JAKARTA
Abstrak:
Tujuan: Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis implementasi
akuntansi PPh atas Pasal 21 pada karyawan perusahaan di Jakarta.
Temuan: Hasil penelitian ini menunjukkan bagaimana implementasi, perhitungan, dan pelaporan
PPh Pasal 21 pada karyawan Jakarta.
Orisinalitas/Value: Penelitian ini meneliti implementasi PPh Pasal 21 pada karyawan perusahaan
di Jakarta
Abstract:
Objective: The objective to be achieved in this study is to analyze the implementation of PPh
section 21 in company employees in Jakarta.
A. LATAR BELAKANG
Pajak merupakan iuran warga negara kepada kas negara yang dipungut berdasarkan
undang-undang (bersifat memaksa) dengan tanpa mendapatkan timbal balik
(kontraprestasi) secara langsung. Pajak pun bersifat memaksa dan hasil pemungutannya
tersebut harus digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. Rochmat Soemitro dalam buku Mardiasmo (2018:3).
Undang-undang yang mengatur besarnya tarif pajak, tata cara pembayaran, dan
pelaporan pajak adalah UU No. 36 tahun 2008. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis bagaimana implementasi dari PPh Pasal 21 pada karyawan Jakarta. Penelitian
ini dilakukan pada beberapa perusahaan di Jakarta. Undang – Undang No. 36 Tahun 2008,
menyatakan pajak adalah kontribusi WP (Wajib Pajak) kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang – Undang dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi
sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
Pajak merupakan salah satu penerimaan negara yang paling besar. Pajak memiliki
peran yang sangat penting yaitu sebagai penopang pengeluaran negara. Semakin besar
suatu penerimaan pajak, maka semakin besar juga kemampuan negara untuk membiayai
pembangunan. Sebaliknya, apabila semakin kecil suatu penerimaan pajak yang diperoleh
maka semakin kecil juga kemampuan suatu negara untuk membiayai pembangunan.
Pembangunan adalah suatu kegiatan berkesinambungan dengan tujuan utama
adalah untuk meningkatkan kesejateraan rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Pembangunan dapat berjalan lancar
apabila terdapat sumber dana yang mendukung. Untuk memenuhi kebutuhan dana yang
semakin besar, pemerintah harus berusaha untuk meningkatkan penerimaan dari sektor
pajak. Berbagai strategi diupayakan untuk meningkatkan penerimaan dari sektor pajak baik
peraturan perundang-undangan perpajakan, maupun system pemungutan pajaknya.
Ilyas dkk (2007:19) menyatakan bahwa PPh merupakan jenis pajak yang bersifat
langsung yaitu pajak yang bebannya ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan dikenakan
berulang - ulang pada waktu tertentu. Selain itu, PPh merupakan pajak subjektif yang
dikenakan dengan memerhatikan keadaan pribadi subjeknya. Jadi, PPh merupakan pajak
yang akan dikenai kepada subjek pajak (wajib pajak) atas penghasilan yang diperoleh
dalam satu tahun pajak.
Salah satu jenis pajak penghasilan yang berhubungan langsung dengan masyarakat
Indonesia adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. PPh pasal 21 adalah pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama
dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
yang dilakukan oleh orang pribadi. Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21
adalah orang pribadi yang merupakan pegawai, penerima uang pesangon, pensiun atau
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan; peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan (Mardiasmo,
2011:168). Pajak tersebut dipotong oleh pemotong PPh pasal 21 yang terdiri dari: pemberi
kerja; bendahara atau pemegang kas pemerintah; dana pensiun, badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas serta badan; penyelenggara kegiatan (Mardiasmo, 2011:170)
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang terdiri dari dua metode, yaitu Net Method dan
Gross Up Method. PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan disebut dengan Net
Method. Dengan metode ini PPh pasal 21 karyawan dibayar oleh perusahaan sehingga
Take Home Pay yang diperoleh oleh karyawan adalah gaji bersih yang sudah dipotong
pajak. Dengan metode ini PPh pasal 21 karyawan dibayar oleh perusahaan sehingga Take
Home Pay yang diperoleh oleh karyawan adalah gaji bersih yang sudah dipotong pajak.
Metode Gross Up adalah metode dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang
besarnya sesuai dengan PPh pasal 21 yang dipotong dari karyawan. Dengan metode ini
pegawai akan mendapatkan Take Home Pay yang lebih besar karena gaji yang diperoleh
masih ditambah dengan tunjangan pajak. PPh Pasal 21 yang wajib dipungut, disetor dan
dilaporkan oleh suatu perusahaan adalah PPh Pasal 21 yang terutang atas pemberian
penghasilan berupa gaji, bonus, insentif dan tunjangan kepada pegawai tetap, pegawai
tidak tetap maupun kepada bukan pegawai.
B. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini
adalah untuk menganalisis bagaimana implementasi Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada
karyawan Jakarta
C. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mekanisme perhitungan, pemotongan serta pelaporan pajak
penghasilan Pasal 21 karyawan Jakarta?
2. Bagaimana pengimplementasian pajak penghasilan Pasal 21 karyawan Jakarta?
TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORITIS
1. Ketentuan Umum Pajak Penghasilan Pasal 21
a. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang
selanjutnya disebut PPh Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Subjek Pajak dalam negeri,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
b. Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak
badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan.
c. Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi
dengan status sebagai Subjek Pajak dalam negeri yang menerima atau
memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sepanjang tidak dikecualikan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,
dari Pemotong PPh Pasal 21 dan sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya
sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.
d. Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik
sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas
berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun
tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau
kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan
berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau ketentuan lain
yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan
pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan
usaha milik daerah.
e. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk anggota dewan
komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus
ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang
bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang
pegawai yang bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan
tersebut.
f. Pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas adalah pegawai yang hanya
menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja,
berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang
dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh
pemberi kerja.
g. Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai
tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh
penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh
Pasal 21 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang
dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
h. Masa Pajak terakhir adalah masa Desember atau masa pajak tertentu di
mana pegawai tetap berhenti bekerja.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan
Umum dan Tata CaraPerpajakan (KUP) Pasal 1 Ayat 1 “Pajak adalah kontribusi
wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesarbesarnya
kemakmuran rakyat”.
2) Tarif pajak untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dalam Bentuk Usaha
Tetap adalah 28 %. Tarif tersebut menjadi 25% yang mulai berlaku sejak
tahun pajak 2010.
B. PENELITIAN TERDAHULU
Yahya Rochman dengan judul “Analisis Pelaksanaan dan Pemotongan Pajak
Penghasilan Pasal 21 Atas pegawai tetap pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu Metode Kualitatif dengan pendekatan studi kasus.
Hasil penelitian adalah Dinas Kesehatan (Dinkes) kurang tepat dalam menerapkan
pemotongan PPh Pasal 21, dalam artian tidak sesuai dengan Peraturan Perpajakan yang
berlaku yaitu Peraturan Menteri Keuangan No.15/PJ/2006.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang penulis lakukan adalah sama-sama
meneliti mengenai PPh Pasal 21. Sedangkan perbedaannya yaitu pada objek penelitian.
Jika penelitian sebelumnya menggunakan pegawai tetap pada Dinas Kesehatan Kabupaten
Bangkalan sebagai objeknya, maka penulis menggunakan karyawan Jakarta sebagai
objeknya.
PEMBAHASAN
Dari perhitungan dan pencatatan PPh Pasal 21 di atas, dapat dilihat perbandingan
kesesuaiannya dalam tabel berikut:
1. Perlakuan akuntansi atas pembayaran gaji karyawan serta penyetoran PPh Pasal 21,
perusahaan telah melakukan 1) pengukuran, yaitu kewajiban (aktiva) pajak kini untuk
periode berjalan dan periode sebelumnya diakui sebagai pajak terutang sesuai tarif yang
berlaku; 2) pengungkapan, yaitu unsur-unsur beban dan penghasilan, jumlah pajak, adanya
keterkaitan antara beban pajak dengan laba akuntansi dikalikan dengan tarif pajak yang
berlaku; 3) pencatatan, PPh pasal 21 telah dicatat dalam bentuk jurnal dan 4) penyajian,
yaitu aktiva dan kewajiban pajak telah dipisahkan dalam laporan keuangan.
2. Setelah melihat data – data dan keterangan yang diperoleh dari beberapa karyawan
perusahaan di Jakarta yang telah diuraikan dan dibahas pada bab – bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan dalam Perhitungan dan Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 telah
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perpajakan yang berlaku yaitu Undang-Undang N0.36
Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.
DAFTAR PUSTAKA