Anda di halaman 1dari 29

KELOMPOK 2

Pph 21 Bukan Pegawai


1. Reza Abdul Malik (20180101122)
2. Welki Maulana Pratama (20180102053)
3. Nadine Susanto (20180102038)
4. Juliana Carolina (20180102042)
5. Arin Dwitya (20180101020)
6. Dejulianda (20180101215)
7. Ulfa Dianik (20180101137)
8. Farah Anisa (20180102016)
9. Allisa Putri Priatna (20180101276)
PENGERTIAN BUKAN PEGAWAI
Bukan Pegawai dalam pengertian PPh Pasal 21 adalah orang
pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap / tenaga
kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan
dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan
berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi
penghasilan.
PPh Pasal 21 Bukan Pegawai

Meski jenis pekerjaan dan profesinya beragam, namun jika kita lihat Bukti
Pemotongan PPh Pasal 21 (Formulir F.1.1.33.01), pemotongan PPh Pasal
21 terhadap mereka yang Bukan Pegawai tersebut dikelompokkan dalam 6
(enam) kategori, yakni:

1.Imbalan Distributor MLM (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 2);


2. Imbalan Petugas Dinas Luar Asuransi (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut
3);
3. Imbalan kepada Penjaja Barang Dagangan (Formulir F.1.1.33.01 nomor
urut 4);
4. Imbalan kepada Tenaga Ahli (Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 5);
5. Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Bersifat Berkesinambungan
(Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 10); dan
6. Imbalan kepada Bukan Pegawai yang Tidak Bersifat Berkesinambungan
(Formulir F.1.1.33.01 nomor urut 11).
Terdapat 3 cara Penghitungan PPh pasal 21 untuk Bukan Pegawai :

 PPh Pasal 21 Bukan Pegawai Berkesinambungan Memperoleh


PTKP
PPh 21 = ((50% x Penghasilan Bruto)-PTKP Sebulan) x Tarif Pasal
17
Dihitung secara kumulatif
 
 PPh Pasal 21 Bukan Pegawai Berkesinambungan Tidak
Memperoleh PTKP
PPh 21 = (50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17
Dihitung secara kumulatif

 PPh Pasal 21 Bukan Pegawai Tidak Berkesinambungan


PPh 21 = (50% x Penghasilan Bruto) x Tarif Pasal 17
Contoh Menghitung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas
pembayaran penghasilan kepada mantan pegawai
 Dasar Hukum:
Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang
Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan
Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa
Dan Kegiatan Orang Pribadi
Berikut diberikan contoh, Surti bekerja pada PT Karunia. Pada tanggal 1 Januari
20xx telah berhenti bekerja pada PT Siang karena pensiun. Pada bulan Maret 20xx
Surti menerima jasa produksi tahun 20xx-1 dari PT Siang sebesar Rp55.000.000,00.
Hitung PPh 21!

Pembahasan
PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
5% x Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp5.000.000,00 Rp 750.000,00(+)
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 3.250.000,00

Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan, dibayarkan penghasilan kepada


mantan pegawai lebih dari 1 (satu) kali, maka PPh Pasal 21 atas pembayaran
penghasilan yang berikutnya dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto kumulatif yang diterima dengan
memperhitungkan penghasilan yang telah diterima sebelumnya
Contoh Menghitung Pajak Penghasilan pasal 21 (PPh 21) atas
honorarium komisaris yang tidak merangkap sebagai Pegawai
Tetap.
Dasar Hukum:

Peraturan Menteri Keuangan PMK-162/PMK.011/2012 tentang


Penyesuaian Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi Wajib Pajak Orang
Pribadi
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan
Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa
Dan Kegiatan Orang Pribadi
Supri adalah seorang komisaris di PT Kanji, yang bukan sebagai pegawai
tetap. Dalam tahun 20xx, yaitu bulan Desember 20xx menerima
honorarium sebesar Rp 60.000.000,00. Tentukan PPh 21!
Pembahasan
PPh Pasal 21 yang terutang adalah:
5% x Rp50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp10.000.000,00 Rp 1.500.000,00(+)
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 4.000.000,00

Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan, dibayarkan


penghasilan kepada yang bersangkutan lebih dari 1 (satu) kali, maka PPh
Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang berikutnya dihitung dengan
menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah
penghasilan bruto kumulatif yang diterima dengan memperhitungkan
penghasilan yang telah diterima sebelumnya.
PKP (PENGHASILAN KENA PAJAK) BUKAN
PEGAWAI / KONSULTAN

1. Penghasilan kena pajak atau perhitungan PPh 21 bukan pegawai adalah sebesar
50% dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
2. Bila bukan pegawai tersebut memberikan jasa kepada pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26, maka:
•Bila pemotong PPh Pasal 21 mempekerjakan orang lain sebagai
pegawainya, maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jumlah
pembayaran setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah dari pegawai
yang dipekerjakan tersebut, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak
dapat dipisahkan dengan bagian gaji atau upah pegawai tersebut maka besar
penghasilan bruto adalah sebesar jumlah yang dibayarkan;
•Bila ia hanya melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya
jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila
dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan antara pemberian jasa
dengan material atau barang maka besarnya penghasilan bruto tersebut
termasuk pemberian jasa dan material atau barang.
Pengurangan Pph 21 Bukan Pegawai
Bukan pegawai dapat memperoleh pengurangan berupa PTKP sepanjang
yang bersangkutan telah mempunyai
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan hanya memperoleh
penghasilan dari hubungan kerja dengan satu pemotong PPh pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 serta memperoleh penghasilan lainnya.
Untung dapat memperoleh pengurangan berupa PTKP tersebut, penerima
penghasilan bukan pegawai harus menyerahkan fotokopi kartu Nomor
Pokok Wajib Pajak, dan bagi wanita kawin harus menyerahkan fotokopi
kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami serta fotokopi surat nikah dan
kartu keluarga.
Tarif PPh 21 Bukan Pegawai berdasarkan Pasal 17 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas
jumlah kumulatif dari:
1. Penghasilan Kena Pajak (PKP) sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah
penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan, yang diterima atau diperoleh
bukan pegawai yang memenuhi ketentuan pengurangan PPh 21 di atas.
2. 50% dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada
bukan pegawai yang bersifat kesinambungan yang tidak memenuhi ketentuan
pengurangan PPh 21 di atas.
3. Jumlah penghasilan bruto berupa honorarium atau imbalan yang bersifat
tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau
dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada
perusahaan yang sama.
4. Jumlah penghasilan bruto berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus
atau imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh
mantan pegawai; atau
5. Jumlah penghasilan bruto berupa penarikan dana pensiun oleh peserta
program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Tarif PPh 21 bukan pegawai berdasarkan Pasal 17 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas:
1. 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan
bruto untuk setiap pembayaran imbalan kepada bukan
pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan; dan
2. Jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali
pembayaran yang bersifat utuh dan tidak dipecah,
yang diterima oleh peserta kegiatan.
Pph Pasal 21 Bukan Pegawai tidak
Berkesinambungan
Pph pasal 21 Dokter
Pph 21 dokter berlaku bagi dokter yang melakukan praktik di
rumah sakit dan/atau klinik, maka jumlah penghasilan
brutonya adalah sebesar jasa dokter yang dibayar oleh pasien
sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah
sakit dan/atau klinik.
Pph 21 bagi Dokter
Gaji dan tunjangan serta pembayaran lainnya terkait dengan gaji, karena sebagai
pegawai tetap.

Misalnya Dokter A (status sendiri dan tidak mempunyai tanggungan) pegawai tetap di
RS X dengan gaji dan tunjangan sebulan Rp 15.000.000,-
PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong oleh pemberi kerja :
Gaji + Tunjangan setahun =15.000.000 x 12 = Rp180.000.000,-
Pengurang : Biaya jabatan (5%x jumlah bruto penghasilan setahun, maksimal
Rp6.000.000) = (Rp 6.000.000,-)
PTKP Sendiri (TK/-) = (Rp 15.840.000,-)
Penghasilan Kena Pajak = Rp158.160.000,-
PPh Pasal 21 terhutang :
Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh x PKP =
5% x Rp50.000.000,- = Rp 2.500.000
15% x Rp108.160.000,- = Rp16.224.000
Total Rp18.724.000
Dokter A wajib menerima bukti potong PPh pasal 21 dari Rumah Sakit X.
Catatan
apabila penghasilan tersebut diberikan karena pekerjaan atau jasanya bersifat
berkesinambungan baik berdasarkan kontrak atau kenyataan sebenarnya, maka
tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a diterapkan atas jumlah kumulatifnya.
Misalnya :

1. di bulan April 2009 Dokter A juga mendapat honorarium sebesar


Rp80.000.000,- dari Rumah Sakit Z (bulan Maret 2009 telah menerima
Rp30.000.000,-), sehingga jumlah kumulatifnya menjadi Rp30.000.000,- +
Rp80.000.000,- = Rp110.000.000,-

Dasar Pemotongan PPh Pasal 21 dari jumlah kumulatif tersebut adalah 50% x
Rp110.000.000,- = Rp55.000.000,- , sehingga PPh Pasal 21 yang terutang dan
harus dipotong oleh Rumah Sakit Z adalah :
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000,-
15% x Rp5.000.000 = Rp 750.000,- (+)
Total Rp3.250.000,-
Karena bulan Maret telah dipotong Rp750.000,-, maka bulan April PPh yang
harus dipotong Rp3.250.000,- - Rp750.000 = Rp2.500.000
2. Jumlah penghasilan bruto bagi Dokter yang melakukan praktik di rumah
sakit dan/atau klinik adalah sebesar jasa Dokter yang dibayar oleh pasien
melalui rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi
hasil oleh rumah sakit dan/atau klinik.
Misalnya, Pasien A membayar tagihan Rumah Sakit Z sebesar 25 juta, dengan
rincian uang obat Rp5.000.000,- dan uang jasa Dokter B sebesar
Rp20.000.000,-. Rumah Sakit Z menerima bagi hasil dari uang jasa Dokter B
sebesar 50% dari jumlah tersebut atau Rp10.000.000,- (sesuai dengan
perjanjian).
Rumah Sakit Z memotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima
Dokter B dari jumlah penghasilan bruto Rp20.000.000,- bukan dari jumlah
penghasilan bruto setelah dikurangi bagi hasil atau Rp10.000.000,-. Sehingga
Pph Pasal 21 yang dipotong Rumah Sakit Z adalah : 5% x (50% x
Rp20.000.000) = Rp500.000,-
ORANG PRIBADI PROFESI KEGIATAN
MULTILEVEL MARKETING (MLM)
Rudi Prayitno adalah
seorang kepala keluarga
yang memperoleh
penghasilan usaha hanya
dari kegiatan multilevel
marketing. Berikut ini
adalah rincian penghasilan
Rudi yang diterima dari PT
MLM Sukses Selalu selama
tahun 2016:
Lanjutan
BERIKUT INI ADALAH IDENTITAS YANG TERCANTUM DI KARTU NPWP
RUDI:
      NPWP  :     06.345.671.8-036.000
      NAMA :     RUDI PRAYITNO
      ALAMAT :     JL. LATUMENTEN 3 NO. 9
                                   JELAMBAR – GROGOL PETAMBURAN
                                    JAKARTA BARAT 11460
 
ANGGOTA KELUARGA YANG MENJADI TANGGUNGAN RONAL
ADALAH:
IRMA SUYANTO, ISTRI (SEBAGAI IBU RUMAH TANGGA), LAHIR DI
JAKARTA TANGGAL 18 MARET 1976.
RISMA PRAYITNO, ANAK KANDUNG (SEBAGAI PELAJAR), LAHIR DI
JAKARTA TANGGAL 3 JUNI 2001.
RUDI MEMILIH UNTUK MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO.
DAFTAR HARTA DAN KEWAJIBAN RUDI PRAYITNO :
Penjelasan
• DIKARENAKAN PENGHASILAN RUDI PRAYITNO DARI
PEKERJAAN BEBAS BELUM MELEBIHI RP 4.800.000.000,-,
MAKA RUDI PRAYITNO DIPERBOLEHKAN UNTUK MEMILIH
MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN
NETO.
• JANGAN LUPA MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN
NORMA PENGHITUNGAN INI KE KPP WP.
• RUDI PRAYITNO MENYELENGGARAKAN PENCATATAN
DENGAN BAIK, MAKA PENGHASILAN NETONYA DIHITUNG
DENGAN MENGGUNAKAN NORMA PENGHITUNGAN
PENGHASILAN NETO SESUAI LAMPIRAN I, YAITU 50%.
Perhitungan PPh 21 Jasa Tenaga Ahli
Contoh
 1 : Tanpa dikurangi PTKP

Mr. X adalah seorang tenaga ahli yang dipekerjakan oleh pada PT. ABC pada bulan
Januari 2011. Mr. X menerima penghasilan lain dari PT. XYZ. Penghasilan Mr. X
dihitung berdasarkan jumlah hari kerja. Gaji yang diberikan per hari adalah sebesar
Rp.5.000.000,00.
Bulan Januari 2011 Mr. X bekerja selama 4 hari. Berapa PPh 21 yang dipotong ?

Jawab :
Penghasilan Bruto Januari 2011: Rp.5.000.000,00 x 4 hari = Rp.20.000.000,00

DPP = Rp.20.000.000,00 x 50%


PKP = Rp.10.000.000,00
PPh 21 = Rp.10.000.000,00 x 5% = Rp.500.000,00

Dalam hal Mr.X tidak memiliki NPWP, PPh 21 yang dipotong adalah :
Rp.500.000,00 x 120% = Rp.600.000,00 (20% lebih tinggi).
Contoh 2 : Dikurangi PTKP

Berdasarkan contoh 1, Mr. X Menikah tanpa ada tanggungan. Mr.X


hanya menerima penghasilan dari PT. ABC. Bulan januari bekerja
selama 4 hari, bulan Februari bekerja selama 10 hari, dan bulan Maret
bekerja selama 15 hari. Berapa PPh 21 yang dipotong pada bulan
Januari, Februari, dan Maret ?

Jawab :
Januari :
Penghasilan Bruto = Rp.5.000.000,00 x 4 hari = Rp.20.000.000,00
DPP = Rp.20.000.000,00 x 50% = Rp.10.000.000,00
DPP Kumulatif = Rp.10.000.000,00
PKP = Rp.10.000.000,00 - Rp.1.430.000,00 = Rp.8.570.000.00
PPh 21 = Rp.8.570.000,00 x 5% = Rp.428.500,00
•FEBRUARI :
PENGHASILAN BRUTO = RP.5.000.000,00 X 10 HARI = RP.50.000.000,00
DPP = RP.50.000.000,00 X 50% = RP.25.000.000,00
DPP KUMULATIF = RP.10.000.000,00 + RP.25.000.000,00 = RP.35.000.000,00
PKP = RP.25.000.000,00 - RP.1.430.000,00 =RP.23.570.000,00
PPH 21 = RP.23.750.000,00 X 5% = RP.1.187.500,00

MARET :
PENGHASILAN BRUTO = RP.5.000.000,00 X 15 HARI = RP.75.000.000,00
DPP = RP.75.000.000,00 X 50% = RP.37.500.000,00
DPP KUMULATIF 1 = RP.35.000.000,00 + RP.15.000.000,00 = RP.50.000,000,00
(SEHARUSNYA RP.35.000.000,00 + RP.37.500.000,00 , TETAPI HARUS
DISESUAIKAN SAMPAI BATAS MAKSIMUM TARIF PPH PASAL 17 UNTUK
LAPISAN PERTAMA 5% SEBESAR RP.50.000.000,00)
Perhitungan :
DPP 1 = Rp.30.000.000,00 x 50% = Rp.15.000.000,00
DPP Kumulatif = Rp.35.000.000,00 + Rp.15.000.000,00 = Rp.50.000.000,00
PKP = Rp.15.000.0000 - Rp.1.430.000,00 = Rp.13.570.000,00
PPh 21 = Rp.13.570.000,00 x 5% = Rp.678.500,00

DPP 2 = (Rp.75.000.000,00 - Rp.30.000.000,00) x 50% = Rp.22.500.000,00


DPP Kumulatif = Rp.50.000.000,00 + Rp.22.500.000,00 = Rp.77.500.000,00
PKP = Rp.22.500.000,00 - Rp.1.430.000,00 = Rp.21.070.000,00
PPh 21 = Rp.21.070.000,00 x 15% = Rp.3.160.500,00

PPh 21 Bulan Maret = Rp.678.500,00 + Rp.3.160.500,00 = Rp.3.839.000,00


Pph 21 Non Karyawan Peserta Kegiatan
Sony Gemilang adalah seorang atlet bulutangkis profesional Indonesia
yang bertempat tinggal di Jakarta. Ia menjuarai turnamen Indonesia Grand
Prix Gold dan memperoleh hadiah sebesar Rp. 200.000.000,00
Contoh perhitungan pemotongan Pph pasal 21atas penghasilan yang
diterima peserta kegiatan
Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) Atas
Penarikan Dana Pensiun Oleh Peserta Program Pensiun Yang
Masih Berstatus Pegawai.
Dimisalkan, Randi  adalah pegawai PT Kaya menerima gaji
Rp2.000.000,00 sebulan. PT Kaya mengikuti program pensiun untuk para
pegawainya. PT Kaya membayar iuran dana pensiun untuk Randi sebesar
Rp100.000,00 sebulan ke Dana Pensiun Kaya, yang merupakan dana
pensiun yang dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun pegawai PT Kaya
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Randi 
membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama sebesar Rp50.000,00
sebulan. Bulan April 20xx Randi memerlukan biaya untuk perbaikan
rumahnya maka is mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar
sendiri sebesar Rp20.000.000,00. Kemudian pada bulan Juni 20xx is
menarik lagi dana sebesar Rp15.000.000,00. Kemudian bulan Oktober
20xx untuk keperluan lainnya is menarik lagi dana sebesar
Rp25.000.000,00. PPh Pasal 21 yang terutang  dihitung dengan cara
sebagai berikut.
atas penarikan dana sebesar Rp20.000.000,00 pada bulan April 2013 terutang PPh
Pasal 21 sebesar

5% x Rp20.000.000,00 = Rp1.000.000,00.

atas penarikan dana sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan Juni 2013 terutang PPh
Pasal 21 sebesar

5% x Rp15.000.000,00 = Rp750.000,00

atas penarikan dana sebesar Rp25.000.000,00 pada bulan Oktober 2013 terutang
PPh Pasal 21 sebesar:

5% x Rp15.000.000,00 = Rp  750.000,00


15% x Rp10.000.000,00 = Rp  1.500.000,00(+)
PPh Pasal 21 yang harus dipotong =Rp  2.250.000,00

Anda mungkin juga menyukai