Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS IMPLEMENTASI PPh PASAL 21 PADA KARYAWAN

JAKARTA

Nadia Ulfa Rahayu1

Abstrak:

Tujuan: Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi
akuntansi PPh atas Pasal 21 pada karyawan perusahaan di Jakarta.

Pendekatan/Metodologi/Desain: Pengumpulan penelitian ini dengan menggunakan data


sekunder pada jurnal-jurnal di Google Scholar yang telah diolah dan dianalisa oleh penulis.
Metodologi pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi.

Temuan: Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana implementasi, perhitungan, dan pelaporan
PPh Pasal 21 pada karyawan Jakarta.

Orisinalitas/Value: Penelitian ini meneliti implementasi PPh Pasal 21 pada karyawan perusahaan
di Jakarta

Kata Kunci: PPh Pasal 21, pajak, karyawan, perhitungan


ANALISIS IMPLEMENTASI PPh PASAL 21 PADA KARYAWAN
JAKARTA
Nadia Ulfa Rahayu1

Abstract:

Objective: The objective to be achieved in this study is to analyze the implementation of PPh
section 21 in company employees in Jakarta.

Approach/Methodology/Design: The collection of this study using secondary data in journals in


Google Scholar that have been processed and analyzed by the author. The sampling methodology
in this study is a method of documentation.

Originality/Value: This study examined the implementation of PPh section 21 on company


employees in Jakarta

Keywords: PPh section 21, taxes, employees, calculations


PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pajak merupakan iuran warga negara kepada kas negara yang dipungut berdasarkan
undang-undang (bersifat memaksa) dengan tanpa mendapatkan timbal balik
(kontraprestasi) secara langsung. Pajak pun bersifat memaksa dan hasil pemungutannya
tersebut harus digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Rochmat Soemitro dalam buku Mardiasmo (2018:3).
Undang-undang yang mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran, dan
pelaporan pajak adalah UU No. 36 tahun 2008. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis bagaimana implementasi dari PPh Pasal 21 pada karyawan Jakarta. Penelitian
ini dilakukan pada beberapa perusahaan di Jakarta. Undang – Undang No. 36 Tahun 2008,
menyatakan pajak adalah kontribusi WP (Wajib Pajak) kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang paling besar. Pajak memiliki
peran yang sangat penting yaitu sebagai penopang pengeluaran negara. Semakin besar
suatu penerimaan pajak, maka semakin besar juga kemampuan negara untuk membiayai
pembangunan. Sebaliknya, apabila semakin kecil suatu penerimaan pajak yang diperoleh
maka semakin kecil juga kemampuan suatu negara untuk membiayai pembangunan.
Pembangunan adalah suatu kegiatan berkesinambungan dengan tujuan utama
adalah untuk meningkatkan kesejateraan rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Pembangunan dapat berjalan lancar
apabila terdapat sumber dana yang mendukung. Untuk memenuhi kebutuhan dana yang
semakin besar, pemerintah harus berusaha untuk meningkatkan penerimaan dari sektor
pajak. Berbagai strategi diupayakan untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak baik
peraturan perundang-undangan perpajakan, maupun system pemungutan pajaknya.
Ilyas dkk (2007:19) menyatakan bahwa PPh merupakan jenis pajak yang bersifat
langsung yaitu pajak yang bebannya ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan dikenakan
berulang - ulang pada waktu tertentu. Selain itu, PPh merupakan pajak subjektif yang
dikenakan dengan memerhatikan keadaan pribadi subjeknya. Jadi, PPh merupakan pajak
yang akan dikenai kepada subjek pajak (wajib pajak) atas penghasilan yang diperoleh
dalam satu tahun pajak.
Salah satu jenis pajak penghasilan yang berhubungan langsung dengan masyarakat
Indonesia adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. PPh pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi. Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21
adalah orang pribadi yang merupakan pegawai, penerima uang pesangon, pensiun atau
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan; peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan (Mardiasmo,
2011:168). Pajak tersebut dipotong oleh pemotong PPh pasal 21 yang terdiri dari: pemberi
kerja; bendahara atau pemegang kas pemerintah; dana pensiun, badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas serta badan; penyelenggara kegiatan (Mardiasmo, 2011:170)
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang terdiri dari dua metode, yaitu Net Method dan
Gross Up Method. PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan disebut dengan Net
Method. Dengan metode ini PPh pasal 21 karyawan dibayar oleh perusahaan sehingga
Take Home Pay yang diperoleh oleh karyawan adalah gaji bersih yang sudah dipotong
pajak. Dengan metode ini PPh pasal 21 karyawan dibayar oleh perusahaan sehingga Take
Home Pay yang diperoleh oleh karyawan adalah gaji bersih yang sudah dipotong pajak.
Metode Gross Up adalah metode dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang
besarnya sesuai dengan PPh pasal 21 yang dipotong dari karyawan. Dengan metode ini
pegawai akan mendapatkan Take Home Pay yang lebih besar karena gaji yang diperoleh
masih ditambah dengan tunjangan pajak. PPh Pasal 21 yang wajib dipungut, disetor dan
dilaporkan oleh suatu perusahaan adalah PPh Pasal 21 yang terutang atas pemberian
penghasilan berupa gaji, bonus, insentif dan tunjangan kepada pegawai tetap, pegawai
tidak tetap maupun kepada bukan pegawai.
B. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk menganalisis bagaimana implementasi Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada
karyawan Jakarta

C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mekanisme perhitungan, pemotongan serta pelaporan pajak
penghasilan Pasal 21 karyawan Jakarta?
2. Bagaimana pengimplementasian pajak penghasilan Pasal 21 karyawan Jakarta?
TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORITIS
1. Ketentuan Umum Pajak Penghasilan Pasal 21
a. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang
selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
b. Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak
badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
c. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi
dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
dari Pemotong PPh Pasal 21 dan sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya
sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.
d. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik
sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun
tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau
kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan
berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain
yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan
pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah.
e. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan
komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus
ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang
bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang
pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan
tersebut.
f. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya
menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja,
berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang
dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh
pemberi kerja.
g. Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai
tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh
Pasal 21 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang
dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
h. Masa Pajak terakhir adalah masa Desember atau masa pajak tertentu di
mana pegawai tetap berhenti bekerja.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata CaraPerpajakan (KUP) Pasal 1 Ayat 1 “Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya
kemakmuran rakyat”.

Menurut Brotodiharjo dalam Sukardji (2014, hal. 1) “Pajak adalah iuran


kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya
menurut peraturan,dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat
ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan”.
Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur
(Untung Sukardji, 2014):

a. Iuaran rakyat yang diberikan kepada negara.


b. Bersifat memaksa
c. Dikenakan kepada orang pribadi atau badan
d. Dilandasi peraturan Undang Undang
e. Tidak mendapat imbalan secara langsung
f. Digunakan untuk kemakmuran rakyat.

Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum


dikenakan pajak. Menurut Indra Efendi Rangguki,dkk dalam buku Perpajakan
Indonesia Edisi 2 Tarif Pajak adalah dasar penggenaan pajak terhadap objek pajak
yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak biasanya berupa persentase (%). Dasar
penggenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung
pajak yang terutang.

1) Tarif Pajak untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri

2) Tarif pajak untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dalam Bentuk Usaha
Tetap adalah 28 %. Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak
tahun pajak 2010.

2. Metode Penghitungan Pajak Penghasilan


Saat diluncurkannya program reformasi perpajakan di tahun 1983, sejak itu pula
berkembang pemikiran dari wajib pajak untuk mengefisienkan pajak yang harus
menjadi beban perusahaan.Menurut Chairil Anwar Pohan (2011) Setidaknya ada 3
metode yang biasnya digunakan dalam perhitungan pajak penghasilan Pasal 21 oleh
perusahaan dalam menjalankan perencanaan pajak, yaitu:
a. Gross Method (Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung oleh Karyawan)
Merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung
sendiri jumlah pajak penghasilannya, yang biasanya dipotong langsung dari
gaji karyawan yang bersangkutan. Biasanya dilakukan pada perusahaan
yang baru berdiri.
b. Net Method (Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung oleh Perusahaan)
Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung
pajak karyawannya. Sebagaimana dimaksud dalam Kep. Dirjen Pajak No.
31/PJ./2008 Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (I), Penghasilan yang dipotong
Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 termasuk
pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak,
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak penghasilan yang bersifat final; atau
Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus(deemed profit). Selanjutnya pada Pasal 8 ayat 2
menegaskan bahwa Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja,
termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan dalam
bentuk kenikmatan.
c. Gross-Up Method (Tunjangan pajak yang di gross up) Merupakan metode
pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang
jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari
karyawan. Perhitungan tunjangan pajak diformulasikan untuk menyamakan
jumlah pajak yang akan dibayar dengan tunjangan pajak yang diberikan
perusahaan terhadap karyawannya.

B. PENELITIAN TERDAHULU
Yahya Rochman dengan judul “Analisis Pelaksanaan dan Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Atas pegawai tetap pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu Metode Kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Hasil penelitian adalah Dinas Kesehatan (Dinkes) kurang tepat dalam menerapkan
pemotongan PPh Pasal 21, dalam artian tidak sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang
berlaku yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.15/PJ/2006.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama
meneliti mengenai PPh Pasal 21. Sedangkan perbedaannya yaitu pada objek penelitian.
Jika penelitian sebelumnya menggunakan pegawai tetap pada Dinas Kesehatan Kabupaten
Bangkalan sebagai objeknya, maka penulis menggunakan karyawan Jakarta sebagai
objeknya.
PEMBAHASAN

A. Perhitungan PPh Pasal 21 dengan PTKP


Hasil data terhadap seluruh karyawan Jakarta diketahui jumlah tanggungan yang secara
nyata menjadi tanggungan oleh masing-masing karyawan yang berdasarkan peraturan
perpajakan dapat dijadikan sebagai pengurang dalam perhitungan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) tahun 2014. Berikut adalah tabelnya:
Status Tunjangan Incentive Tahun
No Nama Pegawai Gaji Pokok Uang Makan PPh Pasal 21
Kawin Jabatan 2014
1 Avirdhan Rizky B. K/1 Rp 18,288,000 Rp 625,000 Rp 1,600,000 Rp 4,000,000 Rp 8,732,410
2 Avana Sesty Sandyakala K/1 Rp 16,032,000 Rp 550,000 Rp 1,000,000 Rp 3,000,000 Rp 7,014,240
3 Yazira Almasyifa N.A. TK/0 Rp 16,032,000 Rp 550,000 Rp 1,000,000 Rp 3,000,000 Rp 10,164,240
4 Evasya Iona Syaurelia K/2 Rp 14,184,000 Rp 475,000 Rp 1,000,000 Rp 3,000,000 Rp 9,068,130
5 Ditha Aulia Cakrawala K/0 Rp 12,660,000 Rp 475,000 Rp 750,000 Rp 2,500,000 Rp 8,033,200
6 Lembayung Jingga Senja K/0 Rp 12,660,000 Rp 475,000 Rp 750,000 Rp 2,500,000 Rp 8,033,200
7 Langit Atara Sagya K/1 Rp 11,400,000 Rp 475,000 Rp 750,000 Rp 2,500,000 Rp 4,165,000
8 Awan Aksa Melita TK/0 Rp 10,000,000 Rp 475,000 Rp 500,000 Rp 2,000,000 Rp 6,350,750
9 Sembagi Arutala Amara K/2 Rp 10,000,000 Rp 475,000 Rp 500,000 Rp 1,800,000 Rp 6,341,250
10 Aluna Ananta Sabrina TK/0 Rp 10,000,000 Rp 475,000 Rp 500,000 Rp 1,500,000 Rp 6,327,000
11 Kaflin Dash Ronan TK/0 Rp 10,000,000 Rp 250,000 Rp - Rp - Rp 5,842,500

Rumus Penghasilan Bruto:


Gaji Pokok Rp. XXX
Tunjangan :
Uang Makan Rp. XXX
Tunjangan jabatan Rp. XXX
Penghasilan Bruto Rp. XXX
Penghasilan Bruto Setahun (Peng.Bruto*12) Rp. XXX
Bonus Rp. XXX
Penghasilan Bruto + Bonus Setahun Rp. XXX
Pengurang Penghasilan :
Biaya Jabatan (5% x Penghasilan Bruto) = (Rp. XXX)
Penghasilan Neto Setahun Rp. XXX
Pengurang Penghasilan Tidak Kena Pajak : (Optional tergantung status kawin)
Diri Wajib Pajak (Rp. 54.000.000)
Diri Wajib Pajak (status kawin belum ada tanggungan) (Rp. 58.500.000)
Diri Wajib Pajak (status kawin anak 1) (Rp. 63.000.000)
Diri Wajib Pajak (status kawin anak 2) (Rp. 67.500.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp. XXX
PPh Pasal 21 :
5% X Rp. (0-Rp 50.000.000) = Rp XXX
15%X Rp. (Rp 50.000.000-Rp 250.000.000) = Rp. XXX
25%X Rp. (Rp 250.000.000-Rp 500.000.000)= Rp. XXX
30%X Rp. (>Rp 500.000.000)= Rp. XXX
PPh Pasal 21 Per tahun = Rp. XXX

Dari perhitungan dan pencatatan PPh Pasal 21 di atas, dapat dilihat perbandingan
kesesuaiannya dalam tabel berikut:

1 Pengukuran Dapat dilihat dari hasil analisis data


PPh Pasal 21, sesuai jika kewajiban yang sudah dihitung dengan tarif
(aktiva) pajak kini untuk periode berlaku
berjalan dan periode sebelumnya diakui
sebagai pajak terutang dan dihitung
dengan tarif pajak yang sedang berlaku
2 Pencatatan Dapat dilihat dalam hasil analisis data
Pencatatan PPh Pasal 21 apabila dicatat bahwa sudah dicatat dalam bentuk
dalam bentuk jurnal keuangan jurnal keuangan.
Pada saat membayar gaji dan
memungut PPh Pasal 21
Beban gaji
Utang PPh Pasal 21
Kas
Pada saat pembayaran PPh Pasal
21 Utang PPh Pasal 21
Kas
3 Pengungkapan Dapat dilihat dalam hasil analisis data,
bahwa pengelompokkan sudah
PPh Pasal 21 sudah dikelompokkan dilakukan dan dikalikan dengan tarif
unsur-unsurnya yaitu beban dan pajak yang berlaku.
penghasilan, jumlah pajak yang sesuai
dengan transaksi, adanya keterkaitan
antara beban pajak dengan laba akuntansi
dikalikan tarif pajak yang berlaku.
4 Penyajian Penyajian pajak ke dalam laporan
Penyajian PPh Pasal 21 bila penyajian keuangan sudah dipisahkan, dalam hal
aktiva dan kewajiban pajak telah ini perusahaan melaporkan SPT
dipisahkan. Tahunan PPh Pasal 21 dengan PPh
teutang yang telah dibayar lunas.
Dari data perhitungan diatas, diharapkan untuk Wajib Pajak (WP) setiap karyawan
yang terdampak Covid-19 dapat menghitung sendiri perhitungan Pajak Penghasilan (PPh)
Pasal 21 secara mandiri, selain itu untuk melihat apakah penghasilan dari Wajib Pajak
(WP) dalam setahun jumlahnya memenuhi salah satu ketentuan perpajakan

B. Pelaksanaan Perhitungan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21


Cara perhitungan Pajak penghasilan Pasal 21 pada prinsipnya sama dengan cara
Penghasilan Pasal 21 bagi penerima-penerima penghasilan tertentu wajib pajak
dalam negeri selain pengurangan berupa PTKP, juga diberikan pengurangan-pengurangan
penghasilan berupa biaya jabatan. Selain itu, tarif yang ditetapkan juga bervariasi yaitu
tarif sesuai dengan pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan atau tarif yang ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah atau aturan pelaksanaan lainnya.
Sistem perpajakan yang digunakan untuk pemotongan PPh pasal 21 menggunakan
withholding system. Withholding adalah suatu sistem pemotongan pajak dimana
wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang seseorang berada pada pihak ketiga
dan bukan oleh fiskus maupun oleh wajib pajak itu sendiri.
Pihak yang melakukan pemotongan PPh Pasal 21 adalah pihak PT. Dutacipta
Pakarperkasa Surabaya, selaku pemberi kerja. Dimana besarnya potongan tergantung pada
berapa besarnya penghasilan yang diterima setiap pegawai. Perhitungan pemotongan Pajak
Penghasilan pasal 21 mengacu kepada formulir SPT Masa PPh Pasal 21 formulir 172.

C. Pelaksanaan Penyetoran PPh Pasal 21


Pada prinsipnya pajak atas penghasilan akan terutang pada akhir tahun, baik bagi
wajib pajak yang menggunakan tahun takwim ataupun tahun buku, tergantung tahun apa
yang dipilih oleh wajib pajak. Namun demikian, untuk memberikan keringanan dan
kemudahan pembayaran pajak atas penghasilan, serta prinsip pengenalan pajak pada saat
adanya penghasilan, maka besarnya penghasilan yang akan terjadi pada akhir tahun
tersebut dapat diperkirakan sejak awal tahun, dan besarnya PPh yang akan terutang pada
akhir tahun tersebut pelunasannya dilakukan pada setiap masa bulanan atau pada setiap
transaksi, dengan cara dipungut, dipotong pihak lain, atau dibayar sendiri oleh wajib pajak.
Pada akhir tahun besarnya PPh yang masih kurang dibayar harus dilunasi oleh wajib pajak
sebelum Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dilaporkan.
Sarana yang digunakan wajib pajak dalam membayar atau melunasi PPh adalah
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP). SSP dimaksudkan sebagai surat yang
oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang
terutang ke Kas Negara. SSP ini selanjutnya berfungsi sebagai alat bukti dan laporan
pembayaran pajak.
Pembayaran pajak telah ditentukan batas waktunya. Apabila batas waktu
pembayaran atau penyetoran pajak jatuh pada hari libur maka batas waktu tersebut diundur
pada hari berikutnya yang bukan merupakan hari libur. Setiap keterlambatan pembayaran
dikenakan bunga sebesar 2% sebulan untuk seluruh masa, yang dihitung sejak jatuh tempo.
Batas waktu pembayaran atau penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah tanggal 10
bulan takwim berikutnya setelah masa pajaknya berakhir.

D. Mekanisme Perhitungan dan Penyetoran Pph Pasal 21 atas karyawan perusahaan di


Jakarta
Perusahaan di Jakarta melaksanakan administrasi perpajakannya dengan menghitung,
menyetor dan melaporkan Pajak Penghasilannya. Dalam menghitung Pajak Penghasilan
Pasal 21 atas gaji karyawan menggunakan sistem komputerisasi untuk kelengkapan
administrasinya. Selama penelitian ini penulis menyimpulkan “karyawan yang dipotong
PPh Pasal 21 adalah karyawan yang menerima penghasilan berupa gaji, Tunjangan Hari
Tua, bonus, tunjangan hari raya, dan tunjangan-tunjangan lainnya”. Kemudian gaji pokok
ditambah dengan tunjangan-tunjangan tersebut maka dapat diperoleh penghasilan bruto
sebulan karyawan Untuk kemudian dicari berupa penghasilan nettonya sehingga dapat
dicari berapa besar pajak penghasilannya. Yaitu jumlah penghasilan bruto dikurangi
dengan biaya jabatan 5% dari penghasilan bruto sebulan, jika ada yang dibayar sendiri oleh
karyawan tetap yang bersangkutan maka didapatkan penghasilan netto sebulan. Untuk
mengetahui berapa jumlah penghasilan neto karyawan tetap setahun, penghasilan neto
sebulan dikalikan dengan 12 bulan. Kemudian penghasilan neto karyawan tetap setahun
dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sesuai dengan status dan
tanggungan pribadi karyawan tersebut maka diketahuilah Penghasilan Kena Pajak (PKP)
yang merupakan dasar perhitungan PPh Pasal 21 karyawan dan seterusnya dikalikan
dengan tarif pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 sehingga diketahuilah seberapa besar jumlah
PPh Pasal 21 setahun ataupun perbulannya dengan membagi 12 bulan.
Ada 3 metode yang biasnya digunakan dalam perhitungan pajak penghasilan Pasal 21 oleh
perusahaan dalam menjalankan perencanaan pajak, yaitu:
a. Gross Method (Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung oleh Karyawan)
b. Net Method (Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung oleh Perusahaan)
c. Gross-Up Method (Tunjangan pajak yang di gross up)
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlakuan akuntansi atas pembayaran gaji karyawan serta penyetoran PPh Pasal 21,
perusahaan telah melakukan 1) pengukuran, yaitu kewajiban (aktiva) pajak kini untuk
periode berjalan dan periode sebelumnya diakui sebagai pajak terutang sesuai tarif yang
berlaku; 2) pengungkapan, yaitu unsur-unsur beban dan penghasilan, jumlah pajak, adanya
keterkaitan antara beban pajak dengan laba akuntansi dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku; 3) pencatatan, PPh pasal 21 telah dicatat dalam bentuk jurnal dan 4) penyajian,
yaitu aktiva dan kewajiban pajak telah dipisahkan dalam laporan keuangan.
2. Setelah melihat data – data dan keterangan yang diperoleh dari beberapa karyawan
perusahaan di Jakarta yang telah diuraikan dan dibahas pada bab – bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan dalam Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 telah
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perpajakan yang berlaku yaitu Undang-Undang N0.36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA

Aloysius Taufan Hardianto. (2021). MEKANISME PERHITUNGAN DAN PELAPORAN


PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 KARYAWAN. Jurnal Akuntansi, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang.
Amina Lainutu. (2013). PENGARUH JUMLAH WAJIB PAJAK PPH 21 TERHADAP
PENERIMAAN PPH 21 PADA KPP PRATAMA MANADO. Jurnal EMBA, 374-382.
Dedy Kurniawan. (2021). ANALISIS PERBANDINGAN METODE PERHITUNGAN PAJAK
PENGHASILAN PASAL 21, DAMPAKNYA TERHADAP BEBAN DAN PAJAK
PENGHASILAN BADAN PADA CV. PACHIRA MOTOR. Jurnal Ekonomi dan Bisnis.
Denny Erica, Irwin Ananta vidada, Hoiriah, dan Saridawati. (2020). PROSEDUR
PERHITUNGAN INSENTIF PPH PASAL 21 PADA SAAT PANDEMI COVID 19 DI
INDONESIA. Jurnal Ekonomi & Manajemen Universitas Bina Sarana Informatika, 139-
146.
Lutfi Baradja, Yuanita, dan Ali Gesang Widodo Budi. (2020). PENERAPAN SELF ASSESMENT
SYSTEM PPH PASAL 21 UNTUK UMKM SE JAKARTA. Jurnal Berdaya Mandiri,
408-418.
Meyliza Dalughu. (2015). ANALISIS PERHITUNGAN DAN PEMOTONGAN PPH PASAL 21
PADA KARYAWAN PT BPR PRIMAESA SEJAHTERA MANADO. Jurnal Berkala
Ilmiah Efisiensi, 106-113.
Muhammad Irsyad Arham. (2016). ANALISIS PERENCANAAN PAJAK UNTUK PPH PASAL
21 PADA PT. PEGADAIAN (PERSERO) CABANG TUMINTING. Jurnal EMBA, 077-
086.
Nini Dewi Wandasari. (2013). PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PPH PASAL 21 PADA PT.
ARTHA PRIMA FINANCE KOTAMOBAGU. Jurnal EMBA , 558-566.
Rahadi Nugroho. (2019). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS PPH
PASAL 21 DAN PPH PASAL 25/29 ORANG PRIBADI. Jurnal Pajak dan Keuangan
Negara, 51-168.
Rudeva Juniawaty. (2018). TAX PLANNING PPH PASAL 21 SEBAGAI UPAYA EFISIENSI
PAJAK PERUSAHAAN. Journal lppunindra, 234-244.

Anda mungkin juga menyukai