Anda di halaman 1dari 6

Saya adalah seorang ibu rumah tangga yang kegiatan sehari-harinya beraktivitas di

rumah mengurus rumah, anak dan suami. Sebelum memutuskan mengambil Diploma
Montessori perjalanan diawali dari proses mencari sekolah untuk anak sulung saya. Seperti
orang tua pada umumnya pasti kami mencari sekolah yang terbaik di kota kami. Namun
sayangnya setelah proses yang cukup lama dalam mencari, kami tidak menemukan sekolah
yang sesuai dengan visi dan misi keluarga kami. Ditambah dengan adanya pandemi kemarin,
dimana seluruh kegiatan belajar mengajar dikerjakan dari rumah. Dari sinilah perjalanan
dalam mencari metode pendidikan yang tepat dan nyaman bagi kami sekeluarga.

Di tengah perjalanan proses keluarga kami mencari, banyak sekali anak yang
kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya. Anak-anak ini menjadi korban dan sangat
butuh bantuan dari kita para orang dewasa yang berada di sekitarnya. Sebagai orang dewasa
kita bukan sekedar menyampaikan perasaan sedih dan kasihan kepada anak-anak yang
mengalami hal ini, dimana sering kali perasaan ini malah membuat si anak semakin tidak
mandiri dan kesulitan menghadapi proses kehidupan kedepannya.

Padahal sesuai yang telah di sampaikan oleh Maria Montessori pada buku The 1946
London Lectures “Education is the help we must give to life so that it may develop in the
greatness of its powers”. Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidikan adalah jawaban atas
kebutuhan seluruh anak termasuk anak dengan kondisi seperti diatas. Karena dalam proses
pendidikan, mereka akan dipersiapkan sedemikian rupa dalam menghadapi kehidupan di
masa, mendatang yang juga tidak akan mudah.

Namun sayangnya, banyak orang dewasa yanghanya memberikan apa yang menurut
mereka baik untuk anak tersebut, di sisi lain anak-anak ini tidak memerlukannya.
Sesungguhanya setiap anak sudah terlahir dengan memiliki naluri apa yang sebenarnya
mereka butuhkan saat proses belajar sesuai dengan bakat dan minat yang sudah mereka
miliki. Salah satu pemicu terparah dalam penghambat proses pendidikan ini adalah perubahan
pendamping dari orang tua kandung ke orang dewasa lain seperti kakek, nenek, paman,
maupun bibi.

Pengambil alihan proses orang yang mendampingi ini biasanya membuat anak
semakin kesulitan melakukan proses pembelajaran. Karena dalam prosesnya yang paling
sering terjadi banyak sekali perubahan kebiasaan kegiatan harian, pola asuh termasuk cara
mendidik anak tersebut.

Nabillah Aisah Amir


“Metode Montessosi dikembangkan dengan kepercayaan bahwa anak manusia
terlahir dangan potensi yang besar dan misi yang besar pula untuk membangun diri menjadi
manusia dewasa” (Rosalynn Tamara, Filosofi Montessori)

Di saat yang bersamaan proses mencari metode Pendidikan yang kami lakukan
menemukan titik terang. Setelah mencoba berbagai macam metode pendidikan yang bisa
kami lakukan secara mandiri, akhirnya kami memutuskan menggunakan metode Montessori
sebagai acuan pendidikan yang akan diterapkan di rumah. Namun kami masih belum terlalu
menguasai bagaimana cara yang tepat membersamai anak dengan metode ini. Akhirnya kami
memutuskan untuk memulai mencari refrensi materi dari berbagai sumber yang bisa kami
akses baik berupa kelas-kelas online, sosial media para penggiat Montessori, maupun buku-
buku yang membahas tentang Montessori. Dari sinilah kami dan khususnya saya pribadi
semakin yakin dengan metode Montessori sangat tepat untuk memaksimalkan proses
pendidikan seluruh anak. Dengan harapan kami dapat segera memberikan fasilitas yang
terbaik untuk anak kami, dan kedepannya dapat segera membantu anak-anak lain yang juga
membutuhkan hal yang sama namun terkendala dengan segala fasilitas sekaligus
fasilitatornya.

Saya teringat dengan tulisan Maria Montessori pada buku The Absorbent Mind “The
greatness of the human personality begins at the hour of birth”. Hal ini menjadi salah satu
penyesalan terbesar yang saya rasakan saat ini karena saya sangat terlambat dalam proses
mencari tahu tentang metode Montessori ini, sehingga anak sulung saya memiliki hutang
tumbuh kembang yang cukup banyak di usianya sekarang sudah mencapai 6 tahun. Hal ini
tidak mau saya ulangi lagi kepada anak kedua saya. Di saat yang bersamaan saya khawatir
dengan lingkungan selama pandemi dimana banyak anak yang memiliki keterbatasan
fasilitator sekaligus fasilitas dan lingkungan yang benar-benar paham apa yang mereka
butuhkan dalam memaksimalkan tumbuh kembang potensi yang sudah mereka miliki dari
awal mereka terlahir di dunia ini.

Padahal sejatinya waktu yang tepat untuk mewujudkan manusia dewasa yang mampu
memaksimalkan potensi dalam dirinya harus dimulai dengan stimulasi dari usia anak-anak
dibawah 6 tahun. Bahkan apakah pernah kita bayanglan bahwa dunia yang nanti akan kita
huni adalah dunia yang akan dipimpin oleh anak-anak kita sekarang. Jadi sudah pasti bahwa
persiapan yang kita lakukan bersama-sama harus di rencanakan sebaik mungkin agar dunia
bisa makin bertumbuh menjadi lebih baik.

Nabillah Aisah Amir


Ketika ada orang yang bertanya bagaimana perencanaan pendidikan yang baik itu ?
Sebenarnya pendidikan yang baik ini bisa dikatakan sangat subjektif, karena bisa jadi
menurut satu orang baik belum tentu baik pula bagi orang lain. Namun setelah saya
mempelajari Montessori, secara umum menurut saya perencanaan pendidikan yang baik
berdasarkan metode Montessori adalah kita orang dewasa harus menyiapkan dan memberikan
stimulasi pada lima area yang sudah di miliki oleh setiap anak. Seperti keterampilan hidup,
sensorial, matematika, budaya, dan bahasa. Kami yakin apabila ke lima area tersebut sudah
terstimulasi secara maksimal pasti hasilnya juga tidak akan mengecewakan.

Saya pribadi memiliki keyakinan bahwa tujuan utama pendidikan bukan hanya
sekedar belajar dan terlihat pintar. Namun bagaimana pendidikan ini bisa bermanfaat untuk
orang yang mempelajarinya serta bermanfaat untuk orang banyak. Seperti yang pernah di
tulis oleh Maria Montessori pada bukunya The Absorbent Mind bahwa "One of the world's
national leaders - it was Gandhi - announced not long ago that education must become
coextensive with life, and not only this, but he said that the central point of education must be
the defense of life". Selain itu sebenarnya menurut saya tidak ada anak yang tidak hebat,
namun sayangnya kita orang dewasa lah yang sering menghalangi dan meragukan
kemampuan mereka seolah-olah mereka tidak mampu dan tidak paham tentang apapun di
sekitarnya. Sering sekali terlihat ketika mereka sedang berproses mencari tahu dengan cara
bertanya atau bermain kita selalu terburu-buru membantu atau malah melarang mereka. Ini
lah hal-hal yang memupuskan rasa ingin tahu mereka. Namun setelah mereka dewasa, kita
malah menyalahkan mereka karena tidak mau belajar dan mengakibatkan mereka tidak tahu
apa-apa sebagai bekal kehidupan.

Sudah banyak kejadian yang membuat saya semakin yakin dengan metode Montessori
ini. Salah satunya ketika kerabat saya berpulang dan meninggalkan anak-anak yang masih
bisa dikatakan kecil. Mereka kesulitan dalam proses ini, selain rasa kedukaan yang belum
hilang, namun mereka juga mendadak kehilangan figur orang yang selalu ada dan menolong
mereka untuk mengerjakan berbagai hal. Lalu muncul lah pemikiran seandainya anak-anak
ini sudah terlatih dengan keterampilan hidup sederhana, mungkin mereka tidak akan terlalu
sulit dengan adanya kejadian ini.

Di sebuah kejadian yang lain, ketika di rumah si anak kurang melatih area sensori dan
bahasa karena kurang stimulasi dan tidak adanya fasilitator yang mendukung -hanya ada ibu

Nabillah Aisah Amir


sebagai tulang punggung keluarga - anak tersebut jadi kesulitan dalam berkomunikasi
menyampaikan pendapatnya. Hal ini mengakibatkan anak tersebut sering menangis tantrum.

Masi banyak sekali kejadian di luar sana yang sama atau lebih memilukan dari
kejadian yang saya saksikan ini. Namun sayangnya kurangnya kesadaran orang dewasa di
sekitar kita ini lah sebenarnya yang menjadi puncak masalahnya. Hal ini sepenuhnya bukan
kesalahan anak-anak ini meskipun mereka sering sekali disalahkan dengan keadan ini.
Ditambah sering kali anak yang bersikap "tidak umum" malah diberi label anak nakal, anak
bodoh dan sebagainya. Padahal anak sejatinya pembelajar ulung yang sangat suma belajar,
namun mereka akan belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing dan mereka memiliki
cara belajar yang berbeda meskipun tujuannya sama. Sehingga tidak ada istilah si A lebih
pintar dibanding si B. Karena sejatinya mereka semua adalah anak-anak yang hebat.

Sebagai orang tua yang baru memulai belajar Montessori, saya merasa pengetahuan
saya sangat kurang sehingga membuat saya semakin haus akan informasi tentang Montessori
ini yang menurut saya semakin saya ketahui semakin bertambah menarik. Ditambah lagi,
saya memiliki rencana untuk melakukan homeschooling untuk kedua anak saya dengan
alasan yang sudah saya sampaikan di awal bahwa kami belum menemukan sekolah yang
mampu mengakomodasi apa yang sejatinya kami sekeluarga butuhkan.

Ditambah kami sangat yakin di luar sana juga banyak orang tua yang memiliki
pemikiran dan pendapat yang sama dengan kami. Masalahnya tidak semua orang tua mau dan
mampu untuk memberikan fasilitas ataupun menjadi fasilitator dalam proses pendidikan anak
ini. Sehingga tujuan utama saya mengambil program diploma Montessori di Montessori Haus
Asia selain untuk pendidikan kedua anak saya, juga untuk membantu orang-orang yang
memiliki semangat yang sama dengan saya dan memiliki perhatian lebih pada bidang
pendidikan anak namun mereka memiliki keterbatasan waktu dan tenaga dalam menjalani
prosesnya. Sehingga saya ingin sekali membuat sekolah dengan dasar metode Montessori
yang berbasis agama, namun tidak hanya untuk anak usia dini namun juga untuk setiap anak
yang memang membutuhkan bimbingan kami.

Harapan saya semoga melalui program diploma yang saya ambil ini bisa bermanfaat
bagi orang-orang disekitar saya, khususnya anak-anak saya. Karena saya percaya apabila
perubahan tidak di mulai dari diri saya sendiri maka tidak akan berubah pula lingkungan
saya. Saya sangat ingin membuat lingkungan yang sangat mendukung baik secara fasilitas

Nabillah Aisah Amir


sarana dan prasarana menjadi lingkungan yang mampu memaksimalkan tumbuh kembang
anak-ana. Serta saya juga mampu mendampingi setiap langkah yang akan mereka hadapi
mulai dari masa kecilnya hingga mereka beranjak besar dan akan memulai kehidupan orang
dewasa serta mulai menjadi bagian dari kehidupan sosial.

Saya berharap setiap anak mampu menjadi manusia yang kuat, bermanfaat untuk
sekitarnya dan bertanggung jawab dengan apapun yang mereka putuskan. Hal ini saya sadari
bahwa tidak akan mudah, namun apabila semua ini tidak dimulai dari sekarang pasti akan
makin sulit kedepannya. Hal ini pula lah yang memperkuat tekat saya untuk membangun
sebuah sekolah Montessori yang sesuai.

Pada akhirnya saya akan mengutip salah satu perkataan Maria Montessori dalam buku
The 1946 London Lectures yang berisi "If the children are free we can see how they have this
great desire, not only to eat and play, but for somenthing elevating. Right from the beginning
they have this marvelous wish". Dari awal kita pasti sudah mengetahui bahwa makan dan
bermain saja tidak akan cukup untuk memuaskan hasrat belajar anak-anak ini. Sehingga kita
sebagai orang dewasa harus mampu menjadi fasilitator yang memberikan mereka
kesempatan, kebebasan dan kepercayaan untuk mendengarkan apa yang sebenarnya
dibutuhkan oleh mereka. Semoga kita mampu menjadi orang dewasa yang bijak dan baik
bagi seluruh anak-anak bukan malah sebagai penghalang bagi tumbuh kembang mereka.

Nabillah Aisah Amir


Bibliografi

Montessori, Maria. 2012. The Absorbent Mind. Amsterdam : Montessori-Pierson


Publishing Company, 2021.

Montessori, Maria. 1952. The 1946 London Lectures. Amsterdam : Montessori-


Pierson Publishing Company, 2021.

Tamara, Rosalynn. 2022. 365 Days Montessori. Sleman : PT. Bentang Pustaka.

Tamara, Rosalynn. 2022. Filosofi Montessori. Sleman : PT. Bentang Pustaka.

Nabillah Aisah Amir

Anda mungkin juga menyukai