Anda di halaman 1dari 8

RESUME PERPAJAKAN II KELOMPOK 6

“Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan II”


Dosen Pengampu: Siti Nuraini, SE, ME

Kelompok 6 :

Safanisa Alifia 042011535009

Hayyu Nur Ramadhani 042011535012

Hasan Nasrullah 042011535029

Zahra Salsa Bella 042011535030

Kamilatus Syafiah 042011535039

Ria Agustina 042011535037

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PSDKU UNIVERSITAS AIRLANGGA DI BANYUWANGI
2022
PPH PASAL 26
Pengertian PPh pasal 26
Menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008, PPh Pasal 26 adalah pajak penghasilan
yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak luar negeri dari Indonesia selain
bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Subjek dan Objek PPh pasal 26
Seorang individu atau perusahaan yang dapat dikategorikan sebagai wajib pajak luar negeri
atau subjek yang dikenakan PPh 26 adalah:
1. Pengoperasian Usaha di Indonesia
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
2. Memperoleh Penghasilan dari Indonesia
Seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak
didirikan atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia tidak melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Objek pajak PPh Pasal 26 meliputi:
● Dividen
● Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
● Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
● Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
● Hadiah dan penghargaan
● Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
● Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
Pemotong PPh pasal 26
Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran, seperti gaji, bunga, dividen,
royalti dan sejenisnya kepada wajib pajak Luar Negeri, wajib memotong pajak penghasilan
pasal 26 atas transaksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 26
1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir bulan
terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26 rangkap 3 :
● lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
● lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
● lembar ketiga untuk arsip Pemotong.
3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya
setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti pemotongan
lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP setempat paling lambat 20
hari setelah Masa Pajak berakhir.
Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran paling lambat
tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20
Juni 2009.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26 bertepatan degan
hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, penyetoran atau pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Relaksasi Perpajakan di bidang PPh pasal 21/26

Kasus

RELAKSASI JUGA HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONGAN PPH 21/26


Relaksasi Perpajakan PPh 21/26
● pemerintah menanggung Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 untuk seluruh karyawan
industri manufaktur pengolahan
● pemerintah membuat restitusi pajak pertambahan nilai (PPN) dipercepat bahkan tanpa
audit awal.
● pemerintah akan memberikan relaksasi pungutan pajak atas bunga obligasi
internasional lebih rendah dari ketentuan sebelumnya
● Penurunan Tarif PPh Badan
● Perpanjangan Waktu dalam Administrasi Perpajakan
● Pemberian Fasilitas Kepabeanan
● Pajak atas Transaksi Elektronik

Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 adalah:1] pegawai, karyawan atau karyawati
tetapyaitu orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja dan atas jasanya itu ia memperoleh
gaji dalam jumlah tertentu secara berkala; 2] pegawai, karyawan atau karyawati lepasyaitu
orang pribadi yang bekerja untuk pemberi kerja dan hanya menerima upah jika ia bekerja; 3]
penerima honorariumyaitu orang pribadi atau sekelompok orang pribadi yang memberikan
jasanya, dan atas jasanya ia memperoleh imbalan tertentu sesuai dengan jasa yang diberikan;
dan 4] penerima upahyaitu orang pribadi yang atas jasanya ia memperoleh upah, seperti
upah harian, upah borongan, upah satuan dan lain-lain.
Kewajiban pemotongan yang dilakukan oleh bendahara pemerintah adalah: 1]wajib
mendaftarkan diri ke KPP; 2] wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan
PPh Pasal 21 dan Pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender; 3] PPh Pasal 21/26
yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling lama 10 hari setelah Masa Pajak
berakhir; 4] Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah Masa
Pajak berakhir; 5] wajib membuat catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh Ps. 21/26 untuk
setiap Masa Pajak; 6] wajib menyimpan catatan atau Kertas Kerja sesuai ketentuan; 7] wajib
membuat Bukti Potong dan memberikannya kepada penerima penghasilan .

PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 DAN/ ATAU PPh


PASAL 26

Pasal 5

(1) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26


adalah :
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik
berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun
secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya;
c. penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja
dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima
secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain
sejenis;

d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa


upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau
upah yang dibayarkan secara bulanan;

e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,


komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam
bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku,


uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun.

(2) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26


sebagaimana dimaksud pads ayat (1) termasuk pula penerimaan
dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :

a. bukan Wajib Pajak;

b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat


final; atau
c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan
norma penghitungan khusus (deemed profit).

Pasal 6

(1) Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima


atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri merupakan
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21.

(2) Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang diterima


atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak luar negeri merupakan
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26.

Pasal 7

(1) Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 atas penghasilan


berupa penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) didasarkan
pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas
pemberian kenikmatan yang diberikan.

(2) Dalam hal penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat


(1) diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, penghitungan
PPh Pasal 21 dan atau PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar
(kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada
saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan
sebagai biaya.

Pasal 8
(1) Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh
Pasal 21 adalah :

a. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan


asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa;

b. penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam


bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau
Pemerintah, kecuali penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 ayat (2);

c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang


pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran
tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima
oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;

e. beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l


Undang-Undang Pajak Penghasilan.
(2) Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk
yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan dalam
bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.

Anda mungkin juga menyukai