Anda di halaman 1dari 5

NAMA : ALFIRA KHOERUNNISA

NIM : 14521.9501
PRODI : PIAUD

TEORI PENDIDIKAN ANAK MENURUT MARIA MONTESSORI


Metode montessori adalah suatu metode pendidikan untuk anak-anak yang berdasar
pada teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di
akhir abad 19 dan awal abad 20. Metode ini diterapkan terutama pada jenjang prasekolah dan
sekolah dasar, walaupun ada juga penerapannya sampai jenjang pendidikan menengah.
Metode montessori bertujuan sebagai pengantar prinsip agar anak-anak dapat memasuki
jenjang pendidikan yang lebih tinggi dengan persiapan yang matang dimulai pada usia
prasekolah.
Ciri khas dari metode montessori adalah adanya penekanan terhadap aktivitas
pengarahan diri pada anak, dan pengamatan klinis dari guru yang berfungsi sebagai fasilitator
atau pendamping. Metode ini juga menekankan pentingnya penyesuaian dari lingkungan
belajar dengan tingkat perkembangan anak dan peran aktivitas fisik dalam menyerap mata
pelajaran secara akademis maupun keterampilan praktik secara langsung. Pada dasarnya,
metode pendidikan montessori hampir serupa dengan sistem reguler karena masih melibatkan
peran murid dan guru. Namun, di sekolah reguler semua pelajaran yang diajarkan
berdasarkan kurikulum, sehingga mau tak mau anak-anak “dipaksa” untuk mengerti semua
hal yang diajarkan. Sedangkan di sekolah yang menerapkan metode pendidikan
montessori, anak-anak diajarkan untuk mandiri.

Tujuan dari metode pendidikan montessori di antaranya:


 Membantu para orang tua dalam menerapkan pola pengajaran yang efektif bagi anak
mereka.
 Membantu anak-anak didik dalam mengembangkan tingkat intelektual, psikomotor,
dan afektif yang ada pada diri mereka.
 Membuat anak dituntut untuk dapat berkembang sesuai dengan periode
perkembangannya saat mereka mulai peka terhadap tugas-tugasnya.
 Mengajarkan pada anak cara belajar yang efektif dan optimal melalui permainan.
 Mengembangkan keterampilan yang menekankan pada pentingnya anak bekerja bebas
dan dalam pengawasan terbatas.
 Anak diajarkan untuk dapat berkonsenterasi dan berkreasi.
 Anak dibiasakan untuk memilih sesuai dengan keinginan sendiri.

Pada metode montessori, anak-anak diajarkan untuk dapat melakukan sendiri kebiasaan-
kebiasaan yang dilakukan sehari-hari seperti merapikan tempat tidur, mencuci piring sehabis
makan, mengancing baju sendiri dan lain-lainnya. Tidak hanya itu, anak-anak yang belajar
dengan metode montessori juga akan bermain dengan aneka permainan yang mendidik.
Meski terkesan memiliki metode pendidikan yang bebas dan tidak beraturan, pelajaran yang
diajarkan dalam metode ini memiliki artian dan tujuan pendidikan tertentu dan bisa dipilih
anak sesuai dengan kegemarannya, yang sesuai dengan usianya.

Keunggulan
Metode Montessori yang merupakan metode belajar yang bergantung pada masing-
masing anak yang dididik, memiliki keunggulan dalam menumbuhkan kekritisan berpikir,
berkolaborasi dalam tim, dan bertindak lebih tegas.[1] Setiap anak memiliki kebebasan dalam
memilih aktivitas, yang tentu saja telah diatur sedemikian rupa oleh para pendidiknya untuk
menumbuhkan kemandirian, kebebasan dan keteraturan. Guru, anak dan lingkungan yang
diatur menciptakan segitiga pembelajaran yang baik. Anak dengan bebas memanfaatkan
lingkungan yang ada untuk mengembangkan pribadinya, dan berinteraksi dengan guru ketika
membutuhkan bantuan dan atau arahan yang diperlukan.
Setiap tingkatan usia mempelajari hal yang berbeda, ujung tombak pembelajaran
dalam metode montessori adalah penggabungan kelompok anak-anak dengan usia yang
berbeda-beda. Anak yang lebih muda dapat belajar dari anak yang lebih tua, sekaligus
memberikan kesempatan kepada anak yang lebih tua untuk lebih memperkuat kemampuan
yang telah mereka kuasai sebelumnya dengan konsep mengajarkan. Nantinya tiap individu
pasti merasakannya saat bekerja dan bersosialisasi dengan banyak orang yang berbeda usia di
kehidupan nyata.
Montessori juga memperhatikan adanya saat-saat yang sensitif, ketika anak-anak
memiliki kesempatan lebih baik dalam mempelajari sesuatu dibanding masa-masa lainnya.
Misalkan di awal masa anak-anak, mereka mempelajari segala sesuatunya melalui
aktivitas gerak dan penginderaan, dengan berbagai material yang mengembangkan kekuatan
kognitif melalui pengalaman langsung.
Beranjak besar, di tingkatan dasar, anak-anak mulai mengatur pikirannya dari hal-hal
yang nyata ke arah yang abstrak. Mereka mulai mengaplikasikan pengetahuannya ke
pengalaman nyata.
Pada setiap tingkatan usia, anak disiapkan untuk menghadapi dunia orang dewasa
ketika pikiran dan emosi berkembang untuk lebih memahami konsep-konsep yang lebih
abstrak seperti keadilan, kebebasan dan kesetaraan.

Kekurangan
Ada beberapa kritikan terhadap metode montessori ini. Salah satunya berasal dari
orang tua anak yang dikeluarkan oleh sekolah yang menerapkan metode montessori ini
karena anak balitanya adalah anak yang aktif dan memerlukan perhatian lebih tinggi.
Dikatakan olehnya bahwa metode montessori tidak mempertimbangkan bahwa
sedikitnya material pembelajaran tidak hanya mengarah kepada sifat berbagi tetapi dapat
mengarah kepada agresi dan insting untuk mempertahankan hak milik, terutama pada anak
usia dini. Pengelompokan anak dengan berbagai usia juga dapat menimbulkan sikap agresif
dari anak yang berusia lebih tua dan keinginan untuk mengalahkan anak yang lebih kecil
dalam penggunaan material belajar yang terbatas jumlahnya. Hal ini menumbuhkan sifat
intimidasi dan merasa lebih benar di diri anak-anak.
Komunikasi dengan orang tua juga adalah hal yang perlu diperhatikan dalam metode
ini. Kadang kala, orang tua tidak tahu menahu perkembangan atau aktivitas yang lebih baik
dihindari oleh anak agar tidak mengarah kepada perilaku yang tidak diinginkan.
Perkembangan anak di rumah yang diinginkan orang tua juga tidak dapat diakomodir dalam
aktivitas di sekolah montessori. Misalkan saja orang tua melihat ada perilaku-perilaku anak
yang mengkhawatirkan di rumah, tetapi aspirasi orang tua ini sering kali tidak diperhatikan
oleh pengajar. Orang tua juga tidak mengetahui keunggulan yang anak lakukan dalam suatu
pekerjaan dibandingkan aktivitas lainnya. Terkadang penggunaan jargon dan metode koreksi
kesalahan yang dilakukan di sekolah montessori ini memberikan dampak yang negatif kepada
perkembangan anak. Kemungkinan hal ini disebabkan karena terlalu sering dikoreksi tanpa
adanya penghargaan atas usaha yang dilakukan anak untuk melakukan koreksi sendiri.
Kekurangan-kekurangan yang diutarakan lebih banyak mengarah kepada kemampuan
pengajar dan sistem yang perlu dikembangkan oleh sekolah penganut metode Montessori
untuk kembali ke prinsip dasar metode tersebut. Kembali lagi, prinsip yang dianut adalah
prinsip belajar yang fokus kepada masing-masing anak. Perkembangan dan penyimpangan
sedikit apapun dari tiap anak harus dapat dilihat dan dilakukan tindakan terhadapnya agar
anak dapat tumbuh dengan perilaku yang terbaik.

6 Langkah dari Montessori Agar Anak Gemar Belajar


Bagi anak-anak yang masih menjalani pendidikan di sekolah, kegiatan belajar itu
berlangsung setiap hari. Tidak hanya di sekolah, tapi juga di rumah. Bila di sekolah,  guru
adalah pembimbingnya, sedang di rumah, yang berperan adalah orang tuanya.
Bagaimana agar proses pembelajaran di rumah bisa efektif dan membentuk anak-anak
yang gemar belajar?
Tokoh pendidikan dunia, Maria Montessori, mengatakan, orang tua tetap harus
mengupayakan lingkungan yang mendukung proses belajar anak optimal dan bisa menjadi
kebiasaan hingga kelak mereka dewasa.
Montessori memberi tips, ada 6 langkah untuk menciptakan lingkungan rumah yang
kondusif untuk proses belajar dan mengajar anak-anak yang bisa kita jadikan acuan.

Pertama: Jadikan membaca sebagai kebiasaan


Berbagai penelitian menunjukkan, anak-anak yang lahir dan tumbuh dalam keluarga
yang gemar membaca akan lebih sukses secara akademis. Karena itu, biasakan membacakan
buku untuk anak-anak di rumah. Jadikan bagian dari aktivitas sehari-hari keluarga, walau
hanya 5-10 menit sehari. Kemudian, lakukan tugas membaca bergantian pada seluruh
anggota keluarga, termasuk si kecil. Walau masih terbata-bata atau kadang mungkin
mengarang bebas, biarkan. Jangan lupa, orang tua tetap rutin membaca buku untuk keperluan
pribadi. Anak-anak tentu akan melihat dan mencontoh.

Kedua: Minimalisasi kekacauan


Menyediakan terlalu banyak mainan atau buku untuk anak sekaligus hanya akan
menimbulkan kekacauan. Lebih baik lakukan rotasi item terpilih setiap beberapa minggu
sekali, sementara yang lainnya dijauhkan sementara dari pandangan anak. Anak-anak akan
lebih optimal menyerap pengetahuan dalam situasi yang minim kekacauan dan terorganisir.
Latih anak fokus pada satu hal saja pada satu waktu.

Ketiga: Ajarkan bersih-bersih


Ajarkan dan biasakan anak-anak menerima tanggung jawab seperti merapikan mainan
atau piring dan gelas bekas makan untuk anak usia dini yang lebih besar. Tentu saja, orang
tua harus lebih dulu memfasilitasi. Misal, dengan menyediakan kotak berukuran besar agar
anak mudah memasukkan semua mainan ke dalamnya. Dan tidak sebatas itu, orang tua juga
bisa mengembangkan materi pelajaran. Jangan ragu menjelaskan kepada anak tentang cara
meletakkan barang yang benar, membedakan barang pecah belah dan bukan, dan lain
sebagainya.

Keempat: Utamakan perabotan ramah anak


Miliki sebanyak mungkin ruang di dalam rumah yang bersahabat dengan anak.
Singkirkan sementara waktu benda-benda mahal, berbahaya, atau yang mudah rusak dari
jangkauan anak yang sedang dalam masa menjelajah. Sebaliknya, sediakan sebanyak
mungkin fasilitas rumah tangga berukuran kecil, seperti keran yang pendek, meja dan kursi
makan yang kecil, dan lain sebagainya. Cara ini membuat anak lebih cepat mandiri.
Kelima: Izinkan anak-anak mencoba
Anak-anak dengan rasa ingin tahu tinggi selalu pengin ikut-ikutan. Ibu mencuci
piring, anak minta mencoba. Pun demikian ketika ayah mengepel lantai. Orang tua jangan
serta merta melarang. Beri kesempatan dengan cara mengerjakannya bersama atau suruhlah
mereka melakukan bagian yang lebih mudah. Dengan bertambahnya keahlian, walau itu
sekadar membersihkan meja kotor, rasa percaya diri anak akan tumbuh.

Keenam: Orang tua jangan berhenti belajar


Tentu saja, orang tua pun tidak boleh berhenti belajar. Terus perbanyak dan
perbaharui ilmu pengetahuan, tentang cara mendidik anak dan tentang apapun. Semakin
banyak yang Anda ketahui, semakin bagus. Menjelajah internet, menghadiri seminar,
bertanya kepada mereka yang kompeten, dan lain sebagainya, akan membantu orang tua
mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tahap perkembangan anak.
Alat Peraga Montessori
Alat peraga Montessori memiliki empat karakter khusus,
yaitu swadidik swakoreksi, bergradasi, dan menarik.

 Swadidik
Alat peraga Montessori dirancang sesuai dengan perkembangan anak, baik dalam hal
perkembangan psikologi maupun fisiknya. Hal tersebut ditujukan supaya anak dapat belajar
secara mandiri. Sebagai contoh adalah alat peraga Montessori tentang perkalian untuk usia 9
tahun rancang dengan menggunakan manik-manik untuk mengkonkritkan materi
perkalian. Hal tersebut ditujukan untuk mengkonkritkan materi perkalian karena anak usia 9
tahun ada pada tahapan operasional konkret. Contoh alat peraga sesuai dengan tahapan fisik
anak adalah setiap alat peraga dibuat menggunakan bahan yang ringan. Hal itu ditujukan
supaya anak mampu membawanya sendiri.

 Swakoreksi
Setiap alat peraga Montessori memiliki pengendali kesalahan. Bukan guru yang menjadi
pengendali kesalahan melainkan pada alat tersebut. Misalnya saat anak menggunakan tongkat
asta merah biru untuk melakukan operasi penjumlahan 2+3. Siswa akan mengambil tongkat 2
dan meletakkan tongkat 3 diatasnya kemudia mencari tongkat yang panjangnya sama dengan
gabungan kedua tongkat tersebut, maka alat tersebut memiliki pengendali kesalhan berupa
panjang yang berbeda. Apabila panjang tongkat yang di dekatkan tidak sama dengan panjang
tongkat yang digabungkan itu artinya salah dan kesalhan tersebut dapat diketahui sendiri oleh
siswa karena dapat diamati, dirasakan dan diamati dengan pancaindra.

 Bergradasi
Alat peraga Montessori memiliki ukuran yang jelas dan dapat diamati oleh siswa. Setiap satu
set alat terdapat alat peraga yang sama tetapi dengan ukuran yang berbeda-beda, yang perlu
di perhatikan adalah gradasi ukuran alat harus konsisten. Konsisten yang dimaksud adalah
selalu mempunyai selisih ukuran yang sama. Gradasi alat tersebut akan melatih kemampuan
berlogika siswa dalam menyelesaikan masalah. Contohnya satu set alat terdiri dari 10 tongkat
yang berbeda ukuran panjangnya, maka jika tongkat pertama dan kedua selisih panjangnya
1 cm maka selisih panjang untuk semua tongkat adalah 1 cm semua.

 Menarik
Alat peraga Montessori dirancang semenarik mungkin, baik dalam hal warna, bentuk, dan
cara penggunaan. Hal tersebut bertujuan untuk menarik minat untuk menyentuh dan
menggunakan alat tersebut. Montessori mengungkapkan bahwa setiap alat peraga harus
memiliki keindahan.

Anda mungkin juga menyukai