Anda di halaman 1dari 4

Kiat Sukses Menjadi Guru Yang Menyenangkan

Kadang saya sering bertanya dalam hati ketika berhadapan dengan siswa didalam
kelas, “Apakah saya guru yang menyenangkan buat meraka?”

Seperti apakah guru ideal itu? Setiap orang bisa menyodorkan daftar panjang
berisi kriteria-kriteria untuk menjawab pertanyaan ini. Daftar tadi bisa jadi
merujuk pada berbagai referensi—kesiapan materi, cara memperlakukan anak
didik, tingkah laku, dan lain-lain—yang bisa jadi berbeda-beda bagi setiap orang.

Pada dasarnya tugas guru yang paling utama adalah mengajar dan mendidik.
Sebagai pengajar ia merupakan medium atau perantara aktif antara siswa dan ilmu
pengetahuan, sedang sebagai pendidik ia merupakan medium aktif antara siswa
dan haluan/filsafat negara dan kehidupan masyarakat dengan segala seginya, dan
dalam mengembangkan pribadi siswa serta mendekatkan mereka dengan
pengaruh-pengaruh dari luar yang baik dan menjauhkan mereka dari pengaruh-
pengaruh yang buruk. Dengan demikian seorang guru wajib memiliki segala
sesuatu yang erat hubungannya dengan bidang tugasnya, yaitu pengatahuan, sifat-
sifat kepribadian, serta kesehatan jasmani dan rohani.

Tapi, daripada pusing menyusun berbagai macam kriteria, mengapa tidak kita
tanya saja anak-anak tentang guru yang baik menurut mereka? EENET Asia
menurunkan sebuah laporan tentang guru ideal dalam pandangan anak-anak di
China dan Pakistan, tetapi agaknya berlaku pula universal.

Simaklah beberapa komentar anak-anak di China.

Ibu guru Gao seperti ibu bagiku. Dia mendengar semua masalah dan keluh kesah
kami serta membantu kami menyelesaikan masalah.

Guru Shan selalu melucu dalam kelas menulis kami dan membuat kami sangat
tertarik dalam pelajaran itu. Tanpa saya sadari, saya jadi sangat suka menulis dan
secara bertahap, saya mempelajari beberapa trik untuk menulis dengan baik.

Dia memperlakukan tiap siswa dengan setara. Dalam kebaikan hatinya, dia tidak
pernah memihak. Sebagai murid, ini adalah hal yang paling berharga tentang
guru… Dalam kelas guru Chen, kami merasa santai dan hidup (bersemangat). Dia
selalu “tanpa sengaja” mengajukan pertanyaan atau membuat kesalahan agar kami
dapat membetulkannya. Jika kami mengatakan sesuatu yang salah, tidak
menyalahkan kami. Dia bahkan akan berkata sambil tersenyum: “Kesalahan
Bagus! Kesalahan membantu kami menemukan masalah-masalah”. Tidak
seberapa lama kemudian, bahkan siswa yang paling pemalu mau mengangkat
tangan dan menjawab pertanyaannya.
Anak-anak di Pakistan berpendapat tentang guru yang baik:

Guru kami tahu nama tiap anak.

Dia menjelaskan pelajaran di papan tulis. Jika seseorang tidak paham, dia akan
mendudukan anak itu disebelahnya dan menjelaskan lagi pelajaran itu.

Dia menghormati anak-anak, dia selalu memanggil mereka ‘aap’. (aap adalah
bentuk sopan ‘kamu’ di Pakistan)

Guru kami selalu memperhatikan tiap anak ketika mengajar.

Paragraf terakhir pada tulisan tersebut agaknya mengena dan menggambarkan


secara jelas bagaimana seharusnya seorang guru ideal:

Guru yang baik pada dasarnya adalah manusia yang baik. Mereka memiliki
kepribadian penyayang, baik, hangat, sabar, tegas, luwes dalam perilaku, bekerja
keras, serta berkomitmen pada pekerjaan mereka. Pusat perhatian mereka
bukanlah pada buku teks atau kurikulum, tetapi pada anak! Mereka sangat
menyadari beragamnya cara anak-anak belajar, perbedaan antar anak-anak dan
pentingnya metode beragam untuk mendorong siswa mampu belajar. Anak-anak
yang belajar dengan guru semacam itu tidak perlu lagi mengeluarkan uang
tambahan untuk mengikuti les sepulang sekolah.

Tidak mudah menjadi guru yang baik, menyenagkan, dikagumi dan


dihormati oleh anak didik, masyarakat sekitar dan rekan seprofesi.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh seorang guru untuk mendapat
pengakuan sebagai guru yang baik dan berhasil.

Pertama. Berusahalah tampil di muka kelas dengan prima. Kuasai betul


materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Jika perlu, ketika
berbicara di muka kelasa tidak membuka catatan atau buku pegangan sama
sekali. Berbicaralah yang jelas dan lancar sehingga terkesan di hati siswa
bahwa kita benar-benar tahu segala permasalahan dari materi yang
disampaikan.

Kedua. Berlakulah bijaksana. Sadarilah bahwa siswa yang kita ajar,


memiliki tingkat kepandaian yang berbeda-beda.
Ada yang cepat mengerti, ada yang sedang, ada yang lambat dan ada yang
sangat lambat bahkan ada yang sulit untuk bisa dimengerti. Jika kita
memiliki kesadaran ini, maka sudah bisa dipastikan kita akan memiliki
kesabaran yang tinggi untuk menampung pertanyaan-pertanyaan dari anak
didik kita. Carilah cara sederhana untuk menjelaskan pada siswa yang
memiliki tingkat kemampuan rendah dengan contoh-contoh sederhana yang
sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari walaupun mungkin contoh-
contoh itu agak konyol.

Ketiga. Berusahalah selalu ceria di muka kelas. Jangan membawa persoalan-


persoalan yang tidak menyenangkan dari rumah atau dari tempat lain ke
dalam kelas sewaktu kita mulai dan sedang mengajar.

Keempat. Kendalikan emosi. Jangan mudah marah di kelas dan jangan


mudah tersinggung karena perilaku siswa. Ingat siswa yang kita ajar adalah
remaja yang masih sangat labil emasinya. Siswa yang kita ajar berasal dari
daerah dan budaya yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya dan
berbeda dengan kebiasaan kita, apalagi mungkin pendidikan di rumah dari
orang tuanya memang kurang sesuai dengan tata cara dan kebiasaan kita.
Marah di kelas akan membuat suasana menjadi tidak enak, siswa menjadi
tegang. Hal ini akan berpengaruh pada daya nalar siswa untuk menerima
materi pelajaran yang kita berikan.

Kelima. Berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan siswa. Jangan


memarahi siswa yang yang terlalu sering bertanya. Berusaha menjawab
setiap pertanyaan yang diajukan siswa dengan baik. Jika suatu saat ada
pertanyaan dari siswa yang tidak siap dijawab, berlakulah jujur. Berjanjilah
untuk dapat menjawabnya dengan benar pada kesempatan lain sementara
kita berusaha mencari jawaban tersebut. Janganlah merasa malu karena hal
ini. Ingat sebagai manusia kita mempunyai keterbatasan. Tapi usahakan hal
seperti ini jangan terlalu sering terjadi. Untuk menghindari kejadian seperti
ini, berusahalah untuk banyak membaca dan belajar lagi. Jangan bosan
belajar. Janganlah menutupi kelemahan kita dengan cara marah-marah bila
ada anak yang bertanya sehingga menjadikan anak tidak berani bertanya
lagi. Jika siswa sudah tidak beranibertanya, jangan harap
pendidikan/pengajaran kita akan berhasil. Keenam. Memiliki rasa malu dan
rasa takut. Untuk menjadi guru yang baik, maka seorang guru harus
memiliki sifat ini. Dalam hal ini yang dimaksud rasa malu adalah malu
untuk melakukan perbuatan salah, sementara rasa takut adalah takut dari
akibat perbuatan salah yang kita lakukan. Dengan memiliki kedua sifat ini
maka setiap perbuatan yang akan kita lakukan akan lebih mudah kita
kendalikan dan dipertimbangkan kembali apakah akan terus dilakukan atau
tidak.

Ketujuh. Harus dapat menerima hidup ini sebagai mana adanya. Di negeri
ini banyak semboyan-semboyan mengagungkan profesi guru tapi
kenyataannya negeri ini belum mampu/mau menyejahterakan kehidupan
guru. Kita harus bisa menerima kenyataan ini, jangan membandingkan
penghasilan dari jerih payah kita dengan penghasilan orang lain/pegawai
dari instansi lain. Berusaha untuk hidup sederhana dan jika masih belum
mencukupi berusaha mencari sambilan lain yang halal, yang tidak merigikan
orang lain dan tidak merugikan diri sendiri. Jangan pusingkan gunjingan
orang lain, ingatlah pepatah “anjing menggonggong bajaj berlalu.”

Kedelapan. Tidak sombong.Tidak menyombongkan diri di hadapan


murid/jangan membanggakan diri sendiri, baik ketika sedang mengajar
ataupun berada di lingkungan lain. Jangan mencemoohkan siswa yang tidak
pandai di kelas dan jangan mempermalukan siswa (yang salah sekalipun) di
muka orang banyak. Namun pangillah siswa yang bersalah dan bicaralah
dengan baik-baik, tidak berbicara dan berlaku kasar pada siswa.

Kesembilan. Berlakulah adil. Berusahalah berlaku adil dalam memberi


penilaian kepada siswa. Jangan membeda-bedakan siswa yang
pandai/mampu dan siswa yang kurang pandai/kurang mampu Serta tidak
memuji secara berlebihan terhadap siswa yang pandai di hadapan siswa
yang kurang pandai.

Anda mungkin juga menyukai