Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH PENDIDIKAN MONTESSORI TERHADAP

KONSEP BERMAIN ANAK

Lalitya Talitha Pinasthika

Abstrak: Studi tentang permainan ini menitikberatkan permasalahan berkembangnya per-


mainan bagi anak usia pra-sekolah dari dua media permainan, digital dan analog. Perkem-
bangan teknologi telah membawa manusia ke era digital. Era ini memasuki semua bidang
kehidupan, di antaranya dalam permainan anak-anak. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen yang diujikan kepada tiga belas responden dengan kisaran usia 3–5 tahun yang
bersekolah di Temasek International Montessori Pre-School. Objek penelitian yang digu-
nakan adalah permainan tetris digital dengan media iPad dan tetris analog. Berlandaskan
konsep flow oleh Cziksentmihalyi, penulis menganalisis pola bermain anak. Pola interaksi
dengan kedua jenis media permainan, serta lama yang dibutuhkan dari masing-masing jenis
permainan hingga anak menyatakan menyerah. Dari penelitian ini kemudian dinilai kefasi-
han bermain anak serta lama permainan pada kedua jenis permainan yang berlangsung. Ha-
sil penelitian menemukan adanya kecenderungan anak usia pra-sekolah untuk lebih menik-
mati permainan analog disebabkan kemampuan mereka untuk memanipulasi objek secara
langsung. Selain itu permainan digital dinilai belum bisa mengakomodasi kebutuhan anak
untuk memberikan pernyataan ‘selesai’, dikarenakan platform yang diciptakan memiliki sys-
tem naik level yang belum dipahami oleh anak usia pra-sekolah.

Kata kunci: anak pra-sekolah, permainan digital, permainan analog

Pendahuluan kebutuhan usianya.

Early Childhood Education di Indo- Lembaga penyelenggara PAUD for-


nesia dikenal dengan istilah Pendidikan mal antara lain tempat penitipan anak,
Anak Usia Dini (PAUD), yaitu ditujukan kelompok bermain, dan taman kanak-
bagi anak-anak usia 3 - 5 tahun dengan kanak (TK). Penyenggaraan ini bersifat
tujuan untuk mengembangkan poten- formal sehingga perlu adanya kuriku-
si-potensi yang dimiliki seorang anak lum yang disusun demi mengakomodasi
sejak awal usia perkembangan mereka. tujuan dari pendidikan anak usia dini,
Tujuan dari penyelenggaraan PAUD ini sehingga dapat mengembangkan po-
sendiri adalah demi tercapainya kec- tensi anak sejak dini dan tumbuh secara
erdasan anak yang dirangsang melalui wajar sebagai anak. (Supriadi, 2002 da-
stimuli intelektual, sosial, dan emosion- lam Permana).
al yang telah disesuaikan dengan tingkat

Lalitya Talitha Pinasthika adalah staf pengajar pada e-mail: lalitya.talitha@umn.ac.id


Program Studi Desain Komunikasi Visual, Universitas
Multimedia Nusantara.

56 Vol. X, No. 1 Juni 2017


Pengaruh Pendidikan Montessori Lalitya Talitha Pinasthika
terhadap Konsep Bermain Anak

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Pola pembelajaran ini kemudian dit-


menurut UU RI no.20 tahun 2003 pasal erapkan ke dalam prinsip bermain anak
28 ayat 3 merupakan “Pendidikan anak yang dibesarkan di lingkungan pendi-
usia dini pada jalur pendidikan formal dikan Montessori, untuk kemudian di-
yang bertujuan membantu anak didik analisa bagaimana tingkat kejenuhan
mengembangkan berbagai potensi baik anak ketika diberikan sebuah tugas ber-
psikis dan fisik yang meliputi moral dan main tiada akhir dibandingkan dengan
nilai agama, sosial, emosional, kemandi- sebuah permainan dengan sebuah ori-
rian, kognitif, bahasa, fisik/motorik dan entasi tujuan sebagai capaian anak.
seni untuk siap memasuki Sekolah Dasar”
(Juknis Penyelenggaraan TK, 2011: 1). Penelitian ini bertempat pada Te-
Sasaran pendidikan TK dinyatakan da- masek International School Bandung
lam PP no.27 tahun 1990 Bab I pasal 1 yang menerapkan metode Montessori
ayat 2 yaitu “Taman Kanak-kanak adalah dalam pendidikannya. Dalam penelitian
satu bentuk pendidikan prasekolah yang ini, 13 anak dengan variable usia 3-5 ta-
menyediakan program pendidikan dini hun berpartisipasi dengan cara mengi-
bagi anak usia dini bagi anak usia em- kuti arahan peneliti dalam bermain
pat sampai memasuki pendidikan dasar” permainan berkonsep dasar tetris yang
(Juknis Penyelenggaraan TK, 2011: 1). kemudian dimodifikasi ke dalam bentuk
3 dimensi. Temuan dalam penelitian ini
Fungsi pendidikan TK yaitu mem- dapat dijadikan acuan bagi desainer per-
bina, menumbuhkan, mengembangkan mainan anak dalam merancang konsep
seluruh potensi anak secara optimal se- sebuah permainan yang berlandaskan
hingga terbentuk perilaku dan kemam- pada konsep pendidikan Montessori.
puan dasar sesuai dengan tahap perkem-
bangannya agar memiliki kesiapan untuk Kerangka Teori
memasuki pendidikan selanjutnya.
Montessori
Prinsip belajar-mengajar yang terjadi
di instansi taman kanak-kanak meskipun Pelajaran berbasis Montessori
sama namun dicapai melalu berbagai dipelopori oleh Maria Montessori (1870
ragam cara dalam metode pengajarann- -1952). Pekerjaan pertama Montessori
ya. Salah satu dari cara pengajaran yang adalah mengurus anak-anak di sebuah
ditawarkan dalam pendidikan formal TK rumah sakit jiwa, di sana Ia bertang-
di Indonesia adalah cara Montessori. gung jawab untuk mengurus kesehatan
anak-anak yang memiliki keterbelakan-
Dalam prinsip belajar Montessori, gan mental. Suatu siang, Montessori
anak diajarkan untuk dapat fasih da- memperhatikan bahwa anak-anak se-
lam sebuah tugas dengan malalui taha- dang memainkan roti yang seharus-
pan-tahapan belajar yang disuaikan nya menjadi santapan makan siang.
dengan kemampuan tangkap anak mas- Mereka memainkan roti dengan cara
ing-masing. Guru sebagai fasilitator pen- menggulung-gulungnya (layaknya anak
didikan dituntut untuk berinteraksi den- bermaian lilin mainan). Kemudian
gan masing-masing anak dalam waktu muncullah gagasan, apabila anak-anak
eksplorasi belajar mereka di dalam kelas memiliki sesuatu untuk dimainkan dan
hingga seorang anak dinyatakan sudah dimanupulasi, maka mareka akan dapat
melakukan tugasnya dengan baik melalui mengembangkan keterampilan ber-
kata “selesai”. pikirnya. (Seldin & Epstein, 2003)

Vol. X, No. 1 Juni 2017 57


Lalitya Talitha Pinasthika Pengaruh Pendidikan Montessori
terhadap Konsep Bermain Anak

Menurut Montessori, anak-anak • Seluruh fasilitas, seperti toilet, was-


akan mengalami suatu masa yang dise- tafel, kitchen zink, tombol lampu, dan
but masa peka, yaitu masa dimana anak rak untuk menyimpan peralatan dibuat
mencapai kematangan tertentu. Hal ini sesuai dengan ukuran tubuh anak-anak
penting karena menjadi modal anak un- gunanya untuk membantu membangun
tuk belajar. Adapun ciri sekolah yang kemandirian.
menerapkan sistem belajar Montessori
adalah: (Seldin & Epstein, 2003 : 26 – 61)

• Menekankan pada kemandirian, ke- Dalam sistem belajar Montessori,


bebasan dengan batasan tertentu, dan anak diajarkan untuk menggali poten-
menghargai perkembangan anak se- si yang mereka miliki sendiri, misalnya
bagai individu yang unik ketika seorang anak mengalami kesu-
litan ketika ingin membuka kemasan
• Mencapur anak usia 2,5 tahun sampai makanan yang dibawanya dari rumah,
6 tahun dalam satu kelas, sebab anak- guru tidak akan membantu anak se-
anak yang lebih kecil akan belajar dari cara langsung melaikan bertanya pada
anak-anak yang lebih besar. anak “apa yang dapat kamu lakukan
agar bungkus kue itu terbuka?” dengan
• Murid boleh memilih kegiatannya cara ini, anak akan mengasah memo-
sendiri, yang sudah dirancang untuk rinya tentang peralatan-peralatan yang
rentang usianya. pernah dikenalkan padanya, kemudian
memutuskan bahwa gunting adalah alat
• Guru tidak memberi instruksi, me- yang dapat dipakai untuk membuka ke-
laikan akan menjelaskan sesuatu ketika masan kue.
ditanya anak.
Ruang belajar dalam kelas
• Menyediakan keteraturan, yaitu bela- Montessori pun terbagi ke
jar dan istirahat pada waktu yang sudah dalam lima area, yaitu:
tetap.
1. Exercises for Practical Life (EPL)
• Anak-anak diajarkan untuk menjaga
kebersihan lingkungan dan suasana ker- Dalam masa perkembangan ini
ja sama dengan teman-teman mereka. anak-anak memiliki dorongan yang
kuat untuk mengimitasi kegiatan orang
• Menyediakan bahan atau materi be- dewasa yang dibutuhkannya seiring
lajar yang dibutuhkan anak pada setiap anak tumbuh dan berkembang.dalam
perkembangannya area ini, anak-anak diberi kesempatan
untuk menirukan apa yang mereka lihat
• Lingkungan belajar memfasilitasi ger- dalam kehidupan sehari-hari mereka.
akan fisik yang dibutuhkan anak. Misal- Contohnya, anak belajar cara menyapu
nya bahan pembelajaran diletakkan di lantai, menuang air, mengelap meja,
rak, mulai dari yang paling bawah hing- memakai baju, mengikat sepatu, dll.
ga ke rak teratas, sehingga anak akan Melalui aktivitas ini, anak belajar untuk
belajar berjongkok untuk meraih barang menolong diri mereka sendiri, berkon-
yang terletak di bawah dan berdiri keti- senterasi, dan meningkatkan kemam-
ka mengambil barang di rak teratas. Ke- puan motorik mereka, serta mengasah
giatan disik berdiri-jongkok ini penting kordinasi tangan-mata dan membangun
untuk kelenturan dan koordinasi tubuh. etos kerja yang baik.

58 Vol. X, No. 1 Juni 2017


Pengaruh Pendidikan Montessori Lalitya Talitha Pinasthika
terhadap Konsep Bermain Anak

2. Sensorial 5. Cultural

Materi sensorial didesain un- Anak diajarkan untuk bela-


tuk memfasilitasi kebutuhan anak-anak jar mengenai geografi, botani, sejarah,
yang pada saat perkembangannya sangat dan pengetahuan umum. Anak belajar
sensitive dengan kemampuan ini. Anak melalui latihan mandiri maupun aktif-
mampu belajar untuk menilai, menelaah, itas grup, yang juga melibatkan diskusi
dan membedakan dimensi, berat, tinggi, tentang dunia di sekitar mereka.
warna, suara, aroma, dan meraba perbe-
daan permukaan benda serta memban- Kelima area di atas adalah basis
gun kemampuan berbahasa. Melalui per- utama dari sistem pembelajaran Mon-
alatan sensori, anak secara tidak langsung tessori. Dalam balajar, anak tidak perlu
ditekankan untuk memaksimalkan ke- mahir satu hal terlebih dahulu untuk
mampuan kordinasi jari-jari mereka. Hal kemudian belajar kecakapan yang baru,
ini pada akhirnya akan bermanfaat bagi dengan demikian anak akan belajar se-
anak untuk belajar menulis. cara parallel dan secara tidak langsung
melatih kemampuan anak untuk men-
3. Mathematics ganalisis korelasi dari satu kegiatan
dengan yang lainnya. Berbeda dengan
Pengenalan dengan matematika kemampuan matematika dan bahasa,
dilakukan melalui aktivitas mencocok- anak diharapkan untuk dapat memaha-
kan, memilih dan menyusun dari alat- mi konsep dasar dari dua area pertama
alat yang ditemui anak setiap hari di area terlebih dahulu, agar saat dikenalkan
EPL dan sensori. Matematika dikenalkan pada matematika, konsep angka dan
dengan konsep yang jelas dan menarik. berhitung menjadi lebih mudah ditang-
Metode ini diciptakan dengan cara me- kap.
menuhi kebutuhan anak untuk memanip-
ulasi objek nyata sebelum akhirnya dike- Karena anak diberi kebebasan penuh
nalkan perlahan pada konsep angka dan dalam sistem Montessori, maka di da-
jumlah. Setelah anak memahami makna lam kegiatan belajar mengajar di ru-
awal dari jumlah dan korelasinya dengan ang kelas, jarang ditemukan anak yang
simbol angka, pembelajaran kemudian melakukan aktivitas yang bersamaan.
dinaikkan levelnya menjadi tambah-tam- Nyatanya anak-anak akan tersebar un-
bahan, kurang-kurangan, dsb. Sehingga tuk melaukan apa yang mereka ingink-
pada akhirnya kemampuan matematika an sesuai dengan kecakapan dasar yang
anak muncul dengan sendirinya. sebelumnya sudah diajarkan oleh guru
mereka.
4. Language
Dengan menerapkan sistem belajar
Di dalam kelas pra-sekolah den- sambil bermain, maka alat-alat belajar
gan sistem Montessori, bahasa dijadikan kurikulum Montessori dibuat sedemiki-
dasar untuk menjabarkan seluruh ek- an rupa agar menyerupai alat bermain.
spresi linguistik. Di seluruh lingkungan Inti dari alat bermain Montessori adalah
belajarnya, anak mendengar dan meng- melatih gerakan motorik pada anak, ser-
gunakan kosa kata yang diajarkan per- ta membiasakan anak untuk memfung-
lahan dalam seluruh kegiatannya. Anak sikan kordinasi tangan-mata, terutama
juga belajar untuk memberi nama pada kordinasi 3 jari utama, yaitu ibu jari,
tekstur permukaan yang mereka sentuh, telunjuk, dan jari tengah. Fungsi pen-
bentuk geometris, tumbuhan, dll. gasahan motorik ketiga jari ini adalah

Vol. X, No. 1 Juni 2017 59


Lalitya Talitha Pinasthika Pengaruh Pendidikan Montessori
terhadap Konsep Bermain Anak

untuk membiasakan anak memegang bulkan kepuasan bagi diri seseorang.


benda dengan presisi, sehingga disaat Sedangkan Parten dalam Sujiono (2009
mereka kelak belajar menulis, anak- : 144) memandang kegiatan bermain
anak tidak akan mengalami kesulitan sebagai sarana sosialisasi dimana di-
dalam memegang alat tulis mereka. harapkan melalui kegiatan bermain
dapat memberi kesempatan anak berek-
Selain dimaksudkan untuk melatih splorasi, menemukan, mengekspresikan
koordinasi tangan-mata, alat belajar perasaan, berkreasi, dan belajar tentang
Montessori juga dibuat agar menyerupai dirinya serta lingkungan disekitarnya.
alat-alat yang ditemui anak dalam ke-
hidupan sehari-hari. Contoh alat se- Selanjutnya Dockett dan Fleer
hari-hari yang diadaptasi ke dalam alat (2003: 41-44) berpendapat bahwa ber-
belajar Montessori antara lain: sapu main merupakan kebutuhan bagi anak,
dan pengki, pipet, pinset, serta satu set karena melalui bermain anak akan
papan dengan berbagai jenis aplikasi memperoleh pengerahuan yang dapat
kancing, Velcro, dan tali yang berfungsi mengembangkan kemampuan dirin-
untuk melatih anak agar mandiri dalam ya. Bermain merupakan suatu aktivitas
berpakaian. yang khas dan sangat berbeda dengan
aktivitas lain seperti belajar dan beker-
Anak dan Bermain ja yang selalu dilakukan dalam rangka
mencapai suatu hasil akhir (goal orient-
Bermain adalah kegiatan yang laz- ed).

Bermain memiliki tujuan dasar se-


bagai cara untuk menjaga perkemban-
gan dan pertumbuhan optimal anak usia
dini melalui pendekatan yang kreat-
if, interaktif dan terintegrasi dengan
lingkungan bermain anak itu sendiri.
Semua anak usia dini memiliki potensi
kreatif tetapi perkembangan kreativitas
sangat individual dan bervariasi antar
anak yang satu dengan yang lain (Catron
dan Allen, 1999 : 163)

Elkoni dalam Catron dan Allen (1999


: 163) menggambarkan empat prinsip
bermain, yaitu:
Gambar 1. Peralatan Belajar Montessori
(Sumber: pribadi) 1. Dalam bermain anak mengembang-
kan sistem untuk memahami apa yang
sedang terjadi pada permainan dalam
im dilakukan oleh anak-anak. Pada usia
rangka mencapai tujuan yang lebih
dini, anak belajar melalui permainan,
kompleks
mereka belum dapat membedakan an-
tara bermain, belajar dan bekerja (Su-
jiono, 2009 : 144). Piaget dalam Su-
jiono (2009 : 144) mengatakan bahwa
2. Kemampuan untuk menempatkan
bermain adalah suatu kegiatan yang
perspektif orang lain melalui atur-
dilakukan berulang-ulang dan menim-

60 Vol. X, No. 1 Juni 2017


Pengaruh Pendidikan Montessori Lalitya Talitha Pinasthika
terhadap Konsep Bermain Anak

an-aturan dan menegosiasikan aturan tidak terikat oleh waktu (lupa waktu),
bermain. dan terakhir merasakan bahwa dirin-
ya mendapatkan pencerahan mental
3. Anak menggunakan replika untuk dari aktivitas yang dilakukanya. Dalam
menggatikan objek nyata, lalu mereka kondisi ‘flow’ seseorang tidak menyadari
menggunakan objek baru yang berbeda. keberadaannya dan lingkungan seki-
Kemampuan menggunakan simbol ter- tarnya, dikarenakan tingkat fokus yang
masuk kedalam perkembangan berpikir sangat tinggi dicurahkan pada aktivitas
abstrak dan imajinasi yang bagi dirinya sangat menyenang-
kan. (The Phycology Book, 2012 : 198)
4. Kehati-hatian dalam bermain mun-
gkin terjadi, karena anak perlu mengikuti Teori Csikzentmihalyi dikuatkan
aturan permainan yang telah ditentukan
bersama teman mainnya

Teori Flow
Ketika seorang anak melakukan ak-
tivitas yang mereka sukai, maka mereka
akan terjebak ke dalam sebuah kondisi
‘flow’, yaitu yang diperoleh ketika tugas
atau tantangan yang diberikan mampu
menantang kemampuan (skill) seseorang Bagan 1. Teori Flow Csikzentmihalyi
sehingga timbul motivasi untuk menyele-
saikan tugas atau aktivitas yang diberi- oleh Profesor Susan Greenfield, seorang
kan. ahli perkembangan otak universitas Ox-
ford mengatakan bahawa ketika anak-
Apabila tantangan pekerjaan yang anak melakukan sesuatu yang mereka
diberikan memiliki kesulitan tinggi tapi sukai, seperti bermain video game, otak
keterampilan rendah, hasilnya adalah mereka mendapatkan asupan dopamine
kecemasan. Kondisi selanjutnya adalah dalam korteks bagian depan. Namun de-
apabila tantangan pekerjaan yang diber- mikian, jika zat doparmine terlalu banyak
ikan rendah disertai dengan kemampuan diproduksi, maka bagian korteks yang
yang rendah pula, seseorang akan men- terhubungkan dengan kemampuan un-
jadi apatis. Bila tantangan pekerjaan tuk berpikir akan terpengaruh dan men-
rendah tapi keterampilan tinggi, kebosa- gakibatkan euphoria bermain. Banyakn-
nan akan muncul sebagai efek skill yang ya dopamine yang diproduksi, tingginya
tidak tertantang. Selanjutnya, jika tanta- euphoria bermain menciptakan kecilnya
ngan pekerjaan yang diberikan tinggi dan kemungkinan dan kesempatan untuk
keterampilan seseorang juga sama ting- mengembangkan pikiran yang original
gi, maka terciptalah kondisi flow, dima- atau kreatif. (Watson, 2010 : 2).
na kegiatan mengalir dengan begitu saja
hingga seseorang menjadi sangat menik- Metode Penelitian
mati kegiatannya hingga lupa waktu.
Penelitian dilakukan dengan meng-
Dalam kondisi ‘flow’, seseorang akan gunakan metode kualitatif melalui sur-
menjadi sangat fokus, tenggelam da- vei yang dilakukan di sekolah Temasek
lam rasa damai, kemudian seseorang dan eksperimen bermain dengan tiga
akan mulai merasa bahwa kegiatannya belas anak usia prasekolah yang beru-
sia 3–5 tahun. Eksperimen dilakukan

Vol. X, No. 1 Juni 2017 61


Lalitya Talitha Pinasthika Pengaruh Pendidikan Montessori
terhadap Konsep Bermain Anak

dengan menggunakan stimulus berupa Fungsinya untuk mengukur tingkat


permainan berkonsep tetris dalam ben- jenuh anak dalam sebuah permainan
tuk digital sebagai acuan dasar dalam yang memiliki batasan bidang permain-
ketahan bermain anak, kemudian anak an.
diberikan permainan berkonsep bidak
tetris tiga dimensi yang dapat mereka
manipulasi secara langsung.

Permainan tetris digital diberikan


melalui media iPad, dimana dalam per-
mainan ini anak-anak diminta untuk
menyusun bidak-bidak tetris agar ter-
susun rapi tanpa celah satu balok pun.
Dalam permainan ini, ketika seluruh
bidak tersusun dengan rata maka ko-
lom-kolom di mana area bermain terisi
penuh akan hilang secara otomatis dan
menciptakan ruang tambahan baru un- Gambar 2. Tetris Manual
tuk bermain. (Sumber: pribadi)

Permainan terinspirasi dari tetris Karena perbedaan platform, cara


berbentuk balok dibuat menggunakan pemberian skor dan konsep ‘selesai’
kayu balsa dengan area bermain yang yang berbeda antara tetris digital dan
juga dibuat dalam bentuk persegi pan- tetris analog, maka peneliti akan mem-
jang layaknya tampilan bidang permain- batasi penelitian pada aspek-aspek uta-
an pada tetris digital. Bentuk bidak, ma permaian yang memiliki kesamaan,
warna bidak, serta konsep yang diber- yaitu:
lakukan serupa dengan tetris digital,
yang membedakan hanya konsep ketika 1. Rules
seluruh bidak tersusun rapi balok-balok
tetris tidak akan hilang. Dalam prakti- Pemain harus mengisi kotak per-
knya, bidak yang diberikan kepada anak maian menjadi barisan yang penuh un-
dipilih secara acak dan muncul satu per tuk memperoleh skor.
satu layaknya permainan tetris digital.
Hal ini dilakukan agar konsep mun- 2. Modes of Play
culnya bidak tetris tetap tercapai pada
permainan analog. Untuk penelitian ini, Bidak tetris turun satu per satu, ben-
permainan dibagi ke dalam 3 tahap, yai- tuk kotak permainan tetris yang beben-
tu: tuk persegi panjang, serta bidak tetris
yang memiliki bentuk L, S, persegi dan
1. Bermain tetris digital persegi panjang.

Fungsinya untuk mengukur tingkat 3. Goals


jenuh anak dalam sebuah permainan
yang berlangsung terus-menerus. Menyusun bidak tetris serapat mun-
gkin untuk mendapatkan skor yang pal-
2. Bermain tetris 3 dimensi dengan kon- ing besar.
sep bermain tetris digital

62 Vol. X, No. 1 Juni 2017


Pengaruh Pendidikan Montessori Lalitya Talitha Pinasthika
terhadap Konsep Bermain Anak

Hasil dan Diskusi oleh dalam media analog, karena pe-


main memegang kendali penuh tentang
Pada permainan pertama, anak-anak permainan yang dijalankannya. Jika
diberi kesempatan untuk mencoba ber- pemain berhasil membariskan bidak-bi-
main dengan tetris digital pada iPad se- dak kedalam satu barisan penuh, efek
banyak mungkin yang mereka inginkan ledakan dan suara yang ditemukan da-
sampai mereka ingin menyudahi per- lam platform digital tidak akan terjadi.
mainan. Peneliti kemudian mencatat
waktu yang dibutuhkan hingga anak Selain itu kurva permainan (game
menyatakan permainannya selesai. Pada curve) dalam permainan digital akan
tahap bermain pertama hasil yang diper- terus bertambah seiring bertambahn-
oleh adalah sebagai berikut: ya level permainan. Bidak tetris akan
jatuh dengan tempo yang lebih cepat,
Anak-anak menyatakan permainan musik latar akan semakin cepat sehing-
telah selesai dalam waktu kurang dari ga memacu konsenterasi dan perhatian
6 menit. Dari 13 anak, hanya satu anak pemain untuk semakin masuk ke dalam
yang terus bermain hingga waktu men- game world, sedangkan dalam permain-
capai 12 menit. Ketika penulis menanya- an analog, kurva permainan menjadi
kan alasan mereka menyatakan permain- datar tanpa adanya feedback dari per-
an telah ‘selesai’ adalah karena mereka mainan itu sendiri.
bosan dengan permainan yang tidak ada
akhirnya. Pada permainan kedua, anak-anak
diberi kesempatan untuk bermain den-
Permainan tetris digital mengandal- gan cara memanipulasi bidak-bidak
kan user interface dengan kelebihan ma- tetris 3 dimensi dengan tujuan untuk
nipulasi digital layar sentuh yang dapat memenuhi bidang permainan yang dise-
melakukan beberapa perintah sekaligus, diakan. Pada tahap bermain ini peneliti
seperti membolak-balik posisi bidak dan mencatat waktu yang dibutuhkan sam-
menggeser bidak ke kanan atau kiri ses- pai anak menyatakan bahwa permain-
uai dengan kehendak pemain. Selain itu an mereka selesai. Data yang diperoleh
media digital juga memberikan feedback adalah sebagai berikut:
kepada pemain melalui efek suara latar
dan tampilan ketika pemain berhasil Anak-anak menyatakan permainan
menyusun bidak menjadi sebuah baris telah selesai ketika seluruh bidang per-
penuh. Elemen interaktif ini tidak diper- mainan telah penuh terisi oleh bidak-bi-

Waktu
(dalam
menit)

Nama dan
usia objek
experimen
Bagan 2. Catatan waktu permainan tetris digital

Vol. X, No. 1 Juni 2017 63


Lalitya Talitha Pinasthika Pengaruh Pendidikan Montessori
terhadap Konsep Bermain Anak

dak tetris. Karena metode pemberian Dalam pendidikan Montessori, anak


bidak baru disamakan dengan konsep diajarkan untuk melakukan sebuah ke-
tetris digital, maka dalam permainan giatan sampai selesai, definisi dari kata
analog pun terdapat beberapa bidang ‘selesai’ itu kemudian harus dikonfirma-
kosong yang tidak terisi oleh anak, na- sikan kepada guru untuk diperiksa baru
mun pada penelitian ini anak-anak kemudian anak dinyatakan benar-benar
secara seragam menyatakan permain- telah selesai mengerjakan tugasnya.
an ‘selesai’ bertepatan dengan terisi
penuhnya seluruh bidang permainan. Konsep ‘selesai’ dalam tetris dig-
ital adalah ketika bidak tetris telah
Tetris analog memiliki konsep uta- menyentuk kotak permainan teratas
ma yang sama dengan tetris digital, di- dan pemain sudah tidak bias menem-
mana pemain diminta untuk menyusun patkan bidak-bidak baru lagi, maka dari
bidak-bidak tetris yang memiliki bentuk itu platform digital memberikan kes-
serupa untuk memenuhi bidang per- empatan pada pemain untuk mengisi
mainan. Perbedaan utama yang men- barisan dengan penuh dan menghapus
colok dari tetris analog adalah ketidak barisan yang penuh tersebut sehingga
mampuannya untuk menghilangkan tercipta ruang baru untuk menyusun
bidak yang telah tersusun menjadi satu bidak-bidak. Sebaliknya, dalam tetris
barisan rapi, sehingga konsep “menang” analog konsep ‘selesai’ juga sama, yaitu
yang diperoleh berbanding terbalik den- ketika bidak-bidak tetris sudah mengisi
gan konsep tetris digital. bagian kotak teratas dan tidak ada lagi
ruang untuk mengisi bidak baru. Per-
Penelitian ini dibatasi pada pema- bedaannya adalah cara penghitunga
haman anak usia pra-sekolah mengenai skor, dimana skor maksimal dalam te-
cara bermain tetris serta melihat se- tris digital bergantung pada banyaknya
berapa lama ketahanan mereka untuk level permainan yang mampu dilakukan
bertahan melakukan sebuah permaian. pemain, sedangkan dalam tetris analog
Sehingga analisis akan dilakukan pada skor dihitung belakangan ketika seluruh
point-point dimana terdapat kesamaan ruang telah terisi dengan bidak tetris.
konsep bermain diantara kedua per-
mainan, yaitu: cara bermain, konsep Dalam aplikasi nyata melalui eks-
mencocokkan bidak antar yang satu perimen, konsep tetris digital mecip-
dengan yang lainnya, serta pendistribu- takan sedikit kebingungan pada pola
sian bidak tetris.

Waktu
(dalam
menit)

Nama dan
usia objek
experimen

Bagan 3. Catatan waktu permainan tetris analog

64 Vol. X, No. 1 Juni 2017


Pengaruh Pendidikan Montessori Lalitya Talitha Pinasthika
terhadap Konsep Bermain Anak

pikir anak, dikarena ketidakjelasan kon- interaktif dan kurva permainan, tempo
sep ‘selesai’ dan anak usia pra-sekolah permainan dapat sepenuhnya dikenda-
yang terbiasa dengan konsep Montes- likan oleh anak usia pra-sekolah. Hal ini
sori kurang paham dengan pertambahan menyebabkan permainan analog lebih
level yang mereka dapatkan ketika ber- mudah dikerjakan dan diselesaikan oleh
main. Selama permainan berlangsung 8 mereka.
dari 13 responden menyatakan bingung
ketika balok-balok yang sudah mereka Ditelaah bedasarkan teori flow yang
susun rapi tiba-tiba menghilang (layak- dikemukakan oleh Csikzentmihalyi,
nya permainan tetris digital terjadi keti- dapat disimpulkan bahwa permainan
ka pemain berhasil membariskan bidak tetris (baik digital maupun analog) ses-
tetris), sehingga lama kelamaan mereka ungguhnya sudah sesuai untuk manan-
mulai kehilangan kesabaran karena kon- tang kemampuan anak dalam permain-
sep ‘selesai’ yang mereka pahami melalui an menyusun balok karena permainan
pendidikan Montessori tidak kunjung ini sudah diperuntukkan bagi anak usia
tampak (seluruh bidang permainan terisi tiga tahun keatas. Dalam bermain tan-
penuh). pa diberikan waktu, anak merasa lebih
bebas dalam mengeksplorasi kemun-
Simpulan gkinan-kemungkinan bidak tetris yang
harus disusunnya. Konsenterasi anak
Faktor-faktor pendukung permain- meningkat ketika mereka dapat me-
an analog yang disukai oleh anak usia lihat proses permainan mereka yang
pra-sekolah terletak pada kebebasan terpapar jelas dari susunan bidak-bi-
mereka untuk memanipulasi permainan dak tetris hingga pada proses bermain
tanpa dibatasi tempo permainan dan juga anak tidak lagi peduli dengan apa yang
kemungkinan bidak-bidak tetris yang terjadi di sekitarnya. Ketika permainan
dapat disusun sedemikian rupa sesuai dinyatakan ‘selesai’, anak dapat melihat
dengan keinginan mereka. Selain perbe- hasilnya dan menciptakan rasa puas diri
daan mengenai sisi interaktif kedua jenis karena dapat melakukan tugasnya den-
permainan, terdapat kesamaan yang di- gan baik.
gemari oleh anak-anak, yaitu warna dan
tampilan bidak tetris yang beragam ser- Dari penelitian ini, perwujudan dari
ta cara bermain dengan menggeser dan teori flow lebih terlihat dari platform
mencocokkan bidak. permainan analog, karena kelebihan
utama yang ditawarkan oleh platform
Dari perbandingan awal ini, dapat permainan ini, yaitu fleksibilitas waktu
disimpulkan bahwa anak-anak menyu- dan hasil akhir yang dapat mereka lihat
kai kelebihan interface yang ditawarkan ketika seluruh bidak telah memenuhi
oleh permainan digital, namun kelebihan kotak permainan.
interface itu juga dapat bersebrangan
dengan pemahaman konsep permainan Referensi
dalam dunia anak usia pra-sekolah. Den-
gan berbagai jenis perkembangan yang Catron, C & Allen, J. (1999) : Early
dialami oleh anak usia pra-sekolah, tidak Childhood Curriculum: A Creative Play
semua anak dapat menangkap gagasan Model. New Jersey, Merrill/Prentice
sebuah permainan secara langsung, seh- Hall.
ingga kecepatan tempo permainan men-
jadi kendala. Pada permainan analog, Dockett, S and Fleer, M. (2003) :
meskipun tidak difasilitasi dengan sisi Play and pedagogy in early childhood :

Vol. X, No. 1 Juni 2017 65


Lalitya Talitha Pinasthika Pengaruh Pendidikan Montessori
terhadap Konsep Bermain Anak

bending the rules. Melbourne, Harcourt


Australia.

Permana, Yudi. (___) : Pengaruh


Pemanfaatan Ruang Terbuka dalam
Menunjang Kreativitas Anak di Kawasan
Kampung Kota Studi Kasus Bantaran
Sungai Cikapundung, Thesis Magister,
Institut Teknologi Bandung

Tim Direktorat Pembinaan Pendi-


dikan Anak Usia Dini. (2011) : Petunjuk
Teknis Penyelenggaraan Taman Kanak-
kanak. Kemdiknas, Direktorat Pembi-
naan Pendidikan Anak Usia Dini.

Sujiono, Y. (2009) : Konsep Dasar


Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta, In-
deks.

Watson, Richard. (2010) : Future


Minds: How Digital Age is Changing
our Minds, Why this Matters and What
We Can Do. Nicholas Bearley Publish-
ing, UK.

66 Vol. X, No. 1 Juni 2017

Anda mungkin juga menyukai