperbolehkan Memakai Norma :
1. WP Orang Pribadi
2. Omzet < 4,8 milyar per tahun untuk selain WP PP 23
3. Mengajukan permohonan tertulis
4. Tetap wajib catatan atas peredaran usaha

Apabila semua syarat tidak dipenuhi maka WP Wajib Pembukuan


Tarif Perkiraan neto/Norma telah ditentukan oleh Dirjen Pajak menurut
bidang usahanya

70
Norma Penghasilan Netto
Kep 536/PJ./2000
 Pengelompokan menurut jenis usaha &
wilayah
 10 ibu kota propinsi
 Medan - Surabaya
 Palembang - Denpasar
 Jakarta - Manado
 Bandung - Makasar
 Semarang - Pontianak
 Ibu kota propinsi lainnya
 Daerah lainnya
Ex. Lampiran Kep 536/PJ./2000
10 ibu kota
Daerah
Kode Jenis Usaha kota propinsi
lainnya
propinsi lainnya
32200 Industri pakaian jadi kecuali untuk kaki 13,5 13 12,5
32300 Industri kulit & barang dari kulit kecuali utk 17,5 16,5 16
kaki
32400 Industri barang keperluan kaki 17 16 15
62200 Perdagangan eceran brg kelontong, 30 25 20
supermarket
62420 Perdagangan eceran tekstil, pakaian jadi, 30 25 20
hasil pengolahan kulit termasuk brg
keperluan kaki
62422 Perdagangan eceran brg elektronik 30 25 20
62100 Rumah makan dan minum 25 20 20
62920 Jasa akuntansi dan pembukuan 36 35 35
93213 Dokter 45 42,5 40
97110 Reparasi kendaraan bermotor 20 18,5 17,5
Update Peraturan tentang Norma
Penghitungan Penghasilan Neto

PER-17/PJ/2015
Berlaku sejak tahun pajak 2016
Contoh Penghitungan dengan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto

 Pak Narto adalah dokter hewan dan seorang montir.


Dalam tahun 2015 mendapat penghasilan sbb :
1. Praktek dokter : Rp. 200.000.000,-
2. Usaha reparasi / service kendaraan dengan omzet
=Rp. 300.000.000,-
Karena total omzet tidak sampai Rp. 4,8 M maka
boleh menghitung penghasilan bersih dengan
norma
Norma/perkiraan penghasilan neto untuk dokter
hewan sebesar 25% dan service sebesar 20%
Berapa penghasilan neto dan penghasilan kena
pajak Pak Narto?
74
Contoh Penghitungan perkiraan/Norma
1. Menghitung Perkiraan Penghasilan Neto :
Tarif
Jenis Usaha Omzet Norma Penghasilan Neto
Dokter hewan 200.000.000 25% 50.000.000
Service
kendaraan 300.000.000 20% 60.000.000
Jumlah 500.000.000   110.000.000

Jumlah Penghasilan Neto/bersih = Rp. 110.000.000


2. Menentukan PKP = Rp. 110.000.000 - PTKP
= 110.000.000 – 36.000.000 = 74.000.000
3. Pajak Penghasilan = (5% x 50.000.000) + (15% x 24.000.000)
75 = Rp 6.100.000
Penghitungan Penghasilan Dengan
menggunakan Pembukuan
 Yang Wajib Menghitung Penghasilan dengan
Pembukuan :
1. Seluruh Wajib Pajak dengan omset >= Rp. 4,8 M

 Tidak wajib Pembukuan :


1. O.P. Karyawan
2. O.P. Usaha/Pekerjaan Bebas omset  Rp. 4,8 M

76
1. Penghitungan PPh OP 2015 dgn
menggunakan pembukuan

 Diketahui jumlah laba bersih (akuntansi ) usaha Pak Eko


(menikah tahun 2014) dalam tahun 2015 sebesar
Rp 500.000.000
 Usaha pak Eko memiliki omzet tahun 2015 sebesar
Rp. 19.000.000.000,- karena omzet/penjualan lebih dari Rp. 4,8
mily maka Pak Eko harus menggunakan pembukuan.
 Setelah dilakukaan koreksi fiskal diketahui bahwa laba fiskal
sebesar Rp. 389.000.000,-
 Bagaimana Penghitungan Pajak Penghasilan Pak Eko?

77
Hasil Penghitungan PPh OP 2015
1. Penghasilan/Laba Bersih (fiskal) = 389.000.000
2. Penghasilan kena pajak (WP OP) = Laba bersih – PTKP
= 389.000.000 – 39.000.000
= 350.000.000,-
3. Penghitungan PPh Terutang Pak Eko:

Lapisan PKP Tarif PPh

0-50 juta 50,000,000 5% 2,500,000

50 - 250 Juta 200,000,000 15% 30,000,000

250 - 500 Juta 100,000,000 25% 25,000,000

Jumlah 350,000,000   57,500,000

78
Contoh
 Tn Paijo status menikah mempunyai 4 orang anak.
Ia seorang notaris bertempat tinggal di Semarang.
Selain itu ia juga memiliki toko kain yang berlokasi di
Tanah Abang.

 Penerimaan bruto dari praktek notaris : Rp 100.000.000


 Peredaran usaha toko kain: Rp 70.000.000

 Bagaimana Penghitungan Pajak Penghasilan Tn.Paijo ?


Biaya dapat dikurangkan (1a)
 Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
yaitu biaya-biaya yang secara langsung/tidak langsung berkaitan
dengan kegiatan usaha
 biaya pembelian bahan
 upah, gaji, honorarium, bonus, tunjangan
 bunga, sewa, royalti
 biaya perjalanan
 biaya pengolahan limbah
 premi asuransi
 biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau bdsk
PMK
 biaya administrasi
 pajak kecuali Pajak Penghasilan
Biaya dapat dikurangkan (1b)
 Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta
berwujud dan
 Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan
atas biaya lain

yang mempunyai masa manfaat > 1 tahun sepanjang


harta yang disusutkan atau diamortisasi tersebut
digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
Biaya dapat dikurangkan (2)
 Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan
 Kerugian karena penjualan atau pengalihan
harta yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan
 Kerugian dari selisih kurs mata uang asing
 Biaya penelitian dan pengembangan
perusahaan yang dilakukan di Indonesia
Biaya dapat dikurangkan (3)
 Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
 Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih
 Sumbangan dalam rangka penanggulangan
bencana nasional; Sumbangan dalam rangka
penelitian dan pengembangan yang dilakukan
di Indonesia; Biaya pembangunan infrastruktur
sosial; Sumbangan fasilitas pendidikan;
Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
yg ketentuannya diatur dgn Peraturan Pemerintah (PP)

 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), khusus


bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Kompensasi Kerugian
 Jika pengeluaran yang diperkenankan berdasarkan
ketentuan pada ayat (1) setelah dikurangkan dari
penghasilan bruto didapat kerugian, kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan neto
atau laba fiskal selama 5 tahun berturut-turut
dimulai sejak tahun berikutnya sesudah tahun
didapatnya kerugian tersebut.
Pengurang Penghasilan Bruto
Tidak Dapat Dikurangkan (1)
 pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan
 pengeluaran yang jumlahnya melebihi kewajaran.

 Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun,


seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi
 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan
pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota
 Pembentukan atau pemupukan dana cadangan
Tidak Dapat Dikurangkan (2)
 Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayar sendiri oleh
WPOP, dan pada saat OP dimaksud menerima penggantian atau
santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek
Pajak
 Jika premi asuransi tersebut dibayar oleh pemberi kerja, maka bagi
pemberi kerja pembayaran tersebut boleh dibebankan sebagai biaya dan bagi
pegawai yang bersangkutan merupakan penghasilan yang merupakan Objek
Pajak.

 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam


bentuk natura dan kenikmatan
Tidak Dapat Dikurangkan (3)
 Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan
kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki
hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan

 Harta yang dihibahkan, bantuan, sumbangan, dan


warisan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-
nyata dibayar oleh WPOP pemeluk agama islam
dan atau WP Badan dalam negeri yang dimiliki oleh
pemeluk agama islam kepada Badan Amil Zakat
atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah
Tidak Dapat Dikurangkan (4)
 Pajak Penghasilan

 Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan


pribadi wajib pajak atau orang yang menjadi tanggungannya

 Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau


perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham

 Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta


sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan
Tidak Dapat Dikurangkan (5)
 Pajak Masukan atas Perolehan BKP/JKP yang
tidak dapat dikreditkan karena tidak sesuai
dengan ketentuan
 Biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang bukan
merupakan obyek pajak, yang pengenaan
pajaknya bersifat final, pengenaan pajaknya
berdasarkan Norma Penghitungan
Penghasilan Netto (ps.14) dan Norma
Penghitungan Khusus (ps.15)
Tidak Dapat Dikurangkan (6)
 PPh 21 yang ditanggung pemberi penghasilan,
kecuali jika PPh tersebut ditambahkan sebagai
dasar penghitungan untuk pemotongan PPh
tersebut
(sbg Tunjangan PPh dlm metode gross-up)

 Kerugian dari harta atau utang yang tidak dimiliki


dan tidak dipergunakan dalam usaha atau
kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan Obyek
Pajak
Status PTKP 2013
WP Tidak Kawin Kode Jumlah WP Kawin Kode Jumlah

0 Tanggungan TK/0 24.300.000 0 Tanggungan K/0 26.325.000

1 Tanggungan TK/1 26.325.000 1 Tanggungan K/1 28.350.000

2 Tanggungan TK/2 28.350.000 2 Tanggungan K/2 30.375.000

3 Tanggungan TK/3 30.375.000 3 Tanggungan K/3 32.400.000

WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung Kode Jumlah

0 Tanggungan K/I/0 50.625.000

1 Tanggungan K/I/1 52.650.000

2 Tanggungan K/I/2 54.675.000

3 Tanggungan K/I/3 56.700.000


Status PTKP 2015
WP Tidak
Kode Jumlah WP Kawin Kode Jumlah
Kawin
0 Tanggungan TK/0 36.000.000 0 Tanggungan K/0 39.000.000

1 Tanggungan TK/1 39.000.000 1 Tanggungan K/1 42.000.000

2 Tanggungan TK/2 42.000.000 2 Tanggungan K/2 45.000.000

3 Tanggungan TK/3 45.000.000 3 Tanggungan K/3 48.000.000

WP Kawin + Penghasilan Istri Digabung Kode Jumlah

0 Tanggungan K/I/0 75.000.000

1 Tanggungan K/I/1 78.000.000

2 Tanggungan K/I/2 81.000.000

3 Tanggungan K/I/3 84.000.000


Update Aturan PTKP 2016
 PMK 101/PMK.010/2016
 Berlaku sejak tahun pajak 2016
 Rp 54.000.000,- untuk diri WPOP
 Rp 54.000.000,- tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dgn penghasilan suami
sebagaimana dimaksud pasal 8 ayat 1 UU 36/2008
 Rp 4.500.000,- tambahan untuk WP yang kawin dan
untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga
semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3
(tiga) orang untuk setiap keluarga
HUBUNGAN KELUARGA

SEDARAH SEMENDA

AYAH
MERTUA
+
WP
IBU
10 KE ATAS 10 KE ATAS
10 10
KE
SAUDARA KE
SAM WP + ISTRI SAM IPAR WP
KANDUNG PING PING

10 KE BAWAH 10 KE BAWAH
ANAK ANAK
KANDUNG TIRI WP

SEDARAH SEMENDA
Hubungan keluarga sedarah dan semenda

a.Sedarah lurus satu derajat : Ayah, ibu, anak kandung

b.Sedarah ke samping satu derajat : Saudara kandung

c.Semenda lurus satu derajat : Mertua, anak tiri

d.Semenda ke samping satu derajat : Saudara Ipar


Status PTKP
 TK/... tidak kawin, ditambah dengan banyaknya
tanggungan anggota keluarga;
 K/... Kawin, ditambah dengan banyaknya tanggungan
anggota keluarga;
 K/I/...Kawin, tambahan untuk isteri (hanya seorang) yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami,
ditambah dengan banyaknya tanggungan anggota
keluarga;

 Status PTKP (TK, K0, K1, dsb) yang digunakan dalam


perhitungan adalah status WP di awal tahun (1 Januari)
PENGHASILAN TAK KENA PAJAK

 Penghitungan besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak


ditentukan menurut keadaan Wajib Pajak pada awal
tahun pajak atau pada saat awal bagian dari tahun pajak.

 Misalnya pada tanggal 1 Januari 2009 Wajib Pajak B


berstatus kawin dengan tanggungan 1 (satu) orang anak.
Apabila anak yang kedua lahir setelah tanggal 1 Januari
2009, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak yang
diberikan kepada Wajib Pajak B untuk tahun 2009, tetap
dihitung berdasarkan status kawin dengan tanggungan
1(satu) anak.
PENGHASILAN TAK KENA PAJAK

 Wajib Pajak yang mempunyai anggota keluarga


sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, misalnya orang
tua, anak kandung, mertua, atau anak angkat,
diberikan tambahan Penghasilan Tidak Kena Pajak
untuk paling banyak 3 (tiga) orang.

 Yang dimaksud dengan ”anggota keluarga yang


menjadi tanggungan sepenuhnya”, adalah anggota
keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak.
PENGHASILAN TAK KENA PAJAK

Pengertian anak angkat :


Berdasarkan surat Direktur Jenderal Pajak kepada Yayasan
Taruma Negara, No. S-11/PJ.41/1995, Tgl 29 Agustus 1995,
ditegaskan sebagai berikut :
 Bukan pengertian anak angkat sebagaimana dalam
masyarakat sehari-hari yaitu seorang anak yang diaku dan dan
diangkat sebagai anak.
 Dan juga bukanlah pengertian anak angkat sebagaimana
dimaksud dalam hukum perdata, yang harus terlebih dahulu
ada pengesahan dari Hakim Pengadilan Negeri.
PENGHASILAN TAK KENA PAJAK

 Tetapi pengertian anak angkat dalam perundang-


undangan pajak dengan kriteria sebagai berikut :
 Seseorang yang belum dewasa ;
 Yang tidak tergolong keluarga sedarah atau semenda
dalam garis keturunan lurus dari Wajib Pajak;
 Dan menjadi tanggungan sepenuhnya dari Wajib Pajak.

 Sedangkan kalau Wajib Pajak sekedar menyumbang,


membantu, bertanggung jawab, dan sebagainya, tidak
termasuk dalam menjadi tanggungan sepenuhnya.
PENGHASILAN TAK KENA PAJAK

 Pengertian dewasa, sudah berumur 18 tahun, atau belum


lagi 18 tahun tapi sudah menikah.
 Pengertian menjadi tanggungan sepenuhnya menurut
Undang-undang PPh berdasarkan keadaan yang terlihat
dari keadaan nyata, yaitu :
 Tinggal bersama-sama dengan Wajib Pajak ;
 Nampak secara nyata tidak mempunyai penghasilan ;
 Tidak pula turut dibantu oleh lain-lain anggota keluarga
atau orang tuanya sendiri
Contoh Soal
 Tn. Danu duda dengan 2 anak adalah merupakan
direktur PT. Maju Mundur. Ia menjadi direktur
semenjak perusahaan didirikan yaitu tanggal
28 Desember 2012.
Pada tanggal 5 Januari 2015 ia kawin dengan Dina,
janda 1 anak pemilik perusahaan PT. Mondar Mandir.

Berapa PTKP Tn. Danu Tahun 2015?


Status Perpajakan Suami Isteri
 Hak dan Kewajiban Perpajakan Dilakukan oleh Kepala
Keluarga (KK)  Pasal 8 (1) UU PPh
 Suami‐Isteri telah Hidup Berpisah berdasarkan
Putusan Hakim (HB)  Pasal 8 (2) a UU PPh
 Suami‐Isteri Menghendaki Perjanjian Pemisahan
Harta dan Penghasilan Secara Tertulis (PH) 
Pasal 8 (2) b UU PPh
 Isteri Menghendaki Memilih Menjalankan Hak dan
Kewajiban Perpajakannya Sendiri (MT) 
Pasal 8 (2) c UU PPh
Penggabungan penghasilan istri (Ps.8)

 Seluruh penghasilan / kerugian wanita kawin


dianggap penghasilan / kerugian suaminya

 Kecuali penghasilan tersebut semata-mata dari


satu pemberi kerja yg telah dipotong PPh 21 dan
pekerjaan tsb tdk ada hubungan dgn usaha/
pekerjaan bebas suami/anggota keluarga lainnya
Penghasilan istri

Bekerja pada  Bekerja pada lebih dari satu


satu pemberi kerja pemberi kerja
 Melakukan usaha
 Melakukan pekerjaan bebas

 Penghasilan istri
tidak digabung
 Status K/...  Penghasilan istri
 PPh 21 atas digabung
penghasilan istri  Status K/I/...
bersifat final (tidak  PPh 21/22/23 atas
dapat dikreditkan) penghasilan istri dapat
dikreditkan
Contoh : Istri bekerja pada satu pemberi kerja

 Tn Permana seorang penasehat hukum, mempunyai


seorang Istri bernama Ny Santi yang bekerja sebagai
kasir di Swalayan Mikro. Mereka telah mempunyai
seorang anak bernama Bobby.
 Penghasilan netto dari usaha Tn Permana
Rp 300 Juta
 Penghasilan Ny Santi selaku karyawan tetap
Swalayan Mikro Rp 100 juta dan dipotong PPh 21
sebesar Rp 9.255.600
 Hitung PPh terutang ?
 Hitung PPh yang Kurang (Lebih) bayar ?
Contoh : Istri melakukan usaha
 Tn Permadi seorang pengusaha bahan bangunan,
mempunyai seorang Istri bernama Ny Linda yang
mempunyai usaha catering. Keluarga ini telah mempunyai
seorang anak
 Penghasilan netto dari usaha Tn Permadi Rp 200 Juta
 Penghasilan netto dari usaha catering Ny Linda Rp 100 juta
dan dipotong PPh 23 sebesar Rp 1.500.000
 Pertanyaan :
 Hitung PPh terutang
 Hitung PPh yang Kurang (lebih) bayar
Contoh : Istri bekerja pada lebih dari
satu pemberi kerja
 Tn Permana seorang pengusaha bahan bangunan, mempunyai
seorang Istri bernama Ny Santi yang bekerja sebagai dosen tetap
di Universitas Jayakarta dan dosen luar biasa di universitas
Batavia. Keluarga ini telah mempunyai seorang anak bernama
Ratna
 Penghasilan netto dari usaha Tn Permana Rp 300 Juta
 Penghasilan Ny Santi selaku Dosen tetap di Universitas
Jayakarta Rp 100 juta dan dipotong PPh 21
sebesar Rp 9.255.600
 Sedangkan Penghasilan Ny Santi selaku Dosen luar biasa di
Universitas Batavia Rp 90 juta dan dipotong PPh 21 sebesar Rp
7.755.600

 Hitung PPh terutang ?


 Hitung PPh yang Kurang (Lebih) bayar ?
Penghasilan suami-istri dikenakan pajak
secara terpisah

Suami istri hidup bersama tetapi


mengadakan perjanjian pisah harta (PH) Suami istri telah hidup
atau Isteri Menghendaki Memilih berpisah (HB)
Menjalankan Hak dan Kewajiban
Perpajakannya Sendiri (MT)

 Penghasilan suami-istri
digabung
 PPh dikenakan pada masing-
masing suami-istri sebesar Penghitungan Penghasilan
perbandingan penghasilan Kena Pajak dan pengenaan
neto mereka pajaknya dilakukan sendiri-
sendiri
Contoh soal HB
 Ny Tamara telah hidup berpisah menurut putusan hakim
dengan suaminya, Tn Rafi.
 Penghasilan Neto dari usaha Ny Tamara sebesar
Rp 40 juta sedangkan penghasilan neto dari usaha Tn Rafi
sebesar Rp 120 juta.
 Keluarga ini telah mempunyai seorang anak benama Rasyid,
yang menjadi tanggungan Tn Rafi.
 Bagaimana penghitungan PPh terutang untuk
Tn. Rafi dan Ny. Tamara ?
Contoh soal PH
 Pak Hartawan mengadakan perjanjian pisah harta dengan
istrinya, Ny.Hartawati
 Penghasilan netto dari usaha Pak Hartawan
Rp 60 juta, sedangkan penghasilan netto dari usaha Ny
Hartawati Rp 30 juta
 Pak Hartawan & Ny Hartawati memiliki 1 orang anak yang
menjadi tanggungan
Contoh soal MT
Dokter Helmy status menikah dan memiliki tiga anak merupakan dokter spesialis
kandungan yang bekerja di Rumah Sakit Bersalin Kasih. Dokter Helmy juga
membuka praktik di klinik pribadinya.
Istri dr. Helmy, Kinan merupakan karyawan swasta yang di PT Adhi Perkasa.
Kinan menjalankan hak dan kewajibannya menggunakan NPWP sendiri.
Berikut data penghasilan & pembayaran Helmy & Kinanti :
 Ph.neto Helmy dari RSB : Rp 228.000.000
 Ph.neto Helmy dari praktek : Rp 263.750.000
 Ph.neto Kinan dari PT : Rp 468.000.000
 Helmy membayar zakat melalui Badan Amil Zakat : Rp16.500.000
 Helmy membayar angsuran PPh 25 April–Mar total Rp 53.125.000
 Bukti potong PPh 21 Helmy Rp 24.590.000
 Bukti potong PPh 21 Kinan Rp 80.925.000

Bagaimana penghitungan pajak terutangnya ?


Formulir 1770 Suami
Formulir 1770 Suami (Lanjutan)
Formulir 1770 S Isteri
Formulir 1770 S Isteri (Lanjutan)
Perlakuan Pajak PPh Orang Pribadi Terhadap
Penghasilan Anak Yang Belum Dewasa

 Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber


penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung
dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama
(penghasilan digabung dengan ayahnya sebagai kepala rumah
tangga, jika ayahnya telah meninggal penghasilannya digabung
dengan ibunya sebagai kepala keluarga).

 Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah


berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan
pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya
berdasarkan keadaan sebenarnya (misal anak tersebut ikut
ayahnya maka penghasilannya digabung dengan penghasilan
ayahnya, jika anak tersebut ikut ibunya maka penghasilannya
digabung dengan penghasilan ibunya).
Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak
Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau
Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
(PP 23/2018)

Dasar Hukum

 Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh :


Atas penghasilan tertentu lainnya dapat dikenai PPh yang bersifat final
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
 Pasal 17 ayat (7) UU PPh :
• Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak tersendiri
atas penghasilan tertentu yang pajaknya bersifat final.
• Tarif tersebut tidak boleh melebihi tarif tertinggi PPh Orang Pribadi (30%)
.
• Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas pertimbangan
kesederhanaan, keadilan, dan perluasan partisipasi dalam pembayaran
pajak.
PP 23/2018
Subjek pajak :
 Orang pribadi
 Badan, tidak termasuk BUT,

 yang menerima penghasilan dari usaha dengan


peredaran bruto < Rp4,8 miliar dalam 1 Tahun Pajak.
Pengecualian Subjek Pajak PP 23/2018

 WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau


jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau
prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau
seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya
pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda
di trotoar, dan sejenisnya.
 WP Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara
komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar.
PP 23/2018
Objek Pajak :
 Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dengan peredaran bruto < Rp4,8 miliar dalam 1 tahun.
 Tidak termasuk Penghasilan dari usaha adalah penghasilan
dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
 Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha,
termasuk dari usaha cabang.
Tarif
 Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun dikenai PPh final
dengan tarif sebesar 0,5% (setengah persen) dari
jumlah peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat
usaha
 Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif 0,
5% (setengah persen) dikalikan dengan dasar
pengenaan pajak, yaitu jumlah peredaran bruto setiap
bulan dari setiap tempat usaha
PPh Terutang = 0,5% x Peredaran Bruto
Setiap Bulan
Saat Mulai Berlakunya PP 23
Tahun 2018

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku


pada tanggal 1 Juli 2018
Penghasilan yang Dikenai PPh Final Tersendiri

 Penghasilan yang telah dikenai PPh dengan ketentuan


peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri (a.l.
konstruksi), tidak dikenai PPh yang bersifat final
berdasarkan PP ini.

 Peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan


dalam 1 (satu) tahun < Rp4,8 miliar tidak dikenai PPh yang
bersifat final berdasarkan PP ini, tetapi mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan
tersebut.
Dasar Penentuan Peredaran Bruto

Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar ditentukan


berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari
usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:
 Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
 penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
 usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
 penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Angsuran Masa
 Setoran bulanan merupakan PPh Pasal 4 ayat (2),
bukan PPh Pasal 25.
 Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh final, tidak
wajib PPh Pasal 25.
 Jika ada penghasilan lain selain yang dikenai PPh
Pasal 4 ayat (2) sesuai ketentuan PP ini, maka atas
penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai dengan
ketentuan umum.
 Jika ada angsuran PPh Pasal 25 atau PPh yang
dipotong/dipungut pihak lain boleh dikreditkan
terhadap PPh terutang tahun pajak ybs. kecuali untuk
penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final.
Penyetoran dan Pelaporan
 Penyetoran paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
 SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
Jika SSP telah divalidasi dengan NTPN dianggap telah lapor SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
 Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
 SPT Tahunan :
o Dilaporkan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final
dan/atau bersifat final.
o Formulir SPT Tahunan menggunakan Form 1770 untuk Wajib
Pajak Orang Pribadi dan 1771 untuk Wajib Pajak Badan
Contoh soal
 Tn Milo status menikah mempunyai 2 orang anak kandung,
1 anak angkat dan ibu yang sudah tidak bekerja.
Ia memiliki usaha jasa akuntansi dan
jual handphone di roxymas.
 Peredaran usaha bruto toko handphone : Rp 572.946.300
 Penghasilan bruto jasa akuntansi : Rp 370.000.000
 (Norma jasa akuntansi & pembukuan 36%)
 Angsuran PPh 25 Mar-Des yang sudah dibayar sebesar
Rp 1.200.000

 Bagaimana Penghitungan Pajak Penghasilan


Tn Milo?
Kredit Pajak

• Merupakan pembayaran pajak yang telah


dilakukan selama periode Januari s.d.
Desember;
• Pengurang PPh terutang.

PPh yg dipotong/ PPh yg dibayar/


dipungut pihak lain diangsur sendiri
(PPh Psl. 21/22/23/24) (PPh Psl. 25)
PPh Pemotongan/Pemungutan
- Witholding Tax -

PPh (tdk bersifat final) yang dipotong/


dipungut pihak ketiga, dan merupakan
pembayaran pajak dimuka.

PPh Psl. 21
PPh Psl. 22 dikreditkan berdasarkan
PPh Psl. 23 bukti pemotongan pajak,
PPh Psl. 24 (bukan PPh Final)
PPh Pasal 21

Bukti pemotongan PPh Psl. 21

Form. 1721 – A1 Form. 1721 – A2


Pegawai Swasta PNS, ABRI, &
(Non PNS) Pensiunan

Bukti Potong PPh Psl. 21/26


Pegawai Tdk. Tetap yang
menerima penghasilan
Penerima Penghasilan yang Dikenakan
PPh Pasal 21/26

• pegawai;
• penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
THT, JHT, termasuk ahli warisnya;
• bukan pegawai;
• anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai;
• mantan pegawai;
• peserta kegiatan:
– Peserta perlombaan
– Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan
kerja
– Peserta/anggota kepanitiaan
– Peserta pendidikan, pelatihan dan magang
– Peserta kegiatan lainnya
Penghasilan yang Dikenakan PPh Pasal
21/26
• penghasilan pegawai tetap baik teratur maupun tidak
teratur
• penghasilan penerima pensiun secara teratur
• uang pesangon, pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya
melewati jangka waktu 2 tahun;
• penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas
• imbalan kepada bukan pegawai;
• imbalan kepada peserta kegiatan;
• imbalan kepada dewan komisaris/pengawas yang bukan
merupakan pegawai tetap pada perusahaan yang sama;
• imbalan kepada mantan pegawai;
• penarikan dana pensiun oleh pegawai.

Termasuk:
Natura/Kenikmatan dari:

• Wajib Pajak PPh Final


• Wajib Pajak Norma Penghitungan Khusus
Penghitungan Besarnya
Penghasilan

Uang rupiah Uang asing Natura/kenikmatan

sesuai dengan yang Kurs Menteri


Harga Pasar
diterima/diperoleh Keuangan
Penghasilan yang Tidak Dikenakan
PPh Pasal 21/26

• Pembayaran manfaat atau santunan asuransi


kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan bea siswa
• Natura/kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah
• Iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disahkan
Menkeu, iuran THT/JHT yang dibayar pemberi kerja
• Zakat/sumbangan wajib keagamaan dari badan/
lembaga yang dibentuk/disahkan pemerintah
• Bea siswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(3) huruf l UU PPh
PPh Pasal 21:
Pegawai tetap dan Penerima Pensiun Berkala

Setiap Masa Pajak, Masa Pajak terakhir


kecuali Masa Pajak terakhir

Perkiraan Penghasilan Selisih antara PPh yang


Neto yang akan diterima terutang atas seluruh
selama setahun, penghasilan kena pajak
 Penghasilan teratur selama setahun dengan
sebulan dikali 12 PPh yang telah dipotong
masa-masa sebelumnya
Masa Perolehan Penghasilan Kurang dari 12 Bulan

Disetahunkan Tidak Disetahunkan

1. WP OP DN mulai bekerja
1. WP OP DN meninggal
pada tahun berjalan;
dunia atau meninggalkan
Indonesia selamanya; 2. WP OP DN pindah kerja
2. Orang asing mulai ke pemberi kerja yang
bekerja di Indonesia pada lain
tahun berjalan untuk
jangka waktu lebih dari 6
bulan;
3. Karyawan pindah cabang
Penghitungan PPh Pasal 21

Pegawai tetap Penerima pensiun


Gaji, Tunjangan, Premi Asuransi
Uang Pensiun Berkala
Dibayar Pemberi Kerja
Dikurangi dengan Dikurangi dengan
1. Biaya jabatan, 5% dari pengh.
Bruto maks. Rp6.000.000 per Biaya Pensiun, 5% dari pengh.
tahun atau Rp500.000 per bulan Bruto maks. Rp2.400.000 per tahun
2. Iuran pensiun, THT/JHT yang atau Rp200.000 perbulan
dibayar sendiri

Penghasilan Neto (setahun/disetahunkan)

Dikurangi PTKP

Penghasilan Kena Pajak

Dikenakan Tarif Pasal 17


PENENTUAN JENIS-JENIS PENGHASILAN YANG HARUS DIKENAKAN PPh PASAL 21 DAN
YANG TIDAK DIKENAKAN PPh PASAL 21
PPh Pasal 21
Pegawai Tidak Tetap/Tenaga Kerja
Lepas
Upah/Uang Saku Harian, Mingguan, Dibayarkan Bulanan Atau Jumlah
Satuan, Borongan Upah Kumulatif satu bulan
melebihi Rp 8.200.000
Upah/Uang Saku Harian
Dikali 12
≤ 300.000 > 300.000 Dikurangi PTKP Setahun

Tidak Dipotong Dikurangi 300.000 Penghasilan Kena Pajak

Dipotong 5% Dikenakan Tarif Ps 17

PPh Ps 21 Setahun
Upah kumulatif > Rp 3jt sebulan
Dibagi 12
Upah sehari dikurangi PTKP sehari
PPh Pasal 21 Sebulan
Tarif PPh 21 = 5%
PPh Pasal 21:
Bukan Pegawai

Berkesinambungan Berkesinambungan Tidak


Excl. Pasal 13 ayat (1) berkesinambungan

(50 % x Ph Bruto)
(50 % x Ph Bruto)
- (50 % x Ph Bruto)
PTKP sebulan,
Dihitung secara
Dihitung secara
kumulatif
kumulatif
PPh Pasal 21:
Lainnya

Dewan Komisaris/ Peserta program


Dewan Pengawas Mantan Pegawai Pensiun yang masih
Non-Pegawai tetap Berstatus pegawai

jasa produksi,
honorarium atau tantiem, gratifikasi,
imbalan yang penarikan dana
bonus atau imbalan pensiun
bersifat tidak teratur lain yang bersifat
tidak teratur

Tarif Pasal 17 atas Penghasilan Bruto


PPh Pasal 21:
Peserta Kegiatan

Tarif Pasal 17
UU PPh

Penghasilan
Bruto

Penghasilan Bruto merupakan pembayaran yang bersifat utuh dan tidak


dipecah
Contoh Soal
Yoko adalah pegawai tetap di PT Selalu Bayar Pajak sejak 1
Januari 2015. Ia memperoleh gaji beserta tunjangan berupa
uang sebulan sebesar Rp. 4,000,000 dan membayar iuran
pensiun sebesar Rp. 100,000 sebulan. Beliau belum
menikah (status TK/0).

Penghitungan PPh Ps. 21 terutang?


Jawaban :
Gaji Sebulan = Rp. 4,000,000
Pengurangan:
Biaya Jabatan = 5% x 4,000,000 = Rp. 200,000
Iuran pensiun Rp. 100,000
Total Rp. 300,000
Penghasilan netto sebulan = Rp. 3,700,000

Penghasilan netto setahun = 12 x 3,700,000 = Rp 44,400,000


PTKP setahun = Rp 36,000,000 -
Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun = Rp 8,400,000
PPh Pasal 21 = 5% x 8,400,000 = Rp 420,000
PPh Pasal 21 sebulan = Rp 35,000
Contoh soal
Panji adalah pegawai tetap di PT. Besok Bubar. Ia memperoleh
gaji bulan Desember sebesar Rp. 10.000.000 menerima uang
lembur sebesar Rp. 5.000.000.
Perusahaan membayarkan iuran pensiun dari BPJS sebesar 1%
dari perhitungan gaji. Di samping itu perusahaan membayarkan
iuran Jaminan Hari Tua (JHT) karyawannya setiap bulan
sebesar 3,7% dari gaji, sedangkan Panji membayar iuran
Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2% dari gaji. Premi
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM)
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing
sebesar 0,24% dan 0,3% dari gaji. Panji menikah tetapi belum
mempunyai anak, namun menanggung ibunya yang sudah
tidak bekerja (status K/1).

Hitung PPh Pasal 21 terutang?


PPh Pasal 22
No. Nama Pemungut Transaksi
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; Impor Barang

2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna


Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau
lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara
lainnya

3. Bendahara pengeluaran untuk pembayaran yang


dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) Pembelian dengan
dana APBN/APBD

4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat


penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi
delegasi oleh KPA, untuk pembayaran kepada pihak
ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS)
5. BUMN (PT Pertamina, PT PLN, PT PGAS, PT Telkom, PT Pembelian barang/
Garuda, PT Pembangunan Perum, PT WIKA, PT Adhi Karya, bahan-bahan untuk
PT Hutama Karya, PT Krakatau Steel) dan bank-bank BUMN keperluan usahanya

6. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri penjualan hasil
semen, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, produksinya di
atas dalam negeri;

7. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri penjualan hasil
kertas yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, produksinya di
atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; dalam negeri;

8. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri penjualan hasil
baja yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas produksinya di
penjualan hasil produksinya di dalam negeri; dalam negeri;
9. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri penjualan hasil
otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, produksinya di dalam
atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri; negeri;

10. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri penjualan hasil
farmasi yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas produksinya di dalam
penjualan hasil produksinya di dalam negeri; negeri;

11. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Penjualan kendaraan
Merek (APM), & importir umum kendaraan bermotor bermotor di dalam negeri

12. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas penjualan hasil
atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas; produksinya di dalam
negeri;

13. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, atas pembelian bahan-
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kepala bahan untuk keperluan
Kantor Pelayanan Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk industri atau ekspor
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. mereka dari pedagang
pengumpul.

14. Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang atas penjualan barang
tergolong sangat mewah. yang tergolong sangat
mewah
Tarif PPh 22 Atas Impor

Jenis Impor Tarif


Importir dengan API 2,5%
Importir tanpa API 7,5%
Impor yang tidak dikuasai/ 7,5%
lelang
Impor terigu, kedelai, gandum 0,5%

PPH 22 IMPOR = TARIF X NILAI IMPOR


DPP PPh Pasal 22 Impor adalah Nilai Impor

Nilai impor terdiri dari:


Cost XX
Insurance XX
Freight XX
Bea Masuk XX
Bea Masuk tambahan XX
PPh Pasal 23

• Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah Pajak yang


dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal,
penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang
telah dipotong PPh Pasal 21.

• PPh Pasal 23 merupakan pembayaran pajak dimuka yang


pada umumnya dapat dikreditkan pada SPT Tahunan oleh
WP yang menerima penghasilan/WP yang dipotong pajak
(kecuali atas PPh yang bersifat final)

• WP akan menerima Bukti Pemotongan setiap kali dilakukan


pemotongan PPh Pasal 23 oleh pihak pemotong pajak.
OBJEK DAN TARIF

1. 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas


dividen, bunga, royalti; hadiah penghargaan,
bonus, dan sejenisnya selain yang telah
dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21
OBJEK DAN TARIF

2. 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:


 sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa danpenghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta yang telah dikenai Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
 imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen,
jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang
telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21.
PMK 244/PMK.03/2008 Tentang Jenis Jasa Lain yang dimaksud
dalam PPh Pasal 23
a. Jasa penilai (appraisal);
b. Jasa aktuaris;
c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
d. Jasa perancang (design);
e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang
dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT);
f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas;
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
i. Jasa penebangan hutan;
j. Jasa pengolahan limbah;
k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services)
l. Jasa perantara dan/atau keagenan;
m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek,
KSEI dan KPEI;
n. Jasa kustodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;
o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
p. Jasa mixing film;
q. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan
perbaikan;
r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel,
selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
s. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV
kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;
t. Jasa maklon;
u. Jasa penyelidikan dan keamanan;
v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
w. Jasa pengepakan;
x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain
untuk penyampaian informasi;
y. Jasa pembasmian hama;
z. Jasa kebersihan atau cleaning service;
aa. Jasa catering atau tata boga.
PPh Pasal 24

Pilih yang terkecil antara :


• Pajak yang dipotong di luar negeri; atau
• Max.Kedit Pajak Luar Negeri (MKPLN)
Definisi PPh pasal 24
Pajak yang terutang atau dibayarkan di Luar Negeri (LN).

Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri yang
boleh dikreditkan terhadap PPh yang terutang atas seluruh
penghasilan WP Dalam Negeri (DN).

Pengkreditan dilakukan dalam tahun pajak digabungkannya


penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia, dengan
tujuan menghindari pemajakan berganda.
Pengkreditan PPh yg dibayar di luar negeri

• PPh dibayar di LN boleh dikreditkan dgn


PPh di Indonesia
• Pengkreditan PPh psl 24 dilakukan di
tahun pajak digabungkannya penghasilan
tersebut
• Kerugian di LN tidak boleh digabung
Prosedur Permohonan
Permohonan disampaikan kepada Dirjen Pajak ketika
penyerahan SPT PPh dengan melampirkan:

Laporan keuangan dari penghasilan luar negeri.

Fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak (Tax Return)


yang disampaikan di luar negeri.

Dokumen pembayaran pajak di luar negeri.


Pengkreditan PPh yg dibayar di luar negeri

• PPh psl 24 yg dikreditkan jumlah yg terendah


antara PPh yang terutang atau dipotong di LN
dengan PPh maksimum yang dapat dikreditkan :
Rumus :
– PPh terutang atas X Penghasilan Netto LN
seluruh Penghasilan Penghasilan Kena Pajak
  (dihitung per-country basis)
Contoh soal
• Tn.Y, kawin dan mempunyai 2 anak,
memperoleh penghasilan neto dalam tahun
2015 sebagai berikut:

• Penghasilan Dalam Negeri Rp 3.000.000.000


• Penghasilan dari LN (tarif pajak 20%) :
Rp 1.500.000.000

• Penghitungan PPh pasal 24 yang dikreditkan?


Contoh
• Tn Opi (K/0) berkedudukan di Jakarta memperoleh
penghasilan neto dalam tahun 2015 adalah :
– Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp
8.000.000.000.
– Di Singapura memperoleh penghasilan (laba neto) Rp
2.000.000.000, dimana PPh yang dibayar di Singapura
sebesar Rp 800.000.000
– Di Vietnam memperoleh penghasilan (laba neto)
sebesar Rp 5.000.000.000, dimana PPh yang dibayar
sebesar Rp 1.500.000.000
– Di Malaysia menderita kerugian (rugi neto) sebesar Rp
3.000.000.000

• Hitung kredit pajak PPh pasal 24 ?


Contoh
• Tn Koi (TK/0) berkedudukan di Surabaya
memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2015 :
– Penghasilan neto (rugi) di dalam negeri Rp (600.000.000)
– Penghasilan neto dari usaha di Brunei
Rp 3.000.000.000
– Kerugian usaha di Brazil (rugi neto) sebesar
Rp 900.000.000

• PPh yang terutang & dibayar di Brunei sebesar Rp


1.200.000.000

• Hitung kredit pajak PPh psl 24


PPh Yang Dibayar Sendiri

PPh Pasal 25 (angsuran bulanan pembayaran pajak


yang dilaporkan sebagai SPT Masa);

PPh Pasal 25 ayat 7;


STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak).
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru

• PPh Pasal 25 dihitung dengan menerapkan tarif


umum Pasal 17 terhadap Penghasilan Kena Pajak
sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas)

• Penghasilan neto dihitung berdasarkan pembukuan


(dalam hal WP wajib melaksanakan pembukuan)
atau berdasarkan Norma Penghitungan (dalam hal
wajib pajak tidak wajib melaksanakan pembukuan /
melaksanakan pembukuan tetapi tidak diketahui
penghasilan netonya)

• Untuk wajib pajak orang pribadi, penghasilan


netonya dikurangi PTKP terlebih dahulu
Rumus Umum PPh 25 Orang Pribadi
a Penghasilan neto fiskal tahun lalu ………………. XXX
b Zakat/Sumbangan Keagamaan yg bersifat
wajib ... (XXX)
c Penghasilan yg menjadi dasar penghitungan
angsuran (a – b) ………………………………… XXX
d Kompensasi kerugian yg dapat digunakan
pada tahun ini …………………………………………. (XXX)
e Penghasilan Tidak Kena Pajak ………………….. (XXX)
f Penghasilan kena pajak (c – d – e) ……………… XXX
g Kredit pajak tahun lalu atas penghasilan yg
termasuk dalam huruf c yg dipotong /
dipungut pihak lain (PPh psl 21/22/23/24)
……………...... (XXX)
h PPh yang harus dibayar sendiri (f – g ) …………. XXX
Contoh
Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun 2009 Rp50.000.000,00
dikurangi :
a. Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi Kerja (Pasal 21) Rp15.000.000,00
b. Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (Pasal 22) Rp10.000.000,00
c. Pajak Pnghasilan yang dipotong oleh pihak lain (Pasal 23) Rp  2.500.000,00
d. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (Pasal 24) Rp  7.500.000,00 (+)
Jumlah kredit pajak Rp35.000.000,00 (-)
Selisih Rp15.000.000,00

• Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah
sebesar Rp1.250.000,00 (Rp15.000.000,00 dibagi 12).
Contoh Umum

• Tn Amir (TK/0) melakukan usaha penjualan barang hasil impor


• Laporan Laba Rugi Th 2016 sbb :
– Penjualan 500.000.000
– HPP 300.000.000
– Laba Kotor 200.000.000
– Biaya usaha 130.000.000
– Laba usaha 70.000.000
– Pendapatan luar usaha
• Komisi penjualan 15.000.000
• Bunga pinjaman 10.000.000
– Laba bersih 95.000.000

• PPh yang dipotong/dipungut pihak lain


• PPh 21 500.000
• PPh 22 impor 2.500.000
• PPh 23 1.000.000
• Jumlah 4.000.000

SOAL :
Hitung PPh 25 untuk tahun 2017
Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Pasal 25

Pokok Pajak …….. 2.000.000 Dapat


Sanksi Administrasi dikreditkan
……....................... 80.000
Jumlah …………… 2.080.000

Tidak dapat
Dikreditkan maupun
dibiayakan
Nama WP : Tino Domino
Alamat : Jl Enggano No. 2 Tanjung Priok Jakarta Utara
NPWP : 04.567.891.0-042.000
Status : Menikah, mempunyai 5 orang anak
Tino Domino bekerja di PT Lautan Megah sebagai manajer marketing,
selain itu dia juga bekerja sebagai dosen marketing di Universitas
“Perjuangan”. Berdasarkan bukti pemotongan PPh 21 form 1721-A1 yang
diberikan pemotong pajak diketahui
PT Lautan Megah Universitas Perjuangan
Penghasilan bruto Rp 120.000.000 Rp 40.000.000 Pengurang
penghasilan bruto Rp 2.500.000 Rp 1.296.000 PPh 21
terutang Rp 23.925.000 Rp 1.095.200 PPh 21 yang telah
dipotong Rp 23.925.000 Rp 1.095.200
Istri Tino Domino yaitu Tini Remi bekerja sebagai kasir di Swalayan “PT
Mikro”
Bukti pemotongan PPh 21 form 1721-A1 yang diberikan pemotong pajak
sbb:
Penghasilan bruto Rp 30.000.000
Pengurang penghasilan bruto Rp 1.296.000
PPh 21 terutang Rp 835.200
PPh 21 yang telah dipotong Rp 835.200
Harta dan Penghasilan lainnya :
- Tino Domino memiliki deposito berjangka pada Bank Mandiri sebesar
Rp. 100.000.000 dengan tingkat bunga 9,5% setahun
- Menerima Deviden dari PT. MARUNDA sebesar Rp. 3.000.000 atas
penyertaan
PENYUSUTAN (Pasal 11 UU PPh)

 Adalah mekanisme pembebanan atas pengeluaran yg


masa manfaatnya lebih dari 1 (satu) tahun yg berkaitan
dengan aktiva tetap berwujud.

 Contoh Pengeluaran yang dapat disusutkan secara


fiskal adalah pengeluaran untuk pembelian, pendirian,
penambahan, perbaikan, dan perubahan harta berwujud.
AKTIVA TETAP YG DAPAT DISUSUTKAN
• Aktiva Tetap yang dimiliki dan digunakan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara (3M)
penghasilan yang masa manfaatnya lebih dari
satu tahun, kecuali tanah.

• Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang


diperoleh dalam bentuk siap pakai atau
dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam
operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk
dijual dalam rangka kegiatan normal
perusahaan dan mempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun
HARTA YG TDK DAPAT DISUSUTKAN
• Tanah, termasuk HGB, HGU, Hak Pakai untuk pertama kalinya.
Kecuali nilai tanah berkurang krn penggunaannya utk memperoleh penghasilan.
• Harta berwujud yang menurut akuntansi dapat disusutkan, tetapi menurut PPh
tidak dapat disusutkan adalah :
1. Aktiva yang merupakan natura dan kenikmatan bagi pegawai (rumah dinas),
kecuali:
– Telepon seluler (dinas) dapat dibebankan sebesar 50% dari Harga
Perolehannya melalui penyusutan aktiva tetap kel.I
– Sedan (dinas) dapat dibebankan sebesar 50% dari Harga Perolehannya
melalui penyusutan aktiva tetap kel.II
– Kendaraan u/ antar jemput pegawai dapat dibebankan sebesar harga
perolehan melalui penyusutan aktiva tetap kel.II
2. Aktiva yang masih status SGU (leasing) dengan Hak Opsi
3. Harta yang dimiliki WP yang tidak digunakan untuk mendapatkan, menagih &
memelihara (3M) penghasilan obyek PPh. Apabila dijual laba (rugi) dihitung
berdasarkan harga jual dikurangi harga perolehan :
- laba merupakan obyek pajak
- rugi, tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Tabel Penyusutan
Fiskal
.
KEL. HARTA MASA TARIF PENYUSUTAN
BERWUJUD MAN- GARIS LURUS SALDO MENURUN
FAAT (STRAIGHT LINE / (DOUBLE
SL) DECLINING/DD)

1. BUKAN
BANGUNAN
- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %

2. BANGUNAN
PERMANEN 20 THN 5 %
TDK PERMANEN 10 THN 10 %
Contoh SL
• Sebuah gedung yang harga perolehannya
Rp1.000.000.000,- dan masa manfaatnya
20 tahun, penyusutannya setiap tahun
adalah sebesar :
Rp1.000.000.000 = Rp 50.000.000
20 tahun
Contoh DD
SEBUAH MESIN DIBELI DAN DITEMPATKAN PADA BULAN JULI 2009
DENGAN HARGA PEROLEHAN SEBESAR 100 JUTA,
MASA MANFAAT DARI MESIN TERSEBUT 4 TAHUN.
TARIF PENYUSUTAN DITETAPKAN 50%, MAKA PERHITUNGAN PENYUSUTANN

TAHUN TARIF PENYUSUTAN NILAI SISA BUKU

HARGA 100.000.000.
PEROLEHAN

75.000.000.
2009 6/12 X 50% 25.000.000.
37.500.000.
2010 50% 37.500.000.
18.750.000.
2011 50% 18.750.000.
9.375.000.
2012 50% 9.375.000.
0.
2013 DISUSUTKAN 9.375.000.
SEKALIGUS
AMORTISASI
• Atas pengeluaran untuk memperoleh harta tak
berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk
biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak
guna usaha, hak pakai, dan goodwill yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun
yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan dilakukan dalam
bagian-bagian yang sama besar atau dalam
bagian-bagian yang menurun selama masa
manfaat.
AMORTISASI
Pasal 11A ayat (1)

METODE METODE
GARIS LURUS SALDO
MENURUN

PADA AKHIR
MASA MANFAAT
DIAMORTISASI
SEKALIGUS
(CLOSED ENDED)
Tabel Amortisasi Fiskal
.
KEL. HARTA MASA TARIF AMORTISASI
BERWUJUD MAN- GARIS LURUS SALDO MENURUN
FAAT

- KELOMPOK 1 4 THN 25 % 50 %
- KELOMPOK 2 8 THN 12,5 % 25 %
- KELOMPOK 3 16 THN 6,25 % 12,5 %
- KELOMPOK 4 20 THN 5 % 10 %

Anda mungkin juga menyukai