(GENERASI DE BRITTO)
Bimbang, sebuah kata yang mengarah kepada keraguanku untuk menentukan pilihan. Di saat
itu, aku berada di kelas 9 dimana aku memiliki kewajiban untuk memilih Sekolah Menengah Atas
untuk pendidikanku. Aku Valent, seorang pemuda biasa yang belum memiliki pengalaman karena
sejak kecil aku berada di dalam lingkungan yang sama. Ditengah kebingungan tersebut, aku
teringat dengan cerita yang aku anggap unik dari orang tuaku dimana ada kakak sepupuku yang
sekolah di SMA Katolik Yogyakarta. Dalam cerita tersebut diceritakan bahwa sekolah tersebut
hanya berisikan laki laki dan murid muridnya dibebaskan oleh sekolahnya untuk berekspresi dan
yang paling membuatku tertarik adalah kata “boleh gondrong”. Diceritakan juga bahwa di SMA
tersebut juga diajarkan Pendidikan karakter yang bagus sehingga orang tuaku pernah
menyuruhku untuk masuk ke SMA tersebut, SMA tersebut bernama SMA Kolese De Britto. Sejak
mendengar cerita tersebut, aku menjadi tertarik dan mulai mencari tahu tentang SMA tersebut.
Aku beberapa kali bertanya kepada alumni SMPku yang masuk ke SMA Kolese De Britto tersebut
dan bertanya tentang bagaimana sekolah disana dan cara masuk SMA tersebut. Keinginanku
untuk masuk SMA Kolese De Britto sudah ada sejak aku berada di kelas 7. Sejak kelas 7 hingga
9 awal aku sudah mencari informasi informasi dan belajar menaikan nilaiku agar bisa diterima di
SMA tersebut. Hingga pada saat 2 minggu sebelum penerimaan siswa baru, aku mulai ragu
dengan pilihanku. Banyak orang orang yang menagatakan bahwa masuk ke SMA Kolese De
britto sangatlah susah karena pesaingnya ada ribuan dan isinya adalah anak anak pintar semua.
Aku ragu disana karena nilaiku pas pasan dan aku tidak begitu pintar, bisa dilihat pada saat uji
coba try out aku hanya berada di peringkat 28 dari 29 siswa karena aku malas belajar dan hanya
menjawab asal. Guru guru yang mengerti bahwa aku ingin masuk ke SMA Kolese De Britto
tersebut kebanyakan menertawaiku dan mengatakan bahwa aku tidak akan bisa masuk ke SMA
tersebut. Hal tersebut membuatku hilang semangat dan jatuh dalam kebimbangan. Aku mulai
pesimis untuk bisa diterima di SMA tersebut, hanya orang tuaku dan teman teman terdekatku
yang menyemangatiku. Hingga sampailah hari pendaftaran penerimaan siswa baru, aku
memutuskan untuk tetap mendaftar di SMA tersebut dengan pemikiran untuk mendapatkan
keinginanku yang sudah lama aku inginkan dan ingin memutar balikan omongan guru guru yang
menertawaiku.
SMA Kolese De Britto menerima muridnya dengan cara memberikan Tes. Aku yang
berasal dari Klaten hanya bermodalkan niat dan percaya diri nekat untuk mendaftar di SMA
ternama tersebut. Aku hanya bersama 7 orang temanku yang berasal dari SMP yang sama
mendaftar bersama ke SMA tersebut. Setengah jam sebelum masuk ke ruangan tes, kami
berkumpul dan melihat lihat area SMA tersebut. Teman temanku pada sibuk belajar supaya bisa
mengerjakan tes, sedangkan aku hanya bermain hp dan foto di patung yang menjadi ikon SMA
Kolese De Britto. Aku mengerjakan soal tersebut sebisaku walau banyak yang salah tetapi aku
percaya dengan diriku. Setelah selesai tes akademik, aku melakukan tes wawancara dengan
Satu bulan setelah melakukan tes pendaftaran, tiba saatnya pengumuman penerimaan
siswa baru. Waktu itu aku buru buru untuk pulang dan segera membuka website untuk melihat
apakah nomorku ada dalam daftar tersebut atau tidak. Saat aku lihat ada nomorku disana, aku
sangat senang hingga berlari ke ruangan orang tuaku untuk memberi tahu bahwa aku diterima di
SMA Kolese De Britto. Orang tuaku juga ikut senang karena aku bisa diterima di SMA ternama
di Yogyakarta. Keesekoan harinya, aku sampai di sekolah dan banyak sekali yang bertanya
apakah aku diterima dan mereka semua memberikan selamat kepadaku. Tidak semua teman
temanku yang mendaftar diterima di SMA Kolese De Britto tersebut sehingga hal tersebut
membuatku bangga karena aku bisa diterima dari ribuan siswa yang mendaftar di SMA tersebut.
Seperti yang sudah kukatakan, aku merupakan pemuda yang dari kecil hingga sekolah
menengah pertama berada di lingkungan yang sama sehingga hal tersebut membuatku kurang
paham tentang beradaptasi di lingkungan baru. Kala itu, kelas 10 dilaksanakan dengan cara
online sehingga membuatku tidak bisa berkomunikasi dengan baik dengan teman teman baruku.
Jujur aku mengalami ketakutan karena aku masuk di jurusan IPS dimana teman temanku diterima
di MIPA sehingga aku di IPS sendirian tanpa ada kenalan satupun. Pada zaman itu, aku masih
sering bermain dengan teman SMPku sehingga aku tidak fokus untuk berkomunikasi dengan
teman SMAku. Kegiatanku pada saat itu hanyalah kelas online, tidur , bermain game, menonton
film. Temanku di kelas 10 sangatlah sedikit karena aku masih terikat dengan zona nyamanku
dimana itu berisikan teman teman SMPku. Hal tersebutlah yang menjadi penyesalanku karena
tidak ingin keluar dari zona nyaman dan malah memilih untuk berteman dengan teman SMP saja
sedangkan teman di SMA hanya untuk menjadi formalitas saja menurut saya.
Tidak terasa, kelas 10 sudah berakhir dan aku dinyatakan naik ke kelas 11. Pada saat itu
aku memiliki pemikiran untuk berubah. Berubah yang kumaksud adalah untuk keluar dari zona
nyaman dan mulai bergaul dengan teman teman SMA. Aku mulai berdinamika dengan teman
teman di kelas 11 walaupun masih online, aku sering bermain game bersama dan mengobrol
hingga larut malam. Karena pemikiran dimana jika aku seperti ini terus, aku tidak bisa berekspresi
seperti diriku biasanya dimana bisa bercanda dan bergaul dengan banyak teman dan aku berniat
untuk menemukan teman yang sefrekuensi denganku di SMA ini. Karena itulah di kelas 11 aku
sering bermain keluar dan nongkrong dengan teman temanku hingga saat ini.
Dinamikaku bersama teman teman SMA bisa kukatakan sebagai Nirwana karena aku
akhirnya menemukan “rumahku” karena di SMA ini teman teman yang kudapatkan selalu
mendukung dan bisa membuatku untuk bebas berekspresi tanpa ada rasa tidak enak atau malu
karena semua teman teman di SMA ini adalah cowo semua sehingga tidak ada hambatan untuk
tidak menunjukan jati diri dan ekspresiku. Banyak pengalaman pengalaman berdinamika
bersama teman teman SMA ini yang membuatku memiliki pemikiran baru dimana teman SMA ini
lebih solid dibandingkan dengan teman SMP dan hal tersebut merupakan fakta menurut saya.
Karena jika aku sedang kesusahan teman SMA pasti ada dan sebaliknya. Dinamikaku bersama
teman teman ini memang tidaklah lama tetapi dinamika yang aku alami sangatlah terasa dan
Pada kelas 10, kami memang belum mengenal satu sama lain dan ditambah aku tidak
memiliki banyak teman sama sekali. Waktu itu ada seorang anak yang mengajak untuk pergi
holid ke pantai. Aku merasa tertarik dengan agenda acara tersebut dan aku akhirnya
memutuskan untuk mengikuti acara tersebut. Aku berangkat dari Klaten pukul 06.30 dan berada
di titik kumpul jam 08.00. Setelah semua berkumpul kami langsung menuju ke pantai yang sudah
ditentukan. DI perjalanan aku memiliki pengalaman yang memalukan karena aku menabrak dan
hampir jatuh ke jurang karena terlalu fokus pada kamera sehingga aku terjatuh dan motorku
hampir masuk ke jurang. Banyak teman teman dan angkatan 22 yang menolongku, disana aku
sangat malu. Sesampainya di Pantai kami bermain air dan bersenang senang bersama sehingga
hal tersebut membuat angkatan 23 ini menyatu. Itulah pengalaman kelas 10ku yang membekas
Kelas 11 merupakan tahun pertama aku merasakan pelajaran offline selama aku
bersekolah di JB. Aku masuk ke kelas 11 dan langsung berbincang dan bercanda dengan teman
temanku di kursi belakang. Aku di kelas 11 IPS 1 selalu duduk di paling belakang karena ingin
tidur dan karena kebanyakan teman temanku berada di kursi belakang juga. Setiap pelajar aku
selalu mengobrol dengan teman kananku bernama Bopeng, Devan, Clemen dan Burhan. Setiap
hari selalu kursiku berada di posisi yang sama karena sudah dipesan dan sekelas sudah tahu
jika kursi itu selalu aku pakai sehingga aku selalu santai jika masuk ke kelas. Hingga pada suatu
hari aku berada di pelajaran Indonesia, aku dan Bopeng mengobrol dengan suara yang kencang
tanpa disadari seisi kelas tenang dan ada merah merah dimataku dan Bopeng. Ternyata kami
berdua diberi peringatan melalui mata kami yang dilaser menggunakan laser pointer disana aku
dan Bopeng hanya tertawa dan meledek gurunya dan akhirnya kami dimarahi. Pengalamanku di
kelas 11 lebih ke dinamika kelas karena setiap harinya kami selalu berbincang di belakang dan
jika pulang kami selalu nongkrong di kos teman kami bermain FIFA hingga mau diusir pemilik kos
kosan.
Kelas 12 adalah masa dimana aku memiliki dinamika yang paling memorable menurutku.
Karena pada kelas 12 ada event DBL dan itu membuat aku dan teman teman berkontribusi untuk
menyiapkan keperluan supporter Debritto. Disana aku berkontribusi sebagai panitia tiket
sehingga aku bersama temanku Salyo mengatur untuk menjual tiket kepada murid JB, alumni JB
dan jika sisa dijual ke publik. Sebelum event mulai, kami membuat koreo bertuliskan
“MENTALITA” dengan background macan karena macan merupakan sebutan JB yaitu macan
demangan. Proses pembuatan koreo bukan dari angkatan 23 saja melainkan ada angkatan 24
dan 25 yang juga membantu. Kami selalu mengerjakan Koreo hingga larut malam selama
beberapa minggu karena kami niat untuk mensupport tim basket Debritto. Banyak keringat yang
dibuang untuk membuat koreo tersebut, banyak tenaga untuk menggerakan 3 angkatan supaya
bisa menanyikan chants untuk supporteran di tribun, banyak permasalahan yang kami hadapi
mulai dari debat membuat koreo dan mengajukan permohonan ke sekolah untuk mengadakan
supporteran tersebut. Ada suatu moment yang membuatku kecewa dengan kepemimpinan di JB
ini karena tradisi JB saat supporteran adalah long march jalan dari sekolah hingga Gor UNY, kami
juga menginginkan tradisi tersebut dan sudah mendiskusikan dengan Romo dan Kepala Sekolah.
Tetapi jawaban yang saya dapatkan dari Kepala Sekolah sangatlah tidak masuk akal dan
sangatlah konyol menurut saya. Pak Catur mengatakan jika jalan ke GOR UNY akan membuat
kemacetan, tetapi dari saya sendiri yang sudah mendiskusikan dengan panitia DBL dimana kami
akan dibantu polisi DIY untuk membuat laju lalu lintas tidak macet. Berbagai argumen sudah saya
katakan untuk membuat tradisi tersebut tetap berjalan, tetapi respon kepala sekolah sangatlah
bebal dan membuat saya kecewa. Dan pada akhirnya kami mengalah dan menjadikan GOR UNY
sebagai titik kumpul. Tibalah pada hari pertandingan pertama melawan MAN 1. Saya dengan
semangat mendukung tim basket dengan ekspektasi menang karena melawan negeri bosokan
sehingga saya sangat semangat menyaksikan JB menang, tetpai pada hasilnya JB harus
mendapatkan kekalahan yang memukul hati saya beserta teman teman yang sudah semangat
mendukung sehingga ada air mata yang terteteskan dan ada hati yang patah semangat karena
Itulah cerita cerita dinamikaku bersama temanku yang akan kukenang hingga esok hari
karena menurutku pengalaman tersebut adalah pengalaman yang mengukir rasa di hati karena
rasa kebersamaan yang baru aku rasakan dan pertama kalinya aku menyukai sekolahku. Banyak
perasaan campur aduk karena jika menceritakan seperti ini membuat rasa sedih karena jika
diingat pengalaman tersebut seperti beberapa bulan lalu tetapi nyatanya waktu terus berlalu
Sedikit keluh kesahku beberapa waktu ini, dimana teman teman sudah fokus untuk
memasuki Universitas yang diinginkan. Ada beberapa yang sudah diterima SNM dan ada yang
gagal. Aku tidak memikirkan itu karena aku sudah diterima di Univ yang aku inginkan sejak
Agustus 2022. Tetapi aku selalu mendukung teman temanku yang ingin masuk ke Univ yang dia
inginkan. Selalu aku berpikir seperti “kok cepetmen yo rasane cok?” kepada teman teman
dekatku. Dijawabnya dengan “yo pie neh su, siap ra siap kudu siap e”. Mendengar kata tersebut
memang benar bahwa kita mau tidak mau harus merelakan karena tidak semuanya bisa berjalan
sesuai dengan apa yang kita mau. Jika sedang nongkrong dan tiba tiba ada yang membahas
seperti ini pasti aku akan berkata “hahaha, kelingan rak biyen awak dewe tau nenggel mobil ngasi
bemper e ambyar”. Pengalaman bodoh itu selalu aku ingat dengan temanku bernama Radit. Kami
berdua ceritanya sedang perjalanan balik sehabis beli cilok, aku menyetir motorku melalui pos
polisi UIN, karena kukira tidak akan ada polisi jam segini. Nyatanya ada polisi dan aku panik
karena motorku tidak ada spionnya, karena panik aku tidak sadar dan mengeggas motorku
dengan kencang dan akhirnya kami berdua terbang terpental dari motor karena menabrak mobil.
Respon pertama yang aku lakukan adalah pura pura pingsan karena malas harus menukar duit
yang banyak karena merusak mobil dan temanku luka parah karena terseret motorku. Itu adalah
pengalaman yang sangat bodoh tetapi lawak jika diceritakan. Banyak pengalaman pengalaman
yang aku dan temanku ceritakan jika ada topik pembahasan tentang waktu kami yang sebentar
lagi pisah.
Quotes yang menurutku sangat mengena dan sangat pas dengan keadaanku saat ini.
Tidak disangka waktu berlalu dengan cepatnya dan kamipun harus berpisah satu per satu karena
harus mengejar masa depan dan impian kami masing masing. Memang benar kami selamanya
tidak bisa bersama karena harus dipisahkan melalui pendidikan, tetapi sedih rasanya karena baru
dirasa kemarin kita kenal dan sekarang kita akan pisah. Tinggal hitungan hari kami akan
menyelesaikan Ujian Sekolah dan akan tiba waktunya kami melakukan perpisahan. Aku yang
akan lanjut studi di Surabaya, teman temanku yang lanjut di Malang dan ada juga temanku yang
menetap di Jogja. Banyak kenangan kenangan yang akan tersimpan olehku karena perasaan
yang kudapatkan selama 3 tahun bersekolah di SMA ini bukanlah waktu yang singkat sehingga
pasti akan tetap terkenang bagiku. Dan mau tidak mau kita harus siap dengan keadaan yang
Dari SMA Kolese Debritto aku belajar banyak, bukan hanya pelajaran tetapi rasa
persaudaraan yang memang nyata. Awal masuk aku hanya berpikir dimana brotherhood tidak
akan terasa karena banyak orang orang yang tidak saling mengenal. Tetapi karena adanya acara
pergi holid bersama, acara event tertentu seperti DBl dan acara di sekolahan seperti HUT
Kemerdekaan dan HUT JB STECE, rasa persaudaraan tersebut menjadi terasa. Tidak akan ada
teman yang sesolid SMA menurut saya. Kami datang sebagai orang awam dan pulang sebagai
saudara. Saya merasa senang karena saya bisa diterima di SMA ini karena akhirnya saya
mendapatkan pengalaman baru yang mungkin tidak akan didapatkan jika saya tidak SMA di JB.
Banyak teman teman baru dan banyak culture baru yang sangat berbeda dengan SMP saya.
Budaya burjo, budaya pasturan dan lain lain tidak bisa ditemukan di sekolah lainnya. Itulah
mengapa saya senang di SMA Kolese De Britto. Yang saya sesalkan adalah mengapa waktu
kelas 10 saya tidak bergaul dan berdinamika bersama teman teman karena saya akhirnya sadar
jika saya mebuang 1 tahun sehingga dinamika saya bersama teman hanya bisa dibilang 2 tahun.
Selain itu hal yang saya sedikit kecewa adalah waktu yang sangat cepat berjalan. Hal tersebut
membuat kami harus hilang satu per satu demi meraih masa depan kami masing masing.
Memang tidak salah untuk meraih masa depan tetapi hanya ada rasa kecewa dan sedih karena
harus ditinggal dan harus meninggalkan teman teman. Memang tidak selamanya bisa bertemu
tetapi kami pasti akan kembali bertemu di tempat pertama kali kami bertemu, SMA Kolese