Anda di halaman 1dari 3

Yth.

Panitia Penyelenggara Program Beasiswa LPDP


Kementerian Keuangan Republik Indonesia

Saya adalah seorang guru honorer pada sebuah Taman Kanak-Kanak (TK) di Kabupaten
kecil yang bernama Kabupaten Trenggalek. Saya menyelesaikan pendidikan S1 Pendidikan
Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) di Universitas Negeri Malang pada tahun
2016. Setelah lulus saya mulai bekerja sebagai guru di sebuah Taman Kanak-Kanak. Sejak
dimulainya tugas saya sebagai guru TK, saya telah mengidentifikasi bahwa saya telah tertarik
pada bidang Pendidikan Anak Usia Dini. Masalah perbedaan tipe pola asuh orangtua
terhadap anak usia dini yang benar-benar menarik bagi saya, terutama ketika saya memiliki
kesempatan untuk terlibat dalam survei tentang tipe-tipe pola asuh orangtua terhadap anak-
anaknya yang masih berusia dini (0-8 tahun) dan apa saja dampaknya bagi perkembangan
anak selanjutnya. Kemudian saya menulisnya dalam berbagai artikel parenting di media
online.

Tidak hanya soal tipe-tipe pola asuh orangtua terhadap anak-anaknya, literasi anak juga
menarik perhatian saya. Selain sebagai seorang guru TK, saya adalah seorang penulis. Saya
tergabung dalam sebuah organisasi literasi terbesar di Kabupaten Trenggalek. Hal itulah yang
mungkin membuat saya merasa sulit untuk tidak menghubungkan anak-anak dengan literasi.
Literasi untuk anak usia dini adalah suatu cara membuat kepandaian seorang anak dalam
berbahasa, menulis, membaca, dan berbicara serta menemukan solusi atas setiap masalahnya.

Saat ini, pendidikan literasi menjadi penting dan gencar dilakukan oleh para praktisi karena
dinilai mampu membuat anak menjadi cerdas secara akademik, memiliki pola pikir kritis dan
logis. Dalam (https://www.educenter.id/24419-2/) sebuah survei yang dilakukan oleh salah
satu divisi Kementerian Pendidikan Amerika Serikat menunjukkan bahwa anak usia dini
yang terbiasa dibacakan buku mereka bisa lebih cepat mengenal abjad. Survei lainnya
memperlihatkan keberhasilan anak dalam tahapan literasi awal, seperti menulis namanya
sendiri, membaca atau berinteraksi dengan buku, serta menghitung hingga bilangan 20.

Sebagai seorang guru Taman Kanak-Kanak yang sudah mengajar anak usia dini selama lima
tahun, saya sering mempraktikkan pendidikan literasi untuk anak usia dini, yaitu dengan
sering membacakan buku cerita atau dongeng secara rutin setiap jam istirahat atau sebelum
pulang sekolah. Mungkin memang terkesan seperti kegiatan sederhana, tetapi membacakan
buku pada anak adalah tahap awal mengenalkan mereka pada dunia literasi.

Tingkat literasi yang tinggi akan berbanding lurus dengan kemampuan seseorang untuk
menerima, mengolah, dan menyikapi setiap informasi yang diterimanya. Oleh karena itu,
saya berfikir bahwa pendidikan literasi yang diterapkan pada anak usia dini berperan sebagai
pondasi bagi mereka untuk memiliki kemampuan berfikir kritis dan logis ketika dihadapkan
dengan berbagai situasi. Pola pikir kritis diperlukan sebagai investasi yang akan berguna saat
anak mulai memasuki dunia masyarakat yang sebenarnya di masa mendatang.

Tahun 2016 pada saat saya baru satu bulan mengajar di Taman Kanak-Kanak saya selalu
bertanya-tanya apakah pendidikan literasi sejak dini akan memberikan dampak positif bagi
perkembangan bahasa dan kognitif anak secara cepat dan tepat? Kemudian saya mulai
menerapkan kegiatan “10 menit mendongeng”. Saya menceritakan sebuah dongeng 10 menit
setiap harinya kepada anak-anak didik saya. Dongeng yang saya ceritakan adalah dongeng-
dongeng bersambung sehingga anak-anak selalu merasa penasaran dengan kelanjutan
ceritanya dan membuat mereka semakin bersemangat dan antusias untuk mendengarkan
kelanjutan cerita keesokan harinya. Tidak jarang dongeng yang saya ceritakan kepada anak-
anak juga menggunakan buku cerita bergambar karya saya sendiri. Saya juga membuat
properti yang lain seperti boneka tangan, boneka jari dan panggung boneka.

Beberapa bulan saya menerapkan kegiatan “10 menit mendongeng”, saya mulai mengetahui
hasilnya. Murid-murid saya menjadi lebih aktif berbicara dan berani mengutarakan pendapat.
Mereka juga mendapatkan banyak sekali kosa kata baru dalam berbicara, memiliki
kemampuan belajar dan cara berkomunikasi yang lebih baik. Bahkan anak-anak yang
sebelumnya adalah anak-anak yang pendiam dan pemalu pun juga menjadi anak yang lebih
percaya diri, aktif bertanya dan tidak malu menyampaikan pendapatnya. Bahkan saya
melakukan sebuah riset tentang hal itu. Riset yang saya lakukan adalah “Dampak Positif
Literasi Anak Melalui Kegiatan Mendongeng Terhadap Perkembangan Anak Usia Dini”.

Setelah menerapkan kegiatan “10 menit mendongeng” untuk anak-anak kemudian saya juga
mencoba membuat kegiatan baru untuk mereka yaitu dengan memberikan buku harian
kepada mereka. Saya meminta anak-anak didik saya untuk menceritakan kejadian-kejadian
menarik yang terjadi pada dirinya setiap harinya. Buku harian yang saya bagikan kepada
mereka tentu bukanlah buku harian seperti milik orang dewasa. Tetapi buku harian yang saya
buat khusus untuk mereka berupa buku gambar mini, bukan buku tulis bergaris, mengingat
bahwa tidak semua anak usia dini sudah bisa menulis dengan baik dan lancar. Dengan buku
harian yang saya buat dalam bentuk buku gambar tersebut, anak-anak dapat menyampaikan
perasaan setiap hari akan sebuah kejadian-kejadian yang baginya menarik melalui goresan
gambar-gambar sederhana dan tulisan singkat sederhana.

Sekarang, sebagai seorang guru yang telah mengajar anak-anak usia dini selama lima tahun
dengan penerapan berbagai pendidikan literasi sejak dini yang telah saya lakukan, kini saya
juga menemukan manfaat lain dari pendidikan literasi tersebut selain untuk manfaat
akademik, yaitu manfaat psikologis. Anak-anak menjadi lebih ceria, bahagia dan tanpa
beban. Sebab mereka dapat mencurahkan perasaan dan bentuk emosinya melalui buku harian
sederhana dan juga bercerita dengan komunikasi yang baik kepada guru, orangtua, teman dan
juga saudaranya. Mereka tumbuh menjadi anak dengan pribadi yang terbuka dan tidak
memendam emosi apapun.

Oleh karena itu, hal-hal tersebut yang mendorong saya untuk mendirikan sebuah sanggar seni
untuk anak. Sanggar seni yang saya dirikan bersama suami pada tahun 2019 bernama
“Sanggar Seni Narayana”. Sanggar seni Narayana khusus untuk pengembangan literasi anak
dan seni pedhalangan/pewayangan bagi anak. Secara kebetulan suami saya adalah seorang
dhalang wayang kulit. Jadi hal ini menjadi berhubungan karena literasi dan seni pewayangan
adalah suatu hal yang berkaitan. Seni pewayangan dan pedhalangan membutuhkan literasi
dan seni sastra tingkat tinggi. Selain seorang Guru Taman Kanak-kanak saya sendiri juga
menjabat sebagai komite sastra Dewan Kesenian dan Kebudayaan Kabupaten Trenggalek
sejak tahun 2017. Selain mendirikan sanggar seni yang bergerak di bidang literasi, saya juga
aktif sebagai guru di sebuah sekolah literasi yang didirikan oleh organisasi literasi kami di
Kabupaten Trenggalek.

Saya adalah orang yang sangat mencintai pendidikan. Apalagi setelah selama lima tahun ini
saya berkecimpung di dunia pendidikan. Saya adalah orang yang selalu berharap untuk
adanya kemajuan dalam Pendidikan Anak Usia Dini. Untuk itu, saya masih terus berjuang
untuk memperdalam ilmu pendidikan utamanya Pendidikan Anak Usia Dini. Saya akan
merasa bersyukur jika suatu saat saya adalah salah satu orang yang dapat memajukan
Pendidikan Anak Usia Dini di Kabupaten kami, Trenggalek. Dan salah satu rencana yang
akan saya lakukan adalah mengambil Program Magister Pendidikan Guru Pendidikan Anak
Usia Dini di Universitas Negeri Yogyakarta. Oleh karena itu, saya berharap Lembaga
Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia
mempercayai saya untuk memperoleh beasiswa LPDP tahun 2021. Apabila terpilih dalam
program beasiswa ini, saya akan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.

Hormat saya,
Restu Nur Cholidah

Anda mungkin juga menyukai