Anda di halaman 1dari 13

PSIKOLOGI

PERKEMBANGAN
Tugas Mata Kuliah Psikologi
Perkembangan

Dosen Pengampu : Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si

disusun oleh :
Riki Saputra 20731251013

JURUSAN PSIKOLOGI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
Psikologi Perkembangan
Riki Saputra

NB:

Psikologi perkembangan yang terbentuk dari Riki Saputra akan dicertikan melalui narasi
berbentuk cerita dibawah ini.

Bagian Pertama

“4 Ulu”

Aku anak kedua dari 2 bersaudara kala itu dan lahir tanggal 1 Agustus 1997 di
Palembang dan diberi nama “Riki Saputra”. Ini adalah awal perjalananku dalam menempuh
sebuah kehidupan. Aku akan memulai sesi perjalanan dalam perkembangan ini pada masa
kanak-kanak awal. Seperti yang kita tahu bahwa, tak semua kejadian masa kecil yang dialami
akan terekam oleh memori otak pada saat itu, sehingga ada banyak kejadian yang akan
terlupakan. Hal ini disebabkan oleh adanya amnesia infantil yang mungkin terjadi pada setiap
orang didunia ini.

Keluarga ku tinggal disalah satu daerah yang berada di Palembang yakni 4 Ulu. Di
tempat ini lah aku menghabiskan masa kanak-kanak awalku sebelum aku berpindah pada
daerah lain. 4 Ulu ini adalah sebuah nama untuk daerah pinggiran kota yang sempit dan dipadati
oleh penduduk atau biasa dibilang dengan “Gang”.

Gang 4 Ulu ini menjadi pertualangan pertamaku dalam perkembangan untuk


menempuh kehidupan masa kanak-kanak awal. Kata orang tua dulu aku dan abang ku sangat
disayangi oleh tetangga dan juga saudara yang berada disana. Waktu ku banyak dihabiskan
dengan saudara-saudara besar yang memomong kami pada saat itu. Dalam psikologi
perkembangan ini akan menjadi sangat baik karna lingkungan memberikan hal yang baik juga
terhadap ku. Hal ini membantuku untuk bertumbuh seperti anak semestinya yang berada
diusiaku. Perkembangan motorik halus dan kasarku juga berkembang dengan baik disini. Hal
ini dikarenakan lingkungan keluarga memberikan pembelajaran dan ruang bermain yang
sangat banyak terhadapku. Meskipun aku tidak masuk ke Taman Kanak-kanak namun banyak
saudara yang mengajari tentang pembelajaran sekolah sehingga kognitif ku juga ikut terasah.
Dalam menelisik sisi perkembangan dimasa kanak-kanak awal ini, memberiku
gambaran bahwa memang masa ini adalah fase bermain. Hal ini terbukti karna aku tidak pernah
memikirkan dunia secara luas dan hanya sekedar ingin bermain. Bermain ini juga menjadi salah
satu bentuk untuk sosialisasi dengan teman sebaya. Mempunyai banyak teman, memberiku
banyak pilihan bermain yang ingin kami mainkan. Tatkala kami juga bertikai dengan sikap
egosentris yang kami miliki karna berbeda pendapat untuk memainkan sesuatu permainan.
Pada suatu ketika aku dan temanku mempunyai masalah atau konflik sosial yang kami miliki.
Hal ini membuat kami berkelahi secara verbal dan diakhiri dengan kekerasan. Aku dan teman
ku berkelahi saat itu dan aku membuat jari tangan teman ku terluka karna aku menggigitnya.
Perkelahian reda seketika ibuku datang untuk melerai kami. Pada saat itu aku diabaikan karna
temenku dalam kondisi yang terluka, ibuku menggendong temanku untuk langsung diobati
sedangkan aku terlupakan dan dibiarkan sejenak disana tanpa diperhatikan. Walaupun sejenak
namum dampaknya begitu dalam terhadapku. Pada saat itu juga, aku baru merasakan ketakutan
karna 2 hal, yang pertama ketakutan karna khawatir dengan temenku dan kedua ketakutan
karna terabaikan oleh orang-orang terutama ibuku. Dampak hal tersebut masih terbawa sampai
sekarang yang implemtasinya aku orang yang senang menjadi pusat perhatian dan akan
menjadi khawatir ketika terabaikan dan merasa buruk ketika tidak diperhatikan.

Setelah kejadian tersebut usai, aku dinasehati dan juga diomeli oleh ibuku. Dari
kejadian ini juga aku memperoleh pembelajaran dalam hal baik dan tidak baiknya akan akibat
dari suatu hal yang kita lakukan apalagi ketika melukai seseorang. Dalam perkembangan juga
ketika aku dalam fase romantik lebih sering untuk tidak melukai dan rela untuk dilukai karna
kejadian tersebut. Membuatku lebih nyaman untuk tidak membuat orang kecewa karna
perlakuanku sehingga tidak banyak berani mengambil resiko, selalu meragukan diri sendiri dan
tidak mempunyai kepercayaan diri ketika diberi amanah dari orang lain. Ini layaknya trauma
yang aku dapati karna mungkin sikap egosentris dan belum mampu dalam mengambil makna
terhadap sesuatu.

Hal ini adalah hal yang paling kuingat ketika berada di 4 Ulu. Karna mungkin ini
menjadi titik, dimana aku memperoleh pengalaman yang membekas dalam ingatan. Tak
banyak yang bisa kuceritakan di 4 Ulu ini, sehingga kita akan berpindah pada bagian aku
tinggal di Taluk Kuantan.
Bagian Kedua

“Taluk Kuantan”

Part I

Masa kanak-kanak awal dan Akhir ( Sekolah Dasar )

Taluk Kuantan adalah desa kecil yang berada di Provinsi Riau, yang juga berdekatan
dengan Pekan Baru ibukota dari Provinsi Riau. Layaknya sebuah desa maka banyak hal yang
mungkin tertinggal dari kota-kota besar yang berada di Indonesia. Kala itu pusat informasi
yang desa ini punyai yakni tv dan juga radio namun tak banyak orang yang mempunyainya.
Dibandingkan dengan tempat tinggalku dahulu, maka masih rada maju 4 Ulu, namun yang
menjadi menarik disini adalah suasana dan juga kondisi desa yang tidak terlalu padat. Boleh
dikatakan penduduknya masih sedikit.

Keluargaku pindah ke Taluk Kuantan karna ibuku yang memintanya, ada beberapa
alasan yang membuat kami pindah, pertama karna lingkungan di tempat lama sudah semakin
beracun dengan maraknya kekerasan, penyalahgunaan obat dan banyak hal buruk lainnya. Hal
ini membuat orang tua ku khawatir akan keadaan kami seterusnya, sehingga jalan keluar yang
di buat yakni pindah. Untuk anak yang masih berada di masa kanak-kanak awal menuju akhir
menjadi hal yang lumayan berat. Karna kami juga mengalami perubahan yang drastis, dari segi
bahasa, teman, tetangga, lingkungan dan suasana. Namun hal ini bisa kami atasi seiring waktu
yang kami jalani disini.

Tempat ini menjadi bagian terpenting dalam membentuk karakterku di usia tersebut.
Banyak hal yang sudah kuingat disini, banyak juga cerita yang bisa disampaikan di sini.
Terutama pada fase perkembangan anak-anak akhir sampai remaja. Tempat ini adalah dimana
aku berkembang dalam fase anak-anak akhir. Setelah kepindahan dari tempat lama, orang
tuaku langsung mencari sekolah untuk kami. Kami menjadi murid pindahan karna memang
aku sudah SD kelas 1 dan abang kelas 3 di semester ganjil yang menuju genap. Namun baiknya
kala itu aku menjadi anak yang lumayan fleksibel sehingga cepat untuk beradaptasi, ini
mungkin karna aku banyak berteman di tempat yang lama bukan hanya berteman dengan teman
sebaya namun juga dengan orang dewasa. Hal ini membuatku menjadi pribadi yang suka
membuka obrolan duluan dengan orang lain.
Karna telah terbiasa dengan ditinggal orang tua kerja maka kami tidak ada kesulitan
dalam hal sekolah. Kami tidak perlu ditunggui dan juga ditemani ketika sekolah. Hariku
berjalan dengan lancar disini perkembangan dalam beberapa aspek seperti fisik, kognitif dan
moral juga kualami normal disini. Namun aksi modelling yang kudapati malah kearah yang
buruk. Dari melihat bapak yang suka merokok dan teman-teman juga penasaran untuk merokok
maka aku mencobanya. Awalnya sekedar bertanya apa enaknya rokok, kapan waktu enaknya
merokok dan lainnya. Hal ini pertama kali kucoba dengan rokok kertas dan berujung pada
rokok beneran. Teman sebaya menjadi suatu hal yang signifikan dalam pembentukan moral ku
dalam melakukan sesuatu. Kala itu kami bertekad untuk merokok, walaupun sudah tau bahwa
hal ini menjadi hal negatif, tapi kami masih mencoba karna rasa explorasi yang tinggi.
Pemikiran kami yang logis ternyata terkalahkan dengan rasa keiingin tahuan kami. Namun
kejadian itu tak berselang lama karna permasalahan ini kupecahkan dengan pemikiran bahwa
rokok itu ternyata hal yang benar-benar buruk dan juga tabu buat anak-anak kala itu. Akhirnya
aku memutuskan untuk tidak merokok lagi sampai saat ini. Dan aku juga sedikit menjaga jarak
terhadap teman-teman ku yang masih merokok saat itu. Ada perubahan nilai dan prilaku yang
kualami dengan menyikapi kejadian itu. Pola perubahan itu lebih ke mencari sesuatu yang
memang nyaman buatku dan akan mengabaikan hal yang membuatku tidak tenang. Seperti
contoh aku mulai mencari teman yang baru.

Selang berjalannya waktu ada musibah yang menimpa keluarga ku, bapak ku
kecelakan. Ini menjadi tantangan terbesar dalam keluargaku, karena hanya bapak yang mencari
nafkah. Selain itu, ibuku juga lagi tengah hamil adik kami dalam usia kandungan 5 bulan.
Musibah ini mengakibatkan bapakku patah tulang dibagian kaki kiri dan tidak bisa kemana-
kemana selain hanya berbaring dikasur. Ini mengakibatkan struktur dalam rumah tangga
berubah, yang biasanya ibu hanya menjadi ibu rumah tangga sekarang harus mempunyai
pekerjaan ganda yakni bekerja untuk kami. Ibuku adalah ibu yang terkuat, dengan segala hal
yang menimpa, ibuku masih setia bersama bapakku dan tidak meninggalkan keluarga. Hal ini
juga menimpa mentalku dan juga abangku, kala itu kami yang tidak cukup paham akan kondisi
hanya bisa bersedih akan kecelakaan itu. Aku masih berumur 7 tahunan kala itu, dalam fase
perkembangan life-event yang kami dapati bisa dibilang mempercepat perkembangan kami
dalam segi nilai dan moral yang kami miliki. Disini kami mulai untuk membantu ibuku
berjualan dirumah, waktu bermain kami berkurang sedikit. Hal ini merubah pola mindset yang
kumiliki yang awalnya hanya bermain sekarang menjadi membantu orang tua menjadi prioritas
utama. Dampaknya juga menjadi hal yang luar biasa aku menjadi anak yang cepat merasa iba
kepada orang yang lagi kesusahan karna kejadian itu. Rasanya aku pernah merasakan hal yang
sama terhadap apa yang terjadi.

Terlepas dari itu semua, selang setahun kemudian keluargku menjadi normal lagi,
bapakku sudah bisa bekerja namun ibuku juga tidak berhenti bekerja. Aku mengganggap nya
hal biasa namun ini memutus komunikasi kami dan ikatan kami menjadi renggang. Komunikasi
yang jarang membuat ikatan kami tidak terlalu kuat, karna kesibukan yang orang tua kami
miliki. Imbasnya kami sekeluarga menjadi canggung untuk saling mengunggkapkan perasaan
kami, apalagi untuk bercerita tentang hari ini. Namun bukan bearti hal ini menyusutkan kasih
sayang orang tua kami, orang tua kami sayang terhadap kami tapi cara meluapkannya yang
hanya berbeda. Kami tidak bisa menyalahkan keadaan yang memaksa yang dan kami harus
beadaptasi dengan hal tersebut. Hal ini juga membiarkan diri kami bebas dari banyak peraturan
namun kami tau dasar yang baik dan tidak sehingga bisa membedakaannya.

Jiwa ikut-ikutan dan tidak bisa melawan arus adalah hal yang wajib untuk diterima kala
itu. Ketika kita mencoba melawan arus maka siap-siap untuk kehilangan teman. Disini aku
pertama kali kenal pembulian yang sangat amat menyedihkan kalau dipikirkan sekrang. Betapa
tidak, pembulian ini terkait dengan satu anak yang mempunyai agama berbeda dikalangan anak
mayoritas saat itu. Pada intinya, pembulian ini terjadi pada anak perempuan yang mempunyai
agama berbeda dan hampir semua laki-laki yang berada pada kelas itu melihat rendah dan jijik
terhadap perempuan ini. Aku sebagai anak baru merasa heran dengan perlakuan yang diberikan
oleh teman-temanku yang laki-laki. Ini menjadi suatu yang baru bagiku dan aku tidak
sepenuhnya paham kenapa mereka begitu. Sampai-sampai ada satu temanku yang mengatakan
bahwa dia tidak mau menyentuh apalagi berjabatan tangan dengan perempuan itu. Aku hanya
terdiam dan tidak bisa melawan hal yang terjadi serta hanya bisa mengikuti arus agar tidak
dibenci juga. Hal ini mengajarkanku nilai dan moral yang bertentangan dari apa yang ku
pikirkan. Jiwa ku memberontak untuk berteman tapi arus yang kulewati sangat deras sehingga
aku hanya bisa berdiam diri dan tidak mengarungi arus itu. Trauma yang lalu juga tidak
membuat ku siap untuk tidak diperhatikan apalagi untuk tidak ditemani. Mungkin paham yang
mereka anut tidak terlalu di pahami secara menyeluruh bagi mereka sehingga ada kesalahan
berfikir kala itu.

Masa kanak-kanak akhirku bisa dikatakan berjalan dengan baik. Mempunyai banyak
teman bermain, pertumbuhan fisik normal, kognitif yang rata-rata normal perkembangan moral
yang mungkin sedikit lebih baik. Hal ini memungkinkan aku lebih peka terhadap seseorang
dalam melihat emosi yang mereka keluarkan dan lebih banyak sungkannya karna rasa tidak
enakkan dan takut membuat mereka terluka. Namun efek negatifnya aku lebih sering
memendam perasaan dan tak bisa diungkapkan karna tidak mempunyai wadah untuk bercerita.
Tapi hal baiknya aku cepat melupakan hal yang terjadi sehingga tidak terlalu lama untuk
memikirkan sesuatu yang membuat stress.

Perlu diperhatikan bahwa pengawasan dan pembibingan orang tua untuk membentuk
pengetahuan dan perkembangan anak menjadi penting. Lingkungan menjadi hal yang
signifikan dalam perkembangan anak, dari segi prilaku dan juga moral. Prioritas utama dalam
hal ini memberikan disiplin dan kebebesan yang dibatasi dan juga diawasi. Agar anak mengerti
konsekuensi dari segala sesuatu yang mereka lakukan. Jujur, aku tumbuh dan berkembang
selayak anak normal lainnya, tapi ada beberapa hal yang terlewat dalam segi pengetahuan diri
sendiri dan mengenali diri sendiri sehingga tidak mempunyai identitas sosial. Ada beberapa
penyebab yang membuat ku belum mendapatkan identitas sosial. Pertama kurangnya
pengetahuan akan diri sendiri, seperti tidak mempunyai tujuan, tidak memikirkan masa depan,
tidak mengetahui apa yang harus dikembangkan pada diri sendiri dan hanya memikirkan yang
disenangi saja kala itu. Aku merasakan hal ini ketika memasuki masa remaja.

Part II

Remaja Awal, Remaja Tengan dan Remaja Akhir ( SMP, SMA & Kuliah )

Perasaan pertama kali masuk SMP adalah senang karna akan bertemu hal-hal baru.
Menyenangkan kala itu memikirkan banyak hal yang akan dijumpai pada masa SMP. Dimulai
dari ospek yang memberikan pembelajaran yang tidak begitu bearti, pengenalan dan
pembelajaran sekolah yang menanti dan akhirnya kenal dengan namanya cinta monyet.
Memiliki teman baru ternyata begitu menyenangkan karna bisa berbagi cerita baru juga kala
itu.

Pertemanan menjadi hal yang penting untuk masa remaja. Di masa ini aku tidak
kesulitan dalam mencari teman. Sifat ku yang fleksibel membuatku bisa berteman sama siapa
saja, namun aku juga tau batasan untuk menemani siapa saja. Seperti halnya remaja maka
menjadi pusat perhatian dan diakui menjadi sesuatu yang disenangi kala itu. Salah satu cara
untuk terlihat keren adalah menyatakan cinta secara langsung di depan kelas. Layaknya seorang
remaja, hubungan romantik juga ikut berkembang disini, begitu pun denganku. Kala itu dengan
jiwa ingin diperhatikan dan ingin menjadi pusat perhatian maka aku menyatakan cinta secara
langsung didepan kelas dengan wanita yang sudah kudekati. Bentuk pernyataan itu juga
berbuah manis aku mendapatkan dia sebagai pacarku. Disamping itu aku juga menjadi terkenal
karna memiliki keberanian dalam menyatakan cinta kepada seseorang secara langsung. Ini
menjadi sebuah pride yang sangat tinggi bagiku. Namun ternyata tak berselang lama aku
diputuskan karna dia berpindah keluar kota. Disini aku mengalami masalah yang baru yakni
kehilangan seseorang. Ini adalah masalah yang membuatku menjadi semakin tidak percaya
diri. Pemikiran yang kualami saat itu menjadi lebih rumit karna aku lebih memikirkan bahwa
itu semua terjadi karna kesalahan yang ku perbuat dan tidak menariknya aku. Masalah ini
menjadikan aku pribadi yang lebih tertutup dengan perasaanku sendiri. Masa SMP yang
kujalani berjalan baik seperti semestinya tidak ada yang terlewatkan dalam segi perkembangan
namun disini aku belum bisa menemukan jati diri ataupun identitas diri sendiri.

Masuk masa SMK. Aku memilih jurusan Teknologi Komputer dan Jaringan (TKJ)
semasa aku SMK dulu. Jurusan ini tidak kupikirkan secara matang dan hanya terlintas ketika
melihat daftar jurusan dan ikutan teman. Kala itu aku masih belum mengerti tentang konsep
diriku sendiri. Hal ini biasa dibilang dengan penyebaran identitas atau identity diffusion. Ini
disebabkan karna aku berada dimasa krisis yang belum bisa melakukan explorasi atau memiliki
pilihan yang bermakna dan juga tidak memiliki komitmen dalam diri sendiri. Sehingga
membuat ku berpikiran jangka pendek dan tidak memikirkan masa depan. Mindset ku saat itu
hanyalah melakukan hal yang sewajarnya remaja lakukan tanpa memikirkan hal lainnya.

Pemikiran ini membuatku mundur secara perlahan dalam mengenal dan explorasi diri
sendiri. Akibatnya aku hanya melakukan banyak kesalahan yang aku sesali sekarang karna
ketidak mampuan kognitif ku saat itu dalam memikirkan masa depan secara matang. Pusat
informasi yang kudapati tentang kehidupan dalam melihat kehidupan sangat kurang.
Bimbingan yang baik dalam melihat suatu masalah dan menyelasaikannya juga sangat kurang.
Hal ini menyebabkan ku sekolah hanya sekedar sekolah. Tidak mendapatkan pengetahuan
apapun yang bisa menopang aku dalam kehidupan karna ketidak seriusanku dan tidak
mempunyai komitmen dalam menjalani kehidupan ku. Secara kognitif, biologi dan moral aku
bertumbuh seperti apa yang lingkungan harapkan namun secara mengenal kehidupan aku
masih nol. Ini yang membuatku menjadi pribadi yang hanya hidup untuk sekarang dan tidak
memikirkan masa depan. Yang penting senang untuk sekarang tapi tidak tau di masa depan.
Penyebaran identitas yang kualami membuat aku tidak tau siapa diriku dan apa yang harus
dilakukan untuk menjadi pribadi yang baik untuk kedepannya. Kebingungan ini membuat ku
menjadi remaja yang tidak memikirkan masa depan dan tidak punya harapan ataupun cita-cita
kedepannya. Pada masa ini pun aku tidak mengetahui apa minat dan bakatku dalam explorasi
selanjutnya. Kelanjutan kehidupan yang kutempuh hanya sekeder mengikuti arus yang tidak
berbuat apa-apa sehingga membuatku menjadi kehilangan identitas kala itu dalam segi
menghadapi kehidupan dan apa yang seharusnya kulakukan kedepannya.

Penyebaran identitas yang kudapatkan karna aku secara tidak mandiri untuk
mengexplore diriku sendiri. Mindset yang terbentuk hanyalah pemikiran untuk melakukan
runtinitas yang sudah biasa dilakukan. Tidak berani untuk keluar dari frame tersebut. Hingga
membuatku terjebak dalam situasi yang tidak memikirkan jalan menuju masa depan, keinginan
dan juga cita-cita yang harus aku komitmenkan. Pengalaman ini memberikanku kesulitan untuk
menentukan apa yang harus kutempuh untuk menghadapi perkuliahan besoknya. Secara
pemikiran dan biologis aku tumbuh semestinya namun disana aku masih belum bisa
mematangkan diri untuk mencari jati diriku sendiri.

Dimasa SMK ini ketika pada fase remaja madya aku masih belum tau tentang identitas
diri sendiri. Pada hal lainnya dalam fase perkembangan aku berkembang seharusnya seperti
memberikan dampak baik dan diterima oleh lingkungan, berteman dengan teman sebaya,
mempunyai ketertarikan terhadap lawan jenis namun juga mempunyai suasana hati yang tidak
menentu. Dalam perkembangan emosional disini masih naik turun dimana terkadang hal sepale
membuat suasana hati menjadi buruk seperti adanya jerawat dimuka membuat minder dan
galau saat itu. Dalam perkembangan sosial aku mempunyai banyak teman sebaya yang sangat
kupedulikan dan menjalin hubungan baik dengan senior disana. Namun terkadang masalah
muncul dalam perteman ketika mendapatkan kata yang tidak mengenakan dan membuat
insecure karna perkataan teman. Layaknya teman ini menjadi sebuah candaan tapi masih saja
menyakitkan untuk sementara kala itu. Dimasa ini perkembangan yang terlewatkan yakni
penentuan identitas diri yang telah kusebutkan diatas dan hal ini berdampak jangka panjang
terhadap perkembangan kehidupan dalam menjalani hidup ini.

Kelulusan pun tiba dan memulai untuk kuliah. Pada masa ini lagi dan lagi aku tidak
bisa menentukan apa yang seharusnya kulakukan dan membuat tujuan dengan jangka yang
sangat pendek untuk hidupku sendiri. Disini aku sudah bisa mengelolah sikap egosentris ku
sendiri, membuka diri untuk mencari pengalaman baru dengan teman baru dan juga memiliki
topeng yang bagus untuk diperlihatkan kepada masyarakat. Ini membuatku diterima juga
daalam lingkungan ku berada. Kala ini aku memutuskan untuk kuliah diperantauan yakni
Yogyakarta. Alasannya lagi-lagi ikutan dengan pilihan teman karna aku tidak mempunyai
pendirian dan minat yang memang benar-benar aku pikirkan. Didalam pikiranku juga jauh dari
orang tua akan membuat ku lebih mendiri dan punya ruang privat untuk tidak diusik.

Setelahnya, aku diterima disalah satu kampus yang ada di Yogyakarta dengan jurusan
yang pilihan yang kedua yakni Bahasa Inggris. Dengan berbekal rasa suka saja namun tidak
mempunyai basic yang bagus tentang Bahasa inggris, aku menjadi tertatih-tatih dalam
pembelajaran ini. Aku minder juga dengan kemampuan ku yang sangat tidak bagus kala itu
kalau dibandingkan dengan teman-temanku. Aku menyadari kala itu bahwa identitas diri yang
belum kutemukan membuat ku menjadi orang yang tidak pikir panjang terhadap pemilihan
keputusan untuk kehidupan. Boleh dibilang aku merasa salah jurusan dikala itu karna ketidak
mampuan ku terhadap jurusan ini. Ironi nya adalah aku harus meneruskan ini sampai lulus
untuk tidak membuat orang tua ku kecewa atas apa yang telah kupilih. Terbelenggu oleh rasa
tanggung jawab dan tidak mempunyai kejujuran membuatku meneruskan hal tersebut. Pada
akhirnya pembelajaran yang ku dapati sangan amat sedikit. Ini juga disebabkan ketidak
nyamanan ku terhadap apa yang kupelajari.

Krisis identitas menjadi momok yang paling menakutkan bagiku. Ketika semua fase
kujalani dengan baik dan menjadi manusia seharusnya namun aku malah tidak bisa mengenali
diriku sendiri. Ketidak mampuan ku dalam meexplorasi diri sendiri menjadi masalah yang amat
besar bagiku. Ini adalah kesalahan fatal yang kuperbuat, dampaknya membuat ku tidak
mempunyai tujuan yang jelas. Untuk berfikir menjadi apa kedepan saja aku merasa bingung,
karna potensi dalam diriku belum kutemukan dengan jelas, buat apa aku hidup juga belum
jelas. Terlepas dari semua fase perkembangan, pencarian identitas adalah hal yang paling
kulewatkan dan menjadi bagian dari diriku yang mebuatku tidak punya komitmen untuk masa
depan. Aku pernah ditanya tentang mau apa setelah kuliah oleh orang tua, aku hanya menjawab
seadanya karna kebingungan yang ku alami, aku juga tidak percaya diri dalam kemampuan
Bahasa inggris yang kupunyai. Tak mengenali diriku sendiri menjadi perangkap bagiku dalam
menentukan pilihan apa yang harus kujalani. Kebingungan ini dan tidak tau mau berbuat apa
mengantarkan aku kepada jalan menuju S2 dengan jurusan Psikologi.

Bagian Ketiga

Pencarian Identitas

Sempat nganggur beberapa bulan untuk menentukan mau kerja ataupun kuliah lagi
membuatku berfikir untuk bagaimana menjalaninya. Pada akhirnya memutuskan untuk kuliah
S2 karna beberapa alasan, yakni tidak percaya diri dengan kemampuan yang kupunya sewaktu
S1 dulu, menunda untuk bekerja dan masih bisa stay di Yogyakarta serta ingin menilisik untuk
mengenal diriku sendiri. Berbekal omongan kepada orang tua dan juga disetujui, kala itu aku
langsung mendaftar ke UNY dengan jurusan Psikologi. Berbeda dengan yang lalu-lalu, aku
mendaftar psikologi untuk mengenal diri sendiri dan juga ingin membantu anak-anak yang
mungkin dalam kesusahan di pembelajaran dan butuh bimbingan. Ini kulakukan karna melihat
dari kondisi sewaktu aku sekolah dulu yang mana anak-anak yang dicap kurang pandai malah
ditinggalkan tidak diperhatikan dan hanya dibiarkan. Berbekal hal tersebut aku menjadi ingin
berkontribusi untuk melakukan sesuatu.

Pencarian identitas diri yang kulakukan mungkin dibilang cukup terlambat karna aku
baru menyadarinya ketika sudah pada fase dewasa. Sepertinya hal-hal sebelumnya fase
perkembangan dewasa juga kulalui dengan normal hanya saja disini aku lebih memperhatikan
identitas diri yang ingin kumiliki.

Tibalah masuk kuliah, namun kuliah kali ini menjadi hal yang sangat berbeda
dikarenakan perubahan yang terjadi yang disebabkan oleh wabah Covid-19. Ini membuat
semua akses sekolah harus melalui kegiatan online atau biasa disebut dengan dalam jaringan
ataupun Daring. Namun ini tidak terlalu mengganggu bagiku karna tetap saja kami kuliah
seperti biasa yang membedakan adalah biasanya menatap dosen diruang kelas namun sekrang
menatap dosen di layar laptop. Disini aku bisa menganggap diriku sangat beruntung karna bisa
belajar tentang psikologi. Aku merasa nyaman dalam pembelajarannya walaupun rada banyak
tugas. Psikologi membuat fikiran dan juga mataku terbuka tentang bagaimana melihat manusia,
bagaimana cara memahaminya, bagaimana memahami perbedaan antara sesama manusia dan
yang paling penting bagaimana memahami diri sendiri.

Pencarian identitas ku pada fase ini dikit demi sedikit menemukan jalan yang terang.
Pembelajarn yang kulalui dan kudapati disini membuat ku menjadi pribadi yang lebih terarah
dalam berfikir. Ketika kami diberi pembelajaran tentangg konsep bagaimana manusia,
membuatku ingin terus menggali pembelajaran tersebut. Sudut pandang psikologi dalam
melihat manusia membuat pemikiran ku berkembang. Hal ini jugalah yang kuterapkan pada
diriku untuk melihat bagaimana dan apa yang diingingkan sebenarnya oleh pribadi yang
bernama “Riki Saputra” ini. Pembelajaran yang paling berkesan adalah bagaimana seseorang
itu harus mempunyai harapan. Dengan harapan orang terus bergerak maju untuk mencapainya.
Mencari jalur-jalur untuk bisa mengatasi masalah yang dihadapinya. Ketika seseorang
mempunyai harapan pun ini akan berdampak pada pribadi mereka yang akan selalu berfikir
maju kedepan, positif thingking dan juga optimis dalam melihat sesuatu.

Harapan ini menjadi titik balikku. Dengan menggantungkan harapan aku terus bergerak
maju. Hal ini juga membuatku mencari potensi pada diriku yang harus kukembangkan.
Harapan ini menjadi suatu cahaya yang membuatku menjadi pribadi yang lebih mengenal
diriku. Bersyukur aku mendapatkan pembelajaran yang kulalui ketika belajar tentang psikologi
ini. Banyak dampak baiknya terhadapku, aku juga menjadi manusia yang melihat sebuah
masalah bukan menjadi masalah melainkan tantangan yang harus kutangani. Dengan tidak
kehilangan harapan membuatku terus berusaha dan tidak kehilangan arah. Titik ini juga
membuatku menemukan apa yang seharusnya dulu ada pada diriku yani identitas diri sebagai
manusia yang ingin maju dengan segudang harapan yang ada pada diriku.

Namun tak bisa dipungkuri juga bahwa memang usia ini penuh dengan masalah.
Masalah dengan percintaan, lingkungan dan juga keinginan yang belum terpenuhi. Memang
begitulah untuk tumbuh dewasa pasti masalah ada saja yang muncul. Tapi kali ini berbeda
bagaimana aku menghadapi masalahnya. Dengan pengetahuan yang kumiliki dan pengalaman
ku lalui, membuatku bisa lebih berfikir secara jangka panjang dan juga jernih dalam
menentukan pilihan. Masa lalu memang tak bisa diubah namun dengan mengingatnya kita bisa
mendapatkan pengalaman yang dijadikan pembelajaran untuk saat ini.

Bagian Keempat

Penutup

Pribadi yang terbentuk dari Riki Saputra adalah kumpulan-kumpulan pengalaman yang
dia rasakan semasa hidupnya. Pengalaman itu membuat lebih bewarna walaupun ada masalah
yang terus datang terhadapnya. Fasa perkembangan yang dilalui secara normal dia dapatkan,
namun pencarian identitas diri menjadi hal yang terlewatkan. Dampaknya adalah membuat dia
tidak mempunyai komitment dalam kehidupan untuk bagaimana melihat masa depan.
Pemilihan hidup juga tidak secara matang dia pikirkan karna hal tersebut. Pribadi yang
ditonjolkan untuk dia meraih sukses masih dalam radar kebingungan karna belum matangnya
identitas diri yang dia miliki. Sampai akhirnya psikologi membuat dia memiliki identitas yang
dia cari selama ini.

Fase perkembangan adalah fase yang harus dilalui oleh setiap manusia. Perkembangan
yang baik juga tergantung bagaimana manusia itu menjalani fase perkembangannya. Hal-hal
yang terlewatkan mungkin akan berdampak secara jangka panjang terhadap individu. Sehingga
harus adanya perhatian dari orang tua dan juga pihak yang mungkin bisa memberikan individu
bimbingan dalam kehidupan. Menurut penulis pribadi akan lebih baik semasa SMA semua
murid diberikan pembelaran tentang bagaimana mengenali diri sendiri agar mereka tau apa
yang harus mereka lakukan dan tidak kebingungan dalam mempunyai identitas diri. SMA
adalah waktu yang tepat untuk memberikan mereka hal-hal yang harus mereka lakukan dalam
kehidupan. Karna pemikiran mereka sudah logis dan juga abstrak dalam melihat suatu
pendapat, sehingga ini akan sangat bermafaat bagi mereka dalam pembelajaran tersebut.

Anda mungkin juga menyukai