Anda di halaman 1dari 3

2.1.a.3. MULAI DARI DIRI-MODUL 2.

1
REFLEKSI DIRI

Nama : Ni Made Sri Erayani


CGP Angkatan ke-6 Kabupaten Tabanan

Sebelum saya memulai, ijinkan saya mempermaklumkan bahwa tulisan ini adalah hasil
pemikiran pribadi yang tentu selain jauh dari sempurna juga banyak mengandung pandangan-
pandangan yang bersifat pribadi yang lahir dari keterbatasan pengetahuan saya. Tetapi
harapannya tetap bisa memberi sumbangan pemikiran yang bermanfaat untuk siapapun yang
membacanya.

Anak terlahir unik. Setiap pribadi adalah pribadi satu-satunya, tidak ada duanya, istimewa. Ini
berlaku di banyak bidang, dalam bidang Pendidikan juga sama. Setiap anak didik terlahir
berbeda antara satu anak dengan anak lainnya. Latar belakang berbeda, pola asuh berbeda,
kegemaran berbeda, cara belajar berbeda. Perbedaan inilah yang sedianya dipahami untuk
kemudian pemahaman tersebut dimanfaatkan dalam merancang pembelajaran yang mampu
memenuhi kebutuhan belajar yang timbul dari keberagaman anak-anak didik kita.

Tentu kita masih ingat gaya pendidikan lama yang kita alami semasa kita menjadi murid.
Membaca berulang, membuat ringkasan, mencatat, mendengarkan penjelasan guru dan mencatat
lagi. Apakah itu sesuatu yang buruk? Belum tentu juga, segala latihan itu membentuk kita
menjadi apa kita sekarang, pembelajar yang tekun. Tetapi kalau pertanyaanya diubah menjadi
“apakah dengan cara lama itu kita telah diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi
kita secara maksimal?” Mari pikirkan lagi jawabannya.

Kemudian ketika saya sendiri memilih pendidik sebagai profesi yang saya tekuni, ketika
mengawali karir sebagai guru, dengan segala idealisme yang saya bawa dari bangku kuliah,
dengan segala ekspektasi yang saya bebankan di bahu anak-anak didik saya, saya toh kemudian
berakhir sama seperti guru-guru gaya lama yang tidak mampu memahami anak-anak saya
dengan sebagaimana mestinya sehingga sudah pasti pada saat itu saya belum mampu memenuhi
kebutuhan belajar siswa saya pada masa itu.

Seiring berjalannya waktu, bertambah usia, bertambah pengalaman, dan semoga bertambah
dewasa, saya semakin paham bahwa anak-anak memiliki gayanya sendiri, termasuk dalam gaya
belajar. Saya sampai di poin dimana saya saat ini saya paham bahwa anak-anak saya semua
terlahir unik dan istimewa. Hal ini saya temukan setelah melakukan berbagai upaya untuk
membantu anak memahami dirinya yang pada akhirnya membantu saya memahami mereka.
Melalui tulisan esai yang mereka buat tentang dirinya, tentang nilai yang diyakininya, kegalauan
dan kegelisahannya saya paham selain karakter dan gaya, dinamika hidup mereka juga sangat
beragam. Dengan segala keterbatasan pengetahuan saya, saya telah berusaha merancang
pembelajaran yang saya harapkan mampu memberikan ruang bagi keunikan potensi setiap anak.
Bukan hanya perbedaan isi pembelajaran dalam bentuk media yang cukup beragam, saya juga
melaksanakan kegiatan pembelajaran berbasis project dimana anak-anak saya ijinkan untuk
mencipta karya sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki. Yang suka menggambar
produknya boleh dalam bentuk gambar, yang senang videografi produk mereka saya ijinkan
berbentuk video. Secara umum perlakuan saya dalam memberikan instruksional relatif serupa.
Yang berbeda adalah perlakuan saya dalam membimbing anak-anak saat mengerjakan tugasnya.
Dalam penentuan deadline waktu umpamanya. Secara umum saya akan memberikan tenggat
yang sama. Tetapi kemudian dalam perjalannya saya melihat kembali kerumitan karya yang
mereka buat untuk mendapat hasil terbaik. Pemberian toleransi 1 sampai 3 hari biasa saya
berikan pada anak dengan catatan mereka mengkomunikasikan pada saya tantangan yang mereka
hadapi dan dengan catatan yang lebih tebal lagi tentang bagaimana mereka harus mengutamakan
kejujuran di dalamnya. Kalau dalam pengalaman saya dampaknya cukup baik untuk anak.
Karena dengan menjalankan komunikasi dengan terbuka dan jujur anak bisa menghargai
kesempatan yang diberikan untuk mereka. Hasil karya yang mereka ciptakan seringkali jauh
melampaui ekspektasi saya. Luar biasa bagus.

Dalam membimbing anak-anak yang begitu heterogen di satu kelas saja seringkali terasa cukup
merepotkan. Ada anak yang terlalu banyak diam, ada anak yang tidak bisa diam, seperti kelinci
yang yang tidak berhenti melompat kesana kesini. Untuk membuat mereka mau berbicara atau
mau diam kadang bisa menjadi pekerjaan yang menantang. Tetapi dengan kesungguhan hati dan
kasih sayang biasanya anak-anak ini bisa cukup dibuat mau menurut dengan instruksi.
Setidaknya sebagian besarnya. Anak-anak yang kadang benar-benar tidak peduli selalu ada, satu
atau dua anak. Tetapi saya percaya di balik itu ada kebutuhan dasar mereka yang tidak dipenuhi.
Ada beberapa trik yang bisa dilakukan untuk membuat anak yang diam mau bicara, atau
sebaliknya anak yang tidak bisa diam mau diam sejenak. Untuk anak yang terlalu diam biasanya
saya akan “memaksa” mereka bicara dengan instruksi pembuatan video “speaking” singkat
tentang topik yang diberikan saat itu. Untuk anak yang susah diam memang setiap saat harus
diingatkan, dengan cara yang baik, tidak perlu marah-marah apalagi meneriaki. Kalau kita yang
berteriak lalu apa bedanya kita dengan anak yang tidak bisa diam tersebut, hehehe…. Biasanya
cukup berhasil membuat anak diam, sebentarpun tidak apa, kalau ramai lagi diingatkan lagi,
kadang anak lain ikut bantu mengingatkan karena temannya yang tidak bisa diam sedikit
mengganggu,kuncinya sabar, dan progress sekecil apapun harus diapresiasi. Sungguh pelatihan
CGP ini telah benar-benar mampu membuka pandangan saya tentang hakekat anak-anak didik
saya yang unik dan beragam. Dan saya sangat bersyukur karenanya.

Saat ini saya sedang belajar bagaimana caranya mendesain pembelajaran yang mampu
mengakomodasi segala perbedaan anak didik. Dalam pemahaman saya, pembelajaran mesti
dirancang untuk bisa memaksimalkan potensi yang dimiliki oleh semua anak. Rancangan sudah
semestinya menyediakan baik konten, proses, ataupun produk yang mampu memberi kesempatan
luas bagi anak untuk mengembangkan segala minat bakat yang mereka miliki. Pembelajaran
harus menyenangkan dan bermakna. Diferensiasi konten seperti perbedaan media belajar atau
format sumber belajar bisa menjadi pilihan yang sesuai dengan gaya belajar anak. Anak audio
visual diijinkan belajar dengan menonton video, anak yang visual diijinkan mencari sumber
belajar berbentuk bacaan, anak kinestetik diijinkan belajar dengan praktek langsung lewat
tutorial, trial and error. Evaluasi bisa dilakukan dengan diferensiasi produk, dimana setiap anak
menghasilkan karya sesuai dengan kegemaran mereka masing-masing dan dari karya tersebut
kita akan mampu menilai bukan hanya pengetahuan atau keterampilan anak tetapi juga sikap dan
softskill mereka. Jika diferensiasi ini bisa diwujudkan maka anak-anak akan bisa berkembang
sesuai dengan keistimewaan minat dan bakat masing-masing. Dream Classroom, kelas impian
yang sama-sama kita cita-citakan dan semoga bisa kita wujudkan. Astungkara.

Anda mungkin juga menyukai