Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dunia anak adalah dunia bermain. Dengan bermain, anak akan memperoleh pelajaran
yang mengandung aspek perkembangan kognitif, sosial, emosi dan perkembangan fisik.
Bermain merupakan sarana untuk menggali pengalaman belajar yang sangat berguna untuk
anak. Bermain juga dapat menjadi sarana untuk mengembangkan kreativitas dan daya
cipta, karena bermain adalah sumber pengalaman dan uji coba.
Bermain, dari segi pendidikan adalah kegiatan permainan menggunakan alat
permainan yang mendidik serta alat yang bisa merangsang perkembangan aspek kognitif,
sosial, emosi, dan fisik yang dimiliki anak. Oleh karena itu, dari sudut pandang pendidikan
bermain sangat membutuhkan alat permainan yang mendidik. Seperti salah satunya adalah
puzzle Mainan puzzle adalah salah satu mainan edukatif untuk anak dan merupakan alasan
yang baik bagi orang tua untuk membeli mainan puzzle tersebut. Selain dapat memberikan
keuntungan untuk orang tua berupa waktu tenang dan dapat mengerjakan pekerjaan rumah
tangga lainnya, ternyata ada banyak manfaat bagi anak-anak yang secara teratur bermain
dengan puzzle. Ada banyak sekali jenis dan gambar puzzle anak yang tersedia di pasaran
dan mudah sekali ditemukan.
Menurut Patmonodewo (Misbach, Muzamil, 2010) kata puzzle berasal dari bahasa
inggris yang berarti teka-teki atau bongkar pasang, media puzzle merupakan media
sederhana yang dimainkan dengan bongkar pasang.
Berdasarkan pengertian tentang media puzzle, maka dapat disimpulkan bahwa media
puzzle merupakan alat permainan edukatif yang dapat merangsang kemampuan
matematika anak, yang dimainkan dengan cara membongkar pasang kepingan puzzle
berdasarkan pasangannya.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Anak dapat mengerti dan dapat mempraktekkan cara permainan puzzle.

1.2.2. Tujuan Khusus


a. Anak dapat mengetahui cara pembuatan puzzle.
b. Anak dapat mengetahui dan mempraktekkan cara bermain puzzle
c. Orang tua dan pengasuh dapat mengetahui manfaat bermain puzzle pada anak.
1.3. Sasaran
Sasaran pada permainan ini adalah anak usia dini.

BAB 2
DESKRIPSI KASUS

2.1. Karakteristik Sasaran


Pengertian anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun
(Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003) dan sejumlah ahli pendidikan anak memberikan
batasan 0-8 tahun.
Anak usia dini didefinisikan pula sebagai kelompok anak yang berada dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan
dan perkembangan yang khusus sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya
(Mansur, 2005).
Pada masa tersebut merupakan masa emas (golden age), karena anak mengalami
pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat dan tidak tergantikan pada masa
mendatang. Menurut banyak penelitian bidang neurologi ditemukan bahwa 50%
kecerdasan anak terbentuk pada kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah usia 8 tahun,
perkembangan otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahun mencapai 100% (Suyanto,
2005).
Pendidikan anak usia dini dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, nonformal
dan informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman kanak-kanak (TK)
dan Raudatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini jalur
nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), sedangkan
PAUD pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan
yang diselenggarakan lingkungan seperti bina keluarga balita dan posyandu yang
terintegrasi PAUD atau yang kita kenal dengan Satuan PAUD Sejenis (SPS). Dapatkan
berbagai kajian pustaka tentang PAUD dalam Contoh PTK PAUD.
Berbagai pendidikan untuk anak usia dini jalur non formal terbagi atas tiga kelompok
yaitu kelompok Taman Penitipan Anak (TPA) usia 0-6 tahun); Kelompok Bermain (KB)
usia 2-6 tahun; kelompok SPS usia 0-6 tahun (Harun, 2009).
Dari uraian pengertian anak usia dini menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang usia 0-6 tahun yang sedang
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, sehingga diperlukan
stimulasi yang tepat agar dapat tumbuh dan berkembang dengan maksimal. Pemberian
stimulasi tersebut melalui lingkungan keluarga, PAUD jalur non formal seperti tempat
penitipan anak (TPA) atau kelompok bermain (KB) dan PAUD jalur formal seperti TK dan
RA.
Kartini Kartono dalam Saring Marsudi (2006: 6) mendiskripsikan karakteristik anak
usia dini sebagai berikut :
1. Bersifat egoisantris naif
Anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dengan
pengetahuan dan pemahamannya sendiri, dibatasi oleh perasaan dan pikirannya
yang masih sempit. Maka anak belum mampu memahami arti sebenarnya dari
suatu peristiwa dan belum mampu menempatkan diri ke dalam kehidupan orang
lain.
2. Relasi sosial yang primitif
Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egoisantris naif. Ciri
ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara dirinya
dengan keadaan lingkungan sosialnya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat
terhadap benda-benda atau peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Anak
mulai membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya sendiri.
3. Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan
Anak belum dapat membedakan antara dunia lahiriah dan batiniah. Isi
lahiriah dan batiniah masih merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak
terhadap sesuatu dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur
baik dalam mimik, tingkah laku maupun pura-pura, anak mengekspresikannya
secara terbuka karena itu janganlah mengajari atau membiasakan anak untuk tidak
jujur.
4. Sikap hidup yang disiognomis
Anak bersikap fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak
memberikan atribut atau sifat lahiriah atau sifat konkrit, nyata terhadap apa yang
dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa yang
dihadapinya masih bersifat menyatu (totaliter) antara jasmani dan rohani. Anak
belum dapat membedakan antara benda hidup dan benda mati. Segala sesuatu
yang ada disekitarnya dianggap memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup
yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri.

2.2. Prinsip Bermain


a. Memperkenalkan dunia dengan seni
Secara alamiah setiap manusia ada kecenderungan untuk mencari hal yang baru
yang bisa merangsang syaraf motorik tubh manusia. segala sesuatu yang muncul
dengan seni dsn keindahan akan lebih mudah diterima anak dibanding dengan sesuatu
yang muncul dalam bentuk yang kaku dan cenderung dipaksakan.
b. Bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain
Dunia anak adalah dunia bermain maka jangan pernah melepas dunia yang
seharusnya dimiliki. Kehilangan dunia bermain adalah masalah serius yang dapat
mengganggu ketenangan jiwanya. kalau harus belajar maka pembelajaran harus
dilakukan dalam bentuk bermain yang tentunya mendidik, karena anak adalah tetap
anak yang membutuhkan situasi yang selalu menyenangkan. Melalui bermain anak
diajak untuk mengeksplorasi diri kemudian menemukan dan memanfaatkan obyek-
obyek yang terdekat dengannya sehingga pembelajaran sangat bermakna bagi anak.
c. Berorientasi pada dasar perkembangan anak
Menurut para tokoh bahwa dasar-dasar perkembangan anak adalah:
1) Siklus belajar selalu berulang
2) Minat dan keinginan akan motivasi belajar
3) Anak mau belajar jika kebutuhan fisiknya terpenuhi
4) Perkembangan dan belajar masing-masing anak adalah beda
d. Berorientasi pada kebutuhan anak
Berbagai jenis kegiatan hendaknya dapat memenuhi upaya mencapai optimalisasi
perkembangan fisik maupun psikis. maka diperlukan kreatifitas dan inovasi guru.
e. Kreatif dan Inovatif
Pembelajaranharus dilakukan secara kreatif dan inovatif agar anak yang
notabenya masih senang bermain tidak mudah bosan, dan dapat membangkitkan rasa
ingin tahu anak serta menemukan hal baru.
f. Mengembangkan kecakapan hidup
Pembelajaran harus diarahkan pada pengembangan kecakapan hidup denga
melakukan pembiasaan-pembiasaan, disiplin, keberanian dll. (Jasa Ungguh Muliawan,
2009).

2.3. Karakteristik Permainan


Dalam membuat Alat Permainan Edukatif yang baik, bagi guru maupun orang tua
perlu untuk mengetahui bagaimana kriteria umum APE yang baik bagi anak usia dini,
diantaranya yaitu: pertama, kesesuaian ( relevansi ), yaitu APE harus disesuaikan dengan
karakteristik anak, rencana kegiatan belajar, indikator kemampuan.Kedua, kemudahan
yaitu mudah dibuat, dipergunakan.Ketiga, kemenarikan yaitu bentuknya menarik, dan
dapat menggugah anak untuk memainkannya. Kemudian kriateria umum tersebut diuraikan
ke dalam tujuh unsur, yang disebut dengan 7 M yaitu :Pertama, mudah yaitu mudah dalam
membuatnya, mudah memperoleh bahan dan alat, mudah digunakan oleh anak didik.
Kedua, murah artinya biaya dengan sedikit mungkin.Ketiga, menarik yaitu merangsang
perhatian baik bentuk, warna, bahan sehingga anak tertarik untuk memainkannya.
Keempat, mempan yaitu sesuai dengan kebutuhan perkembangan, karakteristik, usia,minat
dan kemampuan anak .Kelima, mendorong yaitu dapat menggugah minat anak untuk
bersikap atau berbuat yang positif baik untuk dirinya, orang lain maupun
lingkungan.Keenam, mustari sesuai dengan kebutuhan dan minat anak dan sesuai dengan
kondisi setempat. Ketujuh, manfaat yaitu bernilai dan sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak.
Adapun syarat yang harus diperhatikan dalam membuat alat permainan edukatif,
diantaranya yaitu:
(1) Memperhatikan tingkatan usia dan minat anak, agar permainan edukatif yang
dilakukan oleh anak dan APE yang dignakan dapat berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak.
(2) Keamanan dari permainan dan alat yang digunakan dalam bermain terebut, artinya,
mainan tersebut terbebas dari bahan-bahan berbahaya.
(3) Gender, dalam memberikan mainan kepada anak, harus memperhatikan gender,
karena biasanya, mainan memiliki indikator gender .Ini memberikan pada anak
konsep yang tepat dari kategori seksual untuk menghindari kebingungan gender di
masa depan.
(4) Pentingnya keterlibatan orang tua atau anggota keluarga dalam proses bermain,
agar dapat melindungi mereka dari hal-hal yang dapat merugikan tumbuh kembang
mereka atau dari hal-hal yang mematikan kreativitas atau minat anak terhadap
lingkungan.
(5) Tidak selalu permainan yang mahal lebih edukatif dari permainan yang sederhana.
(6) Mudah dibongkar pasang. Alat permainan yang mudah dibongkar pasang, dapat
diperbaiki sendiri, lebih ideal daripada mobil-mobilan yang dapat bergerak sendiri.
Alat-alat permainan yang dijual di toko-toko (built-in) lebih banyak menjadi bahan
tontonan daripada berfungsi sebagai alat permainan. Anak-anak tidak tertarik oleh
bagus dan sempurnanya alatalat permainan yang diproduksi di pabrik tersebut.
(7) Dapat mengembangkan daya fantasi. Alat permainan yang sifatnya mudah dibentuk
dan diubah-ubah sangat sesuai untuk mengembangkan daya fantasi, yang
memberikan kepada anak kesempatan untuk mencoba dan melatih daya-daya
fantasinya. Sesuai dengan ajaran pendidikan modern, alat-alat yang dapat
menunjang perkembangan fantasi itu misalnya bak pasir, tanah liat, kertas dan
gunting. Jumlah alat-alat itu masih dapat ditambah lagi dengan kapur berwarna,
papan tulis dan sebagainya.
(8) Permainan sebagai media bagi pembelajaran bagi anak memiliki. persyaratan
penting yaitu perlindungan, stimulasi, dan eksplorasi
(9) Diperuntukkan bagi anak balita, yaitu mainan memang sengaja dibuat untuk
merangsang berbagai kemampuan dasar pada balita.
(10) Multifungsi, yaitu dari satu mainan didapatkan berbagai variasi mainan sehingga
simulasi yang di dapatkan anak juga lebih beragam.
(11) Melatih problem solving, yaitu dalam memainkannya anak diminta untuk
melakukan problem solving. Dalam permainan puzzle misalnya anak diinta untuk
menyusun potingan-pptongan menjadi untuh.
BAB 3
METODE BERMAIN

3.1 Definisi Bermain Puzzle


Puzzle pertama kali dibuat oleh John Spilsbury. Ia adalah seorang pembuat peta.
Selain membuat peta, ia juga sibuk mengajar anak-anak sekolah, khususnya mata pelajaran
Geografi. Ia membuat puzzle yang bernama “Jigsaw Puzzle”. Dengan menyusun kepingan-
kepingan puzzle peta tersebut, murid akan belajar tentang lokasi, posisi, dan hubungan
geografi antar masing-masing negara. John menganggap bahwa kreatifitasnya ini bisa
menjadi sebuah peluang bisnis. Maka kemudian ia memproduksi dan menjual puzzle peta
tersebut. Model puzzle pun semakin berkembang, mengikuti perkembangan zaman.
Hingga saat ini ada berbagai macam puzzle dengan berbagai tema, bahan, pola, dan
keunikan lainnya.
Puzzle adalah salah satu permainan yang ramah anak. Bahkan puzzle dipercaya
memiliki banyak nilai edukatif. Tingkat kesulitan puzzle juga bisa dimodifikasi,
menyesuaikan perkembangan psikologi dan kecerdasan anak (tentu saja juga sesuai dengan
perkembangan usia anak).

3.2 Manfaat Puzzle


a. Problem solving
Dengan bermain puzzle akan membantu meningkatkan memecahkan masalah.
Permainan ini akan membantu anak anda untuk berpikir dari berbagai sudut pandang
untuk menyelesaikan potongan-potongan puzzle hingga membentuk gambar.
Bermain puzzle juga dapat membantu anak anda untuk mencapai tujuan dan
memiliki sesuatu yang dibanggakan sehingga membuatnya terdorong untuk tetap
tekun menghubungkan potongan-potongan puzzle. Hal ini akan mendorong anak
untuk belajar dan mencoba untuk memecahkan masalahnya dengan cara/sudut
pandang yang bervariasi.
b. Mengembangkan kordinasi mata dan tangan
Puzzle memilii berbagai gambar, bentuk dan warna. Dengan ragam yang
berbeda akan membantu anak dalam meningkatkan kordinasi mata dan tangan
mereka. Anak anda akan dilatih untuk meletakan potongan puzzle dengan
membentuk beberapa bagian yang berbeda-beda. Sehingga membuat anak belajar
dalam melibatkan gerakan dan juga kosentrasi saat mengenal pada saat waktu
bersamaan.
c. Mengembangkan Keterampilan motorik anak
Dengan bermain puzzle, anak anda harus mengambil sesuatu yang membuat
garis dan memindahkan barang tanpa harus membuat rusak. Ini akan menambah
keterampilan motori. Bukan hanya dalam gerakan dasar melainkan puzzle juga
akan membantu dalam mengontrol gerakan dan meletakan pada suatu di tempatnya.
Dengan permainan yang dapat melatih keterampilan motorik akan membantu anak
berlatih kemampuan, seperti menulis dan juga makan dengan baik.
d. Mengembangkan keterampilan kognitif
Taukah anda, bahwa dengan bermain puzzle anak anda dilatih mengenali
ukuran, gambar dan bentuk yang berbeda sehingga akan membantu anak anda
dalam meletakan potongan puzzle di segala arah dengan harmonis dan bersamaan.
Sehingga dengan latihan seperti itu akan membuat anak anda berlatih keterampilan
kognitif. Permainan ini akan membantu dalam dasar-dasar yang dilakukan termasuk
dalam alfabet, objek dan hitungan yang menjadi dasar pembelajarannya.
e. Melatih Kesabaran
Dengan bermain puzzle anak akan dituntut untuk menggabungkan potongan puzzle
sehingga harus sabar dalam menyusun gambar yang ada di kotak yang sudah
disediakan. Anak akan berlatih sabar dalam menjalankan proses hingga
menemukan ‘goal’ yang diinginkan.

3.3 Cara Bermain Puzzle


Saat ini banyak sekali puzzle dengan gambar-gambar yang sangat menarik bagi anak-
anak, tersedia di toko buku maupun toko mainan. Pilih gambar yang disenangi anak
kemudian tempel pada papan, karton/kardus, busa foam/karet, tripleks, kayu, MDF, plastik,
maupun sterofoam atau yang lainnya. dan potong-potong gambar tersebut menjadi
beberapa potongnan. Kemudian dari potongan-potongan itu dicocokkan satu dengan
lainnya sehingga membentuk suatu gambar atau bentuk yang utuh lagi.
3.4 Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan bermain akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2019.
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penggunaan media puzzle dalam pembelajaran merupakan salah satu cara yang
digunakan guru dalam pengembangan potensi anak di prasekolah atau TK/RA.Ini sangat
dianjurkan untuk melatih konsentrasi, ketelitian dan kesabaran, serta memperkuat daya
ingat dan mengenalkan anak pada sistim dan konsep hubungan, melatih logika serta
melatih koordinasi mata dan tangan. Ketertarikan siswa terhadap permainan bongkar
pasang (Puzzle) menambah peran aktif siswa dalam pembelajaran yang dilakukan.
Semakin aktif siswa terlibat dalam pembelajaran akan semakin baik karena siswa
langsung melakukan atau mengalami sendiri, sehingga pesan yang diharapkan akan
tertanam dalam long memory anak. Oleh sebab itu sangat dianjurkan kepada para guru
untuk menggunakan media yang dapat melibatkan dan membuat aktif siswa dalam
pembelajaran.

4.2 Saran
Anak usia dini sangat tertarik dengan warna-warna yang kontras, maka dalam media
permainan edukasi puzzle ini bisa menggunakan gambar/bentuk dengan warna-warna yang
kontras. Dengan demikkian anak lebih tertarik untuk bermain puzzle.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Ahmadi.Psikologi Perkembangan.Jakarta: Rineka Cipta, 1991.


Anna Craft.Membangun Kreativitas Anak. Penterjemah M. Chairul Anam, .Jakarta: Inisiasi
Press, 2003.
APE PAUD Bersumber Lingkungan Sekitar Kementrian Pendidikan Nasional Direktorat
Jenderal Paudni Pusat Pengembangan Pendidikan Nonformal Dan Informal (PP-PNFI)
Regional I Bandung, 2011.
Djamarah Bahri.Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: Rhineka Cipta, 2000.
Harun Rasyid, et al., Asesmen Perkembangan Anak Usia Dini, Yogyakarta: Gama Media, 2012.
Jasa Ungguh Muliawan (2009) Manajemen Play Group dan Taman kanak-kanak, Diva press.’
Kak Andang Ismail. Education Games.Yogyakarta: Pro U Media, 2009.
Ki Fudyartanta, Psikologi Perkembangan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
Mukhtar Latif, dkk. Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini Teori dan Aplikasi Jakarta:
Kencana.2013.
Rudy Budiman, Kreativitas melalui Pengembangan Alat Permainan Edukatif Modul Materi
Pokok Program Diklat Kompetensi Pengembangan Kreativitas Bagi Guru TK Jenjang
Lanjut (Bandung: Kemendikbud Badan Pengembangan Sumber Daya Manusi Pendidikan
dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK PMP) Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Taman Kanak-
kanak dan Pendidikan Luar Biasa, 2014.
Setyosari, Punaji. 2010. Pemanfaatan Media. Malang: Universitas Negeri Malang.
Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Suciaty al – azizy, A. 2010. Ragam Latiahan Khusus Asah Ketajaman Otak Anak Plus
Melejitkan Daya Ingatnya. Jogjakarta: Diva Press.
Trianto dkk. 2010. Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik. Jakarta: PT. Prestasi
Pustakarya.
Zulkifli.Psikologi Perkembangan.Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002.

Anda mungkin juga menyukai