Anda di halaman 1dari 15

Urgensi Pendidikan Nilai

A. MEMBANGUN MANUSIA DENGAN MEMANUSIAKAN MANUSIA


Terdapat sebuah cerita untuk dapat mempermudah dalam memahami materi ini. Seorang
ahli bahasa terperosok ke dalam sebuah sumur hening, ia tak bisa naik. Lalu lewatlah
seorang pemuda di sumur tersebut, ketika tampak olehnya pemuda melongok kebawah,
ia berteriak minta tolong. Tolonglah, keluarkan aku dari sini! Oke jawab pemuda itu.
Pemuda itu adalah seorang pengembara yang bermaksud mencari air minum, Tunggulah
sebentar, aku cari tali dan tangga, kata pemuda pengembara lagi. Huss, logika
bahasamu salah teriak si ahli bahasa, Seharusnya kau bilang tangga, baru kemudian
tali katanya. Pengembara itu yang biasa berpikir tentang hakikat tertegun sejenak. Ia
menyadari betapa tak mudah berurusan dengan orang yang biasa cerewet mengenai
persoalan kulit dan mengabaikan terhadap perkara isi. Kemudian pengembara itu
menyahut lagi Baiklah Bung, kalau dalam keadaan darurat begini kau masih lebih
mengutamakan kaidah bahasa ketimbang keselamatan jiwamu, tunggulah lima tahun di
situ sampai saya kembali sebagai ahli bahasa. Pemuda pengembara kemudian
melangkah menjahui tempat itu dan tinggalah ahli bahasa yang termenung-menung
menyesali orientasinya yang sering kelewat teknis dalam menghadapi persoalan hidup
yang kompleks dan warna-warni.

Cerita tentang ahli bahasa dan pemuda pengembara tersebut boleh jadi tidak pernah ada
atau hanya sebuah rekaan belaka. Tetapi perlu menjadi catatan bahwa manusia dengan
sikap dan pemikiran seperti mereka itu ada di sekitar kita.[1] Contoh seperti inilah
gambaran pendidikan yang mengabaikan ranah afeksi pendidikan itu sendiri. Secara
teoritis ilmu pendidikan sangat komplit, tetapi domain nilai dari pendidikan itu sendiri
dilupakan. Oleh karena itu, membumikan pendidikan nilai melalui pendekatan-
pendekatan yang tepat perlu dirumuskan dan diamplikasikan.[2]

Sebuah realita yang sudah mentradisi di kalangan pendidikan kita, ketika seorang guru
matematika menginginkan nilai matematika siswanya tinggi, guru bahasa inggris juga
menginginkan nilai bahasa inggris siswanya tinggi, dan begitu pula dengan guru-guru
mata pelajaran lainnya. Hal ini merupakan suatu kewajaran, namun sangat disayangkan
apabila seorang guru memaksakan muridnya untuk mendapatkan nilai tinggi, sedangkan
paksaan tersebut tidak dilandasi dengan kemampuan seorang guru untuk memahami atas
kemapuan muridnya. Akhirnya, ketika salah satu muridnya tidak menuruti kemauan
gurunya, giliran guru yang memarahi dan menghukum sang murid, tanpa mengevaluasi
kenapa murid-muridnya tidak menuruti kemauannya (guru) dan tanpa mau mengetahui
keinginan dan kemampuan dari muridnya.

Perlu disadari bahwa perkembangan seorang murid memiliki kapabilitas yang berbeda
antara murid yang satu dengan murid lainnya. Ada kalanya seorang murid suka dengan
suasana belajar yang penuh dengan puzzle, cafe-cafe learning, describing picture, dan
sebagainya. Tetapi ada juga murid yang tidak suka dengan hal itu semua. Bukan hanya
kesukaan murid terhadap suasana belajar saja yang berbeda, tetapi terhadap mata
pelajaran pun kesukaan mereka juga tidak akan sama. Contoh, ada murid yang lebih suka
mata pelajaran matematika, tetapi tidak suka mata pelajaran bahasa inggris. Hal seperti
ini, tentulah harus benar-benar disadari dan dievaluasi oleh seorang guru atas tipe murid
seperti contoh tersebut. Tugas guru disini tidak hanya sebagai seorang pendidik
(educatif), tetapi juga seorang pembimbing, pengajar (transfer of knowledge), dan
pengawas (keeping) atas kondisi jiwa murid-muridnya. Jika seorang guru mampu untuk
menjalankan tugasnya tersebut dengan baik, maka tidak akan ada murid yang merasa
takut dengan guru-guru yang mengajarnya. Dan guru pun akan menyadari bahwa tiap-
tiap murid memiliki keunikan sendiri-sendiri. Sehingga kekerasan, pemaksaan, atau
sikap lain yang tidak sepantasnya dilakukan di dunia pendidikan akan lebih
terminimalisir. Karena pendidikan adalah untuk mencerdaskan bangsa dan membatu
untuk mendewasakan bangsa, sehingga bangsa bisa memiliki karakter yang
berpendidikan moral.

Secara mendasar pendidikan ada karena ada manusia. Pendidikan ada hanya untuk
manusia, bukan untuk hewan atau sejenisnya. Hal mendasar inilah yang perlu kita catat
di kepala kita, khususnya bagi mereka yang menjadi seorang guru. Sebab, kita sering kali
melupakan bahwa orang yang menjadi amanat kita adalah manusia yang memiliki
keragam dan keseragaman yang begitu kompleks. Realita yang terjadi, kadang murid
dianggap sebagai sebuah robot. Murid yang masuk pada salah satu sekolah yang sudah
memiliki visi, misi dan tujuan, seketika itu juga, pemilik lembaga langsung men-set up
murid-murid tersebut menurut lembaga mereka.

Pendidikan adalah untuk manusia, begitu juga dengan sekolah. sekolah adalah
sekolahnya manusia. Jadi, lembaga pendidikan seharusnya mengantarkan kemauan atau
cita-cita muridnya, bukan sebaliknya murid mengantarkan kemauan atau cita-cita
sekolah. Pada akhirnya, semua murid yang masuk pada lembaganya, langsung di-make
up lembaga untuk siap tanding melawan pesaing-pesaing dari lembaga pendidikan
lainnya atau untuk menjadi jagoan di bidang mata pelajatan agar citra lembaga
pendidikan terangkat.

Boleh saja suatu lembaga memiliki cita-cita seperti itu, namun yang patut diketahui oleh
pengelola lembaga bahwa lembaga pendidikan harus dapat memberikan konstribusi
dalam menghantarkan cita-cita muridnya. Sebab, tidak semuanya murid dapat nyaman
dan bisa untuk menuruti kemauan lembaga.

Sudahkah kita memahami karakter seorang murid kita? Itu adalah pertanyaan yang harus
sering direnungkan oleh seorang guru. Otoritas seorang guru memaksakan murid untuk
menjadi pandai adalah kewajiban ke nomor sekian, kewajiban seorang guru adalah
bagaimana guru dapat menyampaikan pengetahuannya dengan baik, sehingga murid
yang mereka hadapi memahami pelajaran-pelajaran yang ia sampaikan. Sehingga pada
akhirnya bisa memandaikan, mencerdaskan, dan mendewasakan muridnya. Tidak jarang,
guru yang lulusan luar negeri dan berpengatahuan banyak tetapi ketika ia mengajar di
sekolah tetap saja tidak disukai murid-muridnya, karena tidak dapat mengajar dengan
baik.

Realita kongkret, pada hasil UN sekolah-sekolah yang bertaraf lokalkatakan saja tidak
sekolah bertaraf internasional atau SBImasih dapat menduduki peringkat terbaik.
Sebagai upaya mencerdaskan dan mendewasakan penerus bangsa, peran lembaga
pendidikan dalam hal ini adalah sekolah, haruslah baik dan benar berdasarkan landasan
filsafat pendidikan perlu kita ulas kembali, guna kebenaran atas pendidikan untuk
manusia.[3]

Banyak perbuatan manusia berkaitan dengan baik, buruk, atau netral. Contohnya, bila
pagi hari mengenakan lebih dulu sepatu kanan daripada sepatu kiri, atau sebaliknya.
Perbuatan tersebut tidak mempunyai hubungan dengan baik atau buruk. Kedua-keduanya
tidak lebih baik atau buruk dari sudut moral. Perbuatan tersebut boleh disebut amoral,
dalam arti seperti sudah dijelaskan, tidak mempunyai relevansi etis. Tapi lain halnya, bila
contohnya seperti bapak keluarga yang membelanjakan gaji bulanan lebih dulu untuk
hobby (memotret, memelihara burung, atau lebih jelek lagi berjudi), dan sisanya baru
diserahkan kepada keluarga. Perbuatan terakhir itu tanpa ragu-ragu akan dinilai tidak
etis atau immoral atau buruk dari sudut moral, karena sebagai bapak keluarga berarti
mempunyai kewajiban mengutamakan istri dan anak-anak diatas kebutuhan atau
kesenanangan pribadi. Moralitas merupakan dimensi nyata dalam hidup setiap manusia,
baik pada tahap perorangan maupun pada tahap sosial, dan moralitas hanya terdapat pada
manusia dan tidak terdapat pada makhluk lain. [4]

B. PRINSIP PEMBELAJARAN NILAI


Pendekatan atau model pembelajaran tradisional cenderung berasumsi bahwa siswa
memiliki kebutuhan yang sama, dan belajar dengan cara yang sama pada waktu yang
sama dalam ruang kelas yang tenang, dengan kegiatan materi pelajaran yang tersusun
sacara ketat, dan didominasi oleh guru. Padahal, pendekatan atau pembelajaran
tradisional rasanya sukar untuk mencapai tujuan pendidikan. Model pembelajaran
tradisional yang sekarang banyak diterapkan cenderung kurang memperhatikan
kelangsungan pengalaman siswa yang diperoleh dari kehidupan keluarganya. Hal seperti
ini bertentangan dengan karakter usia sekolah dasar. Selain itu, pengalaman mereka yang
masih bersifat global menuntut diterapkannya model pembelajaran yang relevan dengan
karakter mereka.[5]

Karakteristik siswa-siswa sekolah dasar adalah senang melakukan kegiatan menipulatif,


ingin serba kongrit, dan terpadu. Memperhatikan karakteristik siswa seperti itu, maka
pendekatan atau model pembelajaran yang diasumsikan cocok bagi siswa sekolah dasar
adalah model-model pembelajaran yang lebih didasarkan pada interaksi social dan
pribadi, atau model interaksi dan transaksi. Pendekatan pembelajaran yang dapat
dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas diidentifikasikan sebagai
berikut:

1. Melibatkan siswa secara aktif dalam belajar.


2. Berdasarkan pada perbedaan individu.
3. Berkaitan teori dengan praktek.
4. Mengembangkan komunikasi dan kerja sama dalam belajar.
5. Meningkatkan keberanian siswa dalam mengambil risiko dan belajar dari kasalahan.
6. Meningkatkan pembelajaran sambil berbuat dan bermain.
7. Menyesuaikan pelajaran dengan taraf perkembangan kognitif yang masih pada taraf
operasi konkrit.

Penyajian bahan atau pokok-pokok bahasan yang diberikan kepada anak-anak usia
sekolah dasar hendaknya didasarkan pada prinsip:
1. Dari mudah ke sukar
2. Dari sederhana ke rumit
3. Dari yang bersifat kongkrit ke abstrak
4. Menekankan lingkungan yang paling dekat dengan anak sampai pada lingkungan ke
masyarakat yang lebih luas.[6]
Berikut delapan pendekatan dalam pendidikan nilai atau budi pekerti, yaitu:
Evocation, yaitu pendekatan agar peserta didik diberi kesempatan dan keluasaan
untuk secara bebas mengekspresikan respon afektifnya terhadap stimulus yang
diterimanya.
Inculcation, yaitu pendekatan agar peserta didik menerima stimulus yang arahkan
menuju kondisi siap.
Moral Reasoning, yaitu pendekatan agar terjadi transaksi intelektual taksonomik
tinggi dalam mencari pemecahan suatu masalah.
Value clarification, yaitu pendekatan melalui stimulus terarah agar siswa diajak
mencari kejelasan isi pesan keharusan nilai moral.
Value Analysis, yaitu pendekatan agar siswa dirangsang untuk melakukan analisis
nilai moral.
Moral Awareness, yaitu pendekatan agar siswa mempunyai nilai stimulus dan
dibangkitkan kesadarannya agar mempunyai nilai tertentu.
Commitment Approach, yaitu pendekatan agar siswa sejak awal diajak
menyepakati adanya suatu pola pikir dalam proses pendidikan nilai.
Union Approach, yaitu pendekatan agar peserta didik diarahkan untuk
melaksanakan secara riil dalam suatu kehidupan.
Teknik pengungkapan nilai adalah teknik yang memandang pendidikan nilai dalam
pengertian promoting self-awarenes and self caring dan bukan mengatasi masalah moral
yang membantu mengungkapkan moral yang dimiliki peserta didik tentang hal-hal
tertentu. Pendekatannya dilakukan dengan cara membantu peserta didik menemukan dan
menilai/menguji nilai yang mereka miliki untuk mencapai perasaan diri. Model analisis
nilai adalah model yang membantu peserta didik memperlajari pengambilan keputusan
melalui proses langkah demi langkah dengan cara yang sisitematis. Model ini akan
memberi makna bila dihadapkan pada upaya menangani isu-isu kebijakan yang lebih
kompleks.

Pengembangan kognitif moral adalah model yang membantu peserta didik berpikir
melalui pertentangan dengan cara yang lebih jelas dan menyeluruh melalui tahapan-
tahapan umum dari pertimbangan moral. Tindakan sosial adalah model yang bertujuan
meningkatkan keefektifan peserta didik untk mengungkap, meneliti, dan memecahkan
masalah sosial. Terdapat empat hal penting yang perlu diperhatikan dalam menggunakan
model pendidikan nilai yaitu berfokus pada kehidupan, penerimaan akan sesuatu,
memerlukan refleksi lebih lanjut, dan harus mengarah pada tujuan. Model-model
tersebut melihat pendidikan nilai sebagai upaya untuk menumbuhkan kesadaran tinggi
dan kepedulian diri, bukan pemecahan. Pada dasarnya model pengungkapan nilai berakar
pada dialog yang tujuannya bukan untuk mengenalkan nilai tetentu pada peserta didik,
tetapi juga untuk membantu mengunakan dan menerapkan nilai pada kehidupan.

Sementara itu R.H. Hersh mengemukakan enam teori yang banyak digunakan dalam
pembelajaran pendidikan nilai, yaitu sebagai berikut:

1. Pendekatan pengebangan rasional


2. Pendekatan pertimbangan
3. Pendekatan klarifikasi nilai
4. Pendekatan pengembangan moral kognitif
5. Pendekatan perilaku sosial

Sedangkan Elias (1989) mengklasifikasikan teori yang berkembang menjadi tiga, yaitu:
1. Pendekatan kognitif
2. Pendekatan afektif
3. Pendekatan psikomotorik atau perilaku

Pendekatan ini menurut Rest (1973) didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa
menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi dan afeksi. Ada delapan
pendekatan nilai yang berdasarkan kepada beberapa literatur dalam bidang psikologi,
sosiologi, filosofi, dan pendidikan yang berhubungan dengan nilai, yang kemudian
pendekatan-pendekatan tersebut diringkas menjadi lima, yaitu:

1. Pendekatan penanam nilai


2. Pendekatan perkembangan moral kognitif
3. Pendekatan analisis nilai
4. Pendekatan klarifikasi nilai
5. Pendekatan pembelajaran berbuat

Kelima model pendekatan pendidikan nilai tersebut dibangun atas dasar teori
perkembangan nilai anak, sebagaimana dikemukakan oleh Norman J. Bull (1969) yang
menyatakan ada empat tahap pengembangan nilai yang dilalui seseorang, yaitu sebagai
berikut:
Tahap anatomi, yaitu tahap yang merupakan potensi yang siap dikembangkan.
Tahap heteronomy, yaitu tahap nilai berpotensial yang dikembangkan melalui
aturan dan pendisiplinan.
Tahap sosionomi, yaitu tahap nilai yang berkembang di tengah-tengah teman
sebaya dan masyarakatnya.
Tahap onotomi, yaitu tahap nilai mengisi dan mengendalikan kata hati dan
kemauan bebasnya tanpa mendapatkan tekanan lingkungannya.

C. PENDEKATAN DALAM PENDIDIKAN NILAI


1. Pendekatan Penanaman Nilai

Pendekatan ini memiliki pengertian suatu pendekatan yang memiliki penekanan dan
penanam nilai-nilai sosial dalam diri siswa. Tujuan pendidikan menurut pendekatan ini
adalah diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa dan berubahnya nilai-nilai siswa
yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Sedangkan metode yang
digunakan dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain keteladanan,
penguatan positif dan negatif, simulasi, dan permainan peranan.

Pendekatan ini dinilai masih tradisional yang menyebabkan banyak kirtik dari beberapa
literatur barat yang ditunjukkan kepada pendekatan ini. Pendekatan ini dinilai
mengabaikan hak anak untuk memilih nilainya sendiri secara bebas. Menurut Raths
kehidupan manusia berbeda karena perbedaan waktu dan tempat, kita tidak dapat
meramalkan nilai yang sesuai untuk generasi yang akan datang. Oleh karena itu, yang
perlu diajarkan pada generasi mudah bukanlah nilai, melainkan proses supaya mereka
dapat menemukan nilai-nilai mereka sendiri sesuai dengan lokasi tempat dan periode
zamannya. Pendekatan ini digunakan secara meluas diberbagai masyarakat, terutama
dalam penanaman nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya, karena ajaran agama memuat
nilai-nilai ideal yang bersifat global dan kebenarannya bersifat mutlak.

2. Pendekatan perkembangan kognitif


Pendekatan ini dikatakan pendekatan kognitif karena karakteristiknya memberikan
penekanan pada aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan ini mendorong siswa
untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam membuat keputusan-
keputusan moral. Perkembangan moral menurut pendekatan ini dilihat sebagai
perkembangan tingkat berpikir dalam membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat
yang lebih rendah menuju suatu tingkat yang lebih tinggi. Tujuan dari pendekatan ini ada
dua, yaitu membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih kompleks
berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi, dan mendorong siswa untuk mendiskusikan
alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam suatu masalah moral.

Pendekatan ini menggunakan metode diskusi, karena dalam diskusi siswa dapat menuju
tingkat perkembangan moral yang lebih tinggi dan siswa didorong untuk menentukan
posisi apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dan apa alasan-
alasannya. Pendekatan perkembangan kognitif mudah digunakan dalam proses
pendidikan di sekolah, karena pendidikan ini memberikan penekanan pada aspek
perkembangan kemampuan berpikir. Pendekatan ini juga memiliki kelemahan, antara
lain sangat menjunjung tinggi kebebasan pribadi yang berdasarkan filsafat liberal. Dalam
proses pendidikan dan pengajaran, pendekatan ini juga tidak mementingkan kriteria
benar salah untuk semua perbuatan, yang dipentingkan adalah alasan yang dikemukakan
atau pertimbangan dari moralnya.

3. Pendekatan Analisis Nilai

Pendekatan ini memberikan penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk


berpikir logis dengan cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai
sosial. Pendekatan ini membantu siswa untuk menggunakan kemampuan berpikir logis
dan penemuan ilmiah dalam menganalisis masalah-masalah sosial yang berhubngan
dengan nilai moral tertentu. Pendekatan ini juga membantu siswa dalam proses berpikir
rasional dan analitik dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang
nilai-nilai mereka.

Metode pelajaran yang sering digunakan dalam pendekatan ini adalah pembelajaran
secara individu atau kelompok tentang masalah-masalah sosial yang memuat nilai-nilai
moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, dan diskusi kelas berdasarkan
pada pemikiran rasional.

Langkah Analisis Nilai Tugas Penyelesaian Masalah


Mengidentifikasi dan menjelaskan Mengurangi perbedaan penafsiran
nilai yang terkait yang terkait
Mengumpulkan fakta yang Mengurangi perbedaan dalam
berhubungan fakta yang berhubungan
Menguji kebenaran fakta yang Mengurangi perbedaan kebenaran
berhubungan tentang fakta yang berkaitan
Menjeklaskan kaitan antara fakta Mengurangi perbedaan tentang
yang bersangkutan kaitan antara fakta yang bersangkkutan
Merumuskan keputusan moral Mengurangi perbedaan dalam
sementara rumusan keputusan sementara
Menguji prinsip moral yang Mengurangi perbedaan dalam
digunakan dalam pengambilan keputusan pengujian prinsip moral yang diterima

Kelebihan dan kelemahan pendekatan analisis nilai, ialah:

Kelebihannya, mudah diaplikasikan dalam ruang kelas. Karena penekanannya pada


pengembangan kemampuan kognitif. Selain itu, seperti yang terlihat dalam rumusan
prosedur analisis nilai dan penyelesaian tersebut, pendekatan ini menawarkan langkah-
langkah yang sistematis dalam pelaksanaan proses pembelajaran moral.

Kelemahannya, pendekatan ini sangat menekankan aspek kognitif dan sebaliknya


menekankan aspek afektif serta perilaku.

4. Pendekatan Klarifikasi Nilai


Pendekatan ini memberi tekanan pada usaha untuk membantu siswa dalam mengkaji
perasaan dan perbuatannya sendiri dan untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang
nilai-nilai mereka sendiri. Tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini ada tiga,
yaitu:

Membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta
nilai-nilai orang lain.
Membantu siswa supaya mampu untuk berkomunikasi teerbuka dan jujur dengan orang
lain.
Membantu siswa supaya mampu untuk menggunakan secara bersama-sama
kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai-
nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.

Dalam pengajaran, pendekatan ini menggunakan metode dialog, menulis, dan diskusi
dalam kelompok besar atau kecil. Kelebihan pendekatan ini memberikan penghargaan
yang tinggi kepada siswa sebagai individu yang mempunyai hak untuk memilih,
menghargai, dan bertindak berdasarkan kepada nilainya sendiri. Metode pelajaran juga
sangat fleksibel selama masih dipandang sesuai dengan rumusan proses menilai dan
empat garis panduan yang ditentukan. Sedangkan kelemahan dari pendekatan ini adalah
menampilkan bias budaya Barat. Selain itu, dalam pendekatan ini nilai benar atau salah
sangat relatif karena sangat mementingkan nilai perseorangan.

5. Pendekatan Pembelajaran Berbuat


Pendekatan ini memberi penekanan pada usaha memberikan kesempatan pada siswa
untuk melakukan perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara
bersama-sama dalam suatu kelompok. Metode pengajaran yang digunakan dalam
pendekatan ini sama dengan metode yang digunakan dalam pendekatan analisis nilai.

D. PENANAMAN PENDIDIKAN NILAI DI SEKOLAH


Budi pekerti adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh-sungguh dilaksanakan bukan
karena sekedar kebiasaan, tapi berdasar pemahaman dan kesadaran diri untuk menjadi
baik. Nilai-nilai didasari dan dilaksanakan sebagai budi pekerti hanya dapat diperoleh
melalui proses yang berjalan sepanjang hidup manusia. Budi pekerti didapat melalui
proses internalisasi dari apa yang ia ketahui, yang membutuhkan waktu sehingga
terbentuklah pekerti yang baik dalam kehidupan umat manusia.

Mengingat bahwa penanaman sikap dan nilai hidup merupakan proses, maka hal ini
dapat diberikan melalui pendidikan formal yang direncanakan dan dirancang secara
matang. Direncanakan dan dirancang tentang nilai-nilai apa saja yang akan
diperkenalkan, metode, dan kegiatan apa yang dapat digunakan untuk menawarkan dan
menanamkan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang akan ditawarkan dan ditanamkan
kepada siswa harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tugas perkembangan
kejiwaan anak.

Pada tahap awal proses penanaman nilai, anak diperkenalkan pada tatanan hidup
bersama. Tatanan hidup dalam masyarakat tidak selalu seiring dengan tatanan yang ada
dalam keluarga. Pada tahap awal, anak diperkenalkan pada penalarannya, tahap demi
tahap. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, maka semakin mendalam unsur
pemahaman argumentasi dan penalarannya. Nilai-nilai hidup yang diperkenalkan dan
ditanamkan ini merupakan realitas yang ada dalam masyarakat kita.

Berikut beberapa nilai yang kiranya dapat dipilih dan ditawarkan kepada anak melalui
jenjang pendidikan formal. Nilai-nilai yang coba ditawarkan ini dipertimbangkan
berdasarkan pemahaman akan kebutuhan dan permasalahan yang ada dalam masyarakat
dewasa ini:
Kebutuhan akan adanya nilai dan isu persatuan untuk menjawab kecenderungan
perpecahan atau pengkotak-kotakan.
Nilai dan isu gender merupakan kebutuhan untuk menghargai perempuan sebagai
makhluk dan bagian masyarakat yang setara dengan laki-laki. Perempuan bukan sekedar
sebagai objek, tetapi juga subjek yang dapat dan harus mandiri dan dihargai.
Nilai dan isu lingkungan hidup untuk menjawab kebutuhan menghargai, menjaga,
mencintai, dan mengembangkan lingkungan alam yang cenderung dieksploitasi tanpa
memperhatikan keseimbangan untuk hidup.
Keprihatinan akan kebenaran dan keadilan yang tampak masih jauh dari harapan
kehidupan masyarakat. Hal ini bukan berarti hanya inilah yang termasuk nilai hidup,
tetapi dari semua yang ditawarkan masih terbuka untuk nilai-nilai yang lain. Nilai-nilai
hidup yang ditawarkan dan menjadi perhatian menurut Paul Suparno, dkk adalah:
Religiusitas
a. Mensyukuri hidup dan percaya kepada Tuhan
b. Sikap toleran
c. Mendalami ajaran agama

Sosialitas
a. Penghargaan akan tatanan hudup bersama secara positif.
b. Solidaritas yang benar dan baik.
c. Persahabatan sejati.
d. Berorganisasi dengan baik dan benar.
e. Membuat acara yang sehat dan berguna.

Gender
a. Penghargaan terhadap perempuan
b. Kesempatan beraktivitas yang lebih luas bagi perempuan.
c. Menghargai kepemimpinan perempuan.

Keadilan
a. Penghargaan sejati dan orang lain secara mendasar.
b. Menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban secara benar dan seimbang.
c. Keadilan berdasarkan hati nurani.

Demokrasi
a. Menghargai dan menerima perbedaan dalam hidup bersama dengan saling
menghormati.
b. Berani menerima realita kemenangan maupun kekalahan
Kejujuran
Menyatakan kebenaran sebagai penghormatan pada sesama.

Kemandirian
a. Keberanian untuk mengambil keputusan secara bersih dan benar dalam kebersamaan.
b. Mengenal kemampuan diri.
c. Membangun kepercayaan diri.
d. Menerima keunikan diri.

Daya juang
a. Memupuk kemauan untuk mencapai tujuan
b. Bersikap tidak mudah menyerah

Tanggung jawab
a. Berani menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup.
b. Mengembangkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
c. Mengembangkan hidup bersama secara positif.

Penghargaan terhadap lingkungan alam.


a. Manggunakan alam sesuai dengan kebutuhan secara wajar dan seimbang.
b. Mencintai kehidupan.
c. Mengenali lingkungan alam dan penerapannya.

Penanaman Nilai di Sekolah Taman Kanak-Kanak (TK)


Pada jenjang taman kanak-kanak, anak lebih diperkenalkan pada realitas hidup bersama
yang mempunyai aturan dan nilai hidup. Proses ini dilaksanakan melalui berbagai bentuk
kegiatan yang membuat anak senang dan merasakan kebaikan dan tatanan serta nilai
hidup tersebut. Hidup bersama, bersekolah adalah situasi yang menyenangkan dan baik.
Itulah yang akan diperkenalkan dan ditanamkan pada jenjang taman kanak-kanak.

Religiusitas
Siswa dengan berbagai macam latar belakang hidup keluarga membawa dampak pada
kebiasaan yang berbeda satu sama lain. Membiasakan diri untuk berterima kasih dan
bersyukur akan membawa pengaruh pada suasana hidup yang menyenangkan, ceria, dan
penuh warna yang sehat dan seimbang. Untuk melatih hal ini menjadi suatu kebiasaan
yang dapat dilakukan sedini mungkin pada masa pendidikan, yaitu dengan membiasakan
berdoa sebelum dan sesudah selesai pelajaran, sebelum dan sesudah makan, serta
sebelum dan sesudah bangun tidur. Selain berdoa, nilai religiusitas juga dapat
ditanamkan melalui kegiatan bernyanyi yang sederhana dan mempunyai nilai hidup.

Sosialitas
Membiasakan anak hidup bersama saling memperhatikan. Guru mengajak siswa untuk
mulai memperhatikan sesamanya, mau berbagi dan menyadari bahwa dalam kehidupan
bersama perlu ada aturan, ada suasana saling memperhatikan, dan mendukung. Anak
diajak untuk lebih bersikap terbuka, rendah hati, saling menerima dan memberi, tidak
bersikap egois, dan mau menang sendiri. Sebagai langkah awal yang bisa dilakukan
berupa sikap dan perilaku mau berbagi mainan dengan teman, mau bergantian dengan
teman, serta mau bermain bersama teman.

Gender
Hal ini dapat dicontohkan dalam hal kesetaraan dalam permainan. Ada pembedaan sejak
dini antara perempuan dan laki-laki. Pembedaan yang ada bukanlah menunjukkan
perbedaan yang esensial, tetapi pembedaan berdasarkan kebiasaan belaka. Secara
esensial perempuan sebenarnya bukanlah makhluk yang lemah dan perlu dikasihani,
melainkan sebaliknya ia adalah makhluk yang kuat dan memiliki potensi yang bisa
dioptimalkan eksistensinya. Mainset dan pandangan yang demikian harus ditanamkan
pada diri anak-anak didik di sekolah. Begitu juga laki-laki bukanlah identik dengan kasar
dan hanya mengandalkan otot. Hal ini harus disosialisasikan sejak kecil melalui
permainan dan kegiatan bersama yang tidak membedakan antara laki-laki dan
perempuan.

Keadilan
Nilai keadilan dapat ditanamkan dengan cara memberikan kesempatan kepada semua
siswa, laki-laki dan perempuan untuk mengerjakan tugas yaqng diberikan guru, baik
melalui kegiatan menyanyi, permainan, maupun tugas-tugas lainnya. Apabila ada anak
yang mendominasi, dapat diberi pemahaman dan pengertian sederhana untuk bergantian
dengan yang lain.

Demokrasi
Nilai demokrasi bisa ditanamkan melalui kegiatan menghargai perbedaan yang tahap
demi tahap harus diarahkan pada pertanggungjawaban yang benar sesuai nalar. Untuk
memulainya di lingkungan sekolah Taman Kanak-Kanak, dapat dilakukan melalui
kegiatan menggambar. Biarkan imajinasi dan kreatifitas anak muncul dengan leluasa.

Kejujuran
Penanaman nilai kejujuran dapat dilakukan melalui kegiatan keseharian yang sederhana
dan sebagai suatu kebiasaan, yaitu perilaku yang dapat membedakan milik pribadi dan
milik orang lain. Kemampuan dasar untuk membedakan merupakan dasar untuk bersikap
jujur. Oleh karena itu, dapat dikombinasikan dengan kebiasaan dan sopan santun dalam
hal pinjam meminjam. Apabila mau menggunakan barang milik orang lain, selalu
memohon ijin, dan setelah selesai harus mengembalikannya dan selau mengucapkan
terima kasih atas budi baiknya.

Kemandirian
Pada awal pertama kali masuk Taman Kanak-Kanak, anak-anak biasanya tidak mau
ditinggalkan oleh orang tua atau pengasuhnya. Melalui kegiatan bermain bersama, anak
diajak untuk terbiasa dan senang bermain dengan teman sebayanya. Dengan perasaan
senang bermain bersama teman sebayanya, setahap demi setahap anak-anak mulai siap
untuk sekolah tanpa harus ditunggui.

Daya Juang
Penanaman nilai daya juang ini terlihat pada kegiatan secara berkala, anak diajak jalan-
jalan dalam jarak yang wajar, tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat. Kemampuan
menempuh jarak tertentu menjadi dasar untuk mengembangkan daya juang anak. Untuk
itu, pujian dan dukungan dari guru amat membantu mengembangkan daya juang anak.

Tanggung Jawab
Nilai tanggung jawab dapat dilakukan melalui permainan atau tugas-tugas yang
menggunakan alat. Hal ini dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan dan melatih
tanggung jawab pada diri anak. Menjaga agar alat permainan tidak mudah rusak, berani
melaporkan apabila alat permainan rusak, merupakan awal pembentukan sikap dan
perilaku bertanggung jawab.

Penghargaan terhadap Lingkungan Alam


Penghargaan terhadap lingkungan alam dapat dilakukan dengan cara mengajak dan
mengajari anak memelihara tanaman di sekolah. Anak diajak berkebun, dan jika
memungkinkan setiap anak diberi tanggung jawab terhadap satu tanaman, sekaligus
saling membantu dan mengingatkan satu sama lain apabila ada yang lupa menjalankan
tugas.

Penanaman Nilai di Sekolah Dasar (SD)


Religiusitas
Dalm menanamkan nilai-nilai religiusitas pada jenjang SD, yaitu mulai diperkenalkan
dengan hari-hari besar agama, dan diajak untuk menjalankannya dengan sungguh-
sungguh sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.

Sosialitas
Untuk membantu membiasakan hidup bersama dengan baik, dapat dipilih berbagai
macam kegiatan yang dapat dilaksanakan bersama. Misalnya dengan olahraga bersama
dan mengerjakan tugas-tugas kelompok yang menjunjung tinggi nilai-nilai kerjasama
dan sosialitas yang tinggi. Dengan aktivitas semacam ini anak dapat diperkenalkan pada
sikap saling menghargai, saling membantu, saling memperhatikan, dan saling
menghormati satu sama lain.

Gender
Pendidikan jasmani dan kesehatan yang dilakukan melalui kegiatan olahraga di Sekolah
Dasar, pada umumnya masih berupa olahraga dasar. Hal ini merupakan peluang dan
kesempatan terbuka untuk memberi kesempatan kepada anak perempuan untuk
mengikuti setiap kegiatan olahraga yang dilaksanakan di sekolah. Selain untuk
pembentukan fisik, olahraga dapat digunakan untuk membentuk gambaran bahwa
perempuan pun dapat mengikuti berbagai macam kegiatan olahraga, termasuk kegiatan
sepakbola sekalipun.

Keadilan
Perlakuan dan pemberian kesempatan serta hak dan kewajiban yang sama bagi laki-laki
dan perempuan secara wajar merupakan bagian dari pendidikan keadilan pada anak.

Demokrasi
Melalui wahana bidang studi sosial, penanaman jiwa dan nilai demokrasi dapat
ditumbuhkan sejak dini pada anak didik. Sikap menghargai adanya perbedaan pendapat
secara wajar, jujur, dan terbuka merupakan dasar sikap demokratis yang perlu
ditanamkan pada anak didik di jenjang pendidikan dasar.

Kejujuran
Nilai dan prinsip kejujuran dapat ditanamkan pada diri siswa melalui kegiatan
mengoreksi hasil ulangan secara silang dalam kelas. Cara koreksi ini bukan semata-mata
untuk meringankan tugas guru atau memanfaatkan anak untuk membantu tugas guru,
melainkan bertujuan secara sungguh-sungguh untuk menanamkan kejujuran dan
tanggung jawab pada diri siswa.

Kemandirian
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan sarana dan wadah yang tepat untuk melatih
kemandirian siswa. Melalui kegiatan ini anak dilatih dan diberi kesempatan untuk
mengeksplorasi kemampuan yang dimiliki dan mengembangkannya seoptimal mungkin.

Daya Juang
Melalui kegiatan olahraga, nilai daya juang anak dapat ditumbuhkan secara konkret.
Pertumbuhan fisik merupakan perkembangan proses tahap demi tahap dan untuk
mencapai perkembangan yang optimal dibutuhkan daya dan semangat juang.

Tanggung Jawab
Pemberian tugas piket kelas secara bergiliran merupakan wahana penanaman nilai akan
tanggung jawab di lingkungan kelas dan sekolah.

Penghargaan terhadap lingkungan Alam


Pelaksanaan tugas kerja bakti mengandung kegiatan proses pembelajaran yang sangat
baik di lingkungan sekolah.

Penanaman Nilai di Sekolah Menengah Pertama (SMP)


Religiusitas
Siswa diajak untuk mengenal bahwa dalam masyarakat ada berbagai macam agama.
Setiap agama ada tokoh yang mendasarinys. Anak diperkenalkan pada tokoh pemberi
dasar agama dengan nilai-nilai dasar yang diajarkan. Secara khusus anak juga diminta
untuk mengumpulkan informasi tentang tokoh pemberi dasar agama yang dianutnya.

Sosialitas
Nilai sosialitas dapat diwujudkan dengan rasa solidaritas yang tinggi, persahabatan yang
sejati, dan saling menghormati terhadap orang lain.

Gender
Mengadakan kegiatan bersama yang mengarah pada sikap menghargai antar manusia
tanpa memandang jenis kelamin. Kepemimpinan oleh perempuan dalam kegiatan
ataupun kepengurusan kelas harus mulai dikembangkan dan disosialisasikan karena
perempuan pun mempunyai kemungkinan untuk berkembang dan menjadi pemimpin.
Kegiatan ini dapat berupa kegiatan ekstrakurikuler.

Keadilan
Kegiatan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran, dengan mengembalikan
kertas ulangan siswa pada waktunya merupakan teladan nyata tentang keadilan. Masing-
masing pihak melaksanakan kewajibannya dan setiap pihak juga mendapatkan haknya.

Demokrasi
Di sekolah anak dapat diajak untuk bersikap demokratis, yaitu dalam pemiloihan
pengurus kelas atau dalam pemilihan pengurus osis.

Kejujuran
Nilai kejujuran dapat diaplikasikan dengan memberikan pemahaman dan penjelasan
tentang arti dan manfaat kejujuran dalam kehidupan bersama. Misalnya, menumbuhkan
sikap sportivitas dan kejujuran dalam kegiatan perlombaan olah raga.

Kemandirian
Kegiatan kelompok yang dilaksanakan diluar sekolah merpakan wahana untuk
menumbuhkan kemandirian pada diri siswa.

Daya Juang
Nilai daya juang dapat dilaksanakan melalui berbagai macam kegiatan diantaranya
dengan ulangan pada bidang studi apapun.ulangan dalam bentuk esai atau uraian yang
jumlahnya cukup banyak dalam waktu yang agak lama dapat menjadi cara untuk
melatihkan daya juang tersebut.

Tanggung Jawab
Memberi kepercayaan, baik secara perorangan atau kelompok dapat digunakan untuk
melatih tanggung jawab seseorang. Menjalankan tugas sesuai waktu yang ditentukan dan
tugas dilaksanakan dengan baik.

Penghargaan terhadap lingkungan Alam


Kegiatan kepramukaan dengan mengembangkan kesadaran akan lingkungan.kegiatan
pramuka dengan tema mengusahakan penghijauan lingkungan dapat menjadi wahana
untuk mencintai lingkungan alam.

Penanaman Nilai di Sekolah Menengah Atas (SMA)


Religiusitas
Melihat realitas sosial dan menanggapinya sebagai realisasi ajaran agama. Perwujudan
dari ajaran agama akan menjadi nyata dalam tindakan yang mneyatukan semua orang
dalam keprihatinan yang sama.
Sosialitas
Melatih organisasi dan melatih sopan santun dalam membuat acara bersama merupakan
realisasi dalam bersosialisasi. Melalui kegiatan ini, siswa dapat diajak bermain sekaligus
merefleksikannya dalam kegiatan kesehariannya, baik sebagai individu, anggota kelas,
maupun sebagai anggota masyarakat.

Gender
Dalam ilmu sosial, tuntutan akan kesadaran dan kesetaraan gender menjadi lebih
mengemuka di tengah-tengah masyarakat untuk diperbincangkan. Kasus yang muncul
sangat banyak dan bervariasi serta dapat digunakan untuk membicarakan bagaimana
penghargaan terhadap perempuan dimasyarakat.

Keadilan
Mendiskusikan kasus yang hangat dan mengajak anak untuk mengasah hati nurani guna
menyikapi realitas yang ada adalah kesempatan untuk menanamkan nilai keadilan secara
mendasar dan manusiawi.

Demokrasi
Melalui pembahasan kasus-kasus semisal kasus yang terjadi di lembaga DPR maupun
DPRD tentang pembuatan undang-undang yang terjadi akhir-akhir ini, siswa dapat
dilatih untuk mengkritisi kenyataan yang ada dan diajak untuk menentukan sikap dalam
kehidupan mereka. Demokrasi tidak hanya sekedar suara yang banyak atau suara yang
keras, namun demokrasi menuju pada kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan
untuk mencapai kebaikan dan kesejahteraan bersama.

Kejujuran
Mata pelajaran yang bisa dijadikan wahana untuk mengajarkan nilai-nilai kejujuran
adalah Akuntansi. Pelajaran ini dapat dijadikan sarana oleh anak didik dalam bidang
keuangan untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara benar dan
transparan.

Kemandirian
Kegitan ekskul merupakan ajang dan sarana untuk melatih kemandirian anak. Kegiatan
ini dapat melatih keberanian siswa mengambil pilihan kegiatan, kemampuan
mengorganisasi waktu pribadi, pengenalan kemampuan diri, dan kemauan setia pada
pilihan. Proses ini akan membawa siswa pada penggalian potensi kemandirian
berdasarkan sikap pribadi secara optimal.

Daya Juang
Mengenal bakat dan kemampuan diri untuk dipilih dan dikembangkan seoptimal
mungkin tanpa membunuh potensi yang lain perlu dilakukan pada siswa usia ini. Sikap
optimalisasi juga akan menumbukan daya juang untuk berkembang secara terus-
menerus.

Tanggung Jawab
Kegitan ekskul yang beraneka ragam merupakan wahana dan sarana yang tepat untuk
dapat membantu menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab siswa.

Penghargaan terhadap lingkungan Alam


Kelompok dan kegiatan pecinta alam merupakan wadah yang cocok untuk
mengembangkan sikap mencintai lingkungan alam.[7]

Penanaman nilai kehidupan untuk membentuk nilai budi pekerti yang baik dalam
kehidupan manusia dapat dilakukan melalui jenjang pendidikan formal. Wahana untuk
menanamkan nilai dalam pendidikan formal dapat dilakukan melalui berbagai bidang
studi, baik secara integrated maupun secara separated, tidak melullu menjadi beban dan
dilaksanakan oleh pendidikan Agama dan PPKN. Setiap bidang studi dapat berperan
dalam proses penanaman nilai untuk membentuk budi pekerti yang baik tersebut. Selain
itu kegiatan di luar bidang studi seperti kegiatanekstrakulikuler (ekskul) juga terbuka
oleh proses penanaman nilai.

Pembentukan dan penanaman nilai-nilai kehidupan dalam kegiatan pembelajaran, di


tuntut untuk keterlibatan dan kerja sama dari semua pihak. Khususnnya bagi seorang
guru atau pendidik untuk proses penanaman nilai ini dituntut untuk adanya keteladanan.
Keteladanan untuk konsistensi berpikir dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
Tuntutan ini bukan berarti seorang guru atau pendidik harus menjadi malaikat atau
manusia yang sempurna, melainkan manusia yang mempunyai sikap yang konsisten
dalam sikap hidupnya, artinya terbuka untuk perbaikan, terbuka untuk menerima kritik
dan masukan. Keteladanan untuk mau berkembang.
Berkaitan dengan materi dan isi dari nilai-nilai yang akan ditanamkan, seorang guru yang
sekaligus berperan sebagai pendidik dituntut untuk kreatif. Kreatif menemukan
kemungkinan untuk menawarkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Kreatif dan
berinisiatif untuk tekun mengolah perkembangan dan tuntutan yang ada tanpa
meninggalkan inti ajaran hidup. Hal ini berarti juga bahwa seorang guru harus terus-
menerus belajar tentang makna hidup itu sendiri.

Sumber dari : http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai