Anda di halaman 1dari 7

PUPUS

SMA. Senior High School. Apa sih yang kalian tau tentang SMA? Masa-masa
terindah saat remaja? Ajang menunjukkan kehebatan diri? Masa-masa dimana anak
baru gaul akan merasakan indahnya dunia? Atau kebalikannya? Masa SMA adalah
masa yang dibenci oleh sebagian orang yang memiliki kenangan buruk di dalamnya.
Masa SMA adalah masa-masa yang dibenci oleh setengah orang-orang yang tidak
percaya bahwa kebahagiaan akan tercipta dengan sendirinya. Manakah yang lebih
banyak dialami oleh orang-orang? Apakah masa indah? Ataukan masa mendung
dimana terdapat kenangan buruk yang telah kita alami.

*******

Namaku adalah Ananda Putri. Aku merupakan anak pertama dari keluarga
yang cukup berpengaruh di sekolah ini. Aku adalah siswa yang cukup sering
dimanfaatkan oleh siswa lainnya bahkan guru. Mengingat kakekku adalah donator
rerbesar yayasan sekolah ini.

Yah, itulah biografi singkat tentang namaku. Tinggalkan itu. Kali ini aku akan
menceritakan masa-masa SMA ku. Tepatnya sekarang aku duduk di kelas XII.
Tepatnya XII MIA 1. Kelas special dengan orang-orang yang special. Mengapa
special? Karena kami adalah kelas pertama dalam jurusan MIA. Kami adalah kelas
pertama untuk kelas lintas GEOGRAFI. Di kelas ini aku memiliki banyak teman
sesuai dengan karakter dan sifat mereka masing-masing. Ada Lina, Yuli, Egi, Ela,
Fatma, Misna yang merupakan teman terkocak yang ada di dalam kelas. Vera, Ika,
Fitra, Vira yang merupakan siswa terkalem di dalam kelas. Via, Ayu, Adel yang
merupakan tiga serangkai. Ada Kartika dan Intan yang sering dijuluki ‘lambat’ oleh
kami semua. Ada Suci dan Arif tang merupakan ‘brother’ku, Aco yang merupakan
ketua kelas, Rizal anak yang alay, dan tiga jendral Bayu, Berry, dan Fahri.

Aku tak menyangka sebentar lagi aku akan melepaskan seragam SMA ku,
seragam kebanggaan ku, seragam putih abu-abu. Selayaknya putih abu-abu, masa ini
adalah masa dimana ada moment yang membahagiakan dan moment yang tidak
bahagia. Untukku pribadi, masa SMA adalah masa dimana aku telah mengenal
banyak rasa baru dalam kehidupanku. Senang, haru, kesal, marah, jengkel, bahagia,
sakit hati, dan masih banyak rasa yang telah ditawarkan kepadaku, dan aku rasa
bukan hanya kepadaku, tetapi tentunya sebagian besar orang-orang yang melewatinya
dengan penuh keterbukaan. Layaknya permen nano-nano, masa SMA mengajarkanku
akan rasa yang campur aduk dan tak dapat tergambarkan baik lisan maupun tulisan
olehku. Rasa yang asing yang hampir dirasakan oleh seluruh remaja yang ada di
dunia.

*******

Hari ini adalah hari yang cerah. Langit menebarkan birunya dengan jernih.
Seperti biasanya, aku berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki. Karena sekolahku
cukup dekat dari rumah, alangkah baiknya aku berjalan kaki saja. Di pintu gerbang
aku berpapasan dengan teman ku, dia adalah Fatar. Fatar adalah teman laki-laki yang
cukup dekat denganku dan aku suka bergaul dengannya. Orangnya baik, ramah, dan
humoris. Aku selalu bercanda dengannya saat waktu istrahat dan sebelum rapat
organisasi. Yaah, bisa di bilang, Fatar adalah teman yang sudah ku anggap sebagai
saudaraku sendiri. Entahlah, biasanya aku tak terlalu dekat dengan teman-temanku,
tapi untuk Fatar, yah sepertinya dia adalah pengecualian.

Kami bahkan sudah berteman dekat. Fatar sering mengunjungiku saat istirahat
atau jika ada jam kosong pada kelasku. Dan kunjungannya bersifat rutin, sehingga
membuat teman-temanku mulai menaruh curiga. Mereka beranggapan bahwa Fatar
dan aku mempunyai hubungan sepesial, yang tentu saja aku jawab ‘tidak’ dengan
tegas, kami hanyalah sekedar berteman. Jujur saja, untuk urusan percintaan, aku tidak
terlalu tertarik. Sebut saja aku ‘kolot’, ketinggalan zaman, atau bahkan ngga up to
date, tapi inilah aku. Dan semua teman-temanku tau bahwa aku adalah orang yang
tidak pernah pacaran sampai dengan sekarang, suka pada orang pun tidak. Kalau
sekedar fans, yaaah aku punya fans tentunya, tetapi hanya sebatas fans, tidak lebih
dari itu.

Pertemanan kami berjalan cukup lancar, bahkan pertemanan kami sudah aku
anggap sebagai ikatan persahabatan. Tetapi, sesuai pepatah, dimana ada pertemuan
pasti ada perpisahan. Seperti itulah persahabatan kami. Karena satu kejadian yang
membuat aku sadar, bahwa ternyata, ikatan persahabatan kami hanya sekedar
persahabatan tanpa arti yang sebenarnya.

Hari itu aku dikagetkan dengan berita dari temanku yang bernama Julia bahwa
Fatar telah menyebarkan gossip yang tidak masuk akal pada kelasnya, bahwa aku,
Dina, Windari, teman terdekatnya adalah perempuan yang terlalu dekat dengannya,
dan telah menganggap Fatar laki-kaki spesial. Bagaikan disambar petir siang bolong,
aku meneriaki Julia dengan kencang, kaget, dan bahkan tak percaya, bahwa kata-kata
itu lahir dari sahabat yang sudah ku anggap seperti saudara.

“Serius Julia? Dia ngatain itu ke kamu?” Ucapku lirih. Tak percaya dengan
apa yang barusan aku dengar.

“Ya. Aku ngga berani boong sama kamu Ainun. Kalau kamu ngga percaya,
kamu tanyain aja sama temen-temenku yang di kelas. Aku berani sumpah, aku ngga
salah denger”. Ujar Julia sambil menatapku seperti seseorang yang telah hilang
orientasi.

Aku menggelengkan kepalaku tak percaya. Ternyata teman yang selama ini
telah ku berikan kepercayaan, dan bahkan telah kuanggap sebagai saudara ku sendiri,
ternyata adalah teman yang tidak mengerti akan ikatan persahabatan itu seperti apa.
Aku dihubungi oleh Dina yang juga tak terima atas perkataan yang Fatar keluarkan.
Sejujurnya, aku adalah orang yang paling benci dengan namanya penghianatan.
Walaupun hanya sekedar sahabat, tapi aku tetap sakit karena gara-gara masalah ini
namaku jadi buruk di mata orang lain. Dan aku benci itu!

Aku dan Dina sepakat bahwa kita akan menemui Fatar dan akan menanyakan
kejelasan dan kebenaran tentang berita yang telah aku dengar. Tapi dengan santainya
iya bilang bahwa berita itu tidak benar. Aku dan Dina salah paham. Ia malah
menyalahkan Julia yang tak tau apa-apa. Ia menyalahkan Julia lah biang kerok yang
memutuskan persahabatanku dengannya. Astagah, aku tak tau harus berkata apa lagi.
Dengan marah, aku pergi meninggalakan Fatar dan pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, aku bahkan dikagetkan dengan berita di medsos


bahwa akulah yang telah menyebabkan Fatar putus dengan pacarnya. Aku bahkan tak
mampu lagi berkata-kata melihat berita tersebut. Di tambah dengan Julia yang dan
Diana yang menginfokan bahwa Fatar telah memberberkan masalah ini pada salah
satu teman sekelasku. Aku berteriak frustasi. Marah dengan keadaaanku sekarang ini.
Sebenarnya apa mau Fatar sebenarnya? Apakah ia memiliki dendam kepada ku?
Apakah aku telah berbuat kesalahan fatal? Sehingga ia dengan mudahnya
membeberkan berita yang tidak benar sama sekali pada teman-temanku.

Aku sedih, bahkan aku tak bisa lagi menggambarkan perasaanku sekarang ini.
Sedih, marah, jengkel, semuanya jadi satu. Seperti menelan asam jawa. Pahit, sedikit
asam, asin. Tidak enak sama sekali. Aku mencoba tenang, tetapi tidak bisa. Ini adalah
pengaruh asing, yang aku tak suka dampak yang ditimbulkan terhadap aku dan
perasaanku.

Akhirnya, Suci, yang merupakan teman terdekatku datang pada malam itu.
Aku bersyukur, karena ada tempat yang dapat menampung masalah yang aku
tanggung belakangan ini. Sepertinya Suci tau masalahku. Dan ia bertanya dan lahirlah
ceritaku. Aku menumpahkan seluruh perasaanku terhadap Suci. Aku menceritakan
semua masalahku tanpa satupun yang terlewat. Suci akhirnya mengerti. Dan ia
berjanji akan membantuku untuk menyelesaikan masalahku dengan Fatar.
Besoknya tepat malam hari, aku membuka situs blackberry messenger ku dan
mulai menghubungi duluan Fatar. Dengan ogah-ogahan aku mengetikkan salam
pembuka untuk mengawali proses penyelesaian masalahku. Ia meresponnya dengan
cepat. Aku sudah menjelaskan bahwa aku belum mau menjalin persahabatan kembali
dengannya. Ia tak terima, ia meminta maaf kembali padaku. Memang, aku sudah
memafkannya, hanya saja untuk kembali menjalin persahabatan dengannya aku
belum bisa. Aku ingin menentramkan hati dan pikiranku kembali. Berfikir dengan
jernih atas apa yang telah terjadi, dan menata ulang kembali tentang semua ini.

Aku sudah memafkannya. Hanya saja, untuk kembali menjalin sepertinya aku
belum siap. Yaah, anggap saja sekarang ini aku akan kembali menjalin pertemanan
yang biasa saja. Sekali lagi hanya pertemanan, bukan persahabatan. Bukan aku
membenci Fatar, hanya saja aku masih ingin menghindari orang yang seperti Fatar
dan Fatar itu sendiri.

Aku akhirnya bisa sadar bahwa suatu ikatan belum tentu mengikat, bahwa
suati ikatan belum tentu tidak menghianati, bahwa suatu ikatan belum tentu tidak
akan terlepas dengan ikatan yang lain, bahwa ikatan belum tentu terikat seperti apa
yang kita bayangkan. Karena terkadang ikatan yang kita buat belum tentu akan terikat
sempurna, akan ada banyak hal yang membuat ikatan itu longgar dan terlepas,
dimana ikatan itu kembali akan terbentuk jika ada orang yang akan memperbaikinya
dan kembali akan terikat.

Kesempurnaan suatu persahabatan bukan terletak pada betapa sempurnanya


orang-orang dalam ikatan tersebut. Persahabatan yang sempurna adalah persahabatan
yang diawali dengan kebersamaan, dijalani dengan kepercayaan, dan di pertahankan
dengan perasaan saling mengerti. Memang pada dasarnya, sesuatu yang sempurna
tak ada, tapi apa salahnya kita mencoba? Let’s try and do it! Believe you can!

Anda mungkin juga menyukai