Anda di halaman 1dari 4

Metode Montessori adalah suatu metode pendidikan untuk anak-anak, berdasar pada teori

perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori, seorang pendidik dari Italia di akhir abad 19 dan awal
abad 20. Ciri dari metode ini adalah memberikan kebebasan pada anak memilih kegiatan sesuai
dengan keinginannya dan guru (sering disebut "direktur" atau "pembimbing") bersifat mengarahkan.
Ciri lainnya adalah adanya penggunaan alat Montessori yang bersifat self corrected yang dipakai
untuk memperkenalkan berbagai konsep di 5 area Montessori.

Dalam metode pendidikan Montessori ada beberapa aspek pendidikan yang merupakan prinsip
metode pendidikan Montessori. Diantaranya adalah konsep kebebasan, struktur dan urutan, realistis
dan kealamian, keindahan dan nuansa, serta prinsip alat permainan Montessori.

ASPEK 1: PENTINGNYA KEBEBASAN (CONCEPT OF FREEDOM)

Metode pendidikan Montessori menekankan pentingnya kebebasan. Karena hanya dalam nuansa
atau iklim yang bebas anak dapat menunjukkan dirinya kepada kita sehingga kita harus menyediakan
ruang yang bebas dan terbuka. Alasan kedua, kunci terjadinya perkembangan yang optimal
adalahkebebasan.

Montessori mengatakan, “Real freedom …. Is a concequence of development”. Kebebasan sejati


adalah suatu konsekuensi dari perkembangan. Montessori mengatakan, “Jika anak di hadapkan
padalingkungan yang tepat, dan diberikan peluang kepada mereka secara bebas merespon
lingkungannya, maka anak akan tumbuh secara alami”. (dalam David Gettman (1987), “Basic
Montessori: Learning Activities for Under-Fives” (New York: St. Martin’ Press), hal 30.)

Kebebasan apa saja yang harus kita berikan kepada anak dalam lingkungan? Montessori
menyarankan beberapa hal sebagai beirkut:a. Kebebasan bergerak; anak diberi kebebasan untuk
bergerak kemana saja baik di dalam maupun di luar ruangan.

1. Kebebasan bergerak; anak diberi kebebasan untuk bergerak kemana saja baik di
dalam maupun di luar ruangan.
2. Kebebasan memilih; anak bebas untuk memilih aktifitasnya sendiri dalam kelas.
3. Kebebasan berbicara; pendidikan montessori berbeda dengan pendidikan tradisional.
Dalam pendidikan tradisional guru lebih dominan berbicara. Sebaliknya di
Montessori, anak memperoleh kebebasan berbicara dengan siapa saja yang mereka
mau.
4. Kebebasan untuk tumbuh; anak memiliki kebebasan untuk tumbuh dan
mengembangkan kemampuan mental mereka dalam lingkungan Montessori.
5. Bebas untuk menyayangi dan disayangi; sehingga mereka akan menghargai orang
lain dan lingkungannya dengan cara yang sama
6. Bebas dari bahaya; ,anak diberikan pengetahuan melalui pelatihan bagaimana
membawa barang mainan dengan cara yang benar yang jika tidak maka akan
membahayakan dirinya.
7. Bebas dari persaingan; Tidak ada kompetisi, reward atau hukuman dalam pendidikan
Montessori. Keberhasilan anak tidak dinilai menurut sudutpandang orang dewasa,
seperti melalui nilai, atau perolehan tanda bintang. Motivasi instrinsik merekalah yang
mendorong mereka untuk melakukan aktifitas terbaik mereka, bukan reward atau
hukuman. Kepuasan mereka karena telah dapat melakukan sesuatu sudah cukup
sebagai reward bagi mereka sendiri.
8. Bebas dari tekanan; anak diberikan kebebasan untuk tumbuh dan berkembang
sesuai dengan kecepatan dan perkembangan mereka sendiri. Mereka tidak
diharuskan dapat mencapai sesuatu yang disamakan dengan orang lain.

ASPEK 2: STRUKTUR DAN KETERATURAN (STRUCTURE AND ORDER)

Struktur dan keteraturan alam semesta harus tercermin dalam lingkungan kelas Montessori. Melalui
keteraturan anak akan belajar untuk percaya pada lingkungan dan belajar untuk berinteraksi dengan
lingkungan dengan cara yang positif. Melalui keteraturan, anak tahu kemana harus mencari barang
mainan yang ia inginkan, misalnya. Oleh karena itu, kita harus merancang penempatan barang
mainan sesuai dengan klasifikasi berdasarkan keteraturan tertentu. Sebagaicontoh, alat bermain
ditempatkan dalam rak yang rendah sehingga terjangkau anak, ditata dengan rapi dan teratur sesuai
dengan kategori, begitu pula halnya dengan ruangan kelas tertata sedemikian rupa dengan penuh
keteraturan. (John Chattin – McNichols (1998), The Montessori Controversy, (New York: Delmar
Publiser Inc.), hal 51)

ASPEK 3: REALISTIS DAN ALAMI

Lingkungan pendidikan Montessori didasarkan atas prinsip realistis dan kealamian. Anak harus
memiliki kesempatan untuk memahami alam dan berpikir realistis, sehingga mereka terbebas dari
sikap berangan-angan (fantasy) atau ilusi baik fisik maupun psikologis.

Hanya dengan cara ini mereka mengembangkan disiplin diri dan rasa aman yang diperlukan untuk
menggali pengalaman eksternal dan internal mereka sehingga mereka menjadi realistis, aktif dan
apresiatif. Alat bermain dan lingkungan dalam kelas Montessori didasarkan atas konseprealistis.
Sebagai contoh, anak dihadapkan dengan telepon yang sebenarnya, gelas sebenarnya, setrika,
pisau dan lain-lain.Semuanya adalah benda sebenarnya.

ASPEK 4: NUANSA KEINDAHAN

Lingkungan Montessori harus sederhana. Semua yang ada didalamnya harus memiliki desain dan
kualitas yang baik. Pewarnaan harusmenunjukkan kegembiraan. Nuansa ruangan harus terkesan
santai dan hangat sehingga mengundang anak untuk bebas berpartisipasi aktif.
ASPEK 5: ALAT BERMAIN MONTESSORI (MONTESSORI MATERIALS)

Yang dimaksud dengan Montessori Materials di sini adalah bukan semata-mata alat bermain. Tapi
semua benda yang bersifat internal yaitu membantu perkembangan fisik dan pembangunan diri anak.
Oleh karenanya benda atau alat bermain tersebut harus sesuai dengan kebutuhan perkembangan
anak.

Montessori menyebutkan beberapa prinsip dalam penggunaan benda dan atau alat bermain dalam
kelas Montessori sebagai berikut:

o Setiap benda atau alat bermain harus memiliki tujuan dan bermakna bagi anak;
o Setiap benda atau alat bermain harus harus menunjukkan perkembangan dari
sederhana kerumit dalam desain dan penggunaannya.
o Setiap benda atau alat bermain dirancang untuk menyiapkan anak secara tidak
langsung untuk belajar hal –hal yang akan dihadapi nantinya.
o Setiap benda atau alat bermain dimulai dari hal kongkrit dan secara bertahap
mengarahkan mereka pada representasi yang lebih abstrak.
o Setiap benda atau alat bermain dirancang agar memungkinkan terjadinya auto-
edukasi. Artinya kontrol kesalahan berada pada benda tersebut bukan pada guru.
Kontrol kesalahan ini akan membimbing anak dalam menggunakan benda tersebut
dan memungkinkan ia menyadari kesalahannya sendiri dan memperbaikinya.







Anda mungkin juga menyukai