Anda di halaman 1dari 8

7 Rahasia Sukses Dahlan Iskan yang

Awalnya Wartawan Biasa Hingga


Menjadi Raja Media
INSPIRASI
 2.5K
SHARES



Fachmy Casofa
Ada empat benda yang menjadi kekhasan Dahlan ketika menjalankan tugas
jurnalistiknya. Pertama, kamera saku. Jelas, untuk mendapatkan momen-
momen menarik ketika meliput. Kedua, jaket kain berwarna biru yang ber-
hoodie, hadiah dari kawannya sesama wartawan di Majalah Tempo. Ketiga,
kacamata hitam besar. Besar? Yah. Karena memang sangat tidak cocok
dengan bentuk muka Dahlan yang masih kurus nan tirus. Dan terakhir, adalah
sepeda motor bebek warna abu-abu kombinasi hitam berlogo Honda.
Dengan keempat benda itu, Dahlan mengarungi serunya dunia wartawan; mencari
narasumber, lalu menyajikan laporannya dengan tajam. Dunia yang menuntut kreativitas
dan keberanian menyuarakan kebenaran. Namun, seperti apa rahasia dan perjalanan
hidupnya hingga kita mengenalnya sebagai sang raja media?

1 - Tunjukkan Dulu Kualitasmu, Jabatan dan


Apresiasi Akan Datang dengan Sendirinya
Sejak akuisisi tahun 1971, Eric Samola kini berkunjung lagi ke kantor Dahlan di Surabaya,
tahun 1982. Seperti biasa, Dahlan masih menjadi supir langganannya untuk mengantar ke
mana pun Eric Samola mau.
Kali ini, tujuannya ke Kembang Jepun. Ke sebuah gedung kuno peninggalan Belanda
tahun 1980. Di gedung inilah markas Jawa Pos berdiri, yang sudah mulai terbit sejak Juli
1949. Pemiliknya pasangan suami-istri, The Chung Shen alias Soeseno Tedjo dan Mega
Endah. Pada masa kejayaannya, pasangan yang memiliki dua anak kuliah di Inggris ini
pernah memiliki tiga koran berbahasa berbeda. Java Post berbahasa Indonesia, Hwa
Chiao Sien Wen berbahasa China, dan de Vrije Pers berbahasa Belanda. Tapi, yang
tersisa sekarang hanyalah Jawa Pos, yang sudah berkali-kali berganti nama dari Java
Post, Djawa Post, Djawa Pos, dan kemudian Jawa Pos.
Kedatangan Eric Samola dan Dahlan waktu itu adalah negosiasi pertama untuk
mengakuisisi Jawa Pos. Beberapa waktu kemudian, negosiasi terus dilancarkan Eric
Samola. Hingga negosiasi terakhir dilancarkan oleh petinggi Tempo yang lain, Fikri Jufri
dan Harjoko Trisnadi, dan tentu saja, Dahlan diikutsertakan dalam negosiasi tersebut.
Ketiganya mewakili Eric Samola.
The Chung Shen akhirnya menyetujui akuisisi tersebut. Pertanyaan kemudian menyeruak.
Siapa yang akan memimpin Jawa Pos?
Ada tiga nama, yang kesemuanya adalah generasi awal di Tempo yang menjadi kandidat.
Bambang Halilintar, jago manajemen. Harun Musawa yang pernah menduduki wakil
direktur, dan Harjoko, jago dalam bidang keuangan.
Tetapi, Eric Samola lebih memilih Dahlan. Jawa Pos yang oplahnya hanya enam ribu,
harus dibangkitkan oleh tangan dingin seorang pekerja keras sekaligus memiliki
kemampuan pemahaman yang baik dalam dunia media. Harus dibangkitkan oleh
seseorang yang memiliki kepekaan dalam sense of news value yang selama ini selalu
telah dibuktikan Dahlan dengan kebermutuan sajian beritanya.
5 April 1982. Dahlan resmi menjadi pemimpin Jawa Pos. Dan jabatannya bukanlah
Pemimpin Redaksi atau pun Direktur, tetapi Ketua Satuan Tugas Pelaksana. Jabatan
yang cukup aneh dalam dunia pers. Bahkan hingga saat ini. 

2 - Visi dan Totalitas Kerja adalah Kunci Sukses


Sebenarnya
Sebagaimana kerja adalah nyawa Dahlan, maka unggul dalam berita adalah nyawa Jawa
Pos. Ini yang selalu ditekankan oleh Dahlan kepada seluruh kru di Jawa Pos. Sepuluh
peraturan ditegakkan Dahlan untuk seluruh kru agar menjadi wartawan yang memiliki
keunggulan dan mempunyai daya tulis dan penyajian berita yang jempolan.

Pertama, tokoh. Semua peristiwa menyangkut tokoh layak berita. Kedua, besar. Semua
berita yang besar layak berita. Ketiga, dekat. Semua peristiwa yang terjadi di dekat Jawa
Pos, lebih layak muat daripada berita besar yang terjadi tapi di tempat jauh. Dan bila pun
kedua berita itu perlu diberitakan, peristiwa terdekat harus diberitakan lebih lengkap.
Keempat, selalu yang pertama. Semua peristiwa yang baru pertama terjadi, layak menjadi
berita. Misalkan pencurian dengan modus baru, walau korbannya kecil, layak diberitakan.
Kelima, human interest. Peristiwa-peristiwa yang menyentuh perasaan terdasar manusia
harus menjadi berita. Keenam, bermisi. Setiap berita harus memiliki misi atau tujuan,
entah itu mencerdaskan, mendidik dan memotivasi. Ketujuh, unik. Semua peristiwa yang
unik layak menjadi berita. Kedelapan, eksklusif. Berita-berita investigasi adalah contoh
berita eksklusif yang tidak dimiliki oleh media lain layak menjadi berita, karena pembaca
pasti menyukainya. Kesembilan, tren. Tak peduli apakah itu tren gaya hidup maupun tren
perilaku. Dan terakhir, adalah prestasi. Kisah-kisah keberhasilan orang, bahkan orang
biasa, penemuan-penemuan, dan lain sebagainya yang menunjukkan prestasi dan
anugerah layak diberitakan.
Dahlan menyebut kesepuluh aturan itu sebagai Rukun Iman Berita. Bahkan, bila
wartawan Jawa Pos tidak menemukan salah satu rukun tersebut, sebaiknya tidak usah ke
kantor saja, karena bisa dipastikan dia tidak akan bisa mengetik berita apa pun.
Maka, berubahlah Jawa Pos sejak dikendalikan oleh Dahlan. Berita-beritanya bermutu.
Ringan, komunikatif, eksklusif, aktual, faktual, urgen, trend setter, original, valid, juga
berimbang. Kelebihan-kelebihan macam itulah yang kemudian merebut hati pembaca.
Dahlan pun masih turun tangan sendiri untuk meliput. Bahkan, juga ikut mengedit berita.
Bahkannya lagi, Dahlan juga merevolusi tampilan tata letak, menjadi lebih stylist dan
dinamis juga nyaman dibaca. Tak jarang juga, Dahlan bahkan turun sendiri ke jalan-jalan
untuk menjajakan korannya. Totalitas kerja yang ala Dahlan banget!

3 - Pemimpin Terbaik Mengkualitaskan Timnya


Tapi di atas itu semua, satu hal yang menjadi perhatian lebih dari Dahlan adalah
mengkualitaskan kru redaksinya. Setiap ada wartawan baru yang masuk, dia tatar selama
lima bulan, tiap hari, kecuali Sabtu-Minggu. Di sana, wartawan-wartawan baru itu Dahlan
gembleng dengan Rukun Iman Berita dan diberikan penegasan khusus, “Koran gagal atau
sukses itu, nomor satu ditentukan kualitas redaksinya. Nomor dua karena redaksinya.
Nomor tiga karena redaksinya. Nomor 27 karena pemasaran korannya. Nomor 28 karena
pemasaran iklannya.”
Yah, mutu para redaksi akan menyajikan mutu berita. Mutu berita akan menjadikan koran
secara keseluruhan menjadi koran yang bermutu. Akan lebih mudah bagi para pemasaran
menjual barang yang bermutu, sehingga oplah akan terus bertambah, dan tentu, akan
lebih mudah pula bagi pencari iklan mencari iklan.
Tak heran, dalam waktu dua tahun masa kepemimpinan Dahlan, tiras Jawa
Pos sudah mencapai sebelas ribu eksemplar. Perbandingannya, koran lain di Jawa
Timur macam Memorandum tirasnya sepuluh ribu, Suara Indonesia tirasnya tujuh
ribu, Radar Kota tirasnya seribu. Tetapi, ada satu koran yang begitu menguatkan
tekad Dahlan untuk bisa dikalahkan, Surabaya Post, yang sampai seratus ribu lebih
tirasnya.

“Kita harus bisa mengalahkan Surabaya Post!” koar Dahlan kepada seluruh anak


buahnya. Terlalu bermimpi? Memang. Bayangkan, tiras Jawa Pos bahkan hanya
sepersepuluhnya.
Tetapi, Dahlan ketika berbicara seperti itu bukannya tanpa strategi. Dahlan tahu
betul Surabaya Post kualitasnya seperti apa. Semenjak menjadi Kepala Biro Surabaya
dari Tempo, tiap hari Dahlan membaca koran itu, sebagai pembanding dari pemahaman
beritanya. Maka, Dahlan tahu benar bagaimana bisa menyalip Surabaya Post. Maka tak
salah, bila lima tahun pertama kepemimpinannya di Jawa Pos, Dahlan berhasil menyulap
tiras yang hanya seangkutan becak menjadi 126 ribu eksemplar. Artinya, omzetnya
meningkat 20 kali lipat sejak pertama diakuisisi, dan tentu, berhasil menyalip Surabaya
Post.

Akan tetapi, menuju momen mengalahkan raksasa seperti Surabaya Post bukan perkara


gampang. Penggemblengan Dahlan kepada seluruh awak redaksi habis-habisan.
Bahkan, untuk meningkatkan mutu kru redaksi, Dahlan memberlakukan program Garansi
Antisalah. Dilatarbelakangi kegemaran Dahlan karena masih banyak redaksi yang kacau
dalam tata bahasa, program tersebut diluncurkan. Setiap pembaca yang berhasil
menemukan kesalahan pada salah ketik dan salah tata bahasa pada berita, salah grafis,
salah teks grafis, salah foto dan salah teks foto, pembaca bisa mendapat langganan
gratis Jawa Pos selama tiga bulan! Terdengar gila? Memang. Dahlan tak menggubris
protes redaksi. Dahlan sudah tahu bahwa bila banyak yang menemukan kesalahan, bisa
mempengaruhi omzet alias tekor. Itu artinya, seluruh kru redaksi bila tak ingin hal itu
terjadi, harus meningkatkan mutunya. “Kalau tidak mau tekor, berarti kita harus cari akal!”
semangat Dahlan pada seluruh kru redaksi.
Maka, ditempatkanlah redaktur bahasa di semua lini. Dan setiap mendapatkan laporan
kesalahan dari pembaca, wartawan dan redaktur berita yang mengedit mendapatkan
sanksi. Wajib ikut kelas bahasa. Pengajarnya? Redaktur bahasa itu sendiri.
Dahlan bahkan tak jarang berjaga-jaga di depan pintu kantor ketika sore hari, dan
menanyai setiap wartawan yang hendak masuk. “Beritamu apa?” Bila ada wartawan yang
hanya membawa berita biasa-bisa saja, Dahlan tak segan-segan berkata, “Sudah, kamu
pulang saja. Hari ini kamu bukan wartawan Jawa Pos.” Artinya, baru bisa dianggap
wartawan Jawa Pos bila mampu menyiapkan bahan berita bermutu. Karena Dahlan yakin,
hanya dengan standar tinggilah Jawa Pos baru bisa mengalahkan raksasa media nomor
satu di Jawa Timur, yakni Surabaya Post. 

4 - Menyiapkan Produk Terbaik, dan


Mendistribusikannya dengan Cara Terbaik adalah
Kunci Sukses Usaha
Dahlan, bahkan sering turun sendiri menjajakan korannya ke pinggir jalan. Para petinggi
di Jawa Pos juga sering diajak langsung turun ke jalan. Bahkan, kala ada pelanggan yang
telat mendapatkan koran, Dahlan tak jarang mengantarkan sendiri ke rumah pelanggan
seraya berjanji takkan lagi ada koran telat sampai ke tangan pelanggan.
Selain itu, Dahlan juga agresif membangun jaringan pemasaran. Keluarga karyawan
diminta Dahlan untuk ikut memasarkan. Dahlan pun memulai dengan istrinya turun
langsung ke jalan. Memobilisasi tukang ojeg juga dilakukan. Di samping itu, Dahlan juga
menerapkan sistem pemasaran secara blok.
Blok pertama adalah di Surabaya. Blok kedua ada di Malang. Blog ketiga ada di Jember,
dan seterusnya hingga seluruh Jawa Timur. Maka, dengan mutu berita, ditunjang grafis
yang apik, serta pemasaran yang cerdas dan militansi karyawan,Jawa Pos hanya butuh
waktu lima tahun, yakni 1982-1987 untuk mengalahkan Surabaya Post. 

5 - Satu Mimpi Terpenuhi, Tunaikan Lagi Mimpi yang


Lebih Besar Lagi!
Lalu, masuk di tahun kedua, yakni 1987-1992, Jawa Pos makin menggila dengan memiliki
mesin cetak sendiri di Surabaya. Tujuannya satu. Agar koran bisa sampai ke tangan
pelanggan tepat waktu. Nah, dengan terbelinya mesin cetak tersebut, target market Jawa
Pos yang sebelumnya adalah menengah-bawah, brand koran ini kemudian diperbaiki
dengan mengusung slogan Koran Nasional Terbit di Surabaya. Dengan kata lain, segmen
Jawa Pos juga menyasar kelas atas, pasar yang selama ini dikuasai Kompas.
Pada tahun 1992, oplah Jawa Pos mencapai 300 ribu eksemplar per hari dengan omzet
hingga Rp38,6 miliar. Dan di lima tahun periode kedua itu pula, Jawa Pos memang getol-
getolnya ekspansi ke daerah.
Setelah melampaui Surabaya Post, target Dahlan selanjutnya adalah mencapai sejuta
tiras per hari. Target ini bermula dari suntikan ide Eric Samola, “Surabaya Post terbit sore
hari, sedangkan Kompas harus dikirim dari Jakarta. Kalau Jawa Pos diisi berita nasional
dari Jakarta, dan diedarkan pukul lima pagi, masa’ tidak bisa menang. Kita terbit dengan
sejuta tiras!”
Tetapi, dengan hanya mengandalkan Jawa Pos saja, tidak akan membuat tiras naik
sebanyak itu. Maka, strategi baru dilancarkan Dahlan. Menggandeng atau
mendirikan koran lokal, dengan konten nasional dari Jawa Pos. Strategi brilian!

Misi itu bersambut, ketika harian Fajar bergabung dengan Jawa Pos pada tahun 1985.


Harian Fajar yang kalah saing dengan Pedoman Rakyat, surat kabar besar di Makassar,
sangat bersyukur karena Jawa Pos mau mengakuisisinya. Tentu, akuisisi ini memantik
semangat seluruh kru Harian Fajar, yang jelas butuh nafas segar dari koran itu yang
hampir tumbang. Apalagi, ketika mendengar Dahlan akan turun langsung untuk
menggembleng wartawan di sana.

Langkah cepat diambil Dahlan. Para wartawan dikirim ke Jawa Pos untuk magang dan
mendapatkan pelatihan khusus. Didikan Dahlan berbuah. Pedoman Rakyat yang kala itu
menguasai pasar Makassar, tumbang tak kuat bersaing dengan keganasan
kebangkitan Harian Fajar.
Kesuksesan ini kemudian menginspirasi untuk membentuk PT Media Fajar, gabungan
kerja manajemen antara Jawa Posdan harian Fajar, yang kemudian melahirkan puluhan
koran, antara lain harian Ujungpandang Ekspres, Ambon Ekspress, Timor Ekspres, Radar
Selatan, Buton Pos, Palopo Pos, Pare Pos, dan lain sebagainya, lengkap dengan Fajar
TV dan Fajar FM. 

6 - Visi Mulia dalam Bisnis yang Berpadu dengan


Strategi Jitu adalah Syarat Bisnis Pesat Melaju
Melalui PT Media Fajar pula, Jawa Pos berhasil mengakuisisi Manado Post, yang kala itu
bahkan berkondisi nahas, terlilit hutang hingga Rp1 miliar. Dengan manajemen terukur ala
Dahlan, Manado Post berhasil menguasai pasar informasi media di Sulawesi Utara.
Berinduk Manado Post ini kemudian beranak pinak media lain, Posko Manado, Gorontalo,
dan Malut Pos. Dengan suksesnya media ini, Jawa Pos berhasil menaklukkan pulau
Sulawesi.
Papua menjadi target selanjutnya. Terbitlah koran Cenderawasih Post. Dari koran ini
kemudian menganakpinak Radar Sorong dan Radar Timika.
Kesuksesan menghampiri dengan baik, langkah bijak diambil. PT Fajar Media, kemudian
berubah menjadi Fajar Group dan sudah menjadi holding tersendiri. Dari sini lahir bisnis
nonmedia seperti Universitas Fajar.
Fajar Grup hanyalah salah satu armada kapal induk, sebutan wilayah basis operasional
grup ini. Karena di awal dekade 2000-an, Jawa Pos sudah memiliki sekitar delapan
armada kapal induk di pangkalan Timur dan Barat Indonesia. Di tiap pangkalan, memiliki
koran harian utama.
Di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah hingga Nusa Tenggara Timur, kapal induknya
bernama Jawa Pos, yang berpangkal di Surabaya. Di Provinsi Riau, Sumatera Utara dan
Sumatera Barat, ada Riau Pos yang berpangkal di Pekanbaru. Di Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, ada Sumatera Ekspres yang berpangkal di Palembang. Di Jakarta,
Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah, ada Rakyat Merdeka dengan pangkalan di
Jakarta. Di wilayah Kalimantan Barat berpangkal di Pontianak ada Pontianak Post. Di
Wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah
dan berpangkal di Balikpapan ada Kaltim Post. Armada terakhir, yakni Fajar
Grup dengan Harian Fajaryang bergerak di wilayah Sulawesi Selatan dan Maluku dengan
pangkalan di Makassar yang pada 2008 lalu telah membangun Gedung Graha Pena
Makassar berlantai tujuh belas.
Kedelapan armada kapal induk tersebut bertumbuh pada periode kedua yakni 1987-1992
dan mengalami perkembangan pesat pada periode ketiga, yakni 1992-1997.
Hebatnya, strategi Dahlan dalam menggandeng atau mendirikan koran lokal dengan
konten nasional dari Jawa Pos, telah melampaui target Eric Samola, yakni mencapai tiras
satu juta eksemplar per hari, yang hanya membutuhkan waktu sepuluh tahun. Dan pada
tahun 1993, dahlan mengundurkan diri dari kursi pemimpin redaksi dengan usia 42 tahun.
Pengunduran dirinya karena harus berganti jabatan menjadi Pemimpin Umum Jawa Pos,
namun dalam rangka mengorganisir manajemen anak-anak perusahaan Jawa Pos agar
strategis dan lebih rapi yang kemudian lahir Jawa Pos National Network (JPNN), dan
menjadi jaringan media terbesar di Indonesia, hingga sekarang.
Mengapa Dahlan begitu bersemangat mengembangkan koran di daerah-daerah?
“Menerbitkan koran di daerah bukanlah untuk tujuan bisnis,” kata Dahlan, “menerbitkan di
daerah itu merupakan alat untuk mencapai tujuan yang lebih besar lagi. Salah satu fungsi
koran atau media adalah alat kontrol kekuasaan. Fungsi lainnya adalah mencerdaskan
masyarakat. Anda bisa membayangkan, bagaimana cara mengontrol kekuasaan di
wilayah Indonesia yang sangat besar ini? Anda bisa bayangkan berapa banyak
masyarakat yang jadi cerdas karena membaca koran? Tujuannya adalah supaya daerah
lebih cepat maju, bukan agar korannya cepat kaya atau pemilik korannya kaya-raya.”

JPNN, selain memelopori juga memimpin konten koran-koran lokal dari Aceh hingga
Papua, dengan surat kabar harian, tabloid, maupun majalah ayng terbit dan beredar di
seluruh penjuru nusantara. JPNN juga hadir menggunakan sistem cetak jarak jauh yang
terintegrasi, baik antarkota maupun antarprovinsi. Dengan kekuatan jaringan itu, JPNN
juga menghadirkan jpnn.com, sebagai portal berita dengan direktori terlengkap di
Indonesia baik dalam pemberitaan nasional maupun internasional.
Selain itu, Dahlan juga berusaha keras agar Jawa Pos adalah yang pertama dalam
mengaplikasikan teknologi cetak jarak jauh. Mengapa? Ini semua dilakukan agar
perkembangan Jawa Pos yang sangat pesat itu harus menjadikan Jawa Pos sebagai
industri media yang terintegrasi. Maka, teknologi cetak jarak jauh akan memepengaruhi
aspek penampilan koran, ketepatan waktu, dan oplah dalam memenuhi selera pembaca
dan pelanggan.
Demi ini, Dahlan bakan tak segan-segan menyekolahkan SDM-nya ke luar negeri demi
belajar tentang cetak mencetak. Bahkan, Dahlan kemudian memutuskan divisi percetakan
berdiri sendiri, menjadi salah satu anak perusahaan Jawa Pos Grup, berbadan hukum PT
Temprina Media Grafika pada tahun 1996. Divisi percetakan itu didirikan untuk
mengintegrasikan layanan Sistem Cetak Jarak Jauh.
Setelah itu, Dahlan juga makin memantapkan Jawa Pos Group sebagai industri media
terpadu ketika merambah bisnis kertas dan pabriknya, dan menjadikan sektor ini sebagai
salah satu anak perusahaan Jawa Pos Grup, dengan mengibarkan bendera PT Adiprima
Suraprinta. Perusahaan ini tentu untuk menjaga keberlangsungan pasokan kertas sebagai
bahan baku utama percetakan koran-koran Jawa Pos Grup tersebut.
Inilah kehebatan Dahlan, benar-benar mampu mengintegrasikan dunia koran menjadi
industri media terintegrasi. Saling menopang sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Lihatlah bagaimana kecerdasan Dahlan menggunakan satelit untuk teknologi Sistem
Cetak Jarak Jauh dan hadirnya pangkalan berita dan foto menggunakan perangkat utama
jaringan kantor berita JPNN, yang kesemua itu ditambah berkembangnya koran-koran
lokal di bawah bendera Jawa Pos Group, mesin percetakan, pabrik kertas, semuanya
terintegrasi. Semuanya demi satu tujuan, menghadirkan mutu koran yang selalu menjadi
yang pertama dalam mengabarkan berita dan selalu hadir lebih pagi.

7 - Jangan Lupa Regenerasi


Kesuksesan demi kesuksesan menghampiri Dahlan seolah tanpa jeda. Dedikasi,
kreativitas, terobosan, menghiasi hari-hari Dahlan untuk disumbangsihkan kepada Jawa
Pos Group.
Hingga tiba momen di mana Dahlan mulai disadarkan oleh Allah tentang makna
regenerasi dan percaya pada kekuatan yang muda, sebagaimana yang ia koar-koarkan
sendiri selama ini. Dahlan tervonis kanker hati dan harus menjalani operasi transplantasi
hati di First Central Hospital Tianjin, China. Alhamdlillah lancar. Dahlan mensyukuri
sakitnya itu, “Kalau saja takdir tidak seperti itu, barangkali saya masih bercokol di Jawa
Pos sampai hari ini, memimpin Jawa Pos dengan gaya saya, lalu ditertawakan oleh yang
muda-muda. Sakit keras saya secara tidak langsung membawa implikasi percepatan
proses regenerasi.”

Bahkan, Azrul Andanda, putranya, sejak awal tahun 2000-an, setelah lulus
secara cumlaude sebagai master dari International Marketing dari California State
University, Sacramento, Amerika Serikat, menyatakan minatnya kerja di Jawa Pos. Posisi
Dahlan waktu itu masih menjadi Direktur Utama. Tetapi, syarat diberlakukan ketat untuk
Azrul. Nilai performance-nya harus di atas rata-rata karyawan lain.
Kerja keras Azrul pun berbuah. Lewat inovasi-inovasinya, seperti DetEksi, yaitu halaman
koran yang Azrul ciptakan secara khusus sebagai ruang aktualisasi anak-anak muda
Indonesia, dengan paduan brand activation melalui kompetisi, seperti DetEksi Mading
Championship yang merangkul jurnalis-jurnalis sekolah. Kompetisi DetEksi merambah
juga ke Model Competition, Pop Group Competition, Custome Shoes, dan banyak lagi.
Paling fenomenal, tentu brand activityberupa kompetisi basket tingkat SMA bernama
Development Basket Ball League (DBL), yang sangat tenar di dunia jagat basket tanah air.
Tak heran, kemudian World Young Reader Prize 2011 yang diberikan oleh Asosiasi
Penerbit Dunia yang berpusat di Paris memberikan pilihannya pada Jawa Pos.
Dahlan lega. Kini Jawa Pos dipenuhi anak-anak muda yang bertalenta dan bersemangat
untuk mengembangkan Jawa Poslebih jauh. Seperti semangatnya dulu untuk
menjadikan Jawa Pos terdepan dengan kembermutuan yang tinggi.
Bahkan, dengan kesuksesan-kesuksesannya itu, Dahlan kini juga mengurusi pesantren
Sabilil Muttaqien dengan duduk sebagai Ketua Dewan Pengawas. Pesantren ini bahkan
mengembangkan 131 sekolah dengan jumlah guru mencapai 9.300. Salah satu
sekolahnya adalah pesantren internasional yang bernama International Islamic School
yang berlokasi di Magetan. Pesantren ini bekerjasama dengan Al-Irsyad, lembaga
pendidikan Islam ternama di Singapura.
*Disarikan dari buku biografi Dahlan Iskan, The Next One

Anda mungkin juga menyukai