Anda di halaman 1dari 2

Should I Give Up?

Haloo! Perkenalkan nama saya Nathaniela Permata Prasistasari. Saya sekarang duduk di
bangku kelas 12. Oh ya, saya beri peringatan dulu ya kepada panitia yang membaca tulisan saya.
Tulisan ini berisi kisah hidup saya dan mungkin lebih ke curhat sih dari pada esai lainnya yang
menginspirasi hehe.

Saya berasal dari keluarga yang bisa dibilang “ideal” oleh orang lain. Kedua orang tua
serta kakak saya saling mengasihi satu sama lain. Kami juga bisa dibilang cukup secara materi
setidaknya tidak khawatir akan makan apa besok. Saya juga bersekolah di tempat yang cukup
terkenal di daerah asal saya dan saya punya cukup banyak teman. Namun, ada masanya saya
terpuruk seolah hidup saya tidak berarti lagi.

Kejadian saat saya ‘terpuruk’ yaitu awal-awal masa kelas 12. Tidak hanya satu kejadian
saja yang membuat saya terpuruk namun karena beberapa faktor. Saat itu (sampai sekarang sih)
saya ditunjuk sebagai salah satu koordinator organisasi hobi dan kami sedang open recruitment
untuk generasi penerus organisasi kami. Banyak hal yang perlu dilakukan mulai dari promosi di
sosmed, komunikasi dengan pihak sekolah, pembagian wawancara, dan masih banyak lagi. Saya
dan para pengurus lainnya bekerja keras untuk keberlangsungan organisasi kami. Jujur, cukup
melelahkan karena setiap harinya kami full kegiatan. Me time hanya bisa dilakukan saat malam
hari yaitu diatas jam 12 sehingga rata-rata jam tidur saya adalah jam 1.30 malam dan bangun jam
6.45 pagi untuk presensi pagi lalu lanjut sekolah. Rasanya capai dan ngantuk sekali sehingga
sering kurang fokus dalam memperhatikan pelajaran.

Awal kelas 12 juga membuat saya stress. Orang tua saya dan orang disekitar saya
memiliki harapan besar kepada saya. Saya diharapkan menjadi dokter yang sukses dan masuk
perguruan tinggi negeri yang terkenal. Namun, bukan rahasia umum bahwa masuk ptn apalagi
kedokteran harus extra bekerja keras karena peminatnya banyak. Jujur, saya jadi bingung dan
seakan kehilangan arah. Jurusan apa dan fakultas mana yang harus saya tuju. Apakah saya bisa?
Apakah saya kuat? Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat saya semakin pusing dan stress.

Tidak hanya sekolah yang membuat saya down tapi dari keluarga dan diri sendiri. Seperti
yang saya sebutkan sebelumnya bahwa keluarga saya dianggap ‘ideal’ atau tanpa konflik namun
tidak ada yang sempurna di dunia ini. Ayah saya termasuk keras dalam mendidik saya dan sangat
menghargai setiap hal. Saat itu saya dan keluarga saya sedang bersiap untuk pergi ke luar kota.
Saya duduk di depan dan ayah saya yang menyetir. Semua berjalan dengan lancar awalnya
namun karena kecerobohan saya, semuanya menjadi buruk. Saya tidak sengaja menyenggol
penyangga handphone holder saat mengecilkan volume sehingga penyangganya jatuh dan ayah
saya jadi marah karena saya tidakberhati-hati. Secara tidak sadar air mata saya jatuh dan dada
saya sesak. Namun, saya harus kuat dan berpikir positif agar saya tidak memperparah keadaan.

Kejadian-kejadian diatas cukup memberi luka dan masih ada satu kejadian lagi yang
menjadi puncak keterpurukan saya. Saya tipe nggak enakan dan tidak berani menolak
permintaan siapapun. Di salah satu organisasi hobi yang saya ikuti (saya tidak jadi koordinator),
teman saya menjabat sebagai ketua. OH tersebut oprec nya sudah selesai, tinggal acara sarasehan
untuk menyambut anggota baru. Awalnya saya merasa senang karena tidak mendapat tugas yang
berat untuk sarasehan namun tiba-tiba teman saya yang ditunjuk sebagai mc berhalangan hadir
dan akhirnya saya ditunjuk untuk jadi mc bersama teman saya lainnya. Jujur, saya sudah sangat
lelah dan ingin menolak saja namun saya tidak bisa menolaknya. Lelah, luka batin, dan stress
sudah menguasai pikiran saya. Ada satu lagu yang mewakili saya saat itu yaitu “Chasing
Pavements” by Adele. Should I give up atau saya tetap bertahan menjalani hidup? Mohon maaf
bila agak drama tapi itu yang saya rasakan saat itu.

Bangkit, percaya, berserah pada Sang Pencipta, semangat, keluarga, dan keterbukaan
adalah kunci saya bisa bertahan sampai saat ini. Saya yang sudah terpuruk mencoba bercerita
kepada keluarga saya dan mereka menguatkan saya serta memberi saya nasihat untuk belajar
menolak jika saya tidak mau mengerjakannya. Saya juga belajar untuk terbuka dan bercerita jika
saya menghadapi masalah. Saya jadi sadar bahwa saya masih beruntung diberi keluarga serta
semangat untuk menjalani hidup sampai titik ini. Saya menjadi termotivasi untuk berusaha untuk
memberikan yang terbaik dengan tulus ikhlas. Saya harap siapapun yang membaca tulisan saya
saat ini tetap semangat menjalani hari-hari kalian. Kamu sudah berusaha, jangan lupa untuk
beristirahat dan bersyukur.

Anda mungkin juga menyukai