Berbagai studi menjelaskan latar belakang konflik perebutan wilayah tersebut, beserta
alasan-alasan yang menjadi dasar suatu negara mengklaim kawasan Laut China Selatan.
Contoh perebutan wilayah tersebut diantaranya adalah saling klaim kepemilikan
kepulauan yang terdapat dalam lingkup Laut China Selatan, yakni Kepulauan Paracel
(Paracel Islands) yang diklaim setidaknya oleh China, Vietnam, dan Taiwan.
Dalam tinjauan ekonomi, data dari organisasi internasional the World Wildlife Fund
(WWF) menyatakan bahwa didalam Laut China Selatan terdapat kekayaan yang
melimpah, meliputi: biota laut, gugusan karang dan koral, serta berbagai sumber hayati
lainnya.
Selain itu, wilayah ini juga menjadi perlintasan perdagangan internasional strategis yang
menghubungkan berbagai negara di kawasan Asia-Pasifik. Kemudian yang tidak kalah
pentingnya adalah melimpahnya sumberdaya minyak bumi dan gas alam yang terdapat
didalam Laut China Selatan.
Salah satu penelitian menyebutkan bahwa terdapat kurang lebih 11 miliar barrel
persediaan minyak bumi di kawasan ini, dan sekitar 190 triliun kubik cadangan gas alam.
Jumlah ini setara dengan cadangan minyak yang dimiliki Meksiko dan sekitar dua-pertiga
cadangan gas di Eropa, tidak termasuk Rusia (Metelitsa and Kupfer. Oil and Gas
Resources and Transit Issues in the South China Sea, 2014).
Dalam mengatasi sengketa perebutan wilayah Laut China Selatan, sebenarnya ada
organisasi internasional yang bertugas membantu menyelesaikan konflik ini melalui
kesepakatan-kesepakatan multilateral, yakni the United Nations Convention on the Law
of the Sea (UNCLOS).
Organisasi ini memiliki peran penting dalam menentukan kesepakatan bersama atas klaim
suatu wilayah, beserta hak-hak atas pemanfaatan sumberdaya yang ada didalamnya.
Namun sayangnya, meskipun sudah ada kesepakatan-kesepakatan bersama, hingga saat
ini persoalan di kawasan Laut China Selatan tidak pernah menemukan titik temu.
Lantas dibuatlah model kesepakatan dalam bentuk kerjasama oleh APEC , yang
diharapkan bisa membantu mengurangi ketegangan dalam konflik di Laut China Selatan.
Salah satunya adalah melalui kerjasama antara China dengan negara-negara ASEAN.
Kerjasama China-ASEAN sangat dibutuhkan, setidaknya dalam meredam permasalahan
agar tidak bergerak terlalu jauh hingga membahayakan keamanan kawasan, meskipun ini
bukan solusi ideal.
Yang tidak kalah penting adalah peran negara pihak ketiga yang lebih netral dan tidak
terlibat secara langsung dalam sengketa (non-claimant country), seperti Indonesia, yang
harus mampu menjadi pencipta perdamaian (peace maker) dikawasan ini. Adapun peran
tersebut bisa diwujudkan melalui pendekatan budaya dan diplomasi, serta dengan terus
menyerukan agar negara-negara berkonflik menaati kesepakatan internasional dan tetap
menjaga ketenangan kawasan.
Lebih jauh, upaya menjaga keamanan, kedamaian, dan membangun kemitraan antar
negara juga diarahkan untuk mewujudkan salah satu tujuan dalam agenda the Sustainable
Development Goals (SDGs), terutama tujuan ketujuhbelas, yakni memperkuat instrumen
untuk mengimplementasikan dan merevitalisasi kerjasama global dalam rangka
pembangunan jangka panjang.
misalnya: Perdana Menteri Malaysia saat itu, Mahathir Muhammad, pernah mengusulkan
untuk membentuk kaukus negara-negara Asia Timur (East Asian Economic
Caucus/EAEC) dalam forum APEC untuk meng'counter kepentingan negara anggota
APEC yang bukan berasal dari Asia Timur.
Nb: Uge hanya itu saja mungkin yang saya tau, saya tidak yakin juga ini benar, Baca dulu
dan koreksi dengan benar..........