special method, whereby all factors of culture may be introduced to the six-year-old; not in a
syllabus to be imposed on him, or with exactitude of detail, but in the broadcasting of the
maximum number of seeds of interest. These will be held lightly in the mind, but will be capable
of later germination, as the will becomes more directive, and thus he may become an individual
suited to these expansive times." - Maria Montessori
Buatlah sebuah tulisan mengenai perihal dari quotes di atas dikaitkan dengan Cultural Area di
Montessori.
Write an essay about the quote above in accordance with Cultural Area in Montessori
Di sini dikatakan bahwa diperlukan sebuah metode pembelajaran baru, dimana semua
aspek kebudayaan diperkenalkan kepada anak usia 6 tahun, tidak perlu secara detail, tidak perlu
mengikuti silabus, tapi lebih kepada memperkenalkan banyak hal sesuai dengan minat dan
ketertarikan anak. Seiring berjalannya waktu, anak akan semakin ingin tahu, mencari informasi
yang lebih mendalam mengenai suatu hal yang ingin dia ketahui.
Tentunya hal ini sangat berlawanan dengan sistem pendidikan di Indonesia, dimana anak
usia 6 tahun yang statusnya masih di taman kanak-kanak lebih difokuskan untuk menguasai ilmu
membaca, menulis, berhitung untuk mempersiapkannya masuk ke jenjang SD (sekolah dasar)
yang sebagian besar mewajibkan anaknya sudah mampu membaca, menulis, berhitung secara
mandiri.
“So there are two plans: one is to disseminate knowledge, to follow a syllabus. The other is to
look to the life of man and serve it, and in serving it, help humanity.”
(Maria Montessori, The 1946 London Lectures, p.31)
Seperti yang Maria Montessori katakan, bahwa ada 2 jenis pendidikan. Yang pertama,
yang mengikuti silabus, yang mana efeknya terjadi generalisasi standar. Anak diwajibkan
mengikuti standar tertentu yang ditetapkan sekolah, dan standar yang ditetapkan adalah anak
masuk Sekolah Dasar wajib sudah bisa membaca, menulis, dan berhitung. Pendidikan jenis
kedua adalah yang berfokus kepada si anak, mengobservasi dan memperhatikan kebutuhan si
anak, hal apa yang menjadi ketertarikan dan apa yang ingin diketahui si anak. Melakukan metode
kedua dikatakan dapat membantu kemanusiaan di masa yang akan datang.
Sebenarnya semua topik pembelajaran yang ada di SD Montessori adalah topik yang juga
dipelajari di sekolah konvensional pada umumnya. Lalu apa yang membedakan? Yang
membedakan adalah cerita di baliknya yaitu alasan topik tersebut dibahas. Misal ketika
membahas sejarah manusia. Sewaktu saya duduk di bangku sekolah, saya selalu
mempertanyakan mengapa kita disuruh menghafal nama-nama pahlawan Indonesia, apakah
gunanya kita mempelajari sejarah masa lalu. Di SD Montessori, cerita awalnya justru menjadi
kompas dan alasan kuat mengapa hal itu perlu dipelajari. Misal tujuan mempelajari sejarah
pahlawan adalah supaya anak memahami bahwa tanpa peranan para orang-orang tersebut, maka
tidak ada kemerdekaan hari ini. Bahwa ada keterhubungan antara apa yang terjadi di masa lalu
dengan masa sekarang. Bahwa ada sekelompok orang-orang yang rela mengorbankan dirinya
untuk memperjuangkan hidup dan nasib manusia lain yang dikasihinya.
Hal ini kembali lagi kepada Cosmic Task, yaitu sebuah tugas yang diberikan kepada kita,
manusia untuk memastikan bahwa bumi tempat kita tinggal ini terjaga kelestariannya. Bahkan
kalau memungkinkan, bagaimana dengan kehadiran kita, bumi tempat kita tinggal ini menjadi
lebih baik bukan hanya dari segi lingkungan, namun juga secara peradaban. Penemuan atau ide
apa yang bisa kita sumbangsihkan supaya kehidupan anak cucu kita menjadi lebih baik daripada
kita sekarang.
“The secret of good teaching is to regard the child’s intelligence as a fertile field in
which seeds may be sown, to grow under the heat of flaming imagination. Our aim therefore is
not merely to make the child understand, and still less to force him to memorise, but so to touch
his imagination as to enthuse him to his inmost core. ”
(Maria Montessori, To Educate the Human Potential, p.15)