Anda di halaman 1dari 165

Q.lsmunandar K.

Arsitektur Rumah Tradisional la:r


Segala jenis kebutuhan buku bermutu, ada pada kami

. . SEKOLAH DASAR . SEKOI.AH MENENGAH


TINGKAT PERTAMA . SEKOI.AH MENENGAH
TINGKATATAS . PERGURUANTINGGI
. DAYA BATIN . RAIL{SIA SUKSES . KARIR & SUKSES
.KARIR BISNIS . PILAR.PII.AR KELUARGA
. OI.AH RAGA . SEHAT& BUGAR
. POTENSI & MOTTVASI DIRJ . CAKRAWALA BUDAYA
. HOBBY . KAMUS & ENSIKLOPEDIA . FOTOGRAFI
. KARYA & SENI . ILMU & INFORMASI
. PEMIMPIN & PROFESIONALISME . SADAR HUKUM
. BACAAN& PERPUSTAKAAN

@@
I

I
P.lsmunandar K.

Arsitektur Rumah Tradisional lawa

i
DAHARA PRIZE
TERPILIH & BERHARGA
t

PUS'I'A K DA JATENG
bt SI:NTARANG
f\o. l-ai t. 20 .o d6
1,: tt g5 1, .1

7,8-?t

Cetakan ketiga 1990

Penerbit : Dahara Prize


Jl. Dorang 7 Phone 23518 Semarang
Dicetak oleh : Effhar Offset Semarang
PENGANTAR

Berkat rahmat dan hidayah dari Tuhan jualatr, risalah ini


terselesaikan,Risalah yang sangat sederhana ini penulis beri judul
Sekilas Rumah Tradisional Jawa.
Penulis insaf dan sadar bahwa rumah-rumah tradisional di
tanah air kita pada umumnya dan di daerah Jawa Tengah pada
khususnya harus terus diseltarikan karena merupakan warisan
nenek moyang yang tak ternilai. Demi kelestariannya, para
generasi muda harus mengerti tentang rumah tradisional tersebut.
Sebab berdasarkan fakta, barangsiapa "rumangsa melu handarbe-
ni" (merasa ikut memiliki) pasti "rumangsa melu hangrungkebi"
(merasa wajib mernpertahankan) pula. Dalam rangka inilah
penulis mencoba mengetengahkan sekelumit tulisan tentang
rumah tradisional Jawa yang lebih ringkas di samping buku-buku
sejenis yang sudah ada lebih dulu.
Mudah-mudahan dengan adanya risalah ini dapatlah kiranya
dijadikan bahan perbandingan bagi para peminat segala hd yang
berbau tradisional untuk menciptakan karya yang lebih sempurna.
Penulis sadar bahwa risalah ini tentu ada kekurangan-keku-
rangan dan kelemahannya, ibarat tiada gading yang tak retak.
Oleh karena itu segala tegur sapa dan kritik yang membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan-tulisan
selanjutnya.
Akhirnya perkenankanlah penulis menyampaikan r.tsa terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
l. Para petugas Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara
(Javanologi) Jokyakarta.
2. Parapetugas Perpustakaan Umum, Surakarta.
Semoga Tuhan membalas jasa baik mereka itu, dan hanya
kepada Tuhan penulis mohon petunjuk-Nya.
Bab I
BANGUNAN RUMAH JAWA

"Sebuah Lembaga Ilmiah yang pertama-tama memimpin


penelitian" terhadap bangunan-bangunan yang basih asli di pulau
Jawa pada beberapa puluh tahun yang lalu dikenal dengan
sebutan "JAVA INSTITUT" yang berkantor di Weltevreden
(sekarang Jakarta).
Menurut buku yang ditulis oleh Sastro Amijaya di
Ngadiluwih, Kediri, bangunan-bangunan tersebut di atas memberi
kan kepuasan tersendiri bagi orang yang mendiaminya, dan terdiri
dari pendhapa, peringgitan, griya ageng, pawon atau padongan
dan gandok, yang berhubungan satu sama lain.
Dengan data-data ini tidak bisa dipungkiri bahwa rumah
merupakan bagian kebudayaan sesuatu suku bangsa; dan
fungsinya tidak hanya berhenti sampai di situ saja. Sebab rumah
Juga merupakan salah satu kebutuhan hidup umat manusia yang
amat penting untuk tempat berlindung, baik dari kehujanan dan
kepanasan, setelah mereka mencukupi diri dengan kebutuhan
makan (pangan;dan pakaian (sandang). Mengapa bentuk tumah
selalu berkembang? Karena kebudayaan suku atau bangsanya
juga berkembang, maka mereka mengalarni hubungan dengan
"bangsa-bangsa lain dan di situlah terjadi saling tukar-menukar
informasi, sehingga corak rumahnya berkembang dalam bentuk,
ukuran maupun cara pengaturannya, paling tidak di dalam tumah
itu sendiri ditentukan tentang susunan keluarga dalam jumlah
besar maupun kecil. Sedangkan perkembangan rumah orang
Jawa tentu saja berbeda dengan perkembangan rumah orang di
Kalimantan misalnya. Oleh karena keadaan alam di sini berbeda
dengan alam pulau besar tersebut, di mana tumbuh hutan-hutan
yang lebat, sungai-sungai yang besar. serta gangguan binatang
buas.
l. Perkembangan Rumah Jawa

Dari asal-usulnya? Pra ahli sejarah masih belum mempunyai


kesatuan pendapat tentang hal ini. Sebagian riwayat menceritera-
kan betapa sukarnya menentukan ujud atau bentuk rumah orang
Jawa pada mulanya. Ada yang mengatakan bahwa hal itu
diceriterakan dari mulut ke mulut (lesan), dari kakek ke cucu,
cicit, dan seterusnya. Tapi ada pula yang mengatakan bahwa
rumah orang Jawa pada mulanya dibuat dari bahan batu. Dari
pendapat yang bermacam-macam itu dapat diambil kesimpulan,
bahwa hal-hal tersebut masih gelap dan belum berhasil dipecahkan
sampai sekarang.
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa beberapa orang yang
ahli telah membuktikan bahwa teknik pengusunan rumah Jawa
seperti tehnik penyusunan batu-batu candi yang cukup banyak
kita jumpai. Tetapi bukan rumah orang Jawa yang meniru bentuk
candi, melainkan bentuk candilah yang meniru rumah orang
Jawa. Mengapa demikian? Karofr candi yang kita saksikan
ini seperti candi Dieng, Borobudur, Pawon, Mendut,
sekarang
Gedongsongo dan lain-lain pada umumnya baru berdiri pada abad
ke 8, sedangkan sebelum agama Hindu dan Budha datang ke sini,
nenek moyang kita pas ti telah mempunyai tempat tinggal yang
cukup permanen untuk melindungi diri dan keluarganya.
Tidak ada orang yang mengetahui dengan pasti tentang
hal-hal tersebut di atas dan yang menjadi saksi bisa pastilah relief-
relief yang terdapat pada batu candi. Tapi dugaan yang paling
kuat diperoleh dari sebuah naskah kuna, yang ditulis dengan
tangan, yang menyebutkan bahwa rumah-rumah orang Jawa
terbuat dari bahan kayu, serta dimulai dari jaman Prabu Jayabaya
berkuasa di Memenang (ibukota kerijaan Kediri).

u
I
i
Sekitar abad ke-ll baik Adipati Harya Santang maupun I

Prabu Jayabaya sendiri menyetujui untuk membuat rumah dari


i
bahan kayu. Dan orang tidak usah khawatir lagi bahwa rumah
batu mereka akan dikikis habis oleh air hujan, atau oleh
sebab-sebab yang lain. Tetapi kalau diubuat dari bahan kayu, bal
ini dikarenakan bahan kayu merupakan bahan yang ringan,
mudah dikerjakan, mudah dicari dan kalau rusak mudah untuk
menggantinya.
Di istana raja, barisan pekerja yang berada di bawah
pimpinan Adipati Harya Santang juga mendapat order memper-
baiki istana raja.
Menurut tulisan yang sama, pada jaman Prabu Wijayaka
berkuasa di Medangkemulan diadakan bergagai-bagai perubahan
terutama pada "Departemen" perumahan yang sejak saat itu
diurus oleh pejabat perumahan yang berpangkat Bupati. Mereka
terdiri dari:
l. Bupati Kalang Blandhong.
2. Bupati Kalang Obong.
3. Bupati Kalang Adeg.
4. Bupati Kalang Abrek.
Tetapi setelah jaman Mataram Islam, yakni pada jaman Sultan
Agung Anyokrokusumo, beliau bertindak dengan tangan besi
terhadap para bupati yang tidak mau tunduk. Akibatnya setelah
menyerah, oleh Sultan mereka diberi gelas Bupati Kalang Medhak
pada tahun 1586. Para Bupati tersebut banyak mengadakan
perubahan dalam hal bentuk rumah.
Begitu ahlikah seorang Bupati Kalang? Sebetulnya keempat
jenis Bupati Kalang masing-masing mempunyai keahlian sendiri-
sendiri, khususnya dalam soal bangunan. Tapi dalam melaksana-
kan tugasnya satu sama Iain saling bekerja sama, yang ahli dalam
menebang kayu atau pohon (Kalang Blandhong) mengadakan
kerjasama yang erat dengan bagian pembersihan hutan (Kalang
Obong), bagian perencana bangunan (Kalang Adeg,l serta bagian
atau orang-orang yang betugas berobohkan bangunan lama.
Seluruh kegiatan pembangunan rumah tersebut dikoordinir
oleh persoalan mengenai bangunan Jawa dengan mudah dapat
diselesaikan.

t2
Berbeda dengan daerah lain, di Jogyakarta - lengkapnya
Daerah Istimewa Yokyakarta - para ahli tersebut tidak disebut
jabatannya secara lengkap, melainkan cukup disebut dengan
istilah Kalang saja. Dengan istilah itu orang sudah mengenalnya
sebagai ahli perancang maupun pembuat bangunan tempat
tinggal yang ulung.
Begitulah istilah khas untuk daerah yang satu itu. Semua
pejabat Kalang yang disebutkan di atas berbeda dengan
orang-orang "Kalang" yang berasal dari nenek moyang tertentu
dan sampai sekarang sering melakukan upacara pembakaran
mayat yang disebut "Kalang Obong". Yang dibakar bukan orang
mati melainkan sebuah "puspa", yaitu moneka yang menggambar
kan orang tersebut. Sejak berabad-abad yang lalu sampai
sekarang kelompok "Kalang" tadi tinggal di daerah Tegalgendu,
Kecamatan Kota Gedhe dan di daerah Wonosari, Kebupaten
Gunung Kidul.

l3
2. Bagaimana Tempat
Tinggal Nenek Moyang Dahulu?

Di atas telah disebutkan bahwa rumah leluhur kita dibuat dari


batu. Namun hal itu hanya perkiraan semata dan sejak semula
orang beranggapan bahwa rumah batu tersebut baru,ada sekitar
abad ke-10 Dan itupun terbatas pada tempat-tempat tertentu.
Tapi, pada jaman sebelumnya, orang-orang juga membutuhkan
tempat tinggal untuk menanggulangi diri dan keluarganya dari
hujan dan panas. Mau tidak mau lnereka berpikir praktis dan
berbagai jalan telah ditempuh. Maka, pada jaman kuna orang
memanfaatkan gua-gua sebagai tempat tinggal atau istilah
kerennya "abris sous roche". Gua-gua itu sebenarnya lebih mirip
dengan ceruk-ceruk di dalam batu karang yang dapat dipakai
untuk berteduh. Kini penelitian terhadap gua-gua semacam itu
terus ditingkatkan.
Lima puluh tahun yang lalu, tepatnya antara tahun
1928-193 I, manusiayang pertama kali melakukan penyelidikan
ialah van Stein Callenfels di daerah Gua Lawa dekat Sampung
(Ponorogo, Madiun). Lambat laun berkembang menjadi semacam
ekspedisi, yaitu gabungan sejumlah dari puluhan orang yang
masing-masing memiliki keahlian khusus (spesialisasi), di samping
mendukungnya dengan dana serta mengalami segala suka dan
duka.
Apa sajakah yang ditemukan di sanat Bermacam-macam
benda yang cukup unik. Bagi para peneliti yang berasal dari
negeri-negeri Barat seperti Belanda, Inggris maupun orang Eropa

t4
lainnya cukup mengencangkan yakni alat-alat batu, ujung panah
dan flakes (kepingan senjata tajam), batu, penggilingan, kapak-
kapak yang sudah diasah (neolithikum), alat-alat dari tulang dan
tanduk rusa. Di samping itu juga ditemukan alat-dat perunggu
dan besi.
Meskipun begitu, banyak pula yang menemukan tulang
belulang manusia (ienis Papua-Melanesoide) dan binatang,
sehingga hampir bisa dipastikan bahwa ceruk-ceruk tersebut
,udah lama menjadi tempat tinggal manusia.

Setelah membuktikan secara ilmiah kapan benda-benda


di sana, maka muncullah istilah "Sampung
tersebut mulai ada
bone-culture" yang berarti alat-alat tukang dari Sampung.
Selanjutnya penelitian dilanjutkan ke daerah Besuki (Jawa
Timur).
Tapi anehnya di dalam Gua Lawa tadi tidak ditemukan kapak
Sumatradan Kapak pendek. Padahal benda-benda ini merupakan
inti mesolithikum Sumatra. Jadi berbeda dengan penelitian van
Heekeren yang menemukan pebbles (kapak Sumatra dan Kapak
pendek) di daerah Besuki (Jawa Timur).
Di daerah Bojonegoro, para peneliti yang pernah ke sana
pasti menemukan abris sous rouche yang menghasilk'an dat-alat
dari kerang dan tulang. Ada juga tulang belulang manusia jenis
Papua Melanesoid.
Meski sudah melakukan penelitian di daerah Jawa, para
peneliti masih meluaskan penyelidikannya ke daerah-daerah di
luar Jawa. Setiap mereka melakukan espedisi pasti menemukan
benda-benda yang unik dan menarik. Heran juga rasanya, pada
waktu menginjakkan kaki di daerah Lamoncong Sulawesi
Selatan, ternyata mereka menemukan bahwa di dalam gua-gua
tertentu masih ada penghuninya yaitu Suku Toala.
Kendati suku tersebut mendiami abris sous rouche, tetapi
Fritz Sarasin dan Paul Sarasin menyangsikan apakah penemuan
benda-benda itu ada hubungannya dengan suku Aoala. Walaupun
sebelumnya mereka memperkirakan suku tersebut merupakan
keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan jaman prasejarah.
Ketika diadakan penelitian lebih lanjut, ternyata kebudayaan
Tuala itu termasuk kebudayaan Mesolothikum.
Di samping penemuan-penemuan yang ada, terdapat pula
flakes-flakes (kepingan-kepingan senjata tajam) yang ujungnya
seperti panah dengan bentuk yang berbeda-beda.'Misalnya, ada
l5
yang sisa-sisanya bergerigi (seperti gergaji). Ciri khas itulah yang
membedakan ujung.ujung panah Toala dengan ujung-ujung
panah dari Jawa,Timur.
Kalau di daerah Lamoncong ditemukan ujung panah
bergerigi, maka di daerah Timor dan Roti ujung panahnya dibuat
dari batu indah seperti jaspis dan chalcedon, serta pangkalnya
bertangkai. Demikian penemuan Alfred Buhler.

l6
3. Pohon-pohon yang Dipakai

Pada saat-saat sekarang jenis-jenis kayu yang mahal seperti


nangka, labon, sengon, jati dan seterusnya sudah agak langka.
Tadi banyak orang yang membuat bangunan dari kayu
Kalimantan. Ketika mencari bahan untuk membuat rumah
sebaiknya diadakan suatu perhitungan yang cermat dan teliti.
Tentu saja perhitungan tersebut dilakukan oleh ahlinya. Menurut
orang-orang yang menguasai ilmu bangunan, apabila salah pilih
menentukan bahan kayu itu (maksudnya dilakukan dengan
sembarangan) akan mengakibatkan hal-hal yang kurang baik pada
penghuninya.
Hal-hal itulah yang dianggap pembawa bencana, entah
berupa bencana alam, seperti topan (cleret tahun), banjir, dan
gempa bumi atau setiap jenis bencana buatan manusia. Karena itu
dalam memilih kayu sebagai bahan bangunan tempat tinggal
orang harus berhati-hati. Walaupun orang sudah mengadakan
selamatan dengan segala uba-rampenya tapi kadang-kadang masih
jatuh korban juga seperti yang terjadi di daerah Ngliron dan
Temanjang (Kabupaten Blora, Jateng).
Meskipun banyak bahan-bahan kayu seperti glugu (berasal
dari batang pohon kelapa) dan kayu sejenis yang dianggap awet,
misalnya kayu pohon sawo dan nangka yang tersebar di daerah-da
erah pedesaan antara lain Kulon Progo dan sebagian daerah
Sleman (termasuk Daerah Istimewa Jogyakarta), tetapi bahan
kayu jati tetap merupakan bahan yang terkuat. Pada waktu-waktu
sekarang jenis kayu jati banyak dijumpai di daerah-daerah
pegunungan maupun hutan-hutan yang tanahnya berwarna merah
(lempung) dan hitam. Seandainya kayu jati yang baik belum
didapatkan, batang rbambu yang besar dan kuat (pring petung)
juga berguna.

t7
Bagaimanakah ciri-ciri kayu jati yang baik? Orang-orang
yang faham mencatat bahwa kayu jati yang baik ialah kayunya
keras dan mempunyai serabut yang halus serta berminyak
(nglenga). Jenis kayu jati itu menjadi sasaran blandhong (tukang
kayu), dan orang-orang yang berminat dalam masalah petumah-
an. Sepanjang diketahui, pohon tersebut tumbuh di daerah
pegunungan yang tanahnya berwarna merah, tapi menurut
kawruh Kalang (buku pedoman yang berhuruf Jawa yang
menguraikan soal kerangka mangunan, dasar-dasar ukurannya,
hingga bahan-bahan yang umum dipakai dari rakyat sampai raja)
ada I I macam kayu jati yang mendatangkan kebaikan. Tentu
saja, hal itu harus dilihat juga tempa! menanamnya, umurnya dan
cara menebangnya.
Maka, kita harus mengetahui juga kayu jati yang tidak baik,
yakni yang tumbuh di tanah berwarna hitam di daerah
pegunungan juga.Di samping itu ciri-cirinya lunak, bergetah dan
rapuh. Ada 16 macam kayu yang berpengaruh buruk.
Oleh banyak pihak, tanah-tanah tertentu dianggap mempe-
ngaruhi jenis kayu jati yang baik, dengan jaminan tahan puluhan
tahun jika dipakai untuk mendirikan banggnan. Jenis-jenis kayu
jati itu,adalah sebagai berikut:
l. Jati bang, kayunya keras dan halus, serta berminyak (nglenga).
Kayu jenis ini sangat awet bila digunakan sebagai batran ba-
qgunan.
) Jati kembang,atau disebut juga jati sungu (sungu=tanduk).
Warnanya hitam, tapi ada pula yang mengatakan berwarna ke-
klat-coklatan. Uratnya seperti ukiran bunga dan mirip tanduk.
Jenis kayu jati semacam ini bila dipasang pada bangunan ru-
mah cukup baik dan tahan lama. Tetapi tentu saja tidak sekuat
jati bang.
3. Jati kapur batangnya lunak. Urat-uratnya (serabutnya) kasar
warnanya keputih-putihan. Rupanya jenis jati kapur bila digu-
nakan sebagai bangunan tidak dapat bertahan lama. Sehingga
banyak orang yang kurang berkenan mencarinya. Tidak seperti
- jati kembeng maupun jati bang yang daya tahannya lebih lama.
Namun bila jati kapur tadi tumbuh di atas tanah yang berwarna
merah (tanah liat) biasanya mempunyai daya tahan yang lebih
baik bila dibandingkan dengan jati bang yang tumbuh di atas
tanah yang berwarna hitam.

18
Di samping tiga jenis kayu jati yang disebutkan di atas, masih
ada lagi beberapa jenis kayu jati tapi kurang begitu populer,
misalnya jati kunyit, jati doreng, jati keyong, jati eri, jati Landa
dan jati werut.
Jadi, pada umumnya orang memilih yang batangnya keras
dan seratnya halus.
Menurut legenda, kayu jati juga mempunyai "sifat" yang
tidak berbeda dengan manusia, yaitu baik dan buruk. Kayu jati
yang bersifat baik akan mempengaruhi peruntungan (hokki) dan
keselamatan penghuni bangunan atau pemilik rumah. Sedangkan
jati yang bersifat buruk bisa menyebabkan penghuninya menjadi
"apes" (sial). Sekarang marilah kita bahas kayu jati yang
"sifat"nya baik. '
l. Uger-uger, yaitu kayu jati yang berasal dari batang pohon teta
pi cabangnya rangkap. Seseorang yang memiliki kayu terse-
but, akan merasakan kedamaian dan ketenangan. Alangkah
baiknya bila dipakai pada pintu ftori) rumah dan pintu pagar
tembok tinggi (cepuri) yang disebut regol.
2. Trajumas, yaitu kayu jati yang berasal dari sebuah pohon
yang cabangnya tiga. Barangsiapa memasang kayu semacam
ini pada rumahnya, maka akan kebanjiran rejeki (mbanyu mi-
li). Kayu ini cocok untuk kerangka bangunan yang besar yang
letaknya di atas, seperti molo, blander, pengeret dan lain seba-
gainya.
3. Pandhawa, asalnya dari si$uah pohon jati yang bercabang li-
ma. Seperti narnanya, kayu ini sifatnya kuat dan perkasa.
Oleh sebab itu ia harus menjadi "penjaga" pendhapa, teruta-
ma sebagai saka guru ( tiang utama).
4. Mulo, kayu jati dari pohon yang sekelilingnya lembab (dikeli-
Iingi air). Kayu yang disebut Molo ini akan memberikan pera-
saan segar kepada pemiliknya, ditambah lagi dengan banyak
terkabulnya keinginan pemilik rumah. Kayu seperti ini juga bi
sa digunakan untuk saka guru atau tiang utama; tetapi mutu-
nya memang masih di bawah kayu Pandhawa.
5. Tunjung, diambilkan dari pohon jati yang menjadi sarang bu-
rung yang besar-besar seperti elang, dan lain-lainnya. Barang-
siapa mempergunakan kayu jenis ini, si pemilik atau penghuni
bangunan akan memperoleh status sosial yang lebih tinggi.

t9
Walapun kayu ini lebih sesuai bila untuk bangunan kandang
kuda (gedhongan atau istal) atau kandang ternak jenis lain-
nya.
6. Gedam, yaitu kayu jati yang pohonya ditempati bururlg-bu-
rung kecil. Sesudah kayu tersebut dijadikan bangunan peru-
mahan,pasti pemiliknya akan mempunyai banyakkawanyang
sayang kepadanya. Dan jika banyak kawan, secara otomatis
rejeki juga mengalir lancar. Sebaiknya kayunya untuk membu
at kandang kuda (gedhongan).
7. Munggang, yaitu kayu jati yang tumbuh di atas tanah yang
tinggi (gumuk atau punthuk). Watak atau sifat kayu ini tidak
berbeda dengan kayu Tunjung dan Gendam, dan tepat sekali
bila dipakai untuk membuat kerangka bangunan pintu ger-
bang (regol), bangunan untuk istirahat (gerdu), pesanggrah-
an maupun bangunan-bangunan sejenis. Pokoknya bukan ba-
ngunan untuk tempat tinggal tetap seperti dalem atau omah je
ro ( rumah bagian dalam).
8. Gendhong, yaitu kayujati yang tumbuh sebagai tunas dari se-
buah pohon. "Sifat" kayu gendhong ini bisa memberikan ke-
kayaan kepada pemilik rumah atau penghuni bangunan. Sa-
ngat baik dipakai untuk kerangka bangunan.
9. Gedheg, yaitu sejenis kayu jati yang mempunyai tonjolan
(gembolo) Sifat dan fungsionya tidak berbeda dengan gen-
dhong.
10. Gadhu, yaitu kayu jati yang tonjolannya seperti batu giling
(gandhik atau pipisan). Si pemilik atau penghuni rumah yang
diberi kayu semacam ini pada suatu ketika akan mempunyai
banyak hewan-hewan piaraan serta hidup selamat sejahtera.
Kayu gadhug ini cocok untuk bangunan kandang.

20
Soko guru (tiang ulama) di otas, seboiknya dibual dari kayu jati
jenis Pandhawa don Mulo.

Kerongka bongunon besar yang leloknya di otos (seperti molo,


pengeret, don mosih beberapo buoh lagi) sebaiknya
dibuot daii
koyu jenis Trajumas.

2t
Kori, cepuri otdu regu (pintu gerbong) sebaiknya diberi kayu jati
jenb uger-uger.
dari

Kemudian, dari sepuluh jenis kayu jati di atas, yang kalau


dilihat sepintas kelihatannya sama, yang paling umum digunakan
adalah jenis kayu jati yang berasal dari satu pohon dengan cabang
dua (uger-uger); cabang tiga (Trajumas) dan lima (Pandhawa).
Cabang tiga untuk bagian kerangka blandar dan cabang lima
untuk penyangga atau tiang utama (saka guru).
Pemilihan jenis-jenis kayu semacam itu sudah mendarah
daging atau "melembaga" dikalangan masyarakat jawa. Tapi
kalau ditinjau dari sudut yang rasional, kita bisa melihat dari cara
tumbuhnya pohon. Misalnya pohon jati yang bercabang tiga,
pohon semacam ini biasanya kuat dan tangguh menghadapi
serangan angin topan serta tumbuh subur. Yang bercabang tiga
saja sudah demikian tangguhnya, apalagi yang bercabang lima.
Sedangkan untuk pohon jati yang kualitasnya biasa-biasa saja,
orang cenderung untuk membuatnya menjadi kandang kuda
(gedhongan atau istal).
Akhirnya orang tidak boleh terpukau begitu saja dengan kayu
jati yang dianggap baik, sebab ada beberapa jenis kayu jati yang
22
harus dihindari karenatidak baik. Jadi, jangan sekali-kali dipakai
untuk bahan bangunan rumah anda, yang sesungguhnya juga
merupakan "istana" anda.
Suasana seperti berpenyakitan, iri hati, sengsara, sial, dicela
orang dan bencana lainnya dapat dihindarkan apabila anda
jangan memakai kayu jati seperti di bawah ini:
l. Kayu jati yang dinamakan Klabang pipitan. Ciri-cirinya di da-
lam ada kulitnya dan wataknya panas. Jadi kalau digunakan
akan menimbulkan berbagai macam penyakit.
2. Kayu jati yang disebut tundhung. Kayu semacam ini kalau re
bah selalu menindih kayu lainnya. Barangsiapa memakai kayu
semacam ini ia akan mempunyai sifat suka menjelek-jelekkan
orang lain.
3. Kayu jati yang disebut Sadhang. Kayu yang jatuh (entah di-
sambar petir atau sudah tua) melintang di atas sungai, jurang,
jalan dan sejenisnya. Wataknya senantiasa menimbulkan seng
sara pemilik atau penghuninya.
4. Kayujati yang rebahnya "aneh", yakni jatuh di atas punggur
(tonggak)nya sendiri, disebut Sundhang dan selalu memberi
bencana kepada pemilik atau penghuninya.
5. Kayu jati yang pada waktu rebah menindih pohon lainnya
yang masih berdiri disebut Sondho. Yang satu ini lebih menge-
rikan lagi, sebab selain menyebabkan bencana pada pemilik-
nya, juga menyebabkan turun martabatnya.
6. Kayu jati yang roboh kemudian hanyut di sungai dinamakan
Sarah. Dianggap menyebabkan kekesalan atau kekecewaan ha
ti pemiliknya, di samping seretnya dalam berusaha (berniaga).
7. Kayu jati yang mempunyai lubang tembus pada waktu pohon-
nya masih hidup.. Kayu ini namanya Sujen terus. Awas, ja-
ngan digunakan, sebab bisa mencelakakan penghuninya.
8. Kayu jati yang dinamakan Wutak ati. Kayu yang bagian da-
lamnya keluar dan mempunyai watak membuka rahasia peng-
huni atau pemiliknya.
9. Kayu jati yang jatuh karena tumbang, entah terkena angin
atau banjir. Kayu semacam ini disebut Prabatang. Siapa aja
yang memakainya akan berkurang atau kehilangan par] jkat-
nya.
23
10. Kayu jati yang tertindih batu atau terendam air. Kayu ini dina-
makan Gombang. Penghuninya akan mempunyai nasib yang
tidak baik.
I l. Kayu jati yang pohonnya mati sendiri. Orang menamakannya
Galigang. Kayu ini tidak berbeda dengan kayu Combang, de-
bab selalu membuat sial pemiliknya.
12. Kayu jati yang pada waktu robohnya mengejutkan seluruh
margasatwa penghuni hutan, sehingga banyak yang berteriak
melengkung, mengaum, menyalak, dan sebagainya. Kayu ini
dinamakan Gronang. Kalau tetap dipakai, si penghuni atau
orang yang menempati sering mendapat celaka atau hinaan da
ri orang lain.
13. Kayu jati yang menempel pada salah satu cabang pohon lain-
nya. Kayu ini populer dengan nama Gandhongan. Bila dipa-
kai untuk kerangka rumah salah-salah bisa menyebabkan
penghuninya berbuat jelek (misalnya 5 M: Maling (mencuri),
Minum (suka rnereguk minumankeras),Madat (suka mengi-
sap ganja dan sejenisnya), Mairr (suka berjudi) dan Madon
(suka main perempuan).
14. Kayu jati yang terbakar hingga hangus kehita"m-hitaman dina-
makan Gosong (terbakar). Kalau nekat dipakai, bersiap-siap-
lah untukmenyediakan air satu sumur, karena rumah tersebut
mudah terbakar.
15. Kayu jati yang rendah dan tersangkut pada cabang. Kayu ini
populer dengan nama Gronggang. Bersifat selalu menghalangi
niat atau kehendak baik penghuninya.
16. Kayu jati lapuk bagian dalamnya. Dinamakan orang dengan
nama yang serzun, Buntel mayit (bungkus mayat) . Siapa saja
yang menggunakannya bisa mempunyai penyakit pelupa atau
penyakit dalam.
Maka. karena sifat-sifat jelek yang dimiliki oleh kayu-kayu
tersebut, orang berlombalomba untuk menghindarinya.

Lalu, bagaimana syarat-syarat yang dipakai untuk memugar


rumah-rumah "priyayi" (bangsawan) termasuk raja sendiri?
Tentu saja dengan syarat yang cukup berat, misalnya kayu jati
harus diambilkan dari hutan tertentu (untuk keraton Solo, sejak

u
berdirinya sampai tahap-tahap penyempurnaannya selalu diambil-
kan kayu dari hutan Donoloyo, Wonogiri). Dan, untuk bangunan-
bangunan utamanya-seperti Sasana Sewaka, Sasana Parasdya,
dan Sasana Handrawina ditentukan suatu syarat yang membuat
orang geleng-geleng kepaia. Vakni, "Kayu itu harus ditebang dari
pohon yang dijalari benalu, dan usianya minimum 200 tahun".
Jadi, kita bisa membayangkan betapa sulitnya mencari kayu
semacam ltu.
Tapi hal tersebut diduga merupakan syarat-syarat peninggal-
an agama Hindu, walaupun kita semua tahu bahwa kraton-krlton
Jawa pada umumnya mempunyai dasar seni bangunan iaya
Hindu, Islam dan Eropa, Sehingga jelas-jelas si penebang pohon
tak boleh mengabaikan peraturannya.
Para sesepuh (orang tua-tua), yang berpakaian busana
Kejawen lengkap dengan blangkonnya dan biasanya merupakan
ahli kebatinan, ikut menentukan seluk beluk bangunan rumah.
Penentuan lokasi ke tempat yang ditunjuk juga merupakan
tahap-tahap penting pelaksanaan pembangunan. Panitia pemba-
ngunan rumah tidak bekerja sendiri, tapi petunjuk-petunjuk dari
para sesepuh yang sudah disebutkan di atas tidak boleh diabaikan.
Berkat bimbingan mereka, rumahpun bisa dibangun dan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidup manusia dan
mampu memberi ikatan lahir maupun batin.
Untuk menebang pohon jati dan memotongnya, diadakan
upacara yang khusuk penuh dengan buasana hening mencekam.
Mula-mula sebuah kain cindhe yang berwarna merah diiipitkan di
sekeliling pohon jati. Hal itu dilakukan bila pohon tersebut
merupakan pilihan raja. Berbagai "ubarampe" klebatinan juga
disiapkan atas permintaan tokoh kebatinan yang ditunjuk. Setelah
itu, sang tokoh segera menghaturkan sembah dan berkomat-kamit
mengucapkan mantera. Tidak berapa lama kemudian, dua buah
telapak tangannya bergetar sehingga badannya ikut bergoyang-go-
yang sehingga peluhnya bercucuran keluar. Akhirnya setelah
tenang kembali, tokoh kebatinan tersebut melemparkan tiga butir
telur ke bagian batang pohon yang akan ditebang tadi. Di samping
itu, juru kunci atau penunggu desa itu juga melepaskan seekor
ayam jantan putih mulus yang segera berlari-lari ke semak-semak
di depannya.
Peranan tokoh kebatinan dalam penebangan kayu memang
menonjol, hal itu diperkuat dengan getaran tangannya yang

25
menunjukkan bahwaia sedang berhubungan dengan badan halus.
Sesudah itu, orang yang punya hajat bertugas mengayunkan
kampak yang beruntaikan kembang melati seba4yak tiga kali ke
pokok jati.
Upacara itu diperkuat lagi dengan penaburan rkembhng di
sekitar pohon, sehingga ikut pula mengenai sesaji ylng terdiri dari
tumpeng beraneka warna, golong kencana, ketan salak, pisang
emas,pisang raja, telur tebus, telur mentah yang masing-masing
berjumlah sembilan. Persebahan yang enak tersebut semata-mata
untuk mohon restu kepada Tuhan dengan perantaraan leluhur
Tanah Jawi. Di samping yang berupa makanan, tersedia pula
benang lawe dan sebesek bunga telon.
Kini, dilanjutkan dengan selamatan "kepung tumpeng".
Tumpeng ini dinikmati oleh para blandhong (penebang kayu)
dengan harapan a5at "dhanyang penunggu alas, dhanyang
Kalisari, roh-roh jahat manusia jahat, asu ajak sekancane, macan
ula sabrayate, kalajengking, gegremetan lan sapanunggalane, aja
padha ganggu gawe marang aku kabeh sakancaku" Yang berarti
"Wahai penunggu hutan dan desa Kalisari, roh jahat, manusia
yang jahat, serigala dan gerombolannya, ular harimau, kalajeng-
king, dan segalanya macam binatang melata jangan mengganggu
kepada rombonganku"
Seperti tradisi yang sudah bengakar berabad-abad yang lalu,
dalam upacara itu kalau keadaan memungkinkan tetap diadakan
pertunjukkan wayang, dengan lakon yang disesuaikan dengan
upacara penebangan pohon.
Selain lakon wayang yang disajikan seperti lakon Jatiwasesa,
yakni kisah tentang Raden Gathotkaca yang mencari salaguru
untuk pembangunan kraton Ngamarta atau Babad Alas Wanamar
ta, juga diadakan acara sedekah rebutan.
Acara rebutan (panjat pinang) sempat mengundang ratusan
orang penduduk karena menyaksikan rebutan dua buah pinang
dengan memanjat bambu yang diberi pelicin.
Di samping itu, desa Tamanjang (daerah Blora) menjadi
terkenal karena terdapat pohon jati yang telah berusia dua
keturunan, suatu usia yang cukup langka pada jaman sekarang
ini.
Dalam kelangkaannya itu, KPH (Kesatuan Pemangkuan
Hutan) Randublatung dianggap sebagai gudang pohon jati yang
baik dalam kualitas maupun kuantitas, oleh karena itu banyak
proyek-proyek pemerintah yang mengambil kayunya dari sini,
26
seperti saka guru rnasjid Demak, gedung wanita "Sasana Bakti
\Yanita Tama" di Jogya dan gedung wanita lainnya di Solo, serta
proyek-proyek yang berada dilbukota Jakarta yang jumlahnya
cukup banyak.

(/Jtacara sedekah rebutan (ioaniat pinang)'


Pohon jali yong sudah dililit kain cindhe.

21
4. Meratakan Tanah

Pada tahap pertama, orang harus meratakan tanah sebelum


di atasnya didirikan bangunan. Tanah yang dipilih bebas dari
"danyang" (penunggu) agar orang yang menempati nantinya
menjadi lebih tenang.
Kalau kita mengamati daerah pedesaan, proses perataan
tanah tersebut masih banyak dilakukan. Tentu saja tanah yang
diaratakan bukan tanah di tempat datar, melainkan tanah yang
miring di lereng-lereng pegunungan atau di daerah-daerah yang
tanahnya naik turun. Hingga memerlukan waktu yang cukup lama
karena harus diiris sedikit demi sedikit . Cara-cara meratakan
tanah seperti itu disebut membuat bebaturan, batur atau pondasi
(batur, berati alas atau dasar).
Bebatur tersebut biasanya lebih tinggi daripada tanah di
disekitarnya, hal ini memang disengaja agar tidak kemasukan air
bila musim hujan. Di samping itu, di sekitar bebatu sering pula
diberi bambu atu batu yang diatur rapi agar tanahnya tidak
mudah longsor (gogos atau jugrug). Kalau perlu juga diberi
pondamen yang merupakan lubang yang cukup dalam. Setelah
itu, lubang tadi ditutup dengan batu kali yang diatur sedemikian
rupa dan barulah kemudian bagian atasnya ditimbun dengan
tanah.
Fungsi tanah yang dianggap ideal tidak bisa terpisahkan dari
kehidupan orang Jawa. Tetapi ada juga tanah yang dianggap tidak
memenuhi syarat untuk didirikan bangunan karena dianggap
penuh gangguan gaib sehingga orang-orang menyebutnya angker,
wingit atau sangar.
Sudah sejak lama banyak tempat khusus yang dianggap
angker, misalnya bekas bangunan kraton Kota Gedhe, Karta dan
Plered. Tapi yang bersifat umum lebih banyak lagi, seperti sebuah

28
rumah di wilayah Rukun Kampung Tegalgendu yang sangat
angker. Sebabnya, pemiliknya pernah bunuh diri di situ dengan
menggantungkan badannya, di wuwungan (bubungan) rumah.
Karena seseorang yang melakukan perbuatan nekat, maka orang
yang lain akan menanggung akibatnya, yaitu sial, atau sakit-sakit-
an bahkan ikut-ikutan bunuh diri. Dan masih banyak lagi
rumah-rumah yang mempunyai kesan "angker" tetapi berbeda
masalahnya.
Oleh karena itu, orang Jawa sangat hati-hati dalam memilih
tanah maupun tempat-tempat yang layak untuk ditempati.
Cara-cara memilihnya juga tidak begitu sukar, karena masing-
masing tanah mempunyai nama-nama tertentu. Nama-nama tanah
yang baik ialah:
l. Tanah yang miring ke timur disebut Manikmulya,barangsiapa
tinggal di tanah yang demikian itu akan berhindar dari segala
macam penyakit, hidupnya kecukupan, tenteram dan terhin-
dar dari marabahaya. Disebelah selatan tanamilah pohon
"cocor bebek".
2. Tahan yang miring ke utara disebut Indraprasta, nama keraja-
an kaum Pandawa, yang sesungguhnya adalah sebuah ibukota
India (New Delhi) pada jamah dulu. Tetapi tanah ini mempu-
nyai nama lain yakni Telaga Ngayuda atau Bathara. Orang
yang tinggal di sini mudah terpenuhi apa yang diidam-idam-
kan dan kekayaannya akan dinikmati oleh anak-cucunya.
3. Sangsang'buwana atau Kawula katubing kala, tanah yang di-
kelilingi oleh gunung atau perbukitan. Barangsiapa tinggal di
tempat ini akan disegani dan dicintai oleh tetangganya, menja
di kepercayaan orang. Pokoknya segala kebaikan dunia.
4. Bumi Langupulawa, tanah bekas kuburan dan biasanya terle-
tak di atas jurang. Orang yang menempatinya akan bersikap
seperti pendeta (ambek adil paramarta).
5. T'anah yang miring ke Timur dan Kebarat (bagian tengah ba-
gaikan punggung sapi) disebut Darmalungit, tanah yang mem-
bawa rejeki banyak.
6. Sri Nugraha. Tanah yang memberikan kepada penghuninya se
lalu diberkati oleh Yang Mahakuasa baik berupa pangkat atau
kekayaan. Tanah seperti ini bagian baratnya tinggi tapi bagian
timurnya datar.
29
7. Wisnumanitis. Tanah yang naik turun terutama di bagian uta-
ra ini membawa banyak rejeki dari penghuni pertama sampai
beberapa keturunannya.
8. Endragana. Tanah yang datar di bagian tengahnya dan sekitar
nya lebih tinggi (kukuwung), akan memberikan ketenteraman
lahir batin.
9. Srimangepel. Tanah yang terbentang di tengah-tengah lembah
dan banyak sumber airnya. Penghuninya atau pemiliknya
akan kecukupan bahan makanan (pangan).
10. Arjuna. Tanah yang miring ke kanan dan bagian utara mau-
pun selatan tertutup oleh bukit. Tanah ini memberikan sifat
mudah memaafkan serta dih<lrmati oleh sesamanya.
ll. Tigawarna. Tanah yang dikelilingi gunung yang menjorok ke
tanah membuat penghuninya arif bijaksana bagaikan seorang
pertapa.
12. I)anarasa. Tanah yang bagian baratnya tinggi dan bagian uta-
ranya rendah. Orang yang tinggal di sini akan mempunyai ba-
nyak istri atau kawin berkali-kali tapi dianugerahi cukup keka
yaan.
13. Suniyalayu, tanah yang dikelilingi lembah akan menyebabkan
penghuninya-mempunyai banyak anak.
14. Lamurwangke, sebidang tanah yang diapit oleh gunung atau
bukit. Tanah ini sering didatangi oleh kerbau, sapi atau kuda.
Namun orang-orang juga menyadari bahwa disamping tanah
yang ideal untuk dijadikan tempat tinggal juga terdapat tanah
yang tidak sesuai untuk dijadikan perumahan. Tanah-tanah
tersebut ialah:
l. Tanah yang miring ke barat disebut Sri Sadana, orang yang
tinggal di sini kerjanya hanya bertengkar saja dan sering pe-
nyakitan. Oleh sebabitu,dianjurkan untuk menanam pisang
"kluthuk" di bagian timur.
2. Tanah yang miring ke selatan dinamakan orang Gelagah. Me
nyebabkan penghuninya melarat dan sering kematian kelirar
ganya. Maka, sebelum menempati, di tengah-tengah halaman
harus diberi pendaman "mowo" (arang dari sesuatu benda
yang habis terbakat) dan membaca Surat Al Ikhlas dan Surat
An naas.
30
Surat Al Ikhlas.
A. Qul huwallahu ahad.
B. Allahus shamad.
C. Lam yalid wa lam yulad.
D. Wa lam yakun lahu kufuwan ahad.

A. Katakan Dialah Allah Yang Maha Esa.


B. Allah tempat memohon.
C. Tidak beranak dan tidak diperanakkan.
D. Dan tiada sesuatupun yang menyerupai Allah.

Surat An Naas.
A. Qul A,'uudzu birqb-bin-naasi.
B. Malikin Naasi.
C. Ilaahin Naasi.
D. Min Syarril Waswasil Khonnaasi.
E. Al Ladzi Yuwaswisu fii shudurin naasi.
F. Minal jin nati Wannaasi.
3. Tanah yan! miring ke selatan dan langsung berhadapan de-
ngan rawa namanya Sekarsinom. Orang yang tinggal di sini bi
sa saja menjadi kaya tetapi barang-barang miliknya sering hi-
Iang. Untuk tumbal, anda harus menyediakan atau menanam
pohon asam dan delima.
4. Kalawisa, tanah yang sebelah tirnur agak tinggi, namun sebe-
lahnya rendah. Tanah yang mempunyai ciri seperti ini kalau di
tempati bisa menyebabkan sakit-sakitan atau mengalami ke-
matian.
5. Tanah yang naik turun menuju ke selatan disebut Siwahboja,
orang yang menempatinya senantiasa mendapat bencana.
6. Tanah yang memancar merah kekuning-kuningan dinamakan
Bramapendhem, tanah ini arnat "sangar" sehingga sering
mendatangkan kematian.
31
7. Tanah yang sekelilingnya mengandung air, disebut Sigarpenja
lin sesuai dengan namanya yaitu sigar (terbelah), tanah ini bi-
sa memecah belah keluarga karena terlalu sering bertengkar.
Sebagai tumbal, pendamlah air (yang sudah ditaruh dalam bo-
tol) di tengah-tengah halaman.
8. Asungelak (anjing haus), tanah yang terletak di bagian barat
gunung, orang yang menempatinya haus akan pertengkaran se
hingga sering diamuk tetangga. Sebelum didirikan bangunan
sebaiknya di tengah-tengah tanah tersebut lemparkanlah
"lungka" (gumpalan tanah liat),
9. Singameta (singa mengamuk;, tanah yang bagian tengahnya
terdapat air atau sumber air. Orang yang tinggal di sini akan
selalu diamuk berbagai macam penyakit. Untuk menghindari
malapetaka tersebut, tanamlah batu di tengah-tengah halaman
dengan membaca Al Fatihan.
A. Bismillahirrahmanirrahim.
B. Alhamdu lillahi rabbil alamin.
C. Arrahmanir rahim.
D. Maliki yaumiddin.
E. Iyyaka na'budu wa iyaaka nastain.
F. Ihdinash shirrathal mustaqim.
G. Shirathal ladzina an'amta 'alaihim, ghairil maghdlubi'ala-
ihim waladldlallin
AAMIIN

Artinya:

A. Dengan nama Allah yang Pemurah dan Pengasih.


B. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
D. Yang menguasai hari Kiyamat.
E. Engkaulah yang kami sembah dan Engkau pulalah yang
kami minta pertolongan.
F. Tunjukkanlah kami jalan yang benar.

32
G. Jalannya orang-orang yang telah Engkau beri nikmat, bu-
kan jalannya orang-orang yang Engkau murkai, dan bu-
kan pula jalannya orang-orang yang sesat.
Terimalah ya Tuhanku!

Walaupun jaman sekarang tehnologi serba nuklir dan


mutakhir, tetapi orang-orang yang terlibat dalam masalah-masa-
lah gaib atau tumbal yang berhubungan dengan tanah, sangat
banyak sekali. Semuanya itu dilakukan dengan berbagai macam
cara, dengan menanam kepala kerbau misalnya.
Kalau marabahaya yang ditakuti datang, maka binatang yang
dianggap mempunyai "nama" atau kekuatan gaib tersebut dapat
menetralisirnya. Tapi yang dinamakan tumbal tida^t selalu harus
berupa kepala kerbau, benda-benda lainnya juga boleh. Hal itu
sudah disebutkan di atas dan biasanya dipimpin oleh orang
tua-tua ahli kebatinan.
Untuk menetralisir kekuatan yang berasal dari roh-roh gaib
yang mempunyai maksud jahat, maka ada beberapa macam doa
yang menurut pendapat sebagian besar orang sangat ampuh,
antara lain:
"Bismillah hirohmanirohim, nyawa sejati, sukma sejati, ya
ingsun sejatining sukma, ambyah kumel (Bismillah hirohmani-
lohirn, jiwa yang sejati, sukma yang sejati, sayalah sukma yang
scjati, yang banyak bersabar).
Setelah selesai berdoa kemudian meludah tiga kali sambil
rrrenahan nafas. Kemudian disambung dengan membaca doa lagi:
"Badanku badan rohani, pinernahake ing sagara, asat kang
hanyu, ing gunung gugur, ing kayu angker rubuh, ing wong jail
dadi sabar slamet Ies tanpa daya (Badanku badan rohani, yang
nrcnguasai samudra, semua airnya surut, gunungnya runtuh,
scmua kayu yang angker roboh dan orang yang nakal harus
mcnjadi sabar dan tidak berdaya)".
Di daerah-daerah tertentu seperti Sleman, dan lainJainnya
diadakan upacara yang disebut senthir atau upacara tumpeng.
l)inamakan upacara senthir karena menggunakan senthir atau
lampu yang diisi dengan minyak tanah atau minyak kelapa.
Setelah lampu tersebut diletakkan dan tiba-tiba nyalanya mati,
bcrarti tanah itu mengadung gas beracun atau singit (angker). Si
pemilik rumah setelah menjalani puasa 3 atau 7 hari, kalau perlu
lidak tidur, lalu membaca salawat 100 kali, yakni: "Astaghfirulla

33

a
haladim", kemudian membaca: "Ya dayina yani yanu
yamarkaba yasiyata yasiyara ya'amusa yarimua yadibuda
yadibaya"
Setelah bacaan selesai, di keempat sudut rumah ditanam
semacam jimat sebanyak empat buah yang betuknya sepbrti ini
:dari Kitab Primbon Betaljemur Adammakna):

V c)2111111 6)r-oYAU,l
Para penduduktidakhanya melakukan upacara senthir, tapi
juga upacara tumpeng Di Kota Gede banyak dijumpai upacara
tumpeng, bahkan boleh dikatakan hampir semua penduduk
menjalankannya. Pada umumnya semuanya itu mempunyai
maksud dan tujuan yang satu, yaitu Tuhan Yang Mahaesa. Pada
tumpeng tersebut absolutisme Tuhan dilambangkan dalam bentuk
runcing seperti piramida . . . . dan berkah-Nya diharapkan turun.
Suatu tempat yang akan didirikan bangunan harus dibersih-
kan benar-benar. Kemudian pada sore harinya, yaitu menjelang
magrib fiam 18.00), di tengah-tengah halaman diletakkan sebuah
senthir yang diberi tutup kaleng terbuka agar kalau tertiup angin
tidak padam.
Karena pusat kekuatan jahat umumnya berada di tengah-te-
ngah halaman, maka letaknya senthir juga harus tepat, kalau
perlu diukur dengan tali yang sudah disiapkan pada empat sudut
halaman. Dalam pertemuan silang kedua tdi itulah letaknya
senthir.
Demikian juga dengan upacara tumpeng, gundukan nasi
tersebut ditaruh tepat di tengah-tengah.
Pada saat-saat berlangsungnya upacara, biasanya hanya
dihadiri oleh tetangga dekat saja; beserta kerabat dekat tentunya,
termasuk pejabat setempat seperti Pak Dukun dan Pak RT.
Karena mereka ikut memberikan sambutan sepatah dua patah
kata. Sementara itu, semua tendga yang hadir di situ nantinya juga
terlibat dalam pekerjaan mendirikan rumah. Sebetulnya upacara
ini tidak terlalu penting bila dibandingkan dengan upaqra
menaikkan molo, dan hanya merupakan peleng\pp untuk
mgnghindari pengaruh jahat yang ditimbulkan ol6h "Yang
mbahureksa" (mahluk halus, penguasa desa setempat).

34
Maka jika Pak Kaum yang seharusnya memimpin berhalangan
datang atau sedang ada acara ke luar kota, kepala keluargalah
yang menjadi sibuk karena bertanggung jawab memimpin
upacara.
Hanya saja doa-doa yang dibaca biasanya tidak selancar Pak
Kaum, atau kalau pak kepala keluarga tidak sanggup membaca
doa atau ujubnya, hal itu tidak usah diutarakan.
Di bidang kerohanian, orang yang berkepentingan langsung
dengan bangunan rumah tersebut seperti Pak Dukun berpuasa
antara I sampai 3 hari. Oleh karena itu orang-orang yang akan
rrrendirikan bangunan sebaiknya memberitahukan lebih dahulu
kcpada Pak Kaum agar beliau dapat mempersiapkan diri dengan
bai k.
Selain senthir yang diletakkan di tengah-tengah lapangan,
tcntu saja yang sumbqnya bagus agar pada waktu upacara tidak
padam, yang punya hajat biasanya juga menyediakan alat-alat
lainnya. Khusus untuk upacara Tumpeng, di siapkan perlengkap-
lrrnya berupa nasi pgtih, gudangan, telur, sayuran dan tukon
(jajan) pasar. Tumpe[g yang dibelah menjadi dua bagian dan
tliscbut tumpeng pungkur, di tengah+engahnya diletakkan nasi
Mcgana.
Mengapa disebut lumpeng pungkur? Karena berasal dari
hahasa Jawa mungkur yang artinya bertolak belakang. Sedangkan
rrlsi megana yang berada di tengah-tengah tumpeng tersebut dari
kirta Merga ana, karena ada, yang dimaksud adalah Tuhap. Jadi
rntknanya tumpeng dan nasi megana adalah dengan adanya
'l'ulran, kita harus menghindarkan segala macam kejelekan. Di
surnping tumpeng ditaruh sebuah kendi berisi ari putih yang sudah
tliramu dengan daun dadap srep sebanyak 3 helai dan kembang
Itkrn (tiga macam bunga yang terdiri dari kenanga, kanthil dan
rrrcluti). Kembang tersebut merupakan lambang agar para pekerja
rlln tamu yang menghadiri upacaradikelakkemudian hari akan
nrcrasa senang {an tenteram.
Sedangkan daun dadap srep pada umumnya dipakai untuk
rrrcrryembuhkan penyakit panas. Jadi, rumah ya4g akan dibangun
it u akan terhindar dari.hal-hal yang sifatnya panas (osrep :6intin;
Bacaan lain lagi, yang dipimpin oleh Pak Kaum yaitu
rttcngucapkan terimakasih kepada yang punya hajad, kpmudian
rrrcmbaca doa (uiub). Sementara itu para hadirin duduk bersila di
I unah.

35
"Dhanyang kang rumeksa banjar pekarangan iki, dhanyang
lanang dhanyang wadon nyuwun kinabulane angSen kawula rakit
srana tumbal griya punika, tansah pinaringan kawilujengan,
tinebihna saking tulak sarek, ingkang badhe ngrencana dhateng
bale groya menika, sarana menika dipun kantheni uluk salam
Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakber".
Artinya:
"Kaki dhanyang yang menguasai halaman ini, baik laki-laki
maupun perempuan, mohon dikabulkan segala keinginan saya
dalam mencukupi sarana untuk tumbal rumah ini, selalu diberi
keselamatan, dijauhkan dari marabahaya, dari orang{rang yang
punya rencana jahat kepada rumah ini. Saya memulai sarana
dengan mengrft apkan takbir Allahuakbar, Allahuakbar. Allahuak
bar".

Semua orang yang berhubungan atau bertanggungjawab


terhadap pelaksanaan pembangunan rumah harus mau menjalan-
kan lek-lekan (tidak tidur semalam suntuk, sejak dimulai upacara
senthir jam 18.00 sampai pagi). Syarat-syarat yang lain: mereka
harus mau makan tumpeng yang telah dipersiapkan semalam.
Bagi daerah-daerah jawa pada umumnya, kehadiran seluruh
keluarga sangat berarti. Jadi sebaiknya upacara umpcng atau
scnthir dilaksanakan pada saat seluruh keluarga berkumpul di
rumah. Jangan meninggalkan. keluarga yang sedang bepergian ke
luar kota misalnya. Upacaia ini merupakan upacara yang lebih
bersifat pribadi. Dinamakan pribadi karena tidak perlu mananggil
para tetangga dengan kenthongan (tong - tong) segda.
Upacara selanjutnya yang harus dijalani addah upacara tulek
brh berarti menolak bahaya (tulel=menolak, belr=bahaya(.
Jumlah lambang-lambang'yang dipakai pada umumnya berupa
tumbuh-tumbuhan yang ada di h{aman atau rumah penduduk
lainnya; jadi tidak perlu dicarijauh-jauh.
Masyarakat masih pcrcaya kepada tumbuh-tumbuhan terse-
but, maksudnya untuk memanfaatkan daya gaib yang tersembu-
nyi di situ, baik yang sifatnya melawan musuh mrupun daya gaib
yang bersifat melindungi diri. Oleh karena itu orangorang bekerja
dengan hati hati dan teliti.
Mcnolak bahaya yary dimaksud ddem upecue itu ialetr
menolak gangguan yang bcrsifu gtib (hrntu, iin, pqri-

r
merkayangan, dan masih banyak lagi) dan yang bersifat menolak
gangguan orang-orang jahat seperti maling, rampok dan
sejenisnya.
Kini, lingkungan di situ sudah dikamuflasekan sedemikian
rupa sehingga orang yang melihatnya akan kecewa, karena tempat
tersebut terlihat sebagai hutan yang penuh dengan tumbuh-tum-
buhan yang lebat maupun duri-duri yang liar. Akibatnya orang
yang mau berbuat tidak baik akan merasa jeri sendiri.
Sementara itu, perlengkapan tulak bala yang terdiri dari daun
awar-awar (berfungsi menawarkan keadaan yang jelek), duri
pohon kemarung atau gembili berfungsi sebagai senjata, dan
rumput alang-alang (menghalangi perbuatan jahat), serta daun
nanas atau belahan kulit bambu yang dibuat mirip keris dengan
warrla selang-seling hitam putih (lambang ular), terakhir
cmpon-empon (rempah-rempah yang merupakan lambang kepahit
an) disiapkan untuk ditanam pada empat penjuru halaman.
Waktu mengadakan upacara, sebaiknya . jangan sampai
diketahui oleh siapapun juga. Hal ini untuk menja5a a5al, jangan
ada tangan jahil atau orang-orang yang tak diunda4g.yang akan
rttengeruhkan suasana. Maklumlah, dalam suasana sepertiitu pasti
banyak orang yang iri hati.
Dengan didampingi oleh Pak Kaum, yang punya hajat
scgera menyiapkan "ubarampe" (peralatan) Seperti yang telah
<lisebutkan di atas. Di samping itu juga memilih hari-hari keramat
nrcnurut perhitungan masyarakat Jawa, yaitu malam Selasa
Khiwon atau Jumat Kliwon. Dan Pak Kaum sendiri harus
herpuasa antara satu sampai tiga hari tak ubahnya dengan upacara
scnthir dan tumpeng. Sebab, dengan melakukan puasa semacam
irri, apa saja yang akan dikerjakan menjadi manjur atau ampuh.
()lch karena itu, jauh-jauh hari Pak Kaum harus sudah diberitahu
ttgar memilih hari yang baik dan menyiapkan moril agar segalanya
tidak mendapatkan suatu rintangan apapun.
Tepat pada hari yang ditentukan, Pak Kaum mulai
rncjalankan tugasnya. Kalau beliau berhalangan hadir karena
\csuatu sebab, maka tugas tidak boleh diwakilkan pada orang
Iuin, karena orang tersebut diragukan kemampuannya. Memang,
tlalam soal-soal yang berhubungan dengan dunia gaib, orang-
()r'ang seperti Pak Kaum mendapat tempat terhormat di
rrrilsyarakat, terutama masyarakat pedesaan.

17
- Mula-nrula Pak Kaunr mengambil cepluk atau empluk, yaitu
serrracanr kuali (periuk kecil) dari.tanah
liat. Cepluk tersebut diisi
dcngan berbagai-bagai tumbuhan seperti yang telah diseburtkan
dimuka, dan jangan lupa, daun dadap srep sr'rta kembang
lekrnnl'a. Seandainya mengalami kesulitan dalam mencari cepluk,
orang boleh rnenggantikannya dengan kain putih atau nrori .

Sctclah itu galilah bolarrg derrgan menggunakan pacul, linggis


nraupuu sc'kdp
Sudut mana drr-lu yang harus dibuat lubaug? Scrnuanya ini
terganlung dari Pak Kaum. Tetapi berdasarkan pengalaman,
masyarakat labih cenderung unluk rneletakkan cepluk dr bagian
barat daya, kemudian berputar menurut puratan jarum jam.
Untuk hal yang satu ini, tiap-tiap Kaum mcmpunyai cara
sendiri-sendiri, jadi tidak ada patokan y'ang resmi.
Setelah Pak Kaum dan kepala keluarga berada di sudut barat
daya, beliau mulai mengayunkan cangkul atau linggis dan mulai
rnembuat lubang yang berukuran sedalam antara t/t sampai )/+
meter. Setelah itu Pak Kaum mengucapkan doa sebagai berikut:
"Gusti Atlah ingkang murbeng jagad, mugi kinabulaken
anggen kula damel griya nicnika. Amin. Alahuakbar, allahuakbar,
Allahuakbar"
Arrinya:
"Tuhan seru sekaliau alam, kabulkanlah permohonan harnba
dalarn membuat rumah ni. Amin, Allahuakbar, Allahuakbar,
Allahuakbar".
Setelah doanl'a selesai, cepluk atau mori yang berisi
perlengkapan tulak bala dimasukkan ke dalam lubang dengan
hati-hati. [-alu air yang terdiri dari ramuan kembang telon
disiramkan ke atasnya dan lubangny'a ditutup (diurug) dengan
tanah sampai rata seolah-olah tidak ada bekasuya.
Setelah keempat lubang sudah diisi dengan tunrbal tersebut,
baik Pak Kaum maupun yang punya hajad menjaga keamanan
tumbal yang sudah dibuat dengan cara lek-lekan (tidak tidur)
sampai nrerrjelang subuh. Tapi apabila tunrbal itu sampai dicuri
atau dibongkar orang, maka upacara sema(am itu harus diulan-e
kembali.

38
5. Memasang Ompak atau Umpak

lmpak mempunyai bermacam-macam arti, ialah batu


penyangga tiang, corak kain batik, kata-kata pujian dalam surat,
hiasan karangan dan irama gending yang terakhir, Tapi yang
dimaksudkan di sini tentu saja batu penyangga tiang (saka).
, Pemasangan umpak ini dilakukan setelah proses meratakan
bebatur selesai (bebatur: bagian tepi rumah yang lebih tinggi
daripada tanahnya serta dibuat dari bata). Ukuran besar kecilnya
umpak diselesaikan dengan tiang yang akan dipasang di situ.
Di dalam rumah yang berbentuk joglo misalnya yang pada
saat-saat sekarang ini sering diboyong oleh orang ke Jakarta
ukuran umpaknya tentu saja besar karena untuk menopang
bangunan yang cukup berat. Namun perlu diperhatikan bahwa
umpak diletakkan tidak di tepi bebatur melainkan agak masuk ke
dalam.
Ompak yang dipasang pada seluruh bangunan rumah, entah
itu berbentuk joglo, limasan, dan lain-lainnya pada umumnya
dibuat dari batualamyang keras dan biasanya berwarna hitam.
Usahakanlah untuk mencari batu semacam ini, karena batu-batu-
an jenis lain yang warnanya putih atau merah sebaiknya jangan
digunakan.
Ukuran ompak atau umpak biasanya berbeda-beda, ada yang
besar dan ada yang kecil. Yang besar berukuran 75 X 100 cm, dan
yang kecil berukuran 15 X 20 cm. Di Jogyakarta, yaitu di desa
Karta, Kota Gedhe, pernah ditemukan umpak bekas kerajaan
Mataram yang sampai saat ini masih utuh dan bisa disaksikan.
jika pada suatu saat anda sempat menyaksikan umpak yang
berukuran demikian, dan mengamat-amatl dengan seksama,
tampak jelas bahwa umpak tersebut masih termasuk umum.
39
Artinya masih bisa dipesan oleh siapa saja yang menginginkannya.
Di 'samping umpak yang berukuran seperti itu,
bentuk sebuah

purus
*

Ompok don purus.

.Cara meletakkan ompak atau umpak di atas permukaan


fondasi (batur atau bebatur) sebagai berikut: umpama rumah
Panggangpe yang bettiang empat buah, ompakdiletakkan pada ke
empat sudut pada permukaan fondasi. Agar posisi ompak itu
tepat dan kuat harus diletakkan di atas fondasi kemudian
ditekan-tekan dan digeser-geser berkali-kali. Setelah selesai,
tiangnya boleh dipasang di atas ompak tersebut.

! !
Rumoh Ponggtng-pe dilihot dari samping dan dari depan.
40
Tetapi ada sistem menanam tiang tanpa ompak tetapi langsung
dimasukkan begitu saja ke daram jerambah (lantai). sisteri
semacam ini disebut sistem ceblokan (ceblok=ditanam, atau
jatuh)' Dan bagian bawah lubangnya lebih dahulu harus
diberi
batu.

Perbandingan ontara sklem tiang di olos ompak dengon sistem


ceblokan.

Tidak berbeda dengan orang yang memakai perhiasan, maka


umpak harus diberi hiasan juga yaitu yang berbentuk padmr
(teratai merah). Namun yang dibentuk untuk hiasan hanya bagian
tepinya saja lalu melengkung ke luar dan melengkung ke dalam.
Bentuk seperti ini mengingatkan orang pada singgasana Sang
Buddha Gautama. Untuk memberi warna, gunakan saja warna
hitam.
Bagaimana caranya memberi hiasan pada umpak? Hal ini
harus dikerjakan dengan pahar (rentu saja pahat khusus untuk
batu).
Umpak-umfak berhias semacam ini banyak dipakai oleh para
bangsawan maupun rakyat biasa. Maksud memberi hiasan pada
umpak tersebut ialah pertama-tama untuk menambah keindahan;
yang kedua, karena bunga padma (seroja) dianggap lambang
kesucian oleh penganut Qiwa maupun Buddha, maka pada
bangunan pendhapa rirulai dari Saka guru, saka penanggap dan
saka penitih di mana dipasang hiasan tersebut agar dirawat
baik-baik seperti orang merawai candi atau kuil. Suci yang
dimaksud di sini juga berarti kokoh, kuat dan tak tergoyahkan
oleh badai yang dahsyat.

4t
6. Memasang Lantai

Kalau kita memasuki rupah q14ng-orang Jawa di pedesaan,


pasti akan mendapatkan lantai yang dari tanah, dan disebut
jogan. Kadang-kadang ditambah dengan batu dan dipernis. Tetapi
di desa-desa tertentu seperti desa pantai selatan (Parangtritis),
lantai-lantai rumah penduduk banyak disebut dari batu pasir. Dan
kalau kita menuju ke daerah Gunung Kidul, jogan rumah-rumah
penduduk dibuat dari batu-batu kapur karena daerah tersebut
memang menandung kapur. Jadi hal itu disesuaikan dengan
daerahuya. Pada jaman sekarang banyak lantai rumah-rumah
penduduk di daerah pedesaan disebut dari plester, batu-batuan
yang disusun rapi, dan ubin.
Plester adalah campuran dari batu kapur, pasir, semen merah
dan 'semen dengan memakai perbandingan tertentu sehingga
menghasilkan apa yang diinginkan. Bentuknya biasanya polos,
tapi ada juga yang bergaris-garis, sesuai dengan selera pemiliknya
^g-zag.
jogan atau jerambah dikerjakan dengan alat yang namanya
cethok (sekop), yang dibuat dari besi atau kayu. Sedangkan
susunannya terdiri dari dua bagian, yaitu bagian dasar yang lebar
sebagai pengatur dan bagian tangkai sebagai pegangan.
Setiap menyelesaikan suatu pekerjaan, dari bagian yang
mudah sampai bagian yang sukar, dipergunakan bandul dan
walcrpas. Bandul ialah alat yang terdiri dari tali yang digantungi
alat pemberat.dari timah atau kuningan. Bila alat tersebut sudah
tegak vertikal dengan tangkainya berarti lantainya sudah rata.
Begitu pula dengan waterpas, yang terdiri dari kayu diisi de4gan
air di dalam pipa gelas. Fungsinya tidak berbeda dengan bandul,

42
-

7. Memasang Tiang atau Saka

Setelah pemasangan ompak selesai, tibalah saatnya orang


memasang tiang atau saka. Setiap tiang y.ang dipasang harus sama
jaraknya dengan yang lain agar tiang tersebut tidak miring'dan
membahayakan bangunan. Untuk tujuan pemasangan tiang
utama, yang punya kerja harus memakai bahan yang benar-benar
bagus, tua, kuat dan tidak cacat. Cara memasangnya juga tidak
boleh terbalik seperti pada tiang utama, maka harus dibuat lebih
besar dari pada Saka penanggap dan saka peningrat. Selain itu
saka guru akan menyangga atap brunjung.
Sebelum saka guru didirikan, anda harus melerakkari daun
elo (sabangsa daun beringin yang besar), alang-alang, dadap mojo
dan daun duwet. Seandainya saka guru tersebut tidak diberi
purus, maka saka guru yang berada di timur laut diperkuat dengan
kayu jati, yang berada di bagian tenggara diperkirakan dengan
kayu dadap, bagian barat daya diperkuat dengan kayu awar-awar,
bagian barat laut diperkuat dengan kayu waru. Cara mendirikan
juga harus dimulai dari timur laut, tenggara dan seterusnya.
Sedangkan di tengah-tengah lantainya, tanamlah kayu dadap srep
dalam posisi berdiri (tegak) dan sebuah kendi yang masih baru dan
diisi air, serta rangkaian sesaji yang terdiri dari kelapa muda dua
buah, dua buah kendi yang berisi air, jeruk gulung dua buah serta
bekatul (tepung beras) sebungkus.
Setelah saka guru selesai didirikan, malamnya (kl. jam 13.00)
anda buang air besar pada ke empat sudut rumah, dan jangan lupa
ditambah endhog wokan (telur yang sudah dierami tapi daya, dan
akhirnya barat laut. Setiap telur akan ditanam, anda harus
mengucapkan mantera-mantera sebagai berikut: Alip, be, be,
bayan, bayan ora anapanggawe ala, padha wurung kabeh: be, be,
be, (alip, be, be, be bayam, bayan , tidak ada perbuatan yang
43
jahat, semuanya urung). Ucapkanlah tiga kali
didalam hati sambil
menahan nafas. Kalau sudah, barulah telurnya ditanam pada
empat sudut rumah. Konon, karau rumah sudah di beri penangkal
seperti ini, akan terhindar dari bahaya pendurian dan lain-rainnya.
Namun rnenurut penulis, perbuatan atau tindakan seperti
di
atas sudah jarang dikerjakan orang, bahkan tidak pernah
dilakukan terutama di kota-kota. Entahlah karau orang-orang
di
desa-desa, di gunung-gunung masih menjalankannya.
Sesudah saka guru selesai dikerjakan, dan sepadan
dengan
tiang-tiang lainnya hingga dapat untuk membentui ruang_ruang
yang dibutuhkan atau Rongrongan, maka orung-or"nl y.ng
bekerja tidak boleh bersenandung, ngobrol yung lid"k
bersendau gurau. Mereka hanya boleh membi-caiakan
["-"r,
segara
sesuatu- y4ng berhubungan dengan pekerjaan serta-
tidak boleh
merokok' selain itu juga tidak diperkenankan mengunyah
sirih
dan niakan hidangan didalam ,rr,,"h tersebut. Seandainya
ada di
antara para pekerja yang tidak bisa menahan diri karena perut
sudah keroncongan, ia boleh saja makan tapi di luar
tempat
tersebut.Kalau aturan seperti tersebut di atas diturut aengan
sungguh-sungguh, Insya llah nyamuk tidak akan masuk
ke rumah
itu.
Kembali kepada rongrongan. Istilah ini untuk menyebut
\r- ruangan. yang dibentuk oleh empat buah tiang dan
terletak di
-antara dua buah pengeret. Jumlah rongrongan tergantung dari
;urirlatr -pQr-rgeretnya. Bila rumahnya mempunyai dua buah
pengerel, maka menjadi sebulh rongrongan,
bila mempunyai tiga
buah pengeret akan membeniuk dua buah ,ongrongrr,-begitu
seterusnya.
.Rongrongan tersebut merupakan dasar untuk menentukan
ruangan-ruangan di dalam rumah yang dibangun yang
- biasanya
dibatasi dengan penyekat. Tapi kalau rumah itu memakai
pendhapa (beranda) berarti pendhapatadi berfungsi sebagai
rongrongan tanpa penyekat.

u
BRUNJUNG ANDER RANCKA
{t-'ruruK NGAMBANG
PENANGGAP
PENITIH

PENINGRAT

DOoOOOO
\ PENINGRAT

oooo
PENITIH /
\/
oooo
\
\./ PENANGGAP /
oooooo
PAMIDANGAN

oooooo
/\./----\
/\
oooooooo
./\
,/\
/\
OE,ooOooo

tL_

Tiang yang akan dibuat biasanya bentuknya bulat dan bujur


sangkar (segi empat) serta dibuat dari bambu atau kayu tahun.
Yang dimaksud kayu tahun ialah kayu yang tidak pernah dimakan
rayap seperti ini mempunyai warna-warna yang sangat indah,
misalnya coklat muda atau coklat tua (kayu jati), hitam (glugu)
dan kuning (kayu nangka).

45
Namun ada pula orang yang membuatnya clari bambu,
terutama bambu pelung yang dianggap cukup kuat. besar dan
tebal. Sebaliknya untuk tiang-tiang yang kecil cukuplah orang
memakai bambu ori, apus dan wulung.
Bambu untuk tiang tidak sembarangan cara memotong dan
cara menanamnya. Potongannya harus tepat pada ros (ruas). Hal
ini dilakuka\ a9al, tiang itu menjadi kuat dan tidak mudah
dimasuki binatang-binatang kecil seperti tikus maupun binatang
lainnya serta air hujan yang mudah meresap ke dalamnya. Begitu
juga dara menanamnya harus sesuai dengan letak bambu pada
waktu masih berupa pohon tidak berbeda dengan memasang tiang
dari kayu, yaitu bagian bawah tiang harus dijatuhkan pada
pangkal pohon bambu, sedang bagian atas tiang jatuh pada ujung
pohon bambu. Kalau cara memasangnya terbalik, kata orang bisa
menimbulkan akibat yang tidak baik krpada penghuninya seperri
penyakitan dan seterusnya.
Tiang dibuat dengan pethel atau wadung, yaitu kapak kecil
yang letak matanya melintang, kadang-Padang diasah dengan
pasah.
Tidak ada ukuran formal untuk tiang; tetapi yang lazim ialah
12)(12 cm, 1,4 X 14 cm untuk ukuran kecil, dan ukuran yang
besar 40 X 40 cm. Sedangkan tiang bambu harus menyesuaikan
dengan bahan bambu yang ada, termasuk juga tinggi tiang,
disesuaikan dengan tinggi rendahnya bangunan itu dengan
standard ukuran tinggi blandarnya rumah. Namun pada
prinsipnya tiang tidak boleh terdiri dari sambungan-sambungan,
hal ini untuk mencegah agar bangunan tidak roboh.
Susunan konstruksinya sebagai berikut :
untuk tiang kayu biasanya menggunakan sistem konstrusi
purus. Purus yang berfungsi sebagai kunci dimasukkan ke dalam
lubang purus ompak. Untuk sistem ceblokan langsung dimasuk-
I

kan ke dalam lantai. Supaya bagian bawah tiang yang amblas ke


dalam tanah tidak mudah rusak karena rembesan air atau
kelembaban tanah, maka bagian ini diolesi dengan tir atau aspal,
dibungkus dengan tali ijuk atau plastik. Tepat di bagian bawah
tiang ditaruh ruas bambu.

46
Kelerangan gambor:
a. Bambu
b. Bungkus plustik atau tit
c. Ruos bambu
d. Botusebogoilondasi
e. Tonah

Pada umumnya pada bagian bawah tiang, yaitu purus tiang


yang masuk ke dalam lubang purus pada ompak, lebih dulu
dimasukkan logan mulia seperti yang terjadi pada Kraton Surakar
ta yan9 terbakar baru-baru ini, di sana ditemukan 40 kg emas).
Tetapi kalau tidak ada logam mulia, boleh saja anda
menggunakan perak. Pemberian emas tersebut pada purus tiang
maksudnya agar tidak mudah keropos, serta mengandung makna
agar bangunan itu sudah jadi akan memantulkan cahaya terang
tidak ubahnya dengan emas yang berkilauan. Sebab rumah yang
terang memancarkan kewibawaan atau kharisma tersendiri.
untuk bagian tengah rumah seperti kili, blandar dan
sebagainya dipergunakan sistem cathokan. Sistem ini ada dua
macam, yakni memakai' pengunci dan tanpa mengunci. Yang
memakai pengunci dinamakan emprit ganthil dan dibuat lekukan
yang menonjol ke atas sebagai penahan agar baloknya tidak
tergeser.

47
Gambar di bawah ini, menunjukkan cara perakitan atau
nstruksi saka guru pada rumah bentuk joglo.

A. Sistem Cothokon'

B. Sislen puns.

kererongon gambor:

l.'Pcngcrct = stobilisalor ujung-ujung liong.


2. Tutupkcpuh = blondor.
3. Slmbal = sba otou kelebihon bolok pcngcrel, blaadar otau ba-
lok loin yong saling bertemu dolam cathikon ftlandor don pc-
ngcrct horus dipasong melintong).
4. Sunduk = untuk menahan goyongon atou goncongon, sebogoi
sto bil bo t or. Diposo ng me m buj ur.
5. Purus wcdokan (purus perempuon) = purus yang dimosuki pu
rus dari balok loin.
6. Purus palhol3 = purus dori titng yong berfungsi sebogai penja-
ga blondor pengerel don pentunci colhokon.
7. fu*a guru -- tiong pokok, tiong ulomo, berbentuk bujur sang-
kor.
E. Kili = berJungsi sebogai stabilisotor don pengunci adiwon'un-
duk don liang. Terletok secoro melintong podo bogian yong nrc-
manjang don membujurnya suatu rumoh.
9. Purus lanang ftou purus loki-laki). Berguno sebogoi pengunci,
purus ini pangkolnyo tidok berbedo dengon purus wedokon
dan fugion ujungnyo muloi dori penimpongon dengon purus
. wedokon, nomun diperkecil agor mudeth masuk ke dolom purus
wedokon.
10, htrus jabung = bagion lengoh purus wcdokan lempol purus
pngunci dan purus hnang,

48
Tiang yang sudah jadi, biasanya dihias dengan berbagai
macam ukir-ukiran. Tapi yang akan diterangkan di sini hanya
beberapa saja, Seperti Saton, Wajikan, Mirong, dan Praba.
Srton berasal dari kata setu, yaitu kue yang dibuat dengan
cetakan. Dinamakan saton, karena hiasan ini mirip kue satu,
berbentuk bujur sangkar dengan hiasan daun-daunan atau
bunga-br:ngaan.
Ragam hiasnya berbentuk pahatan dengan garis berkotak-
kotak. Setiap kotak berisikan hiasan daun atau bunga, yang.dobel
maupun yang tung,gal. Garis-garis kotaknya selalu sudut-menyu-
dut, hingga bentuk bujur sangkarnya selalu miring.

Hiasan Saton ini yang diukirkan ada rumah tradisional ini tidak
saja polos warnanya, tetapi juga disesuaikan dengan kayunya.
yang berwarna paling-paling hanya terdapat di dalam
keraton, baik di Jogyakarta maupun di Surakarta, sehubungan
dengan latar belakang (back ground) yang berwarna hijau tua
maupun merah tua, dengan sendirinya hiasan saton juga berwarna
seperti itu. Kadang-kasdang ditambah dengan warna kuning emas.
Untuk membuat hiasan saton, harus dipahatkan pada
kerangka bangunan dengan memakai pahat ukir kayu, sehingga
terbentuk relief. Cara memahatnya sebaiknya pada waktu kayu
kerangka bangunan belum dipasang, dan untuk mendapatkan
hasil yang sebaik-baiknya, ukirlah panjang maupun lebarnya
dengan cermat.
Selain diukirkan pada tiang bangunan rumah bagian atas dan
bawah, juga kila dapatkan pada balok-bdok blandlr, sunduk,
pengertt tumpang, snder' sebagai pengisi bidang pada tcbcng
49
pintu dan lain-lainnya. Daram komposisi hiasan, ragam
hias saton
ini merupakan rangkaian atau dasar dengan ragam hias tumpal,
llacapan, sorot dan seterusnya.
Semua hiasan saton, baik yang terdapat pada tiang maupun
balok-balok yang lainnya, seperti telah diterangkan di atas tiaat
bisa terpisahkan dengan hiasan tlacap, tumpal dan sebagainya.
Kalau dipisahkan akan. memberikan hasil hiasan y"ng -tur"ng
baik. .:
Hiasan saton ini dibuat oleh ahli_ahli ukir yang berpenga_
laman serta tekun dalam bekerja. Untuk mengukir tl*g+i*g
rumah bangsawan atau di dalam kraton, ada tukang_tukang
uki;
tersendiri dengan gelar abdidalem wedana.
Kata wajikrn berasal dari kata wajik, ialah nama sejenis
makanan yang dibuat dari beras ketan, dan memakai gula
kjapa
sehingga warnanya menjadi merah tua. Dinamakan wajihan,
sebab bentuknya seperti irisan wajik (belah ketupat
sama sisij, tapi
ada juga yang menyebutnya hiasan sengkulunan, yaitu
motif batik
yang bentuknyajuga belah ketupar.
_ Hiasan ini ada yang memakai garis tepi dan ada yang tidak,
lalu bagian tengahnya merupakan ukiran Oaun_aaunai yang
tersusun memusat. Atau gambar bunga dilihat dari -ara
depan.
meletakkan dapat berdiri dan dapat pula terlentang.

Cara membuatnya lepas dari balok kayu yang diberi hiasan


sehingga menghasilkan suatu retief. Alatnya ialah pahat ukir
kayu.

50
PLiSTAKDA JATENG
Rhgam hias ini ditempatkan di tengah-tengah tiang,
atau pada titik-titik persilangan balok-balok kayu yang sudut-
rnenyudut pada pagar kayu bangunan; contohnya bisa dilihat
pada Bangsal Manis Kraton Yogyakarta.

..Istilah "mirong" berasal dari bahasa Jawa kuna yang artinya


kain yang dipakai (dodot) ditutupkan pada mukanya (untuk
menunjukkan perasaan sedih atau malu); berlebih-lebihan, bern'at
berontak terhadap penguasa, menjauhkan diri tidak mau
berkumpul dengan temannya; gambar hiasan dan nama gendhing.
Kata mengenal: Morong kampuh jingga, yang artinya mau
berontak terhadap penguasa. Namun arti kata yang terakhir yaitu
gambar hiasan seperti pada motif batik, ialah hiasan yang mirip
dengan motif gurdha dilihat dari samping (sayap). Sedangkan
khusus untuk hiasan rumah tradisional adalah suatu bentuk
pahatan yang menggambarkan "putri mungkur" atau gambaran
seorang sedang menghadap ke belakang. Jadi, sebutan lainnya
:putri mirong.
Bentuk hiasan mirong yang berada di seluruh bangunan
Kraton Jogyakarta kemungkinan besar berkiblat pada hiasan
mirong yang terdapat pada bangunan Bangsal Tamanan Kraton
Jogyakarta, yang merupakan peninggalan Kyai Ageng Paker dan
tanahnya hadiah dari raja Majapahit. Jadi bangunan Bangsal
5l
Tanaman ini merupakan bangunan rumah di Jogyakarta yang
paling tua dan bisa dijadikan sumber penggalian ragam hias
bangunan yang lainnya. Bentuk ragam hias mirong ini dibagi dua
bagian, yaitu punggung atau gigir, dan bagian samping.
Seandainya tiang atau saka yang diberi hiasan mirong
memiliki ukiran yang berbeda, baik lebarnya maupun tingginya,
dengan sendirinya ragam hias mirongnya berbeda. Selain itu ada
pendapat yang menyatakan bahwa ragam hias mirong merupakan
bentuk dari rangkaian huruf Arab alif, lam, dan mim yang distilir,
atau rangkaian huruf Arab yang berbunyi Mohammad Rasul
Allah.
Ragam hias mirong warnanya berbeda-beda. Untuk mirong
yang berada dalam lingkungan kratbnJogyakarta, warna dasar
tiangnya biasanya merah tua kecoklatan dan bagian tepinya
berwarna kuning emas (prasa emas). Warna lemahan (warna latar
belakang untuk menonjolkan ragam hiasnya) yang bentuknya segi
tiga dekat ragam hias sorotan, selalu berwarna merah cerah.
Warna dasar tiang yang menghiasi Bangsal Tamanan Jogyakarta
dan biasa dilihat oleh para wisatawan berwarna kebiru-biruan.
Sedang pada bangunan yang lain, tetapi masih dalam kompleks
kraton, ada yang warna dasarnya hijau tua.

Cara membuat mirong biasanya dikerjakan dulu sebelum


tiangnya dipasang dengan cara membuat relief (pahatan). Pada
tiang Bangsal Tanaman Kraton Jogyakarta, cara memahatnya
begitu'dalam sehingga ragam hias mirong maupun sorotannya
napak menjulang tinggi.
?.,
52
Selain ditempatkan pada tiang-tiang bangunan seperti saka
guru, saka penanggap serta saka penitih, juga dipasang pada saka
santen, baik yang berbentuk persegi maupun yang berbentuk
bulat. Pada setiap saka atau tiang pasti kita dapati sepasang ragam
hias mirong. Bila sudah dipahatkan pada tiang, maka letak ragam
hias mirong selalu menghadap ke tengah, sisi depan dan sisi
belakang. Sedangkan gambar punggung (gigir atau geger) terdapat
di sisi luar.
Mengapa pada tiang dipasang hiasan seperti ini ? Karena
menurut legenda, konon merupakan perwujudan Kanjeng Ratu
Kidul (Retnaning Dyah Angin-Angin) yang datang di kraton
khusus untuk menyaksikan pertujukan tari Bedoyo Samang.
Dalam hal ini, beliau tidak menampakkan diri, tetapi bersembunyi
di belakang tiang. Itulah yang digambarkan oleh para ahli pahat
sehingga berbentuk ragam hias mirong atau putri mirong.
Sehingga sampai sekarang kalau ada orang menyebut ragam hias
mirong, pasti ada-ada saja yang menghubungkan dengan Sang
Dewi Laut Selatan tersebut.
Tiang yang diberi hiasan mirong, ada hubungannya dengan
Nyi Roro Kidul atau tidak, yang jelas kalau sudah diberi hiasan
itu terutama pdhatan maupun garis-gariusnya yang mengisi tiang
yang kosong itu, maka tiangnya kelihatan "langsing"
Berhubung ragam hias mirong hanya dipakai untuk
bangunan-bangunan di dalam Kraton Jogyakarta terutama
bangunan-bangunan utama, mekerti Gedhong Kuniqg tempat
tinggal Sri Sultan, Bangsal Kencana, Bangsal Pancaniti, Bangsal
Witana dan lain-lain. Maka pembuatan ragam hias mirong
biasanya ditangani oleh tenaga-tenaga yang mahir. Jadi tidak
sembarangan. Di samping ahli dalam membuat ukir-ukiran yang
bagus, para abdidalem tersebut sebelum mengerjakan ragam hias
mirong biasanya selalu menyucikan diri dengan tidak makan
danminum serta menahan hawa nafsu (nglakoni). Tindakan
seperti ini dijalankan semata-mata untuk memperkuat konsentrasi
agar apayang digarapnya kelihatan baik dan hidup.
Kata praba berasal dari bahasa Sansekerta atau Kawi, yang
berarti sinar, cahaya bayangan kepala atau di belakang punggung
dan hiasan wayang yang berada di punggungnya (mirip gambar
sayap). Kalau di candi-candi artinya menjadi nimbus atau aureool
(cahaya kesucian di kepala para dewa). Seperti telah disebutkan di
atas, bahwa hiasan yang berbeda di punggung seorang raja

53
bernama praba atau bodhong, tapi untuk seni ukir motif praba
berarti motif sulur yang sama dengan gaya ukir Bali. Khusus
untuk hiasan tradisional Jawa yang dimaksud praba adalah
pahatan ukiran yang menggambarkan sinar atau cahaya.
Hiasan praba yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari
merupakan ukiran relief yang bentuknya melengkung, tinggi dan
tengahnya lancip. Sedang gambaran yang digambarkan seperti
daun-daun pohon yang bulat seperti ekor burung merak yang
sedang "ngigel" (membentangkan ekornya dan berarti tegak,
khusus untuk burung merak) selalu kelihatan bersinar. Hiasan
praba yang dipahatkan pada Bangsal Tamanan Kraton Jogyakarta
(dan sudah tua) mirip dengan hiasan tumpal (corak batik yang
bergaris-garis tiga) yang sederhana.
Hiasan tersebut pada umumnya berwarna seperti kuning
emas dan dibuat dari bahan prada (bubukan) emas. Tetapi
untuk bangunan-bangunan tua (dalam hal ini Bangsal Tanaman
Kraton Jogyakarta) mempunyai hiasan prada yang berwarna
hijau, biru merah dan disungging (diberi gambar dengan
mengecat).
Hiasan ini dibuat dengan jalan dipahatkan pada tiang-tiang
bangunan. Berbentuk relief, menjulang tinggi dan kadang-kadang
berupa lukisan timbul. Tak ubahnya dengan ragam hiasan yang
lain, hiasan yang satu inipun dipahatkan sebelum tiangnya
dipasang. Cara membuat pahatannya harus dilakukan dengan
hari-hati, diukir panjang lebernya agar berbentuk simetris. Kalau
semuanya kelihatan sama, akan menarik dipandang mata.
Ragam hias praba, selain dipahatkan pasa saka guru, juga
pada saka penanggap serta saka panitih. Letaknya pada dua
tempat, yakni yang begian bawah menghadap ke atas danbagian
atas menghadap ke bawah pada keempat sisi masing-amsing tiang.
Ragam hias seperti ini dipahatkan pada tiang-tiang yang
menopang bangunan Bangsal Kencana, Bangsal Witana, Bangsal
Tamanan yang semuanya berada di dalam Kr-ton Jogyakarta
Hadiningrat.
Seperti telah diterangkan di halaman depan, bahwa perkataan
praba berarti sinar atau cahaya. Sebab itu, maksud dari
pemberian ragam hias ini juga untuk membuat tiang-tiang
menjadi bersinar-sinar (bercahaya). Belum lagi jika dipahatkan
ekor burung merak yang kebulat-bulatan, pasti semakin

54
tnenambah kesan mewah. Di samping itu,
juga untuk menambah
gelap
keindahan dan keagungan tiang-tiang besar dan berwarna
itu.
Untuk membuat ragam hias seperti ini, diperlukan tenaga
yangbenar-benar"pinilih"(terpilih).Betapatidak?Karenaorang
i.rr"U,rt harus benar-benar tekun, sabar dan yang tidakkalah
penting: Tekun Tentu saja dengan
semakin erjadi Pula regenerasi di
kalangan k-anak muda yang berhasil
mewarisi kepandaian langka tersebut.

55
8. Memasang Ander
atau Saka Gini dan Molo I
)

Ander ialah balok bagian atas yang berfungsi sebagai


penopang molo. Bentuknya tegak lurus. Pangkal ander terletak di
atas pengeret dan ujungnya menyangga molo serta memakai
sistem purus. Selain itu untuk memperkuat ander, orang
menggunakan semacam stabilisator (alat penunjang) yang
dinirhakan ganja. Ander ini tidak ada dalam rumah joglo yang
ada hanya pada rumah kampung atau limasan.

ntmoh Kompung dilihot dori otos

R. kampung dilihot dari umping

56
untuk konstruksi atau rakitan rumah bentuk kampung dan
limasan, ander memang boleh dibanggakan, karena merupakan
penopang molo dan dihubungkan dengan sistem purus.
Cara-cara merakit ander adalah seperti di bawah ini:

riil
gania
I

t!t!_(yLs!t tllti

Coro merokit ander

t7
Anderpenopang molo

Molo atau suwunan, balok yang terletak paling atas serta


paling menentukan. Letak molo tyersebut di tengah-tengah
blandar. Bentuknya memanjang sesuai dengan membujurnya
rumah. Bagian ini oleh kebanyakan orang dianggap keramat
kerena terletak pada bagian yang paling atas yang deryian
sendirinya berfungsi sebagai penopang rumah. Oleh karena molo
disebut juga sirah (tidak berbeda dengan sebutan kepala manusia)
atau suwunan, sewaktu masih berada di tengah orang tidak boleh
sembarangan melangkahinya. Dan cara memasangnya juga yang
paling akhir. Jadi, kalau kita melihat rumah sudah dipasang molo,
maka dapat dipastikan bahwa rumah tersebut hampir selesai
didirikan. Kita tinggal menyaksikan pemasangan dinding, payon
atau atapnya saja. Beberapa saat setelah kedua bagian yang
terakhir selesai dibuat juga, berarti rumah telah siap untuk
didiami. Anda tinggal menyiapkan perabotan saja.
58
r
Ander seperti disebutkan di atas, merupakan balok yang
menopang molo dan pengeret. Agar pengeretnya sendiri tidak
goyah, maka tukang-tukang yang mengerjakan biasanya memakai
sistem purus ke dalam ganja atau gaganja.
Pengeret, balok yang berfungsi sebagai pienghubung dan
stabilisator (penopang) ujung-ujung tiang dan menjadi pusat
bertumpu dan penghubung blandar. Balok ini berfungsi agar
rumah tidak renggang. Santen merupakan penyangga pengeret
dan terletak antara pengeret dan kili.
Kili, balok penghubung dua buah tiang dan berfungsi sebagai
cathokan. Kili tersebut juga merupakan stabilisator cathokan.
Ragam hias apakah yang dipakai untuk balok-balok bagian
atas? Hal itu tergantung dari mewah atau murahnya bangunan
yang sedang didirikan. Semakin mewah bangunan tersebut
hiasannya juga semakin rumit namun lengkap.
Fungsi hiasan pada suatu bangunan ialah untuk memperindah
atau mempercantik bangunan. Sebab keindahan yang memukau
seseorang biasanya juga menyejukkan hatinya, disamping rasa
ketenteraman yang sulit digambarkan. Keindahan mana yang
abadi itu? Ialah keindahan sorga yang sering kita dengar dari
dongeng-dongeng. Setelah seorang ahli ukir misalnya dapat
menggambarkan secara imajinasi tentang bagaimana itu hiasan
sorga, maka ia menuangkan dalam ukirannya sesuatu hal yang
berbau fantasi pula. Kalaupun ia menggambatkan benda yang
pernah dilihatnya di dunia fana ini pasti diberi tambahan yang
disebut distilir. Orang-orang di Jawa yang terbiasa melihat
puluhan candi-candi, baik candi Hindu maupun Buddha
mempunyai keyakinan sendiri bahwa pahatan yang melekat pada
dinding-dinding candi merupakan gambaran hiasan sorga. Sebab
hiasan-hiasan itu berkumpul di sekitar patung para dwata.
Selain hiasan yan! bercorak stilisasi, ada juga seniman-seni-
man tertentu yang membuatragam hias dengan corak naturalistis.
Walaupun ragam hias yang ada mengandung ciri-ciri
naturalis dan stilisasi, pada prinsipnya terbagi dalam lima
kelompok, yaitu flora, fauna, alam, agama atau kepercayaan dan
lain-lain terserah si pembuat.
Kelompok flora sudah dijelaskan bahwa hal itu termasuk
ragam hias terdapat pada candi-candi, di samping kelc pok
fauna. Oleh karena setelah Indonesia mendapat p ,ruh
kebudayaan Islam yang pada prinsipnya menggar arkan

59
makhluk hidup secara naturalistis atau alamiah itu dilarang, maka
hiasan flora dan fauna itu .hanya terdapat pada rumah-rumah
biasa (tidak di masjid).
Sedangkan jauh sebelum Hindu maupun Islam datang, atau
yang lebih dikenal dengan istilah jaman Prasejarah, gambai-gam-
bar yang menunjukkan flora dan fauna telah dipahatkan atau
diukirkan pada benda-benda yang terbuat dari perunggu,
misalnya mekara, candrasa, nobat, kapak corong, dan lain-lain-
nya.

Bogbagoi macam kapak corong.

:bbuah candrasa yont kto-kito sotu metet po4ion?nya

60
Flora yang tersebar pada bangunan rumah tradisional Jawa
pada Umumnya bermakna suci, indah, ukirannya halus dan
simetris dan mengandung daya estetika tersendiri (daya yang
menuju kepada keindahan). Adapun flora yang sering dipakai
adalah bagian batang, daun, bunga, buah dan pucuk pohon-po-
honan.o

a. Lunglungan.
Istilah lung-lungan berasal dari kata dasar lung yang artinya
batang tumbuh-tumbuhan yang masih ,muda-, yang masih
melengkung. Selain itu, juga mengandung arti sebagai nama daun
atau ujung ketela rambat, Sedangkan yang disebut dengan Lung
kangkung'ialah salah satu motif kain balik.
Khusus untuk lung-lungan terdiri dari bentuk tangkai, daun,
bunga dan buah yang distilir. Tapi stlirannya berbeda-beda sesuai
dengan daerah asalnya, seperti stiliran model Mataram, Jogyakar-
ta, SUrakarta, Pekalongan, Jepara, Madura dan lain-lainnya.
Bahkan gaya Bali juga sudah mulai tersebar.

Contoh ragam hias lung.-lungan gaya Jogyakarta adalah


s€perti di bawah ini:

Lung-lu.ngofi,
.

Setelah ukir-ukiran seperti di atas disebut, kemudian terserah


kepada yang punya hajad, mau diberi warna atau tidak. Tapi yang
bahannya dari kayu jati pada umumnya polos karena harus diberi
hiasan dengan menggunakan relief. Sebaliknya untuk rumah
bangsawan memberi warnanya dengan jalan sunggingan (berupa
cat) atau dengan cara yang berbeda.

6t
a. Untuk warna dasar biasanya merah tua atau merah coklat dan
disebut "cet tuk", sedang lung-lungannya berwarna kuning
emas dari bahan "prada".
b. S'ebagai dasar warna hijau tua, dan lung-lungannya beiwarna
kuning emas dari bahan "prada".
c. Tangkai dan daun tetap berwarna hijau dengan jalan menyung-
ging (pewarnaan dari warna tua sampai warna muda hingga
menjadi putih). Bunga dan buah warnanya merah, juga dengan
cara sunggingan dari warna tua ke warna muda hingga menjadi
putih. Kadang-kadang juga dipergunakan warna ungu, biru
dan kuning.
Dalam hal memahat, halus dan kasarnya sudah tentu di
tangan si pemahat. Di samping itu juga ditentukan oleh materi
yang dimiliki oleh yang punya rumah. Untuk rumah petani yang
sederhana misalnya, pahatannya juga sederhana dan tidak begitu
halus (kurang rata). Sebaliknya untuk rumah bangsawan yang
kaya atau rumah para pengrajin hasil pahatannya sangat halus
dan enak dipandang mata. AIat yang dipakai untuk memahat
berbeda dengan pahat untuk ukir kulit, perak, dan sebagainya.

Ragam hias lung-lungan cukup banyak mengisi bangunan


rumah, seperti:
a. Setiap balok kerangka rumah (blandar, tumpang, pengeret,
dhadhapeksi, sunduk, dudur, ander, tiang, rusuk, takir, kerbil,
molo, brunjung, usuk peniyung, usuk ri gereh, reng, gimbal, sa
ka ruwa, cukit, mangkokan, dan lainJainnya.
b. Pemidhangan.
c. Tebeng(kayupenutup) pintu, tebeng jendela, daun pintu, dan
sebagainya.
d. Patang aring, dan lJinJainnya (patang aring = kayu penyekat
kamar tengah).
Bagian pemidhangan rumah joglo yang ada di dalam kraton i

sering penuh dengan hiasan lung-lungan, namun ada juga rumah I

joglo milik rakyat jelata yang tanpa hiasan sama sekali.


Hiasan ini biasanya untuk memberikan kesan keindahan dan
sakral. Terkadang malah nampak angker atau wingit.

62
Jenis pohon-pohon yang sering distilir untuk hiasan
lung-lungan adalah: teratai (padma), daun kluwih, bunga melati,
pohon bunga dan daun markisah, buah keben, tanam-tanaman
atau pohon-pohonan yang bersifat melata seperti ketela rambat
dan beringin, dan masih banyak lagi.
Orang-orang yang biasa melakukan pekerjaan ini (membuat
lung-lungan) disebut pengrajin ukir kayu, Khusus untuk daerah
Jogyakarta mempunyai nama depan yang memakai kata: wognyo,
seperti Raden Wadono Wignyowidagdo. Pekerjaan semacam ini
sekarang banyak ditopang oleh lembaga-lembaga yang dianggap
dewa penyelamat seperti Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia
(STSRI) "ASRI". Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) dan
Sekolah Menengah Industri dan Kerajinan (SMIK) Lembagalem-
baga itu mempunyai pelajaran seni kriya (seni pekerjaan) yang di
dalamnya terdapat seni mengukir kayu. Begitu juga dengan Balai
Penelitian Batik dan Kerajinan yang mengadakan semacam
sanggar untuk latihan mengukir kayu.

b. Tlacapan
Kata tlacapan berasal dari kata tlacap yang mendapat
akhiran, yang artinya memakai tlacap. Adapun yang dimaksud
dengan ragam hias tlacap ialah hiasan yang berupa deretan segi
tiga sama kaki, sama tinggi dan sama besar. Selain itu bisa polos,
bisa pula diisi dengan hiasan lung-lungan, daun, atau bunga-bu-
ngaan yang telah distilir. Dengan garis tepi atau tidak memakai
garis tepi.

63
Dalam memberi warna, tergantung pada hiasan yang telah
dipahatkan sebelumnya. Untuk kayu yang polos hiasannya polos
juga. Sedang untuk bangunan yang berhias dan berwarna, ragrun
hiasnya berwarna kuning emas atau warna sunggingan, yaitu hijau
dan merah. Bila memakai garis tepinya, diusahakan wafnanya
sama (warna emas). Sedang warna dasarnya bisa hijau tua atau
merah menurut warna dasar kayu atau balok yang diberi hiasan.
Cara membuat hiasan tlacapan ini ada yang melakukan
dengan cara melukis dan memahat. Kalau dipahat, baik pada
tembok maupun kayu, akan menjadi bentuk relief. Dan
pewarnaannya bisa kuning emas yang polos atau sunggingan dari
warna tua ke warna yang muda hingga menjadi putih.
Setelah dilukis atau dipahat, hiasan tlacapan ini bisa
ditempatkan pada pangkal dan ujung balok kerangka bangunan
seperti dhadhapeksi, blandar, sunduk, pengeret, ander, santen,
saka santen, dan seterusnya. Kalau perlu pada bagian gimbal.
Hiasan tlacapan ini menggambarkan sinar matahari, atau
sinar yang berkilauan. Jadi tidak mengherankan bahwa ada orang
yang menyebut tlacapan ini sebagai sorotan. namun yang pokok
hiasan semacam ini mengandung arti kecerahan atau keagungan.
Molo atau suwunan mdrupakan bagian rumah yang
disamakan dengan kepala manusia. Jadi dianggap sangat vital.
Agar sesudah dipasang pada bangunan rumah nanti mempunyai
kekuatan magis, maka diadakan .upacara lengkap dengan
sajiannya.
Mula-mula kayu yang akan dijadikan molo diletakkan di
suatu tempat yang bersih. Sesudah itu, beberapa orang tukang
ukir yang berpengalaman mulai menatahnya dengan tekun.
Cara menatahnya diusahakan agar tidak dilakukan berulang
kali, tetapi kalau dapat satu kali jadi tanpa membuat kesalahan.
Orang-orang mengharapkan, kalau menatahnya terlepas dari
kesalahan, hal itu akan mempengaruhi kekuatan bangunan
rumah.
Selama molo dalam proses penatahan, harus diusahakan agar
tidak dilompati orang. Sebab menurut kepercayaan, molo yang
sudah pernah di lompati orang, setelah menopang bangunan
rumah akan menyebabkan rumah menjadi sangar dan banyak
menimbulkan malapetaka. Baik kepada orang yang mendiami
maupun kepada tetangga di kiri-kanannya.

&
Waktu yang dipakai untuk menatah molo juga tidak
sembarangan, tetapi diusahakan untuk memakai hari-hari yang
baik menurut penanggalan Jawa, misalnya hari lahir pemiliknya.
Yang dianggap tidak baik ialah hari-hari di mana salah seorang
famili meninggal dunia (gebleg). Misalnya hari kelahiran si
pemilik rumah bertepatan dengan geblag, hal itu bisa diganti
dengan hari lahir istri atau anak sulungnya.
Hari-hari yang dianggap tidak baik atau naas dinamakan
Kalamenga.
Orang-orang yang menatah molo, biasanya tidak enak kalau
ditonton orang, jadi banyak yang mengisolasi diri. Mereka pada
umumnya sudah berusia lanjut dan sudah menikah (walaupun
sudah tua, tapi kalau belum menikah tidak diperbolehkan
menatah molo). Selama pengerjakan molo, diusahakan berpakai-
an bagus dan kalau perlu memakai wangi-wangian serta harus
mbisu (tidak boleh berbicara).
Sebelum upacara dimulai, orang menunjuk Pak Kaum untuk
memimpin upacara menatah molo. Bila Pak Kaum atau sesepuh
lain berhalangan, pak tua yang menatah molo boleh saja
memimpin upacara tersebut.
Setelah alat-alat seperti tatah berbagai ukuran, pukul besi
disiapkan, Termasuk, sesaji yang berupa makanan dan uripurip
(hidup-hidup : maksudnya ayam jantan yang hidup dengan kaki
terikat) serta kemenyan.
Semuanya itu melanbangkan kesuburan, kebahagiaan dan
kekuatan. Sedangkan kemenyan yang dibakar merupakan
persembahan kepada Tuhan agar selama menatah molo tidak
mendapat gangguan suatu apapun. Di samping itu juga untuk
keselamatan para pekerja.
+ Sesudah kemenyan habis terbakar dan maunya semerbak
memenuhi halaman sekitarnya, para pekerja mulai menatah molo
dengan hati-hati dan tidak boleh ditunda-tunda sampai esok
harinya, jadi harus lembur. Sebab kalau sampai proses ini tidak
selesai pada waktunya, dan mengacaukan seluruh acara yang telah
diperhitungkan dengan primbon. Maka, hal itu dianggap suatu
perbuatan yang tercela.
Tetapi jangan lupa, sebelum tangan menyentuh molo untuk
ditatah, masing-masing pekerja harus mengucapkan bismilah
hirrohmanirrohim. di dalam hati, kemudian barulah Pak Kaum
segera membuka do'a:

65
'".rr'ugi.-mu;gi.
anggenipun ngupakara damel menika lan
dumugi nginggahaken, boten wonten'rubeda menapa-menapa.
Allahuakbar, Allahuakbar, Amin' r.
Artinya:
"Mudah-mudahan dalam menggarap pekerjaan menatah
molo ini termasuk menaikkan ke atas, tidak mendapat suatu
halanganapapun. Allah Maha Besar, eAllah Maha Besar. Amin.

Setelah selesai, tinggailah proses pemasangannya.

rl

;r

li
I
int rl

llr

I
{

6
9. Memasang Dinding

Dalam hal ini sering tergantung kepada pilihan orangnya.


Apakah ia mau memilih yang murah atau yang mahal. Sebaliknya
untuk rumah-rumah yang berdinding murahan masih banyak
didapatkan di daerah pedalaman Wonosari, gunung Kidul. Di
daerah yang pernah tandus ini masih banyak rumah yang
berdinding daun kelapa(bleketepe), alang-alang, dan daun nipah.
Tak ubahnya dengan jaman Mataram Hindu. Selain itu banyak
juga rumah yang berdinding bambu (gedheg), kombinasi mambu
dan papan (disebut dinding kotangan), papan (gebyog), serta
dinding batu bata (tembok).
Cara memasang dinding bambu, biasanya orang mengguna-
kan tehnik Iepas atau knock down. Dengan tehnik seperti ini, si
pembuat lumah memakai sistem amplokan dari kayu. Yang
dinamakan sistem amplokan ialah sistem gapitan, yaitu gapitan
untuk menghubungkan dinding yang satu (di sebelah timur
misalnya) dengan dinding yang lain (di sebelah barat) agar mudah
dilepas bila yang punya rumah mempunyai hajad (mantu,
kenduri, supitan dll). Gapitan tersebut fungsinya sebagai
pemersatu, penguat dan sekaligus mempermudah bentuk dinding.
Selain itu juga membuat dinding kelihatan rapih.

Keterongon:
l. Ruos
2. dinding
3 .4mplokan
Sistem amplokan poda dinding
(penampang dari utas).

67
Di samping untuk menyambung dinding, sistem amplokan
juga dipakai untuk menyambung dinding dengan tiang yang
jumlahnya beberapa buah.

Keterangan:
l. Tiang
2. Dinding
3. Amplokon
Sistem amplokan pada liang
(penampong dari atas)
1

Cara memasangnya, amplokan dipaku kuat-kuat tiang


supaya kuat. Untuk dindingnya biarkan saja tidak usah dipaku.
Sebab sewaktu-waktu mau delepas supaya ruangannya menjadi
Iebar, yang dilepas hanya amplokannya saja.
Di samping sistem amplokan yang kelihatan rumit itu, ada
suatu cara yang sederhana dan banyak dipraktekkan orang di
desa-desa. Cara seperti itu disebut sistem sindik. Terutama dipakai
oleh orang-orang yang ekonominya lemah. Mula-mula dinding
bambu dihubungkan dengan sindik-sindik dari bambu atau kayu.
Seandainya dinding tersebut akan dilepas, tinggal mencabut
sindiknya saja.
Ukuran luas dindingnya biasanya disesuaikan juga dengan
ukuran tinggi rendahnya bangunan itu. Menurut istilah lokalnya
sesuai dengan luas rongrongan. Demikian pula panjangnya sesuai
dengan jarak antara tiang dengan blandar. Untuk ukuran lebarnya
atau tinggi sesuai dengan letak blandar sampai ke permukaan
lantai.
untuk memilih dinding yang mutunya pilihan, ada dua cara
yang dipakai, yaitu dinding bambu dari bambu aten-aten yaitu
bagian dalam (daging) bambu dan dinding bambu kulitan. Namun
yang disebut terakhir ini jarang dipergunakan orang oleh karena
harganya mahal. Kelaupun terpaksa memakai, mungkin hanya
untuk dinding luar saja. Jadi masyarakat umum rata-rata
memakai dinding bambu aten-aten, yang dikapur atau dicat
supaya kelihatan bagus.

58
10. Memasang Pintu dan Jendela

Pintu dan jendela yang terletak di tengah dan di depan rumah


fungsinya untuk ventilasi atau pengatur udara serta untuk
keamanan. Tidak berbeda dengan ubun-ubun manusia yang harus
diperhatikan dengan baik.
Bagi orang yang akan membuat pintu, faktor tingginya harus
diperhatikan supaya kelihatan tegak lurus dan kelihatan kokoh.
Begitu pula ukurannya disesuaikan dengan tinggi tiang mulai dari
atas lantai sampai ke blandar.
pada jaman dahulu, banyak pintu yang memakai engsel
bagian atas dan bawah. Hal itu bisa dilihat pada pintu gerbang
Kraton Jogyakarta yang mempunyai engsel pada bagian
bawahnya dan Dalem Notoprajan yang mempunyai engsel atas.
Tetapi pada umumnya banyak pintu yang mempunyai engsel pada
bagian tepinya serta memiliki tlundhak atau tumpuan yang berada
di depan pintu dan melekat di lantai. Benda tersebut fungsinya
untuk memperkuat pintu agar tidak mudah didobrak dari luar.
Jumlah daun pintu taia.rata dua buah. Orang menyebutnya-
kupu tarung (kupu yang sedang berkelahi). Apakah model-model
pintu hanya satu macam saja? Tidak, sekarang ada pintu dengan
model tunggal, yang daun pintunya hanya satu. Dan di namakan
pintu ineb-siji (menutup satu). Pintu semacam ini menurut
pendapat sebagaian orang justru lebih kokoh, aman, praktis dan
tentu saja ekonomis.
Pintu-pintu yang diceritakan di atas dibuat dari kayu. Tapi
ada juga desa-desa yang membuatnya dari bambu. Pintu yang
seperti inilah modelnya slorogan.

(r9
Cara membuat pintu juga menurut hari-hari tert€ntu yang
dianggap baik, seperti hari Jumat untuk, memasang pintu depan,
hari Sabtu untuk memasang pintu samping, dan hari Rabu untuk
memasang "lawan gandhok" (pintu beranda) serta yang terakhir,
hari Kamis untuk pintu gerbang regol).
Yang dinamakan pintu samping ialah pintu yang terletak
antara gandhok (beranda) dengan rumah besar; pintu geibang
disebut juga pintu pagar atau teteg, dan pintu rumah ut:rma yaitu
pintu yang terdapat pada pendhapa sampai pringgitan (tempat
yang sering dipakai untuk memainkan wayang) dan dalem (rumah
besar).
mula-mula ada pantangan bagi orang-orang Jawa untuk
meletakkan pintu pekarangan lurus dengan pintu rumah, tetapi
pada jaman sekarang pantangan seperti itu tidak begitu
diperdulikan oran& Pintu dengan posisi danikian biasanya
disebut pintu yang mempunyai bentuk sujen tems (t eiluk suien).
Konon, kata orang-orang, rumah yang memi,liki pintu yang
demikian itu sering dirnasuki maling, atau penghuninya sering
dimasuki angin alias masuk angrn. Sehingga untuk mencegahnya,
banyak rumah tradisional yang pintu halamannya terletak
disamping pintu utama rumah.
Lalu, banyak juga orang yang memakai patokan "kuna"
yaitu panjangnya diukur demudian dibagi lima. Menurut primbon
.tersebut, bila pintunya menghadap ke barat, dihitungnya dari
selatan. Sebaliknya bila pintunya menghadap ke utara penghitung-
annya harus dari barat. Sedangkan bila pintunya menghadap ke
timur, perhitungannya dimulai dari utara.
Dengan hati-hati, orang Jawa membuat perhitungan hukum
kausal atau sebab akibat, termasuk penyesuaian dengan mata
angin, lalu terjadilah apa yang disebut klasifikasi "empat lima".
Selanjutnya klasifikasi tersebu tidak hanya berlaku pada
hitungan pendirian bangunan saja. Dari situlah berkembang
menjadi perhitungan pada pewayangan, kebatinan, pemerintahan,
warna, hukun adat-istiadat, sastra seni dan seterusnya.
Kemudian kami persilahkan para pembaca menyaksikan
bagan di bawah ini.

70
r

IE g
t
ls o S
*
IE la sl! iq, U
.o
soo
lu
IE E
,s
!
sB {tr s
I ta q !:t
s {
ao
!'
E .\a
E
E 6 aJ
ftr
{'U tr
!o lr
E
60
.& oo
a E E
a € .U
V * I
i' -i r+ -i
rycqtuDrml ,ntuog .g Iring Lor l. Mik,slamet
qnAatilnu?utults 't I konX linon-
! mokolehi
m
o1o'otltuosway .g '!/ Io j. Kerusengkala,ala
a0
'.c p
ryapiDut 'tpopuotury 5 4- *ingmaupkewuh

PwDls'qltatg'l 'uop; tu1.t1 5. kngor, kumng becik

!" .\ s :-
kI R x
G E
G
s' !
G a
]+a : +
OO

G s
:l I
oa
i'
+ f,
s \ s G
0a * E
G
s-
a
F
G
t E.
+
Keterangon:
l. Recik, slanct = t,(lik ddn selomal,
2. kborotg kong tinandon dari,makolehi = Poda prinsipnya,
apo saja yong dikerjakan okon berhasil.
3'. Keno sangkala, ala : kring mendopt keelakaan.
4. Srlng ncmu pakcwuh = sering mengalami atou mendopot
ilnlangan.
5. Saagar, kuraag beci* = Angker, dan kurang baik.

7t
la { l*
I

t9 * u {I
ao o
c;
tr
tr
sE
sl3.
sii !s ss s
s
qia= $ v\ vB a
.j
P
a Y k
-i ^i -; o l-; .'i N q; o\

l,Jaq tung 'l Iring Lor 9. Bumi becik


'z
l0aq 'oprx
DID'DIDX 'E 7. Kolo elo
qD 'llDx 't 6. Kreto becik
m
lt)aq 'rwng .g 0c
x {o 5. Bumi, becik
NDaq'Dprx '9 o A'
5 4. Koli, ala
J

DtD'DIDX 'l 3. Kala, ola


Dto'llDx '8 2. Kreta, becik
Iring K idul l. Bumi becik
l,Jaq twng '6
\o 9" >l 9 5 t"
X
s x x tr x h x tr
= :-.
a :
A
s s $
6
B
F * +

Sistem pe rh il ungan empat -sem bilan.

Keterangan:
L Bumi, baik.
2. Kereta, boik.
3. Kala, buruk.
4. Kali, buruk.
5. Bumi, boik
6. Kereta, baik.
7. Kala, buruk.
8. Kali, buruk.
9. Bumi, baik.

Pintu halaman itulah (di samping jendela) dianggap masih


ada hubungan dengan keseluruhan arti dengan rumah dan pintu
rumah. Dalam pembuatannya, jendela berbeda dengan pintu. Di
samping itu jendela terletak berimbang di sebelah kiri dan kanan
pintu. Seperti halnya pintu yang terdiri dari bentuk kupu-tarung
(daun pintunya dua) dan ineb-siji (menutup satu), jendelapun
demikian. Lihatlah pembagian dan namanya di halaman samping.
1)
I

EA. Dhudhan B. Monyelan.


Monyelan

Di sekeliling pintu atau jendela (termasuk bagian kayunya)


sering diberi ragam hias garuda, panah dan hiasan kaligrafi.
Ragam hias seperti ini sudah dikenal sejak jaman Prasejarah.
Walaupun sudah berlangsung lama sekali terhitung sejak jaman
perunggu, toh hiasan garuda tetap hidup dan mendarah daging
pada bangsa kita. Bahkan dijadikan lambang negara.
Sempati dan Jatayu, dua ekor burung yang perkasa dalam
cerita Ramayana, yang ditulis ribuan tahun yang lalu, di situ
diceritakan tentang kecepatan terbangnya yang mentakjubkan.
Konon, hampir mendekati matahari. "Bersedia mengorbankan
apa saja dalam membela kebenaran, tapi ganas dan tiada belas
kasihan terhadap tokoh-tokoh angkara murka, seperti Prabu
Dasamuka". Demikian kira-kira tulisan Pujangga Walmini.
Benar tidaknya cerita Ramayana, yang jelas dalam cerita
Garudeya, seekor burung Garuda anak Wanita berhasil memper-
oleh air kehidupan (Tirta amrta) sehingga para dewa bisa hidup
abadi.
Berbeda dengan ragam hias garuda pada masa lalu, pada
jaman sekarang ragurm hias tersebut (gurda) sudah menyebar pada
ukir-ukiran kayu, perak, batik, sampai kepada ragam hias
bangunan rumah yang akan diceritakan sedikit di sini. Tapi ada
yang hanya mengambil bagian sayapnya saja, yang disebut elar.
Wujud ragam hias peksi garudha ini terdiri dari gambar,
pahatan relief, atau pahatan plastik. Dari yang sederhana sampai
yang rumit. Ragam hias tersebut ada yang bercorak naturalistis
(alamiah), simbolis dan ada pula yang distilisasikan (gestyleerd).

73
Ragam hias garuda yang terbuat dari bahan tembikar dahulu
sangat sederhana. Akan tetapi lama kelamaan para pengrajin
tembikar juga menyempurnakan diri sehingga berhasil membuat
burung garuda dari bahan tembikar yang cukup rumit.
Setelah menerangkan tentang ragam hias panah yang terdapat
pada pintu dan sebagainya, marilah kita membahas ragam hias
panah.
Yang dimaksud panah di sini ialah anak panah. Bukan nama
burung yang terbang di angkasa. Dan panah ini dalam bahasa
Kawinya ialah warayang. Para pengukir biasanya menggambar-
kannya lebih dari satu buah (bahkan sampai delapan) dan arah
atau konsentrasinya menuju ke suatu titik.
Mereka itumenggambarkannya juga secara stilisasi, dan
biasanya berupa segi empat panjang. Kebanyakan menggambar-
kan delapan penjuru angin menuju ke titik-titik silang garis sudut-
menyudutnya. Banyak ujudnya yang menunjukkan- relief
tembus.
Kebanyakan rumah-rumah yang kerangka sampai dinding-
dindingnya (gebyog) tidak dicat, demikian menurut penelitian,
maka hiasan anak panahnya juga tidak dicat alias polos sesuai
dengan kayunya. Dan bila diberi cat, jadilah hiasan anak panah
yang sewarna dengan cat gebyognya. Motifnya bisa bermacam-ma
cam. Banyak yang menggunakan warna hijau dengan garis tepi
kuni.ng gading, maka hiasan anak panahnya juga demikian.
Sejumlah warna yang lain juga tidak berbeda pelaksanaannya.
Warna cat yang bolak-balok, atau yang hanya satu sisi saja tidak
mengurangi keindahan ragam hias anak panah.

76
I

Dalam pembuatannya tidak selalu cara relief tembus,


walaupun ujudnya relief tembus, Jika seorang pengrajin menemui
hal yang demikian , dia harus membuatnya dengan cara pasangan.
Banyak orang yang mengira itu relief tembus, padahal hanya
pasangan. Mereka tahu itu sebetulnya kurang "sreg", tapi pada
kenyataannya sistem pasangan malah lebih banyak pada saat
sekarang ini.
Sikapnya yang mencerminkan senjata perang ini, banyak
"diperagakan" untuk "menjaga" bagian-bagian:-
a. tebeng pintu, ialah bidang segi empat yang terletak di atas pin-
tu. Entah pintu depan, pintu patang aring, pintu kamar, pintu
gandhok, pintu kamar mandi dan seterusnya. ?okoknya sem-
barang pintu.
b. tebeng jendela, ialah bidang segi empat yang terletak di atas jen
dela, boleh jendela mana saja.
ampir semua ragam hias seperti ini, secara teknis berfungsi
sebagai ventilasi atau jalan udara agar terjadi peredaran udara
yang segar dalam kamar itu. Selain itu, untuk menambah
penerangan pada kamar tersebut, atau "nampang" di tempat
yang kosong.
Lalu gambar senjata yang berasal dari delapan penjuru angin
yang selalu dijaga oleh Dewa Lokapala ini berkonsentrasi pada
suatu titik, yang menyebar pada setiap jalan pintu masuk rumah.
Hiasan itu pasti memasang perangkap untuk menolak segala
macam kejahatan dalam rumah tersebut. Hal ini memang sesuai
benar dengan keinginan setiap penghuni rumah maupun untuk
merasakan ketenteraman, keamanan, dan juga kedamaian lahir
batin.
77
Pada pembuat hiasan inibiasanya juga mengerjakan
pembuatan gebyog batang aring, pintu dan jendela-jendela, serta
bisa dilihat dari cara-cara mengukirnya syarat-syarat tadi, berarti
si pembuat adalah tukang kayu yang benar-benar mahir. Lalu
bagaimana dengan hiasan anak panah yang terdapat pada
masyarakat umum? Rata-rata sederhana ujudnya.
Setelah kita menikmati ragam hias anak panah, marilah kita
melihat ragam hias yang ketiga, yaitu Kaligrafi.
Sementara ragam hias yang sudah diterangkan di halaman
depan banyak yang berbau "Hindu", ada juga para seniman yang
menggunakan pola-pola huruf Arab sebagai dasar hiasan. Ini
semuanya mengandung maksud tertentu, yang bukan kaligrafi
sebenarnya dan nama sebenarnya belum ada yang mengetahui.

Menurut jenis diketahui, ada empat macam kaligrafi ini,


antara lain:
a. Huruf Arab yang dipahatkan atau digambarkan secara wajar.
b. Huruf Arab yang distilisasikan hingga berujud hiasan.
c. Huruf Arab yang dirangkum hingga berupa hiasan.
d. Kata Jawa yang mirip dengan kata Arab yang berbentuk sesuai
dengan yang dikehendaki.
Kebanyakan perwujudannya ada yang digambarkan, dipahat-
kan beperti relief, dan perwujudan tiga dimensi.
Perwujudannya sebagai berikut :
a. Tulisan: Subhanahu, yang tertulis dari kiri ke kanan berbentuk
simetris. Terdapat pada kerangka bangunan dhadhapeksi, pada
sebelah ujung-ujungnya.

b. Urutan huruf Arab: mim, ha, mim, dan dhal (Mohammad)


yang distilisasikan sedemikian rupa sehingga berbentuk hiasan
bermotif padma, pada umpak, sebagai sitilisasi Songkok pada
umpak sebagai motif sorotan pada balok kerangka bangunan,
semuanya untuk mengagungkan asma Nabi Mohammad
s. A. w.
c. Rangkaian huruf Arab: mim, ha, mim; dhal serta huruf: ra,
sin, wau, lam, alif, lam, lam dan ta simpul. Dimaksudkan un-
tuk menyebutkan: Mohammad Rasul allah. Tulisan ini distilisa
si sedemikian rupa sehingga berbentuk hiasan dengan motif
putri morong pada tiang.
78
J
{.1. Kata waluh atau waloh tidak jauh berbeda dengan bunyi kata
Allah. Walaupun begitu, diwujudkan berupa hiasan buah wa-
luh (labu) sebagai lambang kata Allah. Hiasan yang demikian
itu ditempatkan sebagai ujung pilar pada bangunan pagar tem-
bok di lingkungan halaman masjid (lihat gambar di- bawah,

t"+.5
Ragam hias semacam kaligrafi di-atas biasanya menghiasi
pu*ri mirong, songkok pada umpak, sorotan pada balok-balok
kerangka bangunan. Hiasan tersebut berwarna ernas yang terbuat
dari cat kuning atau bahan p*rada. Sedang pada perwujudan
lainnya tidak memiliki warna. Apalagi yang berbentuk profil
suatu umpak, jelas tidak mungkin diberi warna. Kecuali warna
dasar sebelah kanan dan kirinya yaitu merah kecoklatan, atau
hijau tua.
79
cl,lt

r fZ ) f \ (f\ \
r \v/ \Y/ !
<-
/\
--- -----,.,
t1
,r
L___ __ _l

Setelah ragamhi ya ditempatkan pada


kerangka bangunan ahng aring, tebeng,
tiang, pagar, temb Dan terdapat ai
mana-mana, baik di desa maupun di kota.

80
11. Memasang Atap

Atab rumah yang \memakai sistem empyak dapat dirakit


sebelum rumah didirikhn. Secara adat bahan pokok empyak
terutama terbuat dari bambu. Lalu siapkan tali ijuk atau tali
bambu untuk menghubungkan atau meletakkan bagian-bagian-
nya. Jadi penggunaan bambu sangat terbatas.

Bagian-bagian empyak adalah :

l. Gendhong: ialah penopang rcng tempat genting.


2. Gapet kepala atau gapit: ialah bagian yang melekat pada molo
dan merangkai usus. Gapet tengah, untuk merangkai usuk agar
supaya rata. Grpet bawah, untuk merangkai usuk pada blen-
dor. Selain merangkai juga meratakan usuk.
3. Usuk: ialah pysn atau plafon, dipasang dengan tepat dan rapat.
4. Reng: tempat untuk meletakkan genting.

Teknik dan cara pembuatan rumah Joglo tidak berbeda


dengan rumah kampung atau limssgn. Bahkan menggunakan
teknik sambungan punis dan sistem sathoksn.
Mungkin ada bagian terpenting yang dinamakan bruqfung.
Bagian ini terletak paling atas dari ke empat saka guru (tiang
utama atau tiang pokok)sampai ke molo atau suwunrn. Rumah
yang lain (jenis lain ) tidak mempunyai bnrnJury.

Brunfung berbentuk piramida terbalik, makin ke atas makin


lebar.
8t
'r

Brunjung dilihot dari bowoh.

Kelerongon:
I . kndi pcnonggop [pcnit* don pcnongka{J
Sendi tersqbut dihubungkon dengon sbtem cathokon.
2. *adi-sendi wda tampor,t, Digandeng otou dihubungkon
de ngo n s iste m callohan,
3. krdi No rutup kepuh daa klil. jugo dilwbungkoa dengon
si{tem edhokan.

Irbon brunj ung membujur

82
a
Kelerongan:
) . Illeng. Merupakan bolok-balok yang, susunonnya secora pirami
da mokin ke atas makin menyempil (berbeda dengan brunjung
yang ber benluk piramido ).
2. Dhadhapeksi otou dhadharnonuk: balok yang melintong yong
terletok di tengah-tengoh pemidhangan.
3. Ander: yaitu penopang Molo (sudah diterongkon di halamon
(depan) Bila sudoh ada empyok, ander tidok usah dipakai lagi.

Atap rumah Joglo yang mempergunakan sistem empyak,


molo tidak disangga oleh ander, tetapi empyak diikat langsung
dengan puncak empyak brunjung dan disangga oleh kecer dan
dudur. Kecer ialah balok penyangga yang berfungsi sebagai
stabilisator molo dan penopang atap. Sedang yang dimak-sud
dengan dudur, ialah balok yang menghubungkan sudut pertemuan
penanggap atau penitih dan penangkur dengan molo.

Rongkaian dudur, iga-iga pada penonggap penilih, penongkur.

Keterongon gombar:
l. Penonggop otau Penitih.
2. Penangkur.
3. Emprit Gantil.
4. Dudur.
5 dan 6. Iga-igo.

83
Mungkin karena dipasang perlu untuk memberi ragam hias,
pada atap atau bubungan sering juga diberi ragam hias peksi
gurdha, bahkan Ular Naga.
Berbeda dengan garuda yang begitu populer, maka hiasan
naga masih jauh di bawahnya. Karena munculnya juga bersamaan
dengan seni budaya India.
Dalam cerita Amrtamanthana (salah satu bagian/parwa dari
Mahabarata), tersebutlah seekor ular jelmaan Hyang Basuki yang
melingkari gunung Mandara sehingga keluarlah air kehidupan
(Tirtaamrta) yang akan diminum oleh para dewa supaya hidup
abadi.
I'etapi pada umumnya ragam hias ular selalu diimbangi
dengan ragam hias peksi g3ruda, sebab yang pertama mengandung
unsur kejahatan, jadi harus diimbangi oleh pahlawan kebenaran
yang dilambangkan oleh burung garuda.
Tentu saja bentuk-bentuk ular berbeda satu sama lain
tergantung dari pengamatan para seniman.' Namun pada
umumnya digambarkan secara lengkap dengan memakai mahko-
ta. Tentang mahkota yang dipakai adabermacam-macam bentuk
seperti mahkota pendeta, raja, senopati (panglima perang), dan
seterusnya. Hanya moncongnya saja yang tidak berbeda.
Perwujudan naga ini juga dapat digambarkan, bisa berbentuk
relief, dan bisa juga secara plastis. Mengenai bahannya, anda bisa
menggunakan bahan logam, kayu dan bahan tembok.

84
Pewarnaan ular naga biasanya dengan cara naturalistis,
sunggingan atau polos saja. Bila dengan sunggingan, maka
kelihataniseperti ular naga dalam wayang kulit. Btila memakai
warna polos, warnanya kuning emas, boleh prada, boleh juga
brons. Sedang untukbahan seng, warnanyapolos saja seperti seng
itu sendiri (keabu-abuan).
Tapi dalam hd pembqatannya tentu saja alatnya berbeda,
rnisalnya bahannya dari papan, maka naga dapat digambar biasa,
Kalau bahannya kayu, logam atau tembok harus dipahat.
Setelah selesai, ragam hias ular naga ini dipasangkan pada
bubungan rumah yang kiri kanannya diapit burung garuda. Selain
itu, juga pada pintu gerbang dengan posisi berhadapan, bertolak
belakang, berjajar dan saling membelit.
Ragam hias yang dipasang di tempat-tempat tertentu tersebut
pada umumnya menggambarkan:
a. Ular Aman-thabhoga atau Antaboga, penguasa gempa bumi.

b. Ular Basuki, yang membelit gunung Mandara sehingga meman


carkan air kehidupan.
c. Ular Taksaka, pernah menggigit Prabu Parikesit sampai wafat.
ci. Ular-ular anak Sang Kadru yang berjumlah seribu. Ketika ber-
hadapan dengan ular ciptaan Prabu Janamejaya' banyak yang
mati terbakar.

Dalam bangunan rumah ragam hias ini, ular juga berfungsi


sebagai sengkalam,emet berwatak delapan.
Para pembuat ular naga di keraton dengan sendirinya dipilih
yang benar-benar mahir. Tapi untuk bahan seng, biasanya
dikerjakan oleh pengrajin atau penatah wayang kulit.
Setelah selesai dengan ragam hias ular naga, kita mulai
dengan ragam hias jago. Jadiaddah ayam jantan, sesuatu yang
mau diadu, orang yang sakti dan orang yang diharapkan dalam
sesuatu pemilihan (Lurah misalnya). Jadi "Jago" adalah sesuatu
yang bisa diandalkan dalam segala bidang.
jago yang dipasang pada bubungan rumahini terbuat dari
bahan tembikar, berbentuk jago, pipih (gepeng) dan dilukis
dengan sederhana. Kalau dibuat dari bahan seng, maka
pembuatannya lebih rumit.

85
Bila bahannya dari tembikar, seringkali cara pembuatannya
dilakukan secara butsir, jadi tidak dicetak, lalu dibakar.
Sebaliknya kalau bahannya dari bahan seng, polanya dibuat dari
kertas lalu digunting dan dipahat yang sesuai. Pada masa
sekarang, pembuatan jago dipangaruhi oleh jago dalam wayang.
, Barang seperti ini hanya dibuat oleh orang-orang tertentu,
jadi tidak dipasarkan.
Bila terbuat dari tembikar, sudah tentu warnanya kecoklatan
(kemerahan). Tapi lama-kelamaan sering berubah menjadi
kehitam-hitaman. Kalau dari seng, juga berwarna seperti seng,
bahkan kadang-kadang dicat hitam. Tetapi kalau sudah lama pasti
berkarat dan warnanya berubah menjadi coklat.
Setelah proses pewarnaan selesai, barulah boleh ditempatkan
di atap. Yang dari tembikar, dijadikan satu dengan genting
bubungan. Dan yang dari bahan seng, dipasang atau dipatri
dengan bubungannya yang juga dari seng.
Orang yang punya rumah memasang jago di atas bubungan
dengan harapan, agar pemilik atau penghuninya bisa diandalkan
dalam segala hal. Jadi bisa menjadi kebanggaan keluarga.
Kalau orang mau memesan jago tersebut, biasanya pergi
kepada para pengrajin tembikar (erabah) yang terdekat. Di
Daerah Istimewa Jogyakarta orang{ratrg sering pergi ke desa
Kasongan, 5 km sebelah selatan kota Jogyakarta. Desa tersebut
terkenal dengan keramik yang karakteristik.

kita telah menguraikan tentang rag:rm hias yang terdiri dari


anak panah, ular naga, kaligrafi, mirong, dan lain-lainnya.
Sekarang sampailah pada ragam hias yang berhubungan dengan
Alam.
Tapi perlu diketahui bahwa ragam hias alam ini tidak
sebanyak flora dan fauna, serta memakai stilisasi juga. Akibatnya
orang sulit untuk menduga-duga bagaimanakah bentuk asli hiasan
yang dimaksudkan tersebut.
86
i
Kita juga harus memaklumi, bahwa ragam hias ini hidup cl*ari
tumbuh serta berkembang dengan bebasnya di kalangan
lnasyarakat pedesaan.
Jenis-jenis hiasan alam ini misalnya berupa gunung,
matahari, api, air, hujan, petir (bledheg), dan sebagainya.
Karena banyaknya, maka akan kita ambil beberapa buah saja
yang biasa dipakai pada bubungan rumah, yaitu Gunungan dan
makutha.
Ragam hias gunungan ialah suatu hisan yang mirip dengan
gunung. Nama lainnya ialah kekayon. Ke dua nama tersebut
diambil dari istilah dunia pewayangan. Oleh karena begitu
populernya wayang di mata rakyat, maka dengan sendirinya
hiasan seperti ini juga banyak sekali dipakai oleh rakyat banyak.
Hiasan yang seperti gunung ini terbagi dalam dua jenis yang
sederhana dan distilir. Yang diterangkan pertama berupa segitiga
sama kaki dengan lengkungan sedikit pada bagian bawah,
sedangkan yang satunya berupa pohon dengan tangkai dan daun.
Ragam hias yang dibuat dari bahan tembikar sudah menyimpang
jauh dari aslinya.

Hiasan gug,ungan atau kayon yang dibuat dari bahan


tembikar warnanya juga merah coklat seperti warna tembikar itu
sendiri. Demikian pula yang dibuat dari bahan seng juga
warnanya polos. Oleh karena bahan seng berada di bagian atas
dan sering kehujanan, maka kayon yang dilukiskan di situ juga
berubah warnanya menjadi kehitam-hitaman. Selain itu juga
banyak yang berkarat.

87
Bagaimanapun bentuknya, kalau bahannya tembikar, cara
membuatnya juga sama dengan barang keramik lainnya, ialah
dengan tanah liat. Tetapi tetap tidak dicetak, hanya dibakar biasa.
Untuk bahan seng, pola yang sudah dibuat digunting atau
dipahat, tak ubahnya dengan membuat wayang kulit.
Tadi telah disebutkan bahwa ragam hias gunungan telah
dipasang pada bubungan rumah di bagian tengah. Namun dijaga
oleh hiasan gambar binatang (garuda atau ayam jantan) di sebelah
kiri dan kanannya. Untuk bahan yang terbuat dari bahan
tembikar, .hiasannya menjadi satu dengan genting bubungannya.
Pada bahan sengrsang jagolgrnungan dipatrikan atau dikeling
dengan bubungannya yang sama-sama dari bahan seng.
Bagi masyarakat Jawa, gunungan atau kayon dianggap
Iambang jagad raya dengan puncak gunungnya yang merupakan
lambang keagungan dan keesaan. Pada bagian tengah-tengah
gunungan dari hujan dan panas. Dari apa yang termaktub di situ
orang bisa mengambil kesimpulan bahwa rumah yang dihiasi
gunungan diharapkan mendapatkan ketenteraman lahir batin,
serta berteduh (berlindung) kepada Tuhan Yang Mahaesa.
Pada saat ini kebutuhan untuk membuat hiasan seperti di atas
sudah jarang. Oleh sebab itu tukang-tukang grabah, seperti
88
pembuat genting, pembuat bubungan, Pot, belanga dan
lain-lainnya hanya menerima pesanan saja. Jadi pada prinsipnya
barang-barang tersebut tidak dijual.
Setelah gunungan, sekarang kita membahas ragam hias
makutho. Dalam kamus "Baoesastra Jawa" yang disusun oleh
WJS Purwadarminta, makutha artinya sebangsa topi yang dipakai
oleh raja bila sedang mengadakan upacara kebesaran. Jadi yang
dimaksud di sini adalah mahkota. Tetapi pada umumnya yang
dipakai adalah mahkota tokoh-tokoh wayang seperti Bima,
Kresna, Rahwana dan sebagainya. Mahkota semacam itu banyak
menghiasi rumah-rumah penduduk di daerah Kabupaten Gunung
kidul. Untuk kota Jogyakarta misalnya bisa disaksikan di atas
bubungan Pendapa Agung Taman Siswa yang juga sebagai
lambang Ibu Pawiyatan (Induk sekolah-sekolah) tersebut. Di
samping itu lambang negara kita, yakni Garuda Pancasila, sering
pula menghiasi bubungan rumah Joglo yang merupakan kantor
Kelurahan dan sebagainya.

(
D
Makulhoq
Kadang-kadang topong-topong wayang
tersebut diberi warna
hitam pada sisinya meniru datamp:.*"v""-J*. padahar kita tahu
bahwa hiasan mahko.ta- yang ditemp"Ikrn
pada bubungan
rata-rata memang tidak berwarna.
Hai itu beriaku ;;.;il;
bahan seng maupuntembikar.
ang pada bubungan? Karena
ng mempunyai mahkota. Jadi
maka pahlawan Amarta ini
a semua penghuni rumah dari

90
Bab II
BENTUK-BENTUK RUMAH JAWA

Sejumlah ahli yakin bahwa bentuk rumah tradisional Jawa


dari waktu ke waktu selalu mengalami perubahan bentuk. Hal itu
disebabkan kebutuhan termasuk "kunci" dalam hidup ini yang
semakin berkembang sehingga membutuhkan tempat yang luas
pula. Kemudian secara wajar berkembang pula kebudayaan.
Perkataan "Omah" menurut Baoesastra Jawa menunjukkan
suatu bangunan yang diberi atap dan dipakai untuk tempat tinggal
atau keperluan lainnya. Namun kata "omah" dipakai juga untuk
semacam peribahasa, misalnya:
l. Omah saduwuring jaran (rumah di atas kuda) maksudnya ada-
lah suatu persekutuan untuk menentang penguasa (paja).
2. Nredegake omah ing pawedhen (mendirikan rumah di atas ta-
dah yang berpasir) maksudnya adalah percaya kepada
yang licik.
3. Omah-omah (rumah-rumah) : sudah berumah tangga.
Rumah termasuk sesuatu yang penting karena mencerminkan
papan (tempat tinggal), di samping dua macam kebutuhan lainnya
yaitu sandhang (pakaian dan pangan (makanan).
Maksud ke tiga istilah di atas ialah, bahwa seseorang wajib
untuk mengutamakan sandhang (pakaian) yang layak dan pangan
(makanan) yang cukup agar keluarganya senantiasa sehat
walafiat. Sedangkan "papan" yang cukup _penting juga tidak
boleh diabaikan. Sebab kalau yang satu ini belum terpenuhi, maka
orang tersebut akan ngidhung (menumpang atau mengontrak
pada orang lain).
Pada garis besarnya tempat tinggal orang Jawa dapat
dibedakan nrenjadi:
A. RUMAH BENTUK JOGLO.
B. RUMAH BENTUK LIMASAN.
9l
C. RUMAH BENTUK KAMPUNG.
D. RUMA.H BENTUK MASJID DAN TAJUG ATAU TARUB.
E. RUMAH BENTUK PANGGANG-PE.
Kadang-kadang ada suatu istilah umum untuk menyebut
bentuk rumah, seperti rumah yang ukuran panjangnya (memtiujur
nya) lebih dari ukuran biasa, sehingga dedeg (keadaan berdiri)
lebih tinggi dari pada rumah-rumah pada umumnya tapi atapnya
tetap tegak, disebut rumeh muda.
Dengan memakai balok-balok yang lebih tebal dari ukuran
biasa, maka rumah itu discbut lanangen. Perkataan lanang
menunjukkan jenis laki-laki. Seperti halnya dengan ruttrah yang
ukuran panjangnya lebih panjang, maka untuk lebih peodek dan
tiangnya rendah sehingga dedeg kelihatan rendah disebut rumah
sepuh (tua). Sampai kini jika ada rumah yang balok kerangkanya
lebih tipis dari ukuran biasa, maka sebutannya adalah rumah
perempuan atau pedaringan kebak (tempat beras yang penuh).
Dari berbagai-bagai iStilah tersebut, maka timbulah berbagai
istilah lainnya:
Rumah Joglo Muda Enom).
Rumah Joglo Tua.
Rumah Limasan Tua.
Rumah Limasan Muda (Enom).
Rumah Kampung Tua.
Rumah Joglo Perempuan Muda. (enom).
Rumah Joglo Perempuan Tua.
Rumah Joglo Lali.laki Muda.
Rumah Joglo Laki-laki Tua.
Rumah Limasan Perempuan Muda.
Rumah Limasan Perempuan Tua.
Rumah Limasan Laki-laki Muda.
Rumah Limasan Laki-laki Tua.
Rumah Kampung Perempuan Muda.
Rumah Kampung Perempuan Tua.
Rumah Kampung Laki-laki Muda.
Rumah Kampung Laki-laki Muda.
Rumah kampung Laki-laki tua.

Keterangan di atas adalah keadaan rumah. Mengenai bentuk


rumah adalah sebagai berikut:

92
a. Rumah Bentuk Joglo

Rumah. ini pada kenyataannya hanya dimiliki oleh orang-


orang yang mampu. Sebab untuk membangun rumatr Joglo
dibutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan lebih mahal.
Dan memang rumah-rumah semacam Joglo hanya dimiliki oleh
orang-orang yang terpandang.
Selain itu rumah mendapat kerusakan dan perlu diperbaiki,
tidak boleh berubah dari bentuk semula. Sebab kalau dilanggar
bisa menimbulkan pengaruh yang kurang baik pada penghuni
rumah.
Paling tidak rumah joglo berbentuk bujur sangkar, dan
bertiang empat. Tapi yang kita lihat sekarang adalah yang sudah
mengalami banyak perubahan. Sehingga namanya juga bermacam
macam (lihat gambar)
Susunan ruangan biasanya dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau
ruang yang dipakai untuk mengadakan tontonan wayang kulit
disebut pringgitan, dan ruang belakang yang disebut dalem atau
omah jero sebagai ruang keluarga. Dalam ruang itu terdapat tiga
buah senthong (kamar) yaitu senthong kiwa, senthong tengoh
(petanen) dan senthong kahan.

93
\__ - v,
I

\u
/

./\
z1
t I
\\
\ lr
ll I

!
I I

V
I. Rumah Joglo lonpongon
Joglo jompongan ialah bentuk
.- Rumoh
pengeret
Rumoh Joglo memakai dua
buah dengan denah bujur sangkar. Beniuk iumoh ioglo
mi merupokan bentuk dosor dari bentuk joglo

94
N' 7l
t\
I
t

I I

I I

t /
I
c / I

I t
t ) I
I
I
t
I

I
I
I
I
\
I \
I

I ttt
I / a
I [.1
t/

ioloh Rumoh loglo tonP


sehingga kelllatan llnggi

95
Empyak BombutAnlum

-71

l.
I t'
V

3. RumohJolgo Coblokan
Rumah Joglo Ceblokon
pe nd hem ( te rdapot bogion
bentuk ini tidak memaka
kai sunduk'
go mbo r rnemo
SundukBondhang Llsukrigereh Bohu donyang

96
I

4. Rumah Jolgo Kcpulun Llmolasan


Rumah Joglo'Kepuhon Limolasan adolah sama dengon Rumah
lolgo Liwakan; bedanya pada Rumah Joglo Limolasan memokai
sunduk bondhang lebih panjang don ander agok pendek, sehinggo
empyok (atop) brunjung lebih ponjong. Rumoh Joglo ini (Gb. 4)
memakai uleng gonda.

97
rJii;e-tfN
.E:5*:.1+{

\'/
t'..
\____z ,
./' \
/\

5. Rumah loglo Simaom Aptton

98
\/\/
I
I
I

6. Rumah Joglo Pcngruwit


Rumah Joglo Pengrawit ialoh Rumoh Joglo memakai lambang
ganlu.rg, alop bruaJang merenggong dari atop pcnanggap, atap
empcr merenggang dori atap penantgop, tiop sudut diberi tiong
(sako) bcntung terlangcop pdda dubur, tumpang 5 buah, memakai
singup don gcganja (Gb. 5)

99
7t
I

..-l

7. Rumah Joglo Kepuhon Apita

Rumah Joglo Apitan sebenornyo soma dengan Rumoh )oglo


Limolosan, tetapi poda Rumoh loglo Apilan empyak brunjung
lebih tinggi (tegak) karena pengeret lebih pendek (Gb. 7). Beituk
rumah ini kelihatan kecil tetopi langsing.

I00
I'USTAKDA JATENG
E. Runah Jolgo Scmar Tlnandhu.
Rumoh Joglo kmar Tinondhu (Semor diusung) ioloh Rumah'

t0l
\ --/.
I
f
,/ I

I i I

I
r. I f I

, I

rl

9. Rumah Joglo Lombangsari

mah Joglo yang memakoi


memokoi tumpongsari 5
godhegon. Bentuk Kraton

t02
r

is \/
I

lt
v- - - - - -!
lo Apitan, Rumoh toglo lni
lumpang, memokol slngiP,
memokoi geganja don memokoi tikar lumqiong r

l0s
I I. Rumah Joglo Hageng

ilJ4
w-

\..../,
\-/\/
\/\/
.\.t. '/\

tll
/\
\--<'
/\
/'\
/'\
,at
/ta aaa!

I 2, Runah toglo Mangkuml.

Rumoh Jogio Mongkumt poda dosarnyo mmo dcngon Rumoh


Joglo kngrowit, tetopi lebih tinggi fun aro mcnyombung otcp
Fnontgop dengon Nitih lodo Joelo Pengmwit &ngca cr,ka
benruit, iedongkon pda Joglo Mangkumt &tqon loabongmri:
Ba ngm I Rcnco na. Kro lon YoW koru.
lo5
b. Rumatr Limasan

Kata "Limasan" belum diketahui maksudnya. Tetapi ada


yang mengatakan daging ker;bau. Apakah ujudnya seperti itu?
Wallahu alam.
Rumah limasan memiliki denah empat persegi panjang dan
dua buah atap (kejen atau cocor) serta dua atap lainnya (bruqiun9
yang bentuknya jajaran genjang sama kaki. Keicn etau mor
berbentuk segi tiga sama kaki seperti tutup keyong. Katena
cenderung untuk berubah, maka rumah limasan mengalami
penambahan sisi-sisinya yang disebut empyak empef atau atap
emper. Karena hal ini, tentulah timbul rumah limasan dengan
namanya masing-masing.
.Jika diteliti perbedaan rumah limasan dengan rumah joglo
ialah pada atap brunjung dan konstruksi bagian tengah. Ternyata
atapbrunJung rumah limasan lebih panjangdaripada atapbrunjung
rumah joglo, tapi lebih rendah bila dibandingkan joglo.

Runoh Llmavn Apitan


rumah Limosan Apitan iolah Rumah Limasan berliang enpot
memokoi sebuoh inder yang menopong molo di tengah-tengohnya.
kngsal Piket Kroton Yogtokorta. (Gb. l3)
106
, .'

l.

/\\- - __
,.

at

14. Rumoh Linasan Klabang Nyandcr

Rumah Limosan Klabong yander ioloh Rumoh Limoson yong


mempunyoi pengercl lebih dari empt buoh (benluk rumoh ini
kelihaton panjang) Bentuk rumah ini semata-mola dilihal
bonyaknya pengerct dan tiong (tengoh) don susunon llang,

lo7
r\J.
\/\/
\/
I
t'rta
I
I

'i-r-.l.rr
J..
/\ t\
t.. ,/' .
L--/-_i_ _-\: J I

I5 RunahLhnsnCcblo*an I

I
l

108
f'

s 7
a a,

! /.
\/
\/
/ - --\
./\
,!t I.

,l
JJ

16, Rumah Llmosan Lawakan

R/mah Limasan Laflakon iolah Rumah Limason semaiam


iriin iiiiii, iaong Nyaider, susunoi tionsnya ieperti
Limoson Trqjumos yang diberi alap emper pado keempot sisinyo.
Bentuk ini seing disebut Rumoh Llmason Buluran[Gb. I6J
Songgo luwak Balok panondu
lO9
A

L--/_
,,{
----t,l
17. Rumah Limosan Pacul Gowang

Rumoh Limason Pacul Gowang ialah Rumah Limasan memokai


sebuah atop emper terlelak poda solah sotu sisi panjangnyo,
sedongkan pada lainnyo diberi alap cukit (atap tritbon) dan sisi
samping dengon alop trebil. (Gb. l7)

a \ , a I

\/\-/ I

I )

)--- - --\\ I
./\ t
a a a I

, 18. RumohllmasanGaiahNgombe
Gajah ngombe berarti gajo minum, Rumoh Limasan Goioh
Ngombe ialah Rumah Limason memakoi sebuoh empyak (atap)
emper terletok poda solah salu sbi samping (sisi pendek),
sedongkan sbi lainnyo memakai otap trebil dan kedua sisi poniong
diberi cukil attu triiison. (Gb. 18).
110
r a a
,l
I I
t I
l\
I a I

\ ,,,
I

l
)'-----(
/\ I

r1 a I
ta' \ I

I
t
I
at \ I

L >,

I 9. Rumah Llttlr;tan Gojah Njcrum

Gajah njerum oda yong menomokoi gqioh ndrun berorti gaioh


lidur. Rumoh Limasan Oajoh Njerum ioloh rumoh Limoun yong
memokoi duo buoh otop emper poda kedua sisi po4iang don
sebuah otap emper podo soloh sotu sbi samping (sbi pendek)'
sedangkon sbi somping lainnyo memakoi otop trebil. (Gb. I9).

lll
iI
I

,lr-l- /
ll\.
,I
L--
20.- Rumoh Limasan Gojah Mungkur

setengah bentuk komPung. (Gb. 20)

Rumoh Limoson Boponton iuloh Rumah Lunoson yang paniont


blondarnya lebih panjong doripoda iumloh panjong Wngerct;
biosonyo memskai 4 buah tiang dan bentuk ini untuk rumah
ukuran keeil. Bctgsal Piket Surakarta. (Gb. 2I )
tt2
rs
I

I
-\ I

I
l.
I *--- I

t
I

+ -- -- --!

22. Runqh Uausan S.rrnt Tinailrut

Rumah Limoson Semor Tinondhu ialoh Rumah Limoson deniaa


duo buoh liang berjojor pda memanjongnyo rumah don ted.tok
di tengoh-tengah. Jika ,'umoh ini diberi emper, maka dibcri tiang
empet. Bentuk ntmah ini bbonyo unluk retol ataupun pintu
gerbang dan banyok dipokai untuk model los psor, Pintu gerbong
( rcgol ) K raron Yogyo kano.

l13
ri
I
I
I
I

23. Runah Lilnasn Cerc Gancct

Ce re ga n cel bero rt i li.m o; s be rgo nde ng ko rena be rso nggo ma. Ru ma h


Limason Cere Gancer dopol bergondengon podo nloh salu emper
masing-masing otau bergondengan memakoi salah satu blandor
sesotnonya. lika bergandengan pdo vloh satu blandar saomonya
sering disebul Rumoh Limosan Keplo Dta, Penggondengon di
atos tidak okan Deru;b.ah nomonya, meskipun pdo sbi loinnyo
diberi empyok emper.l

ll4
- ? -.-i-l--t
I

,a ,
I

\./\,/\
\/\Z
I

\/
I

I
,'f. I I
,
I

I
a
I

I
./\/r /t\
I ,/\/ \/\
I Y '/
t_. \. J
--

24, Rumah Limason Gotong Moyit

il5
"-----:l-
h

/l
I
I

I
tv_ .'l
l/

25, Rumoh Limason Semar Pinondhong


Pinondhong berorti digendong dlau didukung. Rumoh Limosan
Semor Pinondhong poda dasarnya somo dengan Rumoh Limoson
*mar Tinandhu, letapi podo bentuk ini diberi penyongga yang
disebut bahu doyang, Bangsal Koma Kraton Cirebon.

ll6
\.1 |

26. Rumoh Lhnasan APllan PcngoPil

Rumah Limasan Apilan Pengopil ialoh Rumah Limosan


bergondengon dua masing'masing memokoi sebuoh onder (Rumah
Apiton) don bergondengan pdo tritbonnyo; dbebut iuga
Rumoh Limason Pengonten. Gb.26)

tt7
5

I / I
I
\/
/\ F-< I

/\l
,tt
_\

!
27. Rwnoh Llnosoa Lambongsorl

Rumoh Limason Lombangsari ioloh Rumoh Limosan yang


memokai lambangsari otou bolok penggandeng alap bntniung don
otop penontgap. Pendhopo Sekar Kedhoton Krulon Yogltokorta-

ll8
!r/
,/
,/

2t, Rumah Llmasan Trujumas Lombong Cantunt

Rumoh Limoson Trojumos biasonya bertiang 8 buoh, tetopi podo


gombor ini bertiong I0 buoh: memakai lambang gonlung, mako
disebul Limoson Lombong Gantung. Krolon Yogjokarto.

ll9
I

I A
I

,,4
l_ _t_ )-l

17, Rumah Limosan Pacul Gowang

Rumah Limasan Pacul Gowang iolah Rumoh Limasan memakoi


sebuoh atap emper terlelak poda soloh sotu sisi panjongnya,
sedongkan pada loinnyo diberi atap cukil (otap tritison) dan sisi
samping dengan atop trebil. (Gb. 17)

_ _1._

a \ ! a I
\-\/ I

\/ I

,/ -\ I
,/\ I
a a t I
t/ \J
IE. Rumah Llmasan Gaiah Ngombe
Gajoh ngombe berarti gaja minum. Rumoh Limasan Gqiah
Ngombe islah Rumah Limasan memakai sebuoh empyak (atap) I

emper terletok poda saloh salu sisi samping (sbi pendek),


sedangkon sbi lainnya memakai atap trebil don keduo sisi panjang
diberi cukit ateu triibon. (Cb. l8).
ll0
ri \

30. Rumah Limasan Lambang Teplok

RumahLimason Lambang Teplok ialah Rumah Limason memakai


renggangan antara atap bntnjung don atdp peruntgap dan
renggangan itu dihubungkan langsung oleh tiang utama atau tidok
memakai balok dan sebagai penghubung. Kots Gede Surakarto.

rzt
J
I

31. Runah Llmaun Enpyak Sctarrgkep

Empyak selangkep berarti atop setongkup. Rumoh Limason


Empyak Setangkep ialoh Rumoh Limason memokoi kepalo gado
don otapnya berupo otap kejen (runcing) yong ditongkupkan lanpa
otop tritisan; joli kop seperti piromido. Rumoh ini sebenornyo
mempunyai 4 buoh empyok.

122
\ v
I

I
\ I

! I
I

I
I I
t
\ I

I I

I
I

I
/ I I

lr
I

lr
I

I
J

{.
[.i
I

V
32, Rumah Linasan Trajunos Lambong Tcplok

Lihot no. 30 Poda rumoh ini coro memberi atap tiltison pado otap
brunjung berbedo dengon gb. 30. Usuk otop tritison tersebut
diperponjang lewat (diatos) blandar, sedangkon penguatnya tidak
diberi penyanggo meloinkan diberi bolok penahan pada sebelol:
dslam antara usuk tdi denganu.suk alop brujung.
Molong kmirang Kraton Cirebon.

123
/.

\./
,/\
lar

t_____ _____ ___ ___{

33, Runuh Limasan Slnom Lanbang Gqtung


Rongka KudtkNgmbant
I
Kutuk ngombang ialah ikon bagus mengambong difrmukaan oir.
KutukNgambong brsrti ujung bolok molo (puncak) muloi dori
ander sampai 4jung molo. Dbebul Linoson Lombang Gontung
kareno memakai tiang bentung sebogai penggantung atap
pnonggap. Bangsal Brqjejeksa Kraton YogJtokorta. Gb.33.

124
c. Rumatr Betuk Kampung

Kata "kampung" dalam bahasa Jawa berarti halaman, desa,


orang desa yang tidak mempunyai sawah dan polisi desa.
Mengapa dinamakan rumah kampung? itu belum jelas benar,
mungkin pada umumnya yang dipakai lapisan rakyat jelata edalah
rumah-rumah yang berukuran seperti itu.
Pada jaman lampau, para penduduk beranggapan yang
rumahnya berbentuk kampung adalah rumah orang tidak mampu
atau miskin. Kemudian istilah tersebut menjadi umum, bahwa
orang kampung mempunyai rumah bentuk kampung dan
prnggrng-pe. Dan untuk golongan menengah rumah limasan,
ierta joglo untuk golongan ningrat.
Rumah kampung ini sudah bisa dilihat pada relief-relief candi
Borobudur, Prambanan dan candi-candi lainnya di Jasa Timur.
Dari sini bisa diambil kesimpulan bahwa rumah kempung lebih
lua dari pada rurnah ioglo atau limasan..
Rumah kampung pada ur,numnya mempunyai denah empat
persegi panjang. Namun bagi yang menginginkan kesederhanaan
hlnya memakai empat buah riang dan dua buah atap yang
herbentuk empat persegi panjang. Di bagian samping atas, ditutup
dengan lutup keyong (keyong : siput air). Atap ini namanya
mms, tetapi lain dengan yang ada pada rumah Limasan. Karena
Iorcderhanaennya justru menimbulkan nama yang bermacaru
mlcam seperti diterangkan pada halaman berikut:

125
31. Rwrnh Kampung Pohok

Rumah Kampung Pokok ialah rumah kompung yang fulum


lerdapot lombahon loin; bentuk rumoh ini lerdiri dori duo buoh
alop bentuk pc*egi ponjang yang ditangkupkon.

r I I

lI
a

I
L-- I

35. Runuh Kuttpung Gotong Maylt


Rumoh Kampung Gotong Mayit (Memikul muyot) iolah ntmoh
kampung bergondengan tiga buoh poda sebuah blondar sesomonyo
benluk ini jorong dipokai.
126
i- t f I a I
I
I
I
I
) t I I I

1
I I
g t
I I

I
I

I
t I I

I
I

36. Rumah Kanpung Kbbang Nyander

Rumah Kampung Klobang Nyonder ialoh rumah kampung lang


mempunyai tiong lebih dari I buah otau mempunyai pengeret lebih
4 buah. Bandingkon dengon Gb. 14 Rumoh ini kelihotan
memonjong. (Ob.36).

rn
I

J7. Rumah Kanpung PoculGowing

Rumah Kompang fuanl Govang bhh tzrtah kamptng yong'


meryunyoi atap emper Nda eakih uru sisi pa4jaag ethngkqn sisi
lain tanw atopempr.

hurEkpqht,#
2&
RznmhKompungApimn bloh rumoh Kolp4 y4 ttntptttyoi
ebuah onder di tengahlengoh molo, Biosonya rumah ini tidok
bsr,
1Z:8
1
l- a . I
I
I
1
I
I t I I

_t

-$, Aarult Konryug Imjunu


R$ih {st*pns teaiuttor iotohiunuikanpung yans nempu-
nloi tigo .,htth Wr$ret; moko ntnuh hi terbogi iluo
n$ing4#rir*fu$a$4ir,bfi tongtoa gon.

129
10. Rut ah lbrnpung fun G.pdc
Rumah Kompung Dara Gepok ioloh rumoh kompung yang
mempunyoi olap emper podo kempt sbinyo. fundingkan dcngon
Gb. 16 jiko soloh sotu slsi samping memokoi otap kejen dbebut
Rumah Kompung Baya Mongap (buaya mengongo).

130
itl t

a.
I

I
t

rl I

rl I

I
I
a I
I
I I
I

I
I

_L_
a a

4 l. kmah ltumpung Gojah Ngombe

Rumah Kompung Gajoh Ngombe iolah rumah Kampung n;ert skai


sebuith otap emper podo saloh satu sisi samping,

r3!
_l--
a
--_l
I

I
I

I I
t I
I
I

I
I

I I
I

I I I I
I

I
I i
I I
I

]
!
r___r___L*r I I

_l

42. Rumah Kanpung Lanbang Teplok

lambang_Teplok rumoh kampung yang


.ialoh
ngan antara.atop brunjung don otap Fnanttqp
atap itu dih_ubungkan dengon tiaig-utamoaon
udang genteng, rumoh lobonj --ipu,
oto,

132
i\_ 4
\ I

I I I

,I
a a
I

, \
Li
13. Rurnoh Kan.putt omfuq Tcplok Saau Ttnadlw

Disebut lombang leplok kateru pnghubung obp brunfury dan


atop penanggap mosih tarupalon stu litt g. didrl *ru
Tlnondhu (Semor Diustng otou dlpikul) kareru tiang piry.anggz dl
otas bertumpu pdo bolok bbnfuryongditopng Mr tiorl"lbag
di pinggir otou tlong-tiang todi tklak longswg sampal kc futor
rumoh tobong gentent atau kopur dan di tengahnyo Ltdcgl
pmbakoronnya.

r33
ll; I

i,s
l'f .
-!F --
' -'-- -r1 .'
I

llrl
,il
I

134
I

45. Rurnh *anpung *nnt Plaondhong

Rumah Kampung Semor Pinondhong iolah rumoh komptng


-t'iong-thng
dengan memoiai brjqjar di tengoh mcnuntt
panjongnya rumah. Alop ditopong oleh balok yang dipsong
horbontal poda ttong tetybut. I:lituk mejogo kcximfungoti btilitk' 'l
mendothrtadidiberipenyikuse&igoitonton-langon.t : i iir'l:

l3t
. $. Rumah kampung Cerc Gancet

Rumah Kampung Cere Goacet ialoh rumoh kompung bergon-


daqan Mdiri dori duo buoh. Penggandengon ini dopal terjadi
pdlo rusing-moing atop Bondingkan dengon G b. 23.

136
d. Rumah Bentuk Masjid dan Tajug

Masjid ialah tenrpatberibadat bagi orang beragama Islam.


Tajug atau tajub berfungsi sama dengan masjid dan untuk
mengajarkan ajaran Agama Islam, misalnya mengaji Al Qur'an.
Kita mengetahui bahwa bentuk masjid yang terdapat di Jawa
khususnya dan di Indonesia umumnya adalah berbeda dengan
bentuk masjid di negara lain. Tentu saja hal itu disebabkan ureh
pengaruh lingkungan terutama tradisi dalam kehidupan masyara-
kat. Hal itu membuktikan, bahwa tradisi bangsa kita adatah kuat
menghadapi pengaruh dari luar. Bentuk masjid di Indonesia,
khususnya di Jawa lebih menyerupai bentuk candi, sedangkan
candi lebih tua dari masjid yang timbul setelah Agama Islam
masuk ke Jawa. Tetap harus diketahui, bahwa pada bentuk candi
di Indonesia (Jawa) terdapat banyak perbedaan dengan candi-can-
di di India. burma. Thailan dan sebagainya. Perbedaan itu tentu
disebabkan adanya tradisi masyarakat setempat yang Iebih kuat.
Rumah bentuk masjid dan tajug.atau tajub mempunyai denah
bujur sangkar, dan bentuk inilah yang masih mempertahankan
bentuk denah aslinya sampai sekarang. Jika terdapat variasi,
maka variasi tadi tidak akan mengubah bentuk denah bujur
sangkar tersebut.
Pada garis besarnya rumah bentuk masjid dan tajirg atau
tajub dapat dibedakan sebqgai berikut:
(lihat gambar dan keterangan).

t31
[-- - -.7

47. Magld dan Qtntkup

Cungkup ioloh ntmoh unluk mcmberi pcrlindungon mokan.


Rumah ini pado umumnyo bertiang ernryt dan kopnyo *ptti
Rumoh Limoson Empyok &tantk p. Mosjid mdcl demikion
biosonyo dalom ukuron kecil.

./\ _

rl
IL

1t. Tatug Sottor Slaongsonj

Sinongsong dari songsong bcmrli pyung, Sinongsong bcmrti


dipyungi, Rumoh ini pdo dosrnyo bcrtbq stu efrrt
poyuu.

138
--1
I a a a al I

if a-)J:
\/
.Y,.\/
/\
,/\

TatujTttqMl
49.

Tqjug Tawon brri bbh lojry rar.g wnry,Ni ewh Wu


mngkor, nemalei kcplo fu, uq@a pnyrgo purwt,

139
Bahu danyang

,/\

tl\

50. Tajug Tiang Satu Lantbaag Tcplok

Tbjug liong futu ini sebenornyo sama dengan Tajug &mor


Sinongsong (dilihat dori com memoslttg tiang tengoh), memalai
Nngual bahu danlmng. Brunjung diongkal ke olas. sedong otap
penonggap merenggong dengon atap brunjung. Gb, 50. Tedapot
pada Masjid rakyal Gombong.

140
\arrgga luwak

\ID
\,/'\/
\. '/
\,/
I

,/\
x
/\
./\
,/\
t'

51. TajugSemarTlnandu

Bentuk tajug ini jelas doh potut ainaiab*aa' *mor Ttnondhu

l4l
I

v
I
I

.\r/ I
\^.r' I

t*t I
' I

,"' I

92. ToJug Lowo*az Lanbang Teplok

:8:n 9b. 5l; teropi bnunjunt


ng utumo, Tojug ini tebii
besor-

t42
)
I

I
I

I
I
I

I I

I
I

',/
.- \l
53. Masjid Payung Agung

Bentuk Masjid Payung Agung sering bertingkat lebih dari tigo


atau lima; oda yong menyebul Bentuk Meru. Podo bentuk ini,
untui lingkdl keduo mosih dbangga oleh liong ulomo, sedaig
lingkot berikutnya seperli Gb. 51 don selerusnya. Pada joman
lampau bonyoknya tingkot akon menentukdn untuk mereka yong
memiliki misalnya; susun 3 untuk rokyat biaso; susun 5 untuk obdi
raja: susun 7 untuk Pangeran; susun ll unluk Rajo. Gb.53.
Mosjid Poyung Agung banyok berbentuk bundor dan sekorang
bonyak lerdapat di Bali.

143
Muslaka

fumbungan
tofirbongsori

rs-- ;-
l\!
l.t.. I

1\
t
lt ' I

I
.. I

I ,/\ I
I

I I
!.
It I , I

l. r' t t. I
I
I
rL. I

V a a
\l
54. Tajug Lambong furi

Tajug Lombang furi tidak memokai ander tetopi memokai kerylo


godo. Anlora bruniunt danaloppenontgop terdapat tenggongan
yong dihubungkon otou diganlungkan memakai bolok yong
disebul lombong sari. Perbedaan dengan benluk loin, pada atap
penonggop bersilol memonjong dori otos sampai ke bowah
meskipun dbongga oleh duo deret tiang sesudah liong utoma (saka
Guru). Bentuk ini dohulu bonyak digunokan untuk pertemuan paru
lUoll.

t4
r

n
\-_-
l\
tl\rr.rr
,.4!
_-<
./1
I

I
lla..rra
r(-: l.
. i ,l'l------;z1'i.
\
I I l^.. /-l I
I

| . t I t'.'
'l'il ,'. li'i
I

I t. I,
I

,l.Ilr'
X I

".Ii.i.
/
(------'-.{
t
I

/ ;-;-;-.\1, t I
I
t
I
'al

55, Masjldan Lambaag Tcplok

145
l1 3

t\ (r

t/
\a

! at\

56. Masjidan Lawakan

ini banyak dipergunakan unluk langgor


hampir sama dengon rumoh limoson alop
boh otap penonggap. (Ob, 56)

146
Soka bentung

\.
\/
/\
I.

t __z :t
57. Tqlug Scrr,0,t Slnongsong Lombary Gannnj

Dinomakqn Semor Sinongsong koreno lerliong solu dcnpn bohu


donyang (Semor diryyungi). Dinomokon lombong tontunt kclr,no
memokoi lambang gantung cbogoi pengpntunt alop Nnonttop
podo brunjunt. Don terlihat pode otap pcnltlh dipnlungkaa
nemokai lambong sori. knluk ini ditcbut Jugo Mosfid fuka
(rlong) Tunggol merupokon ciptoan boru dori ampumn kjqjonn
doa Sulton Agung" Tonomon Krulon Yogyakorto.

rn
brunjung

\./
)..
,/\
I

SE. Tajug Lambang Gantung

148
r

tubhampagstt t

.1
,/

\ ,tt

\/
\,/
/\
,

Lt
59. Tajug Mangkurat

Tajug MongkuFlt mempunyoi konstntksi sperti Rumah Joglo


Mongkurol (lihal Gb. l2). mempunyoi tumpng sad ,ulcag, llong
benlung don lambong sori; bandiagkan dengon Rumoh loglo
Pangrawil (lihot Gb. 6) atap menanggap Tqiug Mongkurot olou
Rumoh Joglo Mongkurat mempunyai renggongon leblh lebor dort
brunjung dori podo renggongon yang tetdopt Ndo Rumoh Joglo
Pangrowit. Bongsol Wilona Kruton Yogyokorlo.

t49
\.4 .1,
/
/
/.
\\
D\
\

\r

60. TqluE &rorr, ltuttdhtt


Slnombcrortisi muda. Diurnokan Sinom korcru olop prsnggop
lcblh ,egok dibandiag dengon otop pctunggap tqiug-ldug yont
lain, Disebul Scmor Tlnondhu korcro alap penorygp don
bruniury tidok dixnggo longsng ohh tiong utomo (soko gunt)
tctopi dipikul'olch tbry-rbng yong bcrdcnct dtptnggir rpmakoi
fulok blandor pmlkul. Tcmbok yong mdmfojur dl tcngah cbgci
bnteng doa pinlu tapwo lkut mempcrkul Fnyongto fulok
biondor, Plntu'fungo-fr,Mo Krzlon Cbqnon,

Jry
150

n-.**DA
.aaaJla

. l."tt.* . . ,,''-.1
' l' ,r"' ' 'l ll
,

'

' l. ""\.
. ,/)^1'.. .l -./\.
/\.\
/\ .

' l' /\,' ' ' t... 'l '


t lt' . .

6). TajugCeblokon

Tajug Ceblokon ialoh tojug yang tiongnyo lertonom dolam tonah


seperli rumoh:rumah ceblokon yang loin. Dilihat dori konstruksi
yong lain tnisolnyo pado atap (Cb.61) tajug ini termasuk ienis
teplok yoila ildak memakoi liong bentung. kecuoli alop pengapil
memokoi lombang sori. Mosjid Agung Yogyokarlo.

l5r
e. Rumah Bentuk Panggang-Pe

Panggang berarti dipanggang (dipanaskan di atas api). Pe


dari kata epe yang artinya dijemur di bawah terik matahari.
Rumah yang namanya seperti ini biasanya termasuk bentuk rumah
yang sederhana, lebih sederhana bila dibandingkan dengan rumah
kampung. Rumah Panggang-pe, di pedesaan Jawa bukan untuk
tempat tinggal. Dahulu dipakai untuk menjemur barang-barang
seperti daun teh, pati, ketela pohon dan lain-lainnya. Ada sebuah
atap dan empat buah tiang atau lebih dan barang yang dijemur di
atasnya lekas kering karena terhindar dari pengaruh penguapan
air tanah.
Sebuah bagunan cukup kokoh, yang termasuk paling tua,
dengan diketemukannya relief pada dinding-dinding candi
maupun tempat pemujaan yang lain. Semua bentuk rumah
Panggang-pe mudah dibuat. Biasanya ringan dan kalau rusak
tidak memerlukan resiko yang besar. Itulah sebabnya rumah
semacam ini tetap dipertahankan,
Sungguh mudah memberi tambahan di sana-sini. Sehingga
muncullah bermacam-macam rumah Panggang-pe.
Tetapi rumah tersebut hanya dipakai untuk warung, gubug
ditengah sawah untuk mengusir burung dan rumah kecil di tengah
pasar untuk berjualan (bango). Bangunan seperti ini dalam bentuk
yang besar biasanya berupa gudang di pelabuhan maupun di
setasiun-setasiun.

t52
I
I

62. Runwh Ponggoag-foPo*ok

Rumoh Panggong-pe Pokok )aitu rumoh ponggong-pe yong belum


mengalomi variasi. Panggong-pe berorli dijemur otou diponosi
dengon sinar malohori- Podo dosornya rumoh pnggons-pe ialoh
rumoh yang berarti satu dan di songgo oleh empot buah litng pado
keempot sudutnya

t I I

! t a

63. FatSSaqS'P. TNumas

Rumoh Panggang:pe ttqiumos talah rtttr,k Wn*.r'Erpr J'la'tt?


memakoi tigo gwh Wngerct dan enom buth tiong'
Band in gko n denga n (Gb. 3 9)

153
I

I
I

I
),.

t
p,
ir
t:
a

61. kt tuh Paqtotg-N Gcdarg Scllmat

Oedang &lirong berorti pbang sesisir. Rumah Ponggong-pe


Gedong *limng ioloh rumoh panggong-pe pokok yang ditomboh
otop emper di bogian belokang. Pada dosomyo otop tambohon
ter*but Eloh merupokan panggong-pe. (Gb. 64), Bondingkon
dengon(Gb. 17don37).

65. Rumoh Panggang'N btpvo* S.fint*cp

Empyok etangkep berorti otap setongkup. Jcnis ini (Ob. 65) poda
dosornya dua buoh panggong yong dipeilemukan pado sbi
deponnya dan saling memakoi tiang dep,n esamanya.

154
-'l I

I I

I
I
i

I
t
I

t I

66. Rumah Panggang-pc Empyak Setontkep

Lihot Gb. 66. Bentuk ini ataPnya yong besor diperdniong


kedepon sompoi menonjol dan menulupi fugion alos alop di
depannyo. Biosonyo panggang-pe semacam itu unluk gudong.

155
liIl
l,
i(--_ii
F______-r_
67. Runah Panggang-pc kntuk Kios

Atap depan podo bentuk ponggang-pe ini semato-mato sebagot


pelindung dari sinor matohail dan tampias oir hujan.(Gb.67).

T I

t
I
I

I
J

6E. Rumoh Panggang-pc kodhokon

Kodhok berorti lcout rumoh Panggong-pe Kodhokon poda


dosarnya samo dengal pngtang bentuk ki_oc, tetapi olop depon
diprbaor don disongga olch liang, sedonglcoa pdo funtuk kioa
diunggo oleh bahu'funyong. funtuk iai odo yong meitcbua
JaE$i. Gb. 68. hndinskan densan Gb. 65.
r56
69. Rumah Panggangpc Cere Crancct

Ponggong-pe Cere Ganel ialoh ponggang-pe bergondengan podo


bentuk panggong-pe podo sbi belakang jlka pcngtandcngon
pada sbi depon dbebut panggong-pe empyok sctongk p olou
penggondengon setangkep. Gb. 69. Badlngkon dengon Ob.23 dan
46.

r51
_t
L- I I

- --.
70. Ruttalr Pcirggug-p. C.n Cf,rat.

Gb. 70. Lihat baftdinskon detgan Gb- 69.

158
.r
_--l_
t3
I

,D

-l

7 I. Runuh Pwtggd6+. WA @*q


Gb. 7l . Lihat don bondiaglon dngan Gb. 54,65 &n 6,

r59
r

'f I

I
I
rl rl
I I

.l nl
I

I
I
I
I
cf rl I

I I
I
I I

tl .l I

'l
72. Rumah panggont-pe Barcngon

h ponggang-pe Borengon
aon beberspa rumah
me.mbelakangi yang
loin
, dan liang s*amanya.
k gudang beras.
fOU izj.

160
r
Bab II[
UPACAYA.UPACARA YANG
TERAKHIR

Setelah segala kerangka bangunan disiapkan, biasanya orang


mengadakan upacara yang disebut "ngedegake omah" (mendiri-
kan rumah). Upacara semacam ini termasuk Iengkap dan besar,
jadi biayanya juga banyak.
Waktu melaksanakan upacara ngedegake omah biasanya
berlangsung di atas jam 12.00 siang atau pagi hari sebelum jam
10.0O. di atas jam 12.00 merupakan masa-masasetelahadzan lohor,
kala orang-orang telah menyelesaikan sembahyang Lohor.
Sementara itu kalau diadakan tepat pukul l2.oo dianggap "ora
ilok" (tidak pantas) karena akan mendapat gangguan. Tempat
mengadakan upacara ini adalah di tempat bangunan itu akan
didirikan, yaitu di tengah-tengah bebatur (pondasi). Kecuali
selamatannya, yang tetap diadakan di dalam rumah.
Upacara dimulai ddngan pembacaan doa oleh Pak Kaum. Di
situ beliau merupakan pimpinan tunggal. Kemudian dikelilingi
oleh pemilik bangunan serta para tetangga atau kerabat dekat
maupun jauh. Mereka yang datang ini tidak diudang dengan surat
panggilan, tetapi dari mulut ke mulut alias gethok tular. Sistem
semacam ini jugadisebut sambatan atau sambat-sinambat.
Sebelum upacara dimulai, alat-alatnya disiapkan dahulu,
seperti:
- padi bunting (pari meteng) satu ikat.
- degan atau kelapa muda 8 butir.
- pisang ayu satu tandan berupa pisang raja.
- perlengkapan makan sirih (nginang); gambir, pinang, tembakau
sekapur sirih.
- cermin kecil.
Semua yang disiapkan di atas untuk memberi-makan kepadl
roh-roh jahat agar tidak mengganggu orang bekerja.
t6t
- kain bqngo tulak (kain yang ujungnya diwenter,deilganwapna
biru atauhitam). Dipakai untuk menolak bahaya.
- / macam-macam makanan yang di-
tukon pasar atau jajan pasar
beli di pasar, dan dua buah tampah (nyiru). Makzudnya
memberi makan sang penunggu (dhanyeng) tanah agar tidak
menganggu.
- beras dan telor di dalam empluk (periuk kecil dari tanah liat)
yang diletakkan di pojok rumah. Agar si pemilik ruinahsenantia-
sa kecukupan sandhang pangan.

- uripurip (ayam jantan), lambang keberanian dalam hidup..


- berbagai macam jenang; jenang abang satu tampah, jeneng bero
baro satu tampah. Maksudnya untuk memberi sesaji kepada ci.
ka[.efta] desa yang sudah meninggalkan mereka agar merelakan
tanahnya untuk pembangunan rumah.
- sega golong (nasi yang bulat-bulat) sebanyak sembilan tangkap
- (Iodoh) melambangkan gumolongi ati atau kesepakatan hati
sekiluarga dalam membangun rumah.
- nasi gurih (nasi dicampur santan), melambangkan persembahan
untuk junjungan kita Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W. dan pa
ra sahabatnya Abubakar, Usman, dan Ali.
- kembang setaman (campuran bunga beraneka macam), maksud-
nya agar para undangan yang datang merasa tenang dan kera-
san.
- tumpeng (nasi yang dibentuk seperti piramida), melambangkan
keangungan Tuhan kepada hamba-nya.

Setelah para hadirin berkumpul, Pak Kaum mengucapkan


sambutan ala kadarnya yang berhubungan dengan pertemuan
tersebut. Di samping itu mendoakan agar semua yang terlibat
dalam proses pembangunan rumah selamat tidak kurang suatu
apa.pun.
Begitu sambutan selesai terus disusul dengan uiub (tujuan
selamatan) yang ditujukan kapada Tuhan, Nabi Adam dan Siti
Hawa, Nabi Muhammbad S.A.W. dan sahabat yang empat, wali
leluhur yang ciisemayamkan di Tegalarum (Sunan Mangkurat),
Kotagedhe (Penembahan Senopati) dan di Imogiri (Sultan
Agung).

r62
Bunyi ujub tersebut seperti di bawah ini:
"Bagindha Haleluyar, Bagindha Kilir Ngali, Ingkang
rumeksa lautan,, daratan, mbokbilih wonten kalepalau
anggenipun nyawuk toya sacawuk, angggnipun nyoklck
kayu sacoklek, anggenipun anyerateni wilujengan, nyuwun
berkah, salumahing bumi, salumahing langit, kutu-kutu
walang atogo, nganut serengating Kanjeng Nabi dipun
suwun barokah pangestunipun wilujeng rpunika. Amin.
Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar-

ArtinYa:

- "Baginda Haleluyar, Nabi Khidir serta Baginda Ali, yan3


menjaga daratan dan lautan- Bila ada kesalahan dalam
mengambil air setetes, memotong kayu satu ranting, dan
dalam memimpin selamatan. Hamba mohon berkah dan
doa rtxtu. Selain itu, agar apa saja yang berada di atas
bumi serta dikolong langit, seperti binatang-binatang hutan
menganut syariat Kanjeng (yang Mulia) Nabi. Sekali lagi
hamba mohon doa restu dalam selamatan ini. Amin.
Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar.

Pekerjaan selanjutnya ialah memasang bagian kerangka


bangunan. Hal ini dilakukan dengan hati-hati agar suasana yang
bersifat sakral dan religius tetap terjaga.
Pada waktu para pekerja mendirikan tiang, kain bangun
tulak yang telah disiapkan dipasang pada ujungnya. Setelah itu
memasang blandar dan pengeret. hal itu sudah berarti memasang
janggrungan tanpa ander-ander. Kalau mau memasang ander,
sejumlah pekerja, yaitu sebanyak empat orang, naik di atas
pengeret. setelah ander dipasang di situ, barulah Molo atau
survungan dipasang di atasnya.
Pekerja yang menunggu di bawah segera menyerahkan
sesajian yaitu padi bunting (pari meteng), kelapa gading muda,
pisang raja, pohon tebu yang disebut tuwuhan (tumbuh-tumbuh-
an) untukdiletakkan di atas pengeret. Jangan lupa pula untuk
meletakkan perlengkapan makan sirih dan cermin kecil. Dan
orang lainnya juga sibuk menanam beras, air dan telur yang srrdah
dimasukkan ke dalam empluk ke tengah lantai atau jogan. lJntuk

163

./
rumah joglo ditambah dengan darah kambing jantan yang
sebelumnya sudah disembelih di atas uleng (tumpukan kayu di
atas saka guru rumah joglo).
malamnya diadakan tirakatan dengan jalan lek-lekan (tidak
tidur semalam suntuk) setelah sebelumnya menikmati hidangan
kenduri.
Di samping upacara seperti di atas, setelah 35 hari (selapan)
diadakan upacara tambahan yang disebut selapan. Upacara ini
tidak berbeda dengan yang dilakukan para ibu yang sedang
mengadung yakni bulan ke 3,7 dan ke 9. Yang jelas kalau sudah di
atas 35 hari rumah iersebut sudah dianggap kokoh.
Tepat pada hari yang ditentukan, yaitu sesudah Isya,
orang-orang sudah hadir semuanya. Banyak pula yang telah
mengadakan persiapan agar malamnya kuat berjaga (tidak tidur)
sampai pagi. Tidak lama kemudian hidangan kenduri sudah
disiapkan dalam suasana yang cukup khidmat.
Soal hidangan yang disediakan, hal itu tergantung dari
kemampuan si pemilik rumah. Kalau ia cukup mampu, maka
hidangan selapanan berupa tumpeng lengkap yang diletakkan di
antara besek yang berjajar. Tumpang itu berisi nasi putih dengan
sayur-mayur yang lengkap. Ditambah lagi dengan kue-kue seperti
jenang sengkala atau jenang makutha, jenang putih, jenang ireng
(hitam), jenang dhadhu, dan jenang merah. Semuanya ini untuk
menghormati saudara yang berada di dalam badan wadag kita,
yaitu sedulur papat lima pancer (termasuk tembuni yang dianggap
bernyawa). Kalau yang bersedia di atas tikar hanya besek dan lauk
gudhangan (sayuran yang diramu dengan parutan kelapa), pisang
raja dan tempe, berarti yang punya hajad termasuk orang yang
tidak mampu.
Setelah semua hadirin (yang memakai sarung dan kopiah).
memasuki rumah, mereka segera bersila di atas tikar. Setelah Pak
Kaum mengucapkan doa ala kadarnya, tumpeng boleh dipotong-
potong untuk dinikmati secara bersama-sama. Kadangkadang ada
yang langsung pulang membawa besek.

t@ i
l'.
I

I
Buku lcin ycng perlu crndcr
dcrpotkon segercl

Darmanlo Yatman, dkk Gary Provos


SEBUTLAH IA BUNGA lOO CARA
Kumpulan Sajak oleh Penyair-penyair Untuk Peningkatan Penullsan Anda
Kampus UNDIP
Hadi Santoso
RM.lsmunandar GAMEI-AN
JOGLO Tuntunan Memukul Gemelan
Arsitektur Rumah Tradisional Jawa
RM lsmunandar
Suyadi Respationo WAYANG
UPACARA MANTU JANGKEP Asal-Usul dan jenisnya
GAGRAG SURAKARTA Amir Maftosedono, SH
Drs. F.Soetarno SEJARAH WAYANG
ANEKA CANDI KUNO Silsilah, jenis, Sifat dan Cirinya
DI INDONESIA
Drs. Soedjarwo
Sambudhi DI SEKITAR BAHASA INDONESIA
JAZ, Kumpulan Karangan
Sejarah dan tokoh tokohnYa Drs. Sodjaruo
Made Sudi Yatmana, DI SEKITAR SASTRA INDONESIA
disumbagani Ki NarTosabdho Kumpulan Karangan
SIMPANG LIMA Amir Martosedono, SH
Sarojaning Jiwa Loka KumPulan MENGENAL SENJATA TRADISIONAL
Gegurhan Basa Jawa
Mas Ngabehi Wirosoekad ga
MISTERI KERIS
Asal Usul Keris

J
. .lri
P.Igmunandar K.

Arsitektur Rumah Tradisional lawa

SeSak jaman dulu, nenek moyang kita bangsa Indonesia telah


terkenal dengan nilai kebudayaannya yang tinggi. Diantara
peninggalan k ebudayaan mereka adalah bentuk-bentuk rumah
tradisional yang terdapat di daerah-daerah Indonesia.
t-
JOGLO merupakan bentuk rumah tradisional Jawa.
Segi-segi artistik dan bersifat relegius, mencerminkan
perpaduan s,..ri arsitektur dan nilai keagamaan. Sampai sekarang
telah banyak mengalami perubahan dan perkembangan,,
namun masih tetap digemari.

diu ngkapkan antara lein :


o Bentuk-bentuk rumah jawa r. ::; ,
.Peralatan yang digunakan
o Upacara sebelunr mendirikan rumah ';

o Cara memasang tiang utama (saka)


o Memasang dinding, atap dan pintu
Bentuk runnah limasan, masjid, kampung dan
o Bentuk panggang-PE

Anda mungkin juga menyukai