Anda di halaman 1dari 10

KONSEP PROFESI KEGURUAN

DOSEN PENGAMPUH :

Dr. Andi Sadapotto, S.Pd., M.Hum

DISUSUN OLEH :

Asni (0910580220006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDENRENG RAPPANG

2021/2022
A. Kesalahan-kesalahan guru dan solusinya dalam Mengajar

Sejatinya, kegagalan teman-teman pendidik dalam mengajar di kelas disebabkan karena


kesalahan mendasar yang tidak disadari, bahkan masih banyak diantara kita yang menganggap
hal yang telah dilakukan merupakan sesuatu yang biasa. Padahal sekecil apapun kesalahan yang
dilakukan oleh teman-teman pendidik, khususnya dalam pembelajaran, akan berdampak negatif
terhadap perkembangan peserta didik.
Teman-teman pendidik harus mampu mengendalikan diri dan memahami kondisi agar terhindar
dari kesalahan-kesalahan ketika mengajar di kelas. Kita hanyalah manusia biasa, yang tidak luput
dari kelemahan dan kesalahan ketika berada di depan peserta didik. Namun, bukan berarti
kesalahan teman-teman pendidik harus dibiarkan dan tidak ada jalan keluarnya.

Setiap guru tentu memiliki potensi untuk berhasil menjalankan tugasnya sebagai agen
pembelajaran yang handal. Keberhasilan guru ini secara nyata dapat dilihat dari keberhasilan
peserta didik ketika mengikuti proses dan mencapai tujuan pembelajaran.

Berikut ini adalah tujuh kesalahan guru ketika mengajar yang mengakibatkan kegagalan peserta
didik mencapai tujuan pembelajaran secara optimal. Kesalahan-kesalahan tersebut diantaranya:

1. Tidak Ada Persiapan Ketika Mengajar

Adakah diantara teman-teman pendidik yang merasa mengajar dengan baik di kelas walaupun
tanpa persiapan sama sekali? Tentu tidak. Seharusnya, teman-teman pendidik selalu
mempersiapkan segala hal sebelum mengajar, mulai dari RPP (Rencana Persiapan Pengajaran),
perangkat atau media pembelajaran., sampai bahan-bahan evaluasi materi. Teman-teman
pendidik harus selalu ingat bahwa mengajar tampa persiapan merupakan tindakan yang dapat
merugikan perkembangan siswa.

Tentu solusinya adalah buatlah persiapan yang matang sebelum teman-teman pendidik mengajar
di kelas. Seorang guru dalam merancang pembelajaran juga harus semakin terampil dalam
mengelola kelas sesuai dengan karakteristik peserta didik untuk mencapai akhir dari tujuan
materi yang diajarkan. Ingatlah bahwa dalam proses pembelajaran, tidak ada pembelajaran yang
berhasil tanpa persiapan yang benar.
Tipsnya, teman-teman pendidik dapat merancang kegiatan pembelajaran keseluruhan secara
weekly ketika teman-teman sedang tidak mengajar (hari minggu). Semoga tidak merepotkan ya!
Nah, caranya adalah membuat perancangan yang sangat mudah, yaitu membuat RPP hanya satu
halaman saja. RPP satu halaman saja semacam RPP untuk diri kita sendiri yang terdiri dari
tujuan pembelajaran, apersepsi, rancangan evaluasi, media yang digunakan, alur pembelajaran,
dan inspirasi yang dibagikan. RPP satu halaman sangatlah simple dan semoga saja sangat
membantu teman-teman pendidik mempersiapkan diri sebelum mengajar di kelas.

Yuk, jadikan kegiatan perancangan secara weekly sebagai suatu sistem yang jika tidak
dikerjakan akan sangat mengganggu komponen lainnya dari keseluruhan sistem pembelajaran.
Penulis sudah mencobanya, dan perancangan pembelajaran secara weekly sangat membantu
sekali lho. Semoga teman-teman pendidik selalu istiqomah ya!

2. Mamaksa Peserta Didik Harus Bisa Memahami Materi yang Kita Ajarkan

“Saya sudah bersungguh-sungguh mengajari siswa itu, tapi ketika ulangan sudah dibagikan
hasilnya sangat mengecewakan!”
“Siswa ini sudah dijelaskan berkali-kali tapi tetap saja tidak mengerti!”
Pernahkah teman-teman pendidik mengeluhkan seperti itu?
Sejujurnya, penulis pernah mengeluh seperti itu. Penulis pernah berpikir egosentris terhadap
peserta didik yang tidak paham materi yang diajarkan. Dan saat itu, rasanya jengkel sekali. Rasa
kejengkelan itu dapat berimbas kepada peserta didik lainnya lho. Target materi menjadi tidak
tercapai karena keegoisan guru untuk membuat satu atau dua peserta didik tersebut harus paham
materi yang diajarkan. Tentu ini kesalahan paling mendasar tetapi kurang disadari oleh kita.
Adakah diantara teman-teman pendidik mengalami hal yang sama dengan penulis?

Diantara teman-teman pendidik mungkin pernah memaksa peserta didik untuk benar-benar
paham dengan materi yang kita ajarkan, padahal memori peserta didik tidak terlalu besar untuk
menampung semua materi pelajaran. Dan sejujurnya, kita pun memiliki keterbatasan dalam
menguasai pelajaran yang kita ajarkan. Nah, bagaimana mungkin kita memaksa peserta didik
untuk menguasai setiap mata pelajaran? Perlu teman-teman pendidik ketahui, tentu setiap peserta
didik memiliki perbedaan karakteristik tentang gaya belajarnya. Nah, kita tidak bisa memaksa
gaya mengajar guru harus acceptable bagi peserta didik.
Ingatlah bahwa setiap peserta didik memiliki keahlian yang berbeda-beda dalam menguasai
pelajaran. Untuk itu, teman-teman pendidik sangat perlu memberikan motivasi dan inspirasi
kepada para peserta didik untuk memperdalam pelajaran yang dikuasai dan disukai. Jika kita
memaksa, kemungkinan besar kemampuan peserta didik hanya berada di tengah-tengah tanpa
keahlian pasti. Amanah kita sebagai pendidik adalah mendidik mereka untuk menjadi seseorang
yang berguna bagi bangsa dan negara.

3. Merasa Diri Paling Pandai Saat di Kelas


Kalau boleh jujur, adakah diantara teman-teman pendidik yang pernah merasa paling pandai
ketika mengajar di kelas? Atau, adakah diantara teman-teman pendidik yang menganggap
peserta didik adalah sebuah “tong kosong” yang harus diisi dengan sesuatu yang sangat penting?

Terutama peserta didik di kota-kota besar, tentu mereka dengan sangat mudah menikmati
internet dan berlangganan koran atau majalah. Tak dapat dipungkiri media pembelajaran saat ini
sangatlah luas dan up to date. Jika teman-teman pendidik tidak meng-upgrade diri terus menerus,
bukan tidak mungkin jika peserta didik kita lebih pandai daripada gurunya. Dan bahkan kita bisa
belajar dari peserta didik sekalipun, atau saling membelajarkan.

Namun apa yang terjadi jika peserta didik bertanya tentang sesuatu hal yang belum kita ketahui?
Maka akui sajalah bahwa kita belum mengetahui jawaban yang ditanyakan. Tapi teman-teman
pendidik harus berjanji untuk mencari tahunya, dan menjelaskan kembali di pertemuan
selanjutnya. Kuncinya adalah seorang guru pun harus selalu belajar karena kita yang
diamanahkan untuk membantu peserta didik membuka gerbang inspirasinya.

Nah, untuk mengatasi hal ini, teman-teman pendidik harus menjadi pembelajar yang terus
menyesuaikan ilmu pengetahuan dimiliki dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat.
Dengan kata lain, bahwa guru harus menjadi pembelajar sepanjang hayat. Tipsnya adalah kita
bisa menyusun jadwal rutin berapa buku yang harus dibaca dalam satu hari atau satu minggu
untuk menambah wawasan kita. Selain itu, kita juga harus sering melakukan penelitian atau
menulis sebuah artikel agar kita bisa lebih banyak mengamati dan menganalisa kejadian-kejadian
di sekitar, serta rajin mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada. Yuk, jadi pendidik hebat!
4. Tidak Peka dengan Perilaku Peserta Didik yang Membanggakan Ketika Sedang Belajar
Dalam pembelajaran di kelas, teman-teman pendidik berhadapan dengan sejumlah peserta didik
yang semuanya ingin diperhatikan. Mereka senang jika mendapat pujian dari guru dan merasa
kecewa jika kurang diperhatikan. Betul? Namun, sayangnya kebanyakan diantara kita sering
mengabaikan perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa memberikan pujian kepada
mereka yang berbuat baik dan tidak membuat masalah ketika sedang belajar di kelas.

Biasanya guru lebih sering memberikan perhatian kepada peserta didik ketika ribut, tidur di
kelas, ataupun tidak memperhatikan pelajaran. Kondisi tersebut sering kali mendapatkan
tanggapan yang salah dari peserta didik. Mereka beranggapan bahwa untuk mendapatkan
perhatian dari guru, maka peserta didik harus berbuat salah, burbuat gaduh, menganggu atau
melakukan tindakan tidak disiplin lainnya.

Kita perlu sekali belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukan oleh para peserta
didik, lalu segera memberi hadiah atas perilaku tersebut dengan pujian dan perhatian.
Kedengarannya hal ini sederhana. tetapi memerlukan upaya sungguh-sungguh untuk tetap
mencari dan memberi hadiah atas perilaku-perilaku positif peserta didik, baik secara kelompok
maupun individual.

Disisi lain, teman-teman pendidik juga harus memperhatikan perilaku-perilaku peserta didik
yang negatif dan mengeliminasi perilaku-perilaku tersebut agar tidak terulang kembali. Teman-
teman pendidik bisa mencontohkan berbagai perilaku peserta negatif, misalnya melalui ceritera
dan ilustrasi, serta memberikan pujian kepada mereka karena tidak melakukan perilaku negatif
tersebut. Kita juga sebaiknya menetapkan rules yang jelas dalam proses pembelajaran. Agar
suasana kelas menjadi kondusif dan peserta didik ikut belajar untuk disiplin, komitmen, dan
bertanggung jawab terhadap proses pembejaran di kelas.

5. Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik

Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, mereka memiliki kekuatan, kelemahan,
minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga, latar belakang sosial ekonomi,
dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas, intlegensi, dan
kompetensinya. Dalam hal ini, teman-teman pendidik juga harus memahami ciri-ciri peserta
didik yang harus dikembangkan dan yang harus diarahkan kembali.
Dalam proses pembelajaran, mungkin teman-teman pendidik pernah mengabaikan perbedaan
peserta didiknya di kelas. Hal ini dapat diterlihat dari penggunaan metode pembelajaran yang
kurang bervariasi. Anak didik yang kita hadapi, masing-masing memiliki tingkat kemampuan
dan kompetensi yang berbeda dalam menyerap pelajaran. Oleh sebab itu, penggunaan metode
pembelajaran yang bervariasi sangatlah dianjurkan.

Aspek-aspek peserta didik yang peru dipahami teman-teman pendidik antara lain, kemampuan,
potensi, minat, kebiasaan, hobi, sikap, kepribadian, hasil belajar, catatan kesehatan, latar
belakang sekolah dan kegiatannya disekolah. Informasi tersebut dapat dieroleh dan dipelajari
dari laporan atau catatan sekolah, informasi dari peserta didik lain (teman dekat), observasi
langsung dalam situasi kelas, dan dalam berbagai kegiatan lain di luar kelas, serta informasi dari
peserta didik itu sendiri melalui wawancara, percakapan, dan autobiografi.

Selain itu, teman-teman pendidik dapat berkunjung ke rumah peserta didik yang sedang
membutuhkan perhatian terutama kepada peserta didik yang bermasalah di sekolah, barangkali
perlu diterapkan sehingga terjalin komunikasi terbuka, dan kita bisa memahami karakteristik
peserta didik tersebut. Penulis pernah melakukan beberapa kunjungan ke rumah peserta didik,
dan hasilnya adalah sangat mengubah persepsi yang selama ini belum terpecahkan, selain itu
inspirasi sangat terbuka luas untuk mengatasi berbagai problem kependidikan di sekolah.

6. Memperlakukan Peserta Didik Secara Tidak Adil

Pembelajaran yang baik dan efektif adalah yang mampu memberi kemudahan belajar secara adil
dan merata (tidak diskriminatif), sehingga peserta didik dapat mengembangkan potensinya
secara optimal. Keadilan dalam pembelajaran merupakan kewajiban guru dan hak peserta didik
untuk memperolehnya.

Dalam praktiknya, mungkin banyak diantara teman-teman pendidik yang tidak adil, sehingga
merugikan perkembangan peserta didik, dan ini merupakan kesalahan yang sering kita lakukan,
terutama dalam penilaian peserta didik selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam
memberikan penilaian harus dilakukan secara adil, dan benar-benar merupakan cermin dari
perilaku peserta didik.

Ketidakadilan dalam proses pembelajaran akan memunculkan persaingan yang tidak sehat pada
peserta didik. Disisi lain, sebagian peserta didik mungkin bersemangat dalam belajarnya, tetapi
disisi lain pula ada peserta didik yang merasa tersisihkan. Perhatian meyeluruh dan penuh rasa
cinta pada setiap peserta didik harus selalu ditumbuhkembangkan pada diri seorang guru untuk
mengatasi ketidakadilan tersebut.

7. Tidak Sadar Memberikan Contoh Tindakan Kurang Tepat Pada Peserta Didik
Teman-teman pendidik merupakan contoh dan panutan bagi peserta didik. Tanpa disadari,
tindakan guru adalah doktrin yang melekat pada peserta didik. Perlu teman-teman pendidik
ketahui, peserta didik adalah penyontoh paling andal. Mereka mampu menyontoh gaya guru
menyampaikan materi dan bagaimana alur pikir guru dalam memahami materi.

Untuk itu, jangan pernah melakukan tindakan yang kurang tepat pada peserta didik, seperti
mengeluarkan kata keras dan kotor, menghina peserta didik di depan kelas, memerintah pada
sesuatu yang tidak dilakukan oleh kita sendiri, sering terlambat masuk ke kelas, merokok, dan
lain-lainnya. Wibawa kita sebagai seorang guru akan hilang dimata peserta didik. Dan hal
tersebut cukup menyulitkan kita ketika mengajar di dalam kelas.

Ingatlah bahwa kita sebagai guru akan diminta pertanggungjawaban di akhirat. Di dunia gaji
memang tidak seberapa, jangan kotori keuntungan akhirat dengan menodai profesi mulia ini.
Niatkan menjadi guru sebagai ibadah. Jadikan pekerjaan guru sebagai ladang amal yang akan
dipanen hasilnya kelak di akhirat. Selamat berjuang wahai para pahlawan ilmu! Semoga dari
tanganmu akan lahir generasi tangguh, berilmu, dan berakhlak yang mampu memimpin bangsa
dan negara ini.
B. Cara-cara mengajar yang ideal

Menjadi guru ideal adalah impian setiap pendidik; sosoknya selalu didambakan oleh peserta
didik. Guru ideal mampu menyelami hati peserta didiknya sehingga ia menjadi panutan bagi
lingkungannya. Guru ideal selalu dirindukan karena mampu membangun karakter setiap peserta
didiknya.

Guru ideal merupakan pengganti orang tua yang mampu memberikan pendidikan kognitif,
afektif, dan psikomotorik bagi anak didiknya. Sosok yang mampu menciptakan suasana kelas
lebih hidup, lebih aktif, dan menyenangkan. Guru ideal tidak akan pernah kehabisan cara untuk
mentransfer ilmunya menjadi pembelajaran nyata. (Guru SD Jawa Barat. 2019).

Guru ideal harusnya mampu mengatasi problematika belajar. Guru yang kompeten dalam
menjalankan kegiatan proses belajar mengajar (PBM), di samping mau menyesuaikan diri
dengan dinamika peradaban dan zaman. Guru ideal, sejatinya tidak menjadikan belajar sebagai
proses untuk mencetak siswa sebagai “ahli”. Tapi belajar adalah proses agar siswa dapat
menemukan potensi dan jati dirinya. Belajar bukan hanya pengetahuan namun memperkaya
pengalaman siswa.

Guru sebaiknya menjadi sosok yang tidak dominan di dalam kelas. Agar pembelajaran di sekolah
bukan hanya menyajikan kurikulum dan penguasaan materi pelajaran semata. Tapi mampu
mengubah siswa menjadi kompeten sesuai dengan potensi dirinya. Penciptaan suasana belajar
yang dinamis, produktif, dan profesional harus menjadi spirit guru yang dieal. Sehingga
implikasinya, guru mampu menjadi fasilitator dalam membentuk kepribadian siswa yang kokoh,
baik secara intelektual, moral. Maka guru ideal, bukan hanya memiliki kompetensi pedagogis,
namun kompetensi profesional, sosial, dan kepribadian.

Proses belajar-mengajar dengan sistem top-down yang masih dipraktikkan guru di kelas harus
dihilangkan. Karena sistem belajar top-down hanya dapat menghasilkan manusia yang cerdas.
Tapi gagal menciptakan generasi yang berkarakter, kritis lagi kreatif. Guru yang ideal harus
dapat mengubah kurikulum pembelajaran menjadi unit pelajaran yang mampu menembus ruang-
ruang kelas. Kelas yang bergairah dan belajar yang penuh energi. Bahkan guru harus mampu
“melawan” kurikulum yang mengungkung kreativitas guru dalam mengajar.

Guru ideal sanggup “menghipnotis” peserta didiknya, dari yang semula murung, sedih, kurang
semangat, dan malas, menjadi ceria dan mampu mencapai keinginannya. Sosok guru seperti
itulah yang dirindukan oleh peserta didik. Sosok yang paham akan tanggung jawab dan
profesinya, serta karakter setiap peserta didiknya.

Guru ideal tidak cukup sebatas bisa mengajar atau menjelaskan pelajaran hingga menjadi mudah
dipahami. Terlalu sempit bila guru ideal diartikan sebatas keahlian profesi atau pekerjaan.

Guru di era digital memang harus berbebah dan berubah. Agar sosok guru yang ideal hadir di
kalangan siswa sehari-hari. Beberapa indikator penting sosok guru yang ideal, antara lain: 1)
bertumpu pada orientasi pembelajaran yang bersifat praktis, bukan teoretik, 2) mengakomodasi
belajar sebagai sarana siswa untuk memperoleh pengalaman, 3) berorientasi pada kompetensi
siswa, 4) mampu menyederhanakan materi pelajaran, dan 5) memiliki metode pembelajaran yang
menarik dan menyenangkan.

Sejalan dengan itu, guru yang ideal pun harus mampu menggunakan model pembelajaran
inovatif, seperti alat peraga, metode, dan strategi mengajar yang efektif dan bersifat student-
centered. Guru yang memiliki semangat mengaja, bukan hanya sibuk mengurus administrasi dan
tunjangan lalu meninggalkan jam mengajar. Karena profesi guru itu sepanjang hayat, bukan
hanya satu semester atau satu tahun. Dan yang terpenting, guru yang ideal pun harus menjadi
teladan siswa. Seperti ungkapan “digugu dan ditiru”. Guru yang mampu menjadi contoh baik
bagi siswa. Karena menerapkan nilai-nilai karakter yang baik.

PBM di kelas yang monoton dan membosankan, harus diakui lebih banyak disebabkan oleh
lemahnya sikap guru. Siswa yang tidak bergairah, under estimate saat mengikuti pelajaran di
kelas adalah tantangan guru ke depan. Maka sosok guru yang ideal saat ini harusnya bukan lagi
dambaan. Namun harus direalisasikan. Dengan cara meningkatkan kompetensi, kualitas, dan
sikap guru menjadi lebih baik. (Yunus, Syarif. 2020)
Daftar Pustaka

Mulyasa, E. 2011. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya

Dosen Unindra - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) -
Konsultan - Mhs S3 MP Unpak - Pendiri TBM Lentera Pustaka
Konten dari Pengguna. 25 November 2020 7:36
Tulisan dari Syarif Yunus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Guru SD yang berasal dari Provinsi Jawa Barat. 5 November 2019

(https://rise.smeru.or.id/blog/guru-ideal-adalah-teladan-bagi-peserta-didikannya).

Anda mungkin juga menyukai