Fachmy Casofa
Ada empat benda yang menjadi kekhasan Dahlan ketika menjalankan tugas
jurnalistiknya. Pertama, kamera saku. Jelas, untuk mendapatkan momen-
momen menarik ketika meliput. Kedua, jaket kain berwarna biru yang ber-
hoodie, hadiah dari kawannya sesama wartawan di Majalah Tempo. Ketiga,
kacamata hitam besar. Besar? Yah. Karena memang sangat tidak cocok
dengan bentuk muka Dahlan yang masih kurus nan tirus. Dan terakhir, adalah
sepeda motor bebek warna abu-abu kombinasi hitam berlogo Honda.
Dengan keempat benda itu, Dahlan mengarungi serunya dunia wartawan; mencari
narasumber, lalu menyajikan laporannya dengan tajam. Dunia yang menuntut kreativitas
dan keberanian menyuarakan kebenaran. Namun, seperti apa rahasia dan perjalanan
hidupnya hingga kita mengenalnya sebagai sang raja media?
Pertama, tokoh. Semua peristiwa menyangkut tokoh layak berita. Kedua, besar. Semua
berita yang besar layak berita. Ketiga, dekat. Semua peristiwa yang terjadi di dekat Jawa
Pos, lebih layak muat daripada berita besar yang terjadi tapi di tempat jauh. Dan bila pun
kedua berita itu perlu diberitakan, peristiwa terdekat harus diberitakan lebih lengkap.
Keempat, selalu yang pertama. Semua peristiwa yang baru pertama terjadi, layak menjadi
berita. Misalkan pencurian dengan modus baru, walau korbannya kecil, layak diberitakan.
Kelima, human interest. Peristiwa-peristiwa yang menyentuh perasaan terdasar manusia
harus menjadi berita. Keenam, bermisi. Setiap berita harus memiliki misi atau tujuan,
entah itu mencerdaskan, mendidik dan memotivasi. Ketujuh, unik. Semua peristiwa yang
unik layak menjadi berita. Kedelapan, eksklusif. Berita-berita investigasi adalah contoh
berita eksklusif yang tidak dimiliki oleh media lain layak menjadi berita, karena pembaca
pasti menyukainya. Kesembilan, tren. Tak peduli apakah itu tren gaya hidup maupun tren
perilaku. Dan terakhir, adalah prestasi. Kisah-kisah keberhasilan orang, bahkan orang
biasa, penemuan-penemuan, dan lain sebagainya yang menunjukkan prestasi dan
anugerah layak diberitakan.
Dahlan menyebut kesepuluh aturan itu sebagai Rukun Iman Berita. Bahkan, bila
wartawan Jawa Pos tidak menemukan salah satu rukun tersebut, sebaiknya tidak usah ke
kantor saja, karena bisa dipastikan dia tidak akan bisa mengetik berita apa pun.
Maka, berubahlah Jawa Pos sejak dikendalikan oleh Dahlan. Berita-beritanya bermutu.
Ringan, komunikatif, eksklusif, aktual, faktual, urgen, trend setter, original, valid, juga
berimbang. Kelebihan-kelebihan macam itulah yang kemudian merebut hati pembaca.
Dahlan pun masih turun tangan sendiri untuk meliput. Bahkan, juga ikut mengedit berita.
Bahkannya lagi, Dahlan juga merevolusi tampilan tata letak, menjadi lebih stylist dan
dinamis juga nyaman dibaca. Tak jarang juga, Dahlan bahkan turun sendiri ke jalan-jalan
untuk menjajakan korannya. Totalitas kerja yang ala Dahlan banget!
Langkah cepat diambil Dahlan. Para wartawan dikirim ke Jawa Pos untuk magang dan
mendapatkan pelatihan khusus. Didikan Dahlan berbuah. Pedoman Rakyat yang kala itu
menguasai pasar Makassar, tumbang tak kuat bersaing dengan keganasan
kebangkitan Harian Fajar.
Kesuksesan ini kemudian menginspirasi untuk membentuk PT Media Fajar, gabungan
kerja manajemen antara Jawa Posdan harian Fajar, yang kemudian melahirkan puluhan
koran, antara lain harian Ujungpandang Ekspres, Ambon Ekspress, Timor Ekspres, Radar
Selatan, Buton Pos, Palopo Pos, Pare Pos, dan lain sebagainya, lengkap dengan Fajar
TV dan Fajar FM.
JPNN, selain memelopori juga memimpin konten koran-koran lokal dari Aceh hingga
Papua, dengan surat kabar harian, tabloid, maupun majalah ayng terbit dan beredar di
seluruh penjuru nusantara. JPNN juga hadir menggunakan sistem cetak jarak jauh yang
terintegrasi, baik antarkota maupun antarprovinsi. Dengan kekuatan jaringan itu, JPNN
juga menghadirkan jpnn.com, sebagai portal berita dengan direktori terlengkap di
Indonesia baik dalam pemberitaan nasional maupun internasional.
Selain itu, Dahlan juga berusaha keras agar Jawa Pos adalah yang pertama dalam
mengaplikasikan teknologi cetak jarak jauh. Mengapa? Ini semua dilakukan agar
perkembangan Jawa Pos yang sangat pesat itu harus menjadikan Jawa Pos sebagai
industri media yang terintegrasi. Maka, teknologi cetak jarak jauh akan memepengaruhi
aspek penampilan koran, ketepatan waktu, dan oplah dalam memenuhi selera pembaca
dan pelanggan.
Demi ini, Dahlan bakan tak segan-segan menyekolahkan SDM-nya ke luar negeri demi
belajar tentang cetak mencetak. Bahkan, Dahlan kemudian memutuskan divisi percetakan
berdiri sendiri, menjadi salah satu anak perusahaan Jawa Pos Grup, berbadan hukum PT
Temprina Media Grafika pada tahun 1996. Divisi percetakan itu didirikan untuk
mengintegrasikan layanan Sistem Cetak Jarak Jauh.
Setelah itu, Dahlan juga makin memantapkan Jawa Pos Group sebagai industri media
terpadu ketika merambah bisnis kertas dan pabriknya, dan menjadikan sektor ini sebagai
salah satu anak perusahaan Jawa Pos Grup, dengan mengibarkan bendera PT Adiprima
Suraprinta. Perusahaan ini tentu untuk menjaga keberlangsungan pasokan kertas sebagai
bahan baku utama percetakan koran-koran Jawa Pos Grup tersebut.
Inilah kehebatan Dahlan, benar-benar mampu mengintegrasikan dunia koran menjadi
industri media terintegrasi. Saling menopang sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Lihatlah bagaimana kecerdasan Dahlan menggunakan satelit untuk teknologi Sistem
Cetak Jarak Jauh dan hadirnya pangkalan berita dan foto menggunakan perangkat utama
jaringan kantor berita JPNN, yang kesemua itu ditambah berkembangnya koran-koran
lokal di bawah bendera Jawa Pos Group, mesin percetakan, pabrik kertas, semuanya
terintegrasi. Semuanya demi satu tujuan, menghadirkan mutu koran yang selalu menjadi
yang pertama dalam mengabarkan berita dan selalu hadir lebih pagi.
Bahkan, Azrul Andanda, putranya, sejak awal tahun 2000-an, setelah lulus
secara cumlaude sebagai master dari International Marketing dari California State
University, Sacramento, Amerika Serikat, menyatakan minatnya kerja di Jawa Pos. Posisi
Dahlan waktu itu masih menjadi Direktur Utama. Tetapi, syarat diberlakukan ketat untuk
Azrul. Nilai performance-nya harus di atas rata-rata karyawan lain.
Kerja keras Azrul pun berbuah. Lewat inovasi-inovasinya, seperti DetEksi, yaitu halaman
koran yang Azrul ciptakan secara khusus sebagai ruang aktualisasi anak-anak muda
Indonesia, dengan paduan brand activation melalui kompetisi, seperti DetEksi Mading
Championship yang merangkul jurnalis-jurnalis sekolah. Kompetisi DetEksi merambah
juga ke Model Competition, Pop Group Competition, Custome Shoes, dan banyak lagi.
Paling fenomenal, tentu brand activityberupa kompetisi basket tingkat SMA bernama
Development Basket Ball League (DBL), yang sangat tenar di dunia jagat basket tanah air.
Tak heran, kemudian World Young Reader Prize 2011 yang diberikan oleh Asosiasi
Penerbit Dunia yang berpusat di Paris memberikan pilihannya pada Jawa Pos.
Dahlan lega. Kini Jawa Pos dipenuhi anak-anak muda yang bertalenta dan bersemangat
untuk mengembangkan Jawa Poslebih jauh. Seperti semangatnya dulu untuk
menjadikan Jawa Pos terdepan dengan kembermutuan yang tinggi.
Bahkan, dengan kesuksesan-kesuksesannya itu, Dahlan kini juga mengurusi pesantren
Sabilil Muttaqien dengan duduk sebagai Ketua Dewan Pengawas. Pesantren ini bahkan
mengembangkan 131 sekolah dengan jumlah guru mencapai 9.300. Salah satu
sekolahnya adalah pesantren internasional yang bernama International Islamic School
yang berlokasi di Magetan. Pesantren ini bekerjasama dengan Al-Irsyad, lembaga
pendidikan Islam ternama di Singapura.
*Disarikan dari buku biografi Dahlan Iskan, The Next One