Anda di halaman 1dari 4

HAL-HAL YANG PERNAH DILAKUKAN DAN DISESALI SAMPAI SAAT INI

Di masa lalu, saya adalah orang yang selalu mempedulikan apa kata orang. Hal itulah yang
membuat saya menjadi pribadi yang takut berkembang karena terlalu takut akan komentar orang.
Hal itu terjadi ketika saya masih berada di bangku SMP dan bahkan sampai SMA. Selama itu
pula saya merasa telah tumbuh menjadi seorang siswa atau sebuah pribadi yang sangat tertutup
dan kurang pergaulan. Selama itu, saya hanya duduk di bangku kelas setiap hari tanpa mau
banyak bersosialisasi dengan oranglain. Bahkan sekedar untuk keluar ke kantin pun saya enggan.
Saya keluar kelas hanya ketika menjalankan shalat dan pergi ke perpustakaan. Dengan membaca
banyak buku memang membuat saya cukup memiliki wawasan. Tetapi kecerdasan sosial saya
tidak begitu berkembang. Saya justru takut untuk berbicara dan menyampaikan pendapat.
Sebagai gantinya, saya hanya mencatat. Dari catatan-catatan saya tersebut sebenarnya saya telah
menerbitkan beberapa karya fiksi berbentuk cerpen dan cerita anak dengan menggunakan nama
samaran dan identitas pribadi yang tersembunyi.

Saya memang cukup bagus dalam menulis. Tetapi saya adalah orang yang pemalu dalam
berkomunikasi. Pada saat saya kelas 1 SMA seorang teman mengajak saya untuk mengikuti
lomba orasi di sebuah kampus di kota kami. Saya sudah membuat teks orasi dengan baik, namun
pada akhirnya saya lebih memilih untuk mengundurkan diri dan tidak jadi mengikuti lomba
orasi. Saya cukup membenci diri saya sendiri karena tidak memiliki keberanian untuk tampil dan
berbicara di depan umum. Waktu itu saya hanya bisa menangis karena tidak bisa mengatasi rasa
rendah diri di dalam diri saya. Saya sering merenung apakah kira-kira yang menyebabkan saya
menjadi seorang pribadi yang sangat pemalu, penakut, dan tidak percaya diri? Padahal, sejak
saya SD saya memiliki nilai akademik yang selalu bagus. Selama SD saya mendapatkan
peringkat pertama di kelas. Kemudian waktu di bangku SMP – SMA saya selalu masuk dalam
posisi 3 terbaik di kelas.

Saya selalu bertanya-tanya, hal apa yang menjadi penyebab utama saya tidak memiliki rasa
kepercayaan diri? Apakah itu berasal dari rasa sakit hati masa kecil yang tanpa sadar mengendap
di dalam diri saya yang paling dalam? Ketika saya kecil saya selalu dibanding-bandingkan
dengan kakak kandung saya. Secara fisik, kakak saya memang memiliki wajah yang lebih cantik,
kulit putih dan sangat lincah. Ia pun juga merupakan seorang anak yang pandai. Berbeda dengan
saya yang waktu kecil memiliki tubuh yang lebih gemuk dari kakak saya, berkulit agak hitam
dan hidung pesek. Pada saat kecil karena masa peka saya dating terlambat akhirnya saya
dianggap “bodoh” atau “lambat” karena memang aspek perkembangan pada diri saya tidak
berkembang secepat teman-teman se usia saya pada saat itu. Saya baru terlihat menonjol secara
akademik ketika usia saya menginjak 9 tahun. Namun begitu saya sudah terlanjur tumbuh
menjadi anak yang pemalu dan terlalu memikirkan kata orang karena terlalu seringnya saya
mendapatkan bullyan-bullyan dan bercandaan yang bagi saya menyakitkan sejak saya kecil.
Akhirnya, hal itu pula yang dapat berlantut mempengaruhi kepribadian saya pada tahun-tahun
berikutnya. Saya menjadi anak yang pemalu, tidak percaya diri dan takut salah.
Pada saat saya kelas 3 SMA saya memberanikan diri untuk mendaftar pada pemilihan Duta
Wisata Kakang Mbakyu di Kabupaten kami. Lalu, pada saat interview saya melakukan kesalahan
fatal dengan menjawab pertanyaan judge dengan sangat konyol ketika saya menyadarinya
bertahun-tahun kemudian. Seorang judge menanyakan sebuah pertanyaan demikian kepada saya
“Mbakyu, apakah anda cantik?”. Kemudian dengan perasaan yang rendah diri, saya menjawab
“Tidak Bapak, saya tidak cantik.” Bertahun-tahun kemudian saya menyadari betapa konyolnya
jawaban saya pada saat itu. Ajang pemilihan Duta Wisata akan memilih pemenang dengan
kompetensi Brain, Beauty, Behaviour. Bagaimana mungkin saya mengacaukan interview dan
“bunuh diri” dengan menjawab pertanyaan seperti itu. Saya yakin bahkan ketika pemilihan pun
belum selesai para judge sudah langsung mencoret nama saya sesaat setelah saya melaksanakan
interview. Saya menyadari hal itu bertahun-tahun kemudian, betapa naifnya saya waktu itu.

Dahulu saya juga sering merasa rendah diri terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak penting. Saya
tidak percaya diri terhadap penampilan saya dan tentang pakaian atau sepatu yang saya pakai.
Saya terlalu khawatir bahwa teman-teman mungkin akan malu berteman dengan saya yang tidak
memiliki selera fashion yang bagus terlebih karena memang saya tidak terlahir dari keluarga
yang berada. Jadi baju-baju bagus memang bukan prioritas utama keluarga kami. Oleh karenanya
saya sering memakai pakaian seadanya yang ketinggalan zaman dan seringkali membuat saya
malu. Padahal, setelah saya berpikir bertahun-tahun dan menemukan tentang cukup banyak hal,
saya menganggap hal-hal seperti fashion bukanlah hal yang utama atau yang paling penting.
Saya yakin bahwa kualitas diri dari seseorang tidak dapat ditentukan hanya dari penampilannya
saja. Namun sayangnya pola pikir yang seperti itu tidak ada pada diri saya di masa lalu. Saya
ingin memaafkan diri saya di masa lalu karena terkadang secara diam-diam saya memaklumi
bahwa pada saat itu saya masih terlalu muda dan masih dalam proses pencarian jati diri.
Meskipun tidak jarang saya juga menyesal mengapa saya dulu harus memikirkan hal-hal yang
tidak penting sehingga hal itu dapat menghambat kemajuan diri saya sendiri.

Saya bersyukur bahwa di tahun terakhir saya sekolah di SMA saya bertemu dengan seorang
teman yang dapat mengubah pola pikir dan cara pandang saya selamanya. Beliau adalah seorang
dosen yang kebetulan memiliki sebuah organisasi literasi yang cukup besar di Kabupaten kami.
Saya yang memang sangat mencintai dunia literasi sejak kecil dan bahkan sudah mulai menulis
fiksi sejak SD merasa saya menemukan sebuah wadah yang tepat. Teman saya merupakan
seorang penulis yang cukup terkenal. Beliau memiliki kepedulian yang luar biasa terhadap
literasi, kemajuan perempuan dan persamaan gender. Beliau memperkenalkan saya kepada
teman-teman yang juga tergabung di dalam organisasi literasi tersebut. Mereka semua orang-
orang yang sederhana namun cerdas. Satu hal yang membuat saya terpukau, mereka
berpenampilan apa adanya. Dan saya sangat nyaman berada di lingkaran mereka.

Tahun-tahun telah berganti, saya sudah melanjutkan studi di Universitas Negeri Malang. Namun
saya tetap aktif dalam organisasi literasi tersebut. Tanpa saya sadari saya mungkin telah menjadi
pribadi yang cukup berbeda dari sebelumnya. Saya menjadi lebih percaya diri dengan apa adanya
diri saya. Saya menjadi tidak begitu memikirkan apa kata orang. Dan yang terpenting saya
menjadi lebih fokus dalam hal pengembangan diri saya. Saya menjadi lebih berani tampil dan
berbicara di depan umum, mengutarakan pendapat, membaca puisi dan berpidato. Pada tahun itu
saya juga sudah mulai berani menerbitkan buku saya sendiri dengan memakai nama sendiri.
Teman-teman dalam organisasi saya tersebut mendukung saya dengan sangat baik. Mereka
mendorong saya untuk menjadi lebih maju dan maju lagi. Beberapa kali saya telah dipercaya
mereka untuk memimpin sebuah acara-acara literasi di Kabupaten bahkan pernah di tahun 2016
saya dipercaya menjadi ketua panitia pada kegiatan “Lomba Menulis Surat Untuk RA. Kartini”
tingkat nasional. Di tahun yang sama saya bersama beberapa teman mendirikan sebuah
Organisasi untuk perempuan dan anak yang bernama “Komite Independen Perempuan dan Aksi
Sosial”. Saya aktif menyuarakan dan membela hak-hak perempuan. Dan karena kiprah saya di
organisasi sebelumnya dan juga keaktifan saya menulis pada tahun 2017 saya dilantik oleh
Bupati Trenggalek sebagai Komite Sastra Dewan Kesenian Kabupaten Trenggalek. Hal itulah
yang membuat saya memiliki kesempatan untuk mengenal dan bekerjasama dengan seluruh
seniman-seniman dan para budayawan di Trenggalek maupun di luar Trenggalek.

Tahun-tahun berikutnya pada saat saya lulus dari studi S1 dan mengajar di sebuah Taman
Kanak-kanak saya mendapati diri saya sudah menjadi pribadi yang lebih terbuka. Dalam
beberapa kesempatan saya memenangkan berbagai macam lomba guru tingkat kabupaten bahkan
tingkat nasional. Saya juga sering diundang untuk menjadi narasumber dalam kegiatan-kegiatan
literasi untuk umum, para guru maupun para pengawas. Saya sangat bersyukur bahwa pada
akhirnya saya mampu untuk mengubah diri saya menjadi lebih baik. Memang, seringkali saya
merasa menyesal mengapa dulu saya harus malu-malu, tidak percaya diri dan memiliki pola pikir
yang cukup aneh. Saya selalu berandai-andai jika saja saya sudah berani dan percaya diri sejak
dulu mungkin saya pun juga akan jauh lebih baik dari sekarang. Namun pada akhirnya saya
menyadari bahwa hidup adalah sebuah proses. Begitupun dengan diri saya dan pola pikir saya.

Itulah hal-hal yang saya sesali dalam hidup saya, meskipun pada akhirnya saya merasa cukup
berhasil untuk berubah menjadi versi terbaik dari diri saya. Seperti kutipan dalam buku yang
berjudul “Sang Alkemis” karya Paulo Coelho “Daya ini adalah kekuatan yang kelihatannya
negatif, tapi sebenarnya menunjukkan padamu cara mewujudkan takdirmu. Daya ini
mempersiapkan rohmu dan kehendakmu, sebab ada satu kebenaran mahabesar di planet ini:
siapa pun dirimu, apa pun yang kau lakukan, kalau engkau sungguh-sungguh menginginkan
sesuatu, itu karena hasrat tersebut bersumber dari jiwa jagat raya. Itulah misimu di dunia ini.”
Oleh karena itu meskipun dahulu saya mungkin adalah hanya orang di balik layar yang jarang
sekali diperhitungkan bahkan diingat keberadaannya namun ketika saya yakin dan berusaha
untuk mendapatkan tempat yang lebih baik dan mencapai cita-cita saya maka dari itulah saya
pun yakin bahwa suatu saat saya pasti akan berhasil mewujudkannya. Dalam kutipan lain dengan
masih tetap di buku yang sama mengatakan bahwa “Yang masih perlu kau ketahui adalah:
sebelum mimpi bisa terwujud, jiwa dunia menguji segala sesuatu yang telah kita pelajari
sepanjang jalan. bukan karena dia jahat, melainkan agar selain mewujudkan impian-impian
kita, kita juga menguasai pelajaran-pelajaran yang kita peroleh dalam proses mewujudkan
impian itu. Dan di titik inilah kebanyakan orang biasanya menyerah.” Maka dari itu saya tidak
akan menyerah.

Anda mungkin juga menyukai