Catatan:
Tarif honorarium untuk pemberian jasa oleh orang pribadi adalah tarif
pasal 17 dari nilai bruto dan PPh yang ditanggung pemberi kerja
sebesar 500 ribu tanpa gross up dan tidak mengubah nilai kontrak,
maka sejumlah PPh tersebut tidak dibayarkan
PPh dihitung dengan metode gross up akan menambah nilai kontrak
sebesar, 5% x 10.000.000 x 100/(100-5) = Rp. 526.316
PPh sejumlah itu menjadi unsur biaya yang bersifat deductible
expenses, karena bagi penerima hal ini menjadi unsur penghasilan Secara
sederhana dapat diilustrasikan :
Jika secara fiskal perusahaan masih merugi, gross up akan
menambah beban PPh Pasal 21 tanpa mempengaruhi PPh badan
terutang, pengaruhnya pada kompensasi kerugian. Dari cashflow
timbul pengeluaran yang justru lebih besar dan jika
mempertimbangkan time value of money, manajemen bisa
memilih untuk tidak melakukan gross up
Sebaliknya jika perusahaan mendapat laba fiskal dan sudah
dikenai PPh tarif tertinggi, metode gross up akan menghasilkan
penghematan dari selisih tarif antara PPh Badan degan tarif PPh
Pasal 21 dikenakan.
Pemberian Uang Saku Secara Lump-Sum atau Reimbusement
Masalah prosedur pembayaran uang saku dalam perjalanan dinas, pendidikan
ataupun sejenis pengeluaran perusahaan lainnya juga seringkali menimbulkan
aspek pajak yang berbeda.
Pembayaran secara lump-sum akan mengakibatkan PPh Pasal 21
dihitung dari seluruh nilai yang dibayarkan. Pengertian lump-sum,
perusahaan memberikan sekaligus dalam jumlah tertentu yang
meliputi uang saku, transport, akomodasi atau unsur biaya lainnya,
tanpa disertai dengan pertanggungjawaban dan bukti atas
penggunaannya
Sedangkan dalam prosedur Reimbusement , pembayaran disertai
dengan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana
dengan meminta bukti pengeluaran. Apabila terjadi kelebihan, harus
dikembalikan ke perusahaan, apabila terjadi kekurangan dapat
dimintakan kembali ( reimbursement ). PPh pasal 21 hanya akan
dihitung dari uang saku atau tunjangan berupa uang lainnya yang
benar benar diterima atau diperoleh karyawan.
Pemberian Tunjangan Makan atau Menyiapkan Makan Bersama?
Sejak berlakunya UU PPh tahun 2000, makanan dan minuman bagi karyawan
sudah boleh dibiayakan di PPh badan (deductible expenses). Perlu dikaji,
apakah perusahaan masih hendak memberikan tunjangan makan atau
menyiapkan makan bersama sebagai pengganti tunjangan makan.
Pemberian tunjangan makan akan mengakibatkan bertambahnya PPh
Pasal 21. Apabila hanya dipandang dari sisi fiskal, lebih menguntungkan jika
disiapkan makan bersama untuk seluruh karyawan. Tetapi apabila dalam
praktiknya harus menggunakan jasa catering, harus diingat timbulnya
kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari penghasilan bruto.
Memberikan Tunjangan Kesehatan atau Fasilitas Pengobatan ?
Untuk biaya kesehatan, perusahaan memiliki pilihan, memberikan tunjangan
kesehatan, menyediakan fasilitas pengobatan bagi karyawan atau
menggunakan metode reimbursement biaya pengobatan.
Bila perusahaan memilih memberikan tunjangan kesehatan, maka
perlakuan pajaknya bersifat taxable-deductible, artinya tunjangan
kesehatan merupakan objek pajak PPh Pasal 21 bagi karyawan
(penghasilan) dan merupakan biaya bagi perusahaan.
Bila perusahaan menyediakan fasilitas pengobatan, maka perlakuan
pajaknya bersifat non taxable – non deductible artinya hal itu bukan
penghasilan bagi karyawan dan bukan biaya bagi perusahaan
Bila menggunakan metode reimbursement maka perlakuan pajaknya
ada yang bersifat non-taxable – non deductible, bila persyaratan
reimbursement dapat dipenuhi yaitu tidak boleh ada mark up, bukti
asli diserahkan ke perusahaan, bukti dibuat atas nama perusahaan atau
atas nama karyawan perusahaan,dan diatur dalam kontrak kerja antara
perusahaan dengan karyawan. Dan ada pula yang bersifat taxable –
deductible, bila persyaratan reimbursement tidak dapat dipenuhi.
Dalam hal ini esensinya adalah karyawan menerima uang dari
perusahaan yang kemudian digunakan untuk membayar pengobatan
6. Meminimalkan Tarif Pajak (PPh Pasa 21)
Penerapan tax planning dalam PPh Pasal 21 antara lain dengan cara
Pada perusahaan yang PPh badannya tidak dikenai pajak bersifat final
diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan
dalam bentuk natura atau kenikmatan.
Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenakan pajak bersifat final,
memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk natura atau
kenikmatan merupakan salah satu pilihan untuk menghindari lapisan
tarif maksimum PPh Pasal 21.
Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenai pajak bersifat final,
contohnya perusahaan jasa konstruksi maka efisiensi PPh pasal 21
karyawan dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimal
mungkin tunjangan karyawan dalam bentuk natura dan kesejahteraan
yang bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21