Anda di halaman 1dari 2

CALL ME INTROVERT

Namaku Thalia Angelika. Biasa dipanggil Lia. Aku seorang pelajar yang sedang
menempuh pendidikan di SMAN 25 BATAM. Sudah 2 tahun lebih (hampir 3 tahun), aku
menimbah ilmu di tempat ini. Aku tidak terlalu mendapat pengalaman yang berarti selama 2
tahun ini, karena di tahun sebelumnya pembelajaran berlangsung secara online disebabkan
oleh pandemic. Selama pembelajaran secara online, aku tidak menemukan teman yang cocok
untuk berbagi cerita. Alasan lainnya, karena aku seorang introvert.

Saat pembelajaran offline diadakan untuk pertama kalinya, kami diminta untuk
memperkenalkan diri di depan kelas. Saat tiba giliranku, aku merasa sedikit gugup. Namun
kegugupanku perlahan menghilang bersamaan dengan kalimat terakhirku dalam perkenalan
diri. Aku pun melewati hari pertama pembelajaran tatap muka ini dengan rasa bosan.

Hari berlalu dengan begitu cepat, sekolah pun melakukan vaksinasi untuk mencegah
penyebaran Covid-19. Aku pun mendatangi lokasi vaksinasi yang dilaksanakan. Sesampainya
di sana, aku kebingungan dan tidak tahu harus bertanya dengan siapa, ditambah lagi dengan
banyaknya kerumunan membuatku pusing. Namun keberuntungan sedang berpihak
kepadaku. Aku berjumpa dengan teman sekelasku, ia adalah Dona. Dia baru saja selesai
vaksinasi dan akan segera pulang. Aku pun bertanya dimana tempat vaksinasi untuk sekolah
kita, lalu ia menjawab langsung masuk saja ke dalam, nanti akan diarahkan oleh panitia di
dalam sana. Selepasnya, aku mengucapkan terimakasih dan langsung bergegas ke dalam.

Gugup dan takut. Itu yang sedang kurasakan. Aku punya pengalaman buruk soal
suntikan. Ketika masih di jenjang SD dan SMP, aku selalu merasa lemas dan pusing setelah
disuntik. Hal ini cukup membuatku trauma. Namun kali ini rasanya berbeda. Aku tidak
merasa lemas ataupun pusing seperti yang sudah kuduga-duga sebelumnya, hanya sedikit rasa
nyeri di bahu kiri.

Pada vaksinasi kedua, aku kembali dipertemukan dengan Dona. Kali ini kami duduk
bersama. Seperti biasa, aku tidak memulai banyak percakapan dengannya. Kami hanya
berbicara tentang dia yang mengira aku adalah teman SD-nya, selebihnya kami hanya
tenggelam dalam pikiran masing-masing. Kegiatan vaksinasi berjalan dengan lancar. Namun
ketika pulang, aku tidak bertemu lagi dengannya, kami sudah terpisah sejak antrean masuk
untuk penyuntikan.

Hari-hari kembali berlalu, aku dan Dona dipersatukan dalam kelompok menari. Sejak
itu, kami mulai akrab, ditambah lagi dengan banyaknya kesamaan seperti menyukai
boygroup asal Korea Selatan, BTS dan lain-lain. Awalnya kukira ia memiliki sifat dingin,
dikarenakan mata tajamnya yang sering mengintimidasi. Namun ternyata itu berbanding
terbalik dengan sifat aslinya. Ia ramah dan lucu. Kami sangat sefrekuensi.

Ketika menduduki bangku kelas XII, hubungan kami semakin erat bagaikan tali
pancingan yang elastis namun sangat kuat. Kami banyak bercerita tentang satu sama lain,
dimulai dari kehidupan pribadi, keluarga, sekolah atau pendidikan, bahkan sampai informasi-
informasi terbaru dari BIAS (Being Inspired and Addicted to Someone) atau anggota dari
grup idol K-Pop yang difavoritkan kami. Kami juga sering bermimpi tentang bagaimana
rasanya bertemu dengan mereka secara langsung, meminta tanda tangan mereka, dan menjadi
teman atau sahabat mereka suatu hari nanti jika berkunjung atau menetap di Korea Selatan.

Dona mengubahku menjadi pribadi yang lebih terbuka. Aku sangat bersyukur
memiliki sahabat sepertinya. Meskipun berbeda agama, namun kami saling mengasihi. Ada
banyak kenangan indah yang sudah kami lewati dan tak ingin terlupakan. Aku berharap
hubungan persahabatan kami terus berlanjut sampai selamanya.

Batam, 10 September 2022


Thalia Angelika – FLM

Anda mungkin juga menyukai