Kanak
1. Berorientasi pada Kebutuhan Anak
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat
yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan
maupun mengembangkan imajinasi pada anak. Bermain berarti anak itu melakukan
suatu aktivitas yang menyenangkan bagi dirinya. Bermain berarti berlatih,
mengeksploitasi, merekayasa, mengulang latihan apa yang dapat dilakukan untuk
menstransformasi secara imajinatif hal-hal yang sama dengan dunia orang dewasa.
Berdasarkan definisi bermain di atas, bermain merupakan suatu sarana bagi anak untuk
berlatih, mengeksploitasi dan merekayasa yang dilakukan secara berulang-ulang
dengan menggunakan atau tanpa menggunakan alat untuk memperoleh informasi,
kesenangan dan mengembangkan daya imajinasinya. Dengan demikian, aktivitas
bermain tidak sama dengan aktivitas lain seperti belajar. Walaupun sebenarnya dengan
bermain, anak juga telah melakukan aktivitas belajar.
Beberapa ciri yang membedakan bermain dengan aktivitas lainnya yaitu: Aktivitas
bermain dapat menciptakan suasana yang menyenangkan bagi anak. Aktivitas bermain
dapat dilakukan secara spontan dan sukarela tanpa adanya unsur paksaan karena anak
yang menciptakan permainanya sendiri.
Kegiatan bermain berdasarkan jenisnya terdiri dari bermain aktif dan bermain pasif. Hal
ini sesuai dengan pendapat Hurlock yang mengemukakan ada dua penggolongan
utama kegiatan bermain yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Kegiatan bermain aktif
dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memberikan kesenangan dan kepuasan
pada anak melalui aktivitas yang mereka lakukan sendiri. Kegiatan ini meliputi bermain
bebas dan spontan, bermain konstruktif, bermain khayal atau bermain peran,
mengumpulkan benda-benda, melakukan penjelajahan, permainan dan olahraga, musik
dan melamun.
Bermain pasif dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang tidak terlalu banyak
melibatkan aktivitas fisik. Misalnya membaca, melihat gambar, menonton film,
mendengarkan radio dan mendengarkan musik.
Bermain tidak hanya menyenangkan bagi anak, tetapi juga mempunyai manfaat yang
sangat besar bagi perkembangannya. Salah satunya adalah memperoleh pengalaman
belajar yang sangat berguna untuk anak.
Anak akan tahu bagaimana cara mengukur setelah bermain dengan menggunakan
penggaris buatan. Melalui kegiatan ini, anak juga dapat memuaskan rasa ingin tahunya
terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Bermain bagi anak di Taman Kanak-kanak
merupakan kegiatan yang bermanfaat dalam perkembangan berbagai aspek yang
menyangkut tiga ranah yaitu kognitif, afektif (sosio-emosional) dan psikomotorik (fisik-
motorik). Ranah kognitif pada dasarnya berkaitan dengan kemampuan berpikir dan cara
individu memperoleh informasi dari lingkungan.
Ranah afektif dalam Taksonomi Bloom berisi tentang perilaku- perilaku yang
menekankan pada aspek perasaan dan emosi seperti minat, sikap dan cara
penyesuaian diri. Sedangkan ranah psikomotorik berkaitan dengan keterampilan yang
mencakup pemberian pengalaman belajar dan praktik yaitu kecenderungan untuk
meniru atau berperilaku.
“Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan formal yang menyelenggaakan program pendidikan bagi anak usia
empat tahun sampai enam tahun. Sasaran pendidikan Taman Kanak-kanak adalah anak
usia 4-6 tahun yang dibagi kedalam dua kelompok berdasarkan usia yaitu kelompok A
untuk anak usia 4-5 tahun dan kelompok B untuk anak usia 5-6 tahun.”[3]
Konsep dasar pendidikan anak usia dini terdapat masa yang secara langsung maupun
tidak langsung mempengaruhi bagaimana seharusnya seorang pendidik menghadapi
anak usia dini antara lain :
1) “Masa peka
Sebagai besar pendidik baik orang tua maupun guru belum sepenuhnya mampu
menciptakan satu kondisi yang memberikan kesempatan dan menunjukan permainan
serta alat permainan tertentu yang dapat memicu munculnya masa peka menumbuh
kembangkan potensi yang sudah memasuki masa peka.
2) Masa egosentris
Orang tua harus memahai bahwa anak masih berada pada masa egosentris yang
ditandai dengan seolah-olah dialah yang paling benar, keinginannya selalu harus dituruti
dan sikap mau menang sendiri.
3) Masa meniru
Pada masa ini proses peniruan anak terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya
tampak semakin meningkat, peniruan ini tidak hanya pada perilaku yang ditunjukan oleh
orang-orang yang disekitarnya tetapi juga oleh tokoh khayal yang sering disiarkan di
televisi.
4) Masa berkelompok
Biarkan anak bermain di luar rumah bersama teman-temannya jangan terlalu membatasi
anak dalam pergaulan sehingga anak tidak bersosialisasi dan beradaptasi sesuai
dengan prilaku dan lingkungan sosialnya.
5) Masa bereksplorasi
Orang tua dan orang dewasa harus memahami pentingnya eksplorasi bagi anak,
biarkan anak memanfaatkan benda-benda yang ada disekitarnya dan biarkan anak
melakukan trial and error , penjelajah yang ulung.
6) Masa pembangkang
Orang tua di sarankan tidak boleh selalu memarahi anak saat ia membangkang karena
bagaimanapun juga ini merupakan satu masa yang dilalui oleh setiap anak. Selain itu
bila terjadi pembangkangan sebaiknya diberi waktu pendinginan (cooling down),
misalnya penghentian aktivitas anak dan membiarkan anak sendiri berada dalam
kamarnya atau disebuah sudut.”[4]