Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak
terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun,
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam
1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas).
2. Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur, maka perkiraan
penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf
a ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur.
Apabila kepada pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi,
tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya
dibayarkan sekali setahun atau periode lainnya , maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong dengan
cara sebagai berikut:
1. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan
penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
2. dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa
produksi, dan sebagainya.
3. selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b adalah PPh Pasal 21
atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sudah ada sejak awal tahun,
namun baru mulai bekerja setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak
teratur tersebut dihitung dengan memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21
Bulanan atas Penghasilan Teratur.
2. Tarif PPh 21 bukan pegawai berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak
Penghasilan diterapkan atas:
• 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran
imbalan kepada bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan; dan
• Jumlah penghasilan bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh dan tidak
dipecah, yang diterima oleh peserta kegiatan.
- PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 mengatur kebijakan mengenai pajak yang berhubungan dengan wajib pajak luar
negeri. Badan usaha apapun di Indonesia yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga,
dividen, royalti, dan sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri diwajibkan untuk membayar PPh
Pasal 26 atas transaksi tersebut. PPh Pasal 26, tarif umum yang dikenakan adalah 20% dan bisa
berubah jika Wajib Pajak mengikuti Tax Treaty atau Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda
(P3B).
- Ketentuan Mengenai Individu atau Perusahaan yang Dikategorikan Wajib Pajak Luar Negeri.
Dari UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, bisa disimpulkan bahwa yang menentukan
seorang individu atau perusahaan sebagai Wajib Pajak Luar Negeri, yaitu:
1. Dividen.
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran
pinjaman.
3. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset.
2. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
3. Hadiah dan penghargaan.
4. Pensiun dan pembayaran berkala.
5. Premi swap dan transaksi lindung lainnya.
6. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang.
7. Selain pajak atas pendapatan (omzet), Wajib Pajak Luar Negeri yang terkena PPh Pasal
26 juga terkena kebijakan tarif pajak dari laba bersih. Tarif 20% (final) dari laba bersih
dikenakan bagi yang memiliki penghasilan dari : Pendapatan dari penjualan aset di
Indonesia. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung ataupun
melalui pialang kepada Perusahaan asuransi di luar negeri.
PPh Pasal 26 memiliki tarif 20% dari Dasar Pengenaan Pajak dengan Ketentuan sebagai berikut:
1. Tarif 20% dari penghasilan bruto
3. Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh terutang.
Pasal 17
1. Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD meliputi
penghasilan tetap dan teratur bagi:
• Pejabat Negara, untuk:
a. gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau
b. imbalan tetap sejenisnya, yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
• PNS, Anggota TNI, dan Anggota POLRI, untuk gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan
teratur setiap bulan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang -undangan; dan
• Pensiunan, untuk uang pensiun dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yaitu:
o penghasilan bruto 1 (satu) Masa Pajak; atau
o penghasilan kena pajak.
3. Penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a yaitu seluruh penghasilan tetap dan
teratur yang diterima atau diperoleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunannya.
4. Penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditentukan berdasarkan
penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
5. Jumlah penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh.
6. Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau
Anggota POLRI ditentukan berdasarkan jumlah seluruh penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dalam 1 (satu) Tahun Pajak dikurangi dengan:
a. biayajabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2);
b. iuran terkait program pensiun dan hari tua, yang terkait dengan gaji, yang dibayar oleh Pejabat
Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI melalui pemberi kerja kepada:
✓ dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri atau telah mendapatkan izin
dari Otoritas Jasa Keuangan;
✓ badan penyelenggara J am1nan sosial ketenagakerjaan; dan
✓ badan penyelenggara tunjangan hari tua yang pendiriannya diatur sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan; dan
b. zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia, yang dibayarkan melalui pemberi kerja kepada badan amil zakat, lembaga amil zakat,
dan lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
7. Besarnya penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bagi Pensiunan ditentukan berdasarkan
seluruh penghasilan tetap dan teratur dikurangi dengan:
Pasal 18
1. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang wajib dipotong bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota
TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya pada:
a. setiap Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir dihitung menggunakan tarif efektif bulanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a dikalikan dengan dasar pengenaan
dan pemotongan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 1 7 ayat (2) huruf a;
b. Masa Pajak Terakhir yaitu sebesar selisih antara Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang
selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak dengan Pajak Penghasilan Pasal 21
yang telah dipotong pada Masa Pajak selain Masa Pajak Terakhir sebagaimana dimaksud
pada huruf a.
2. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang selama 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
Undang-Undang Pajak Penghasilan dikalikan dengan dasar pengenaan da n pemotongan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau bagian
Tahun Pajak.
3. Dalam hal kewajiban pajak subjektif Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau
Pensiunan baru dimulai setelah bulan Januari atau berakhir sebelum bulan Desember, penghitungan
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dilakukan berdasarkan penghasilan neto yang
disetahunkan dan pajaknya dihitung secara proporsional terhadap jumlah bulan dalam bagian
Tahun Pajak yang bersangkutan.
4. Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan menerima
penghasilan dari 2 (dua) pemberi kerja dan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas seluruh penghasilan
dimaksud ditanggung oleh pemerintah, penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada Masa Pajak
Terakhir yang dilakukan oleh selain pemberi kerja yang membayar gaji pokok harus
memperhitungkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur yang diterima atau diperoleh
Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, atau Pensiunan, termasuk penghasilan dalam
penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada pemberi kerja yang membayar gaji pokok.
5. Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dalam hal:
a. pemberi kerja yang membayar gaji pokok telah menerbitkan bukti pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 untuk diperhitungkan dengan bukti pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21 pemberi kerja lainnya;
b. penerima penghasilan menyampaikan bukti pemotongan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a kepada pemberi kerja lainnya; dan
c. penerima penghasilan membuat surat pernyataan yang menyatakan daftar pemberi kerja
dan kesediaan pemberi kerja lainnya untuk memperhitungkan penghasilan dari pemberi
kerja sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
6. Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c dibuat sesuai contoh format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
KASUS
• Jenis Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21/26 merupakan surat pemberitahuan atas pemotongan
atau pemungutan pajak atas penghasilan berupa: Gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak.
• Pajak Penghasilan Pasal 21 untuk orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sedangkan PPh Pasal
26 untuk orang pribadi subjek pajak luar negeri.
• Surat pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21/26 ini berbentuk Formulir SPT PPh 1721.
• Jenis Formulir 1721 ini terbagi menjadi dua yakni 1721 A1 (untuk karyawan swasta) dan 1721 A2
(untuk pegawai negeri).
• Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 21/26 adalah tanggal 10 bulan berikutnya, dan batas waktu
lapor Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21/26 adalah pada tanggal 20.
Kasus
PT Abadi Berkarya memiliki perwakilan di luar negeri dan mengasuransikan bangunan bertingkat ke PT YZ yang
merupakan perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi pada tahun 2015 sebesar RP2 Miliar.
Hitunglah PPh Pasal 26 dari PT Abadi Berkarya tahun 2015?
Jawaban
Sementara, apabila PT Abadi Berkarya mengikuti asuransi melalui perusahaan yang ada di Indonesia, misal
PT Asuransi Raya, dengan membayar jumlah premi yang sama besar Rp2 Miliar. PT Asuransi Raya
mengikutkan (Reasuransi) perusahaan tersebut ke perusahaan asuransi yang berada di luar negeri, misalnya
PT YZ dengan membayar premi sebesar Rp1 Miliar, maka ketentuan PPh Pasal 26 adalah :