Anda di halaman 1dari 2

Mobilitas Dahlan Iskan

Dahlan Iskan kecil yang dibesarkan di lingkungan pedesaan dengan nuansa religius dan
kondisi serba kekurangan. Bahkan saat kecil, Ia hanya memiliki pakaian berupa satu celana
pendek, satu baju dan satu sarung. Kalau lapar mendera, dia terpaksa mencuri tebu milik
pabrik gula di dekat rumahnya.

Puluhan tahun kemudian, Dia diminta untuk menjadi pemimpin puluhan pabrik gula yang
sedang sekarat di seluruh Indonesia.

Padatahun 1975, Dahlan memutuskan untuk berhenti kuliah dan memilih menjadi calon
reporter Harian Mimbar Masyarakat di Samarinda. Dia juga aktif dalam kewartawanan
kampus dan organisasi pelajar Islam.

Saat Dahlan menjadi kepala biro majalah Tempo, Dia adalah satu – satunya wartawan yang
meliput. Dia berhasil mendapat berita yang sempurna mengenai hal tersebut dan setelah
diterbitkan, serbuan pujian tertuju padanya.

Pada tahun 1982, Dahlan Iskan dipercaya untuk memimpin Koran Jawa Pos yang dibeli oleh
Eric Samola (Direktur Utama PT. Grafiti Pers, penerbit Tempo). Pada saat itu, pasar koran
Surabaya dikuasai oleh Harian Surabaya Post dan Kompas. Jawa Pos waktu itu hampir
bangkrut dengan 6.800 eksemplar. Dalam waktu lima tahun pertama (1982 - 1987), Dahlan
berhasil membuat Jawa Pos mengalami peningkatan dengan oplah 126.000 eksemplar dengan
pendapatan Rp 10,6 miliar.

Pada tahun 1993, Dahlan Iskan memutuskan berhenti sebagai pemimpin redaksi dan
pemimpin umum Jawa Pos. Inisiatifnya untuk berhenti karena percaya pentingnya
regenerasi , memberikan kesempatan kepada generasi muda untuk berkarya. Alasan lain
adalah karena ia ingin lebih fokus sebagai orang nomor satu Jawa Pos News Network yang ia
dirikan selanjutnya.

Pada tahun tersebut, selain Dahlan memimpin Grup Jawa Pos, Ia juga memimpin 2
perusahaan pembangkit listrik swasta, yaitu PT. Cahaya Fajar Kaltim di Kalimantan Timur
dan PT. Prima Electric Power di Surabaya.

Pada tahun 1997, Ia berhasil mendirikan Graha Pena, gedung perkantoran berlantai 20, dan
menjadi salah satu gedung pencakar langit di Surabaya. Dahlan mengembangkan bisnis
medianya dengan membentuk Jawa Pos News Network (JPNN) yang merupakan salah satu
jaringan media terbesar di tanah air.

Dahlan mengidap penyakit kanker hati dan melakukan transpalasi hati pada tahun 2006.
Kemudian Dahlan menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Pesantren Sabilul Muttaqin
(PSM).

Kemudian pada awal tahun 2009, Ia menjadi komisaris PT. Fangbian Iskan Corporindo (FIC)
yang membangun Sambungan Komunikasi Kabel Laut (SKKL).
Sejak akhir 2009, Dahlan diangkat menjadi Direktur Utama PLN menggantikan Fahmi
Mochtar. Selama kepemimpinannya, Dahlan membuat beberapa misi diantaranya bebas bayar
pet se-Indonesia dalam waktu 6 bulan, gerakan sehari sejuta sambungan dan pembangunan
PLTS di ratusan pulau.

Dua tahun menjabat sebagai Direktur Utama PLN, pada tanggal 17 Oktober 2011, Dahlan
Iskan ditunjuk oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri BUMN. BUMN
pun mengalami banyak peningkatan dan menjadi kebanggan Indonesia berkatnya.

Terhitung sejak 30 Maret 2010, LHKPN KPK mencatat harta Dahlan Iskan mencapai lebih
dari Rp 48,8 miliar. Harta itu terdiri dari harta tidak bergerak senilai Rp 8,6 miliar berupa
tanah dan bangunan, harta bergerak senilai Rp 2,5 miliar, surat berharga Rp 120 miliar, giro
dan setara kas lainnya senilai Rp 19,9 miliar. Jumlah tersebut dikurangi utang Dahlan sebesar
Rp 102,3 miliar.

Anda mungkin juga menyukai