Kelompok 5 :
Anggun Budi Utami S. Depari (05)
Nurlatifah Asikin (24)
Pria Aji Pamungkas (26)
Rama Daneshwara (29)
Robi Fajar Bahari (33)
Samtri Dortua Gultom (34)
Willem Doanta (39)
DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1. Latar Belakang......................................................................................................................1
1.1. Biografi Nelson Mandela..............................................................................................2
2. Tujuan Penulisan..................................................................................................................6
3. Ruang Lingkup Pembahasan................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................7
1. Landasan Teori.....................................................................................................................7
1.1. Teori Kepribadian (Trait Theories)...............................................................................7
1.2. Teori Keperilakuan (Behavioral Theories)...................................................................9
2. Kepemimpinan Nelson Mandela Berdasarkan Teori Kepribadian (Trait Theories)..........10
2.1. Memiliki Motivasi kepemimpinan (leadership motivation) dan dorongan (drive).....10
2.2. Memiliki kecerdasan (Intelejensia).............................................................................11
2.3. Kemampuan Berkomunikasi.......................................................................................11
2.4. Kematangan Emosional dan Toleransi terhadap Stres................................................12
2.5. Kemampuan untuk Menjaga Konsistensi dan Kepercayaan.......................................13
3. Kepemimpinan Nelson Mandela Berdasarkan Teori Keperilakuan (Behavioral Theories)
dengan Pendekatan Transformasional.......................................................................................13
3.1. Pengaruh yang diidealkan (Idealized influence).........................................................17
3.2. Motivasi inspirasional (Inspirational motivation)......................................................17
3.3. Stimulasi intelektual (Intellectual stimulation)...........................................................18
3.4. Pertimbangan individual (Individualized consideration)............................................18
BAB III..........................................................................................................................................19
PENUTUP.....................................................................................................................................19
1. Kesimpulan dan Lessons Learned......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
1
2
Tahun 1960, terjadi demonstrasi di selatan Johannesburg, dua puluh ribu warga kulit
hitam tanpa paspor menyerbu pos polisi, membiarkan dirinya ditangkap pihak berwenang.
Demonstrasi itu berakhir dengan pembunuhan massal. ANC kemudian dilarang. Nelson Mandela
melakukan perlawanan bersenjata dalam gerakan bawah tanah, dengan menyerang pusat-pusat
industri. Tahun 1964 jajaran pimpinan gerakan bawah itu ditangkap. Nelson Mandela dan Walter
Sisulu dikenai tahanan seumur hidup. Di pengadilan Mandela menekankan ia bersedia mati
untuk visinya. Nelson Mandela dibebaskan 11 Februari 1990 dalam usia 74 tahun, setelah
ditahan 27 tahun. Ia berhasil melalui masa penahanan tersebut karena tidak ragu akan misinya
untuk mengakhiri apartheid di Afrika Selatan. Ia lalu menerima Nobel Perdamaian bersama
dengan De Klerk. Tahun 1994 berlangsung pemilu yang bebas dan adil untuk pertama kalinya di
Afrika Selatan. Mandela terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama. Pemerintahnya
mengakhiri sistem apartheid dan merintis rekonsiliasi nasional.
Keberhasilan Nelson Mandela tidak terlepas dari bagaimana cara beliau memimpin.
Karakteristik pribadi yang beliau miliki dan bagaimana perilaku beliau saat memimpin
menciptakan gaya kepemimpinan seorang Nelson Mandela. Gaya kepemimpinan ini yang ingin
kami tinjau sehingga dapat diteladani.
Mandela lahir tanggal 18 Juli 1918 di desa Mvezo di Umtatu, waktu itu terletak di
Provinsi Cape, Afrika Selatan. Dengan nama depan Rolihlahla, istilah Xhosa yang berarti
"pembuat masalah", ia nantinya justru lebih dikenal dengan nama klannya, Madiba. Kakek
buyut dari ayahnya, Ngubengcuka, adalah penguasa suku Thembu di Teritori Transkei yang
saat ini menjadi provinsi Eastern Cape di Afrika Selatan. Salah satu putranya, Mandela,
menjadi kakek Nelson dan sumber nama belakangnya. Karena Mandela adalah satu-satunya
putra raja yang ibunya berasal dari klan Ixhiba, "Dinasti Tangan Kiri", keturunan cabang
kadet keluarga kerajaannya bersifat morganatik, artinya tidak berhak mewarisi takhta tetapi
diakui sebagai anggota dewan kerajaan yang jabatannya turun temurun. Karena itu, ayahnya,
Gadla Henry Mphakanyiswa, merupakan kepala suku setempat dan anggota dewan kerajaan;
ia dilantik tahun 1915 setelah pendahulunya dituduh korupsi oleh hakim kulit putih yang
berkuasa waktu itu. Pada tahun 1926, Gadla juga dituduh melakukan korupsi dan Nelson
3
kelak diberitahu bahwa ayahnya dipecat karena bersikukuh menolak permintaan hakim yang
tidak masuk akal.
Mandela mengambil gelar Bachelor of Arts (BA) di University of Fort Hare, institusi
kulit hitam elit di Alice, Eastern Cape. Di sana ia belajar bahasa Inggris, antropologi, politik,
pemerintahan pribumi, dan hukum Belanda Romawi pada tahun pertamanya, dan ingin
menjadi penerjemah atau juru tulis di Departemen Urusan Pribumi. Nelson Mandela
melanjutkan belajar hukum di University of Witwatersrand, Mandela adalah satu-satunya
orang pribumi Afrika di fakultas tersebut, dan meski menghadapi rasisme ia berteman
dengan sejumlah mahasiswa Eropa, Yahudi, dan India liberal dan komunis.
Setelah bergabung dengan ANC, Mandela semakin dipengaruhi Sisulu dan
menghabiskan waktunya bersama aktivis lain di rumah Sisulu di Orlando. Tahun 1943,
Mandela bertemu Anton Lembede, seorang nasionalis Afrika yang sangat menentang front
ras bersatu terhadap kolonialisme dan imperialisme atau aliansi dengan kaum komunis.
Meski berteman dengan orang non-kulit hitam dan komunis, Mandela mendukung
pandangan Lembede, percaya bahwa orang Afrika kulit hitam harus terbebas sepenuhnya
dalam perjuangan mendapatkan penentuan nasib sendiri secara politik.
Semakin meningkatnya pengaruh Mandela di ANC, ia dan kader-kadernya mulai
menyerukan aksi langsung terhadap apartheid, seperti boikot dan mogok, yang dipengaruhi
oleh taktik masyarakat India Afrika Selatan. Karena meluangkan waktunya untuk politik,
Mandela gagal pada tahun terakhirnya sebanyak tiga kali di Witwatersrand; gelarnya
akhirnya ditahan permanen pada Desember 1949.
Pada Agustus 1953, Mandela dan Oliver Tambo membuka firma hukumnya sendiri.
Sebagai satu-satunya firma hukum milik orang Afrika di negara itu, firma ini populer di
kalangan orang kulit hitam yang merasa dirugikan dan sering menangani kasus kebrutalan
polisi. Karena tidak disukai pihak berwenang, firma ini dipaksa pindah ke lokasi terpencil
setelah izin pendiriannya dicabut sesuai Group Areas Act; akibatnya, pengguna jasa mereka
menyusut. Mandela berpendapat bahwa ANC "tidak punya alternatif terhadap
pemberontakan bersenjata dan keras" setelah terlibat dalam unjuk rasa yang gagal mencegah
penggusuran kota pinggiran berpenduduk kulit hitam Sophiatown, Johannesburg, pada
Februari 1955. Ia menyarankan Sisulu agar meminta persenjataan dari Republik Rakyat
4
Tiongkok, namun pemerintah Tiongkok percaya gerakan ini tidak cukup siap untuk perang
gerilya. Rusty Bernstein merancang Piagam Kebebasan yang isinya meminta pembentukan
negara demokratis non-rasialis disertai nasionalisasi industri besar. Saat piagam ini diadopsi
pada konferensi Juni 1955 di Kliptown yang dihadiri 3000 delegasi, polisi membubarkan
acara, namun ini tetap menjadi bagian utama ideologi Mandela.
Pada tanggal 5 Desember 1956, Mandela ditahan bersama sebagian besar eksekutif
ANC karena "pengkhianatan tinggi" terhadap negara. Pada sidang di Penjara Johannesburg
yang dipenuhi unjuk rasa massal, mereka menjalani pemeriksaan sementara di Drill Hall
tanggal 19 Desember sebelum dibebaskan dengan jaminan. Pada April 1959, para militan
Afrikanis yang tidak puas dengan pendekatan front bersatu ANC mendirikan Pan-African
Congress (PAC); teman Mandela Robert Sobukwe terpilih menjadi presiden, meski Mandela
menganggap kelompok ini "tidak dewasa". Kedua partai menyerukan kampanye antipas
pada bulan Mei 1960, yaitu pembakaran pas yang wajib dibawa ke mana-mana oleh
penduduk Afrika. Salah satu demonstrasi PAc dibubarkan polisi dan menewaskan 69
pengunjuk rasa dalam pembantaian Sharpeville. Sebagai bentuk solidaritas, Mandela
membakar pasnya ketika kerusuhan pecah di seluruh Afrika Selatan, sehingga pemerintah
memberlakukan darurat militer. Di bawah kondisi Keadaan Darurat, Mandela dan sejumlah
aktivis lain ditangkap pada tanggal 30 Maret, dipenjara tanpa tuduhan di penjara lokal
Pretoria yang kotor, sementara ANC dan PAC dibubarkan pada bulan April. Mandela
memanfaatkan waktu luangnya untuk mengadakan All-In African Conference dekat
Pietermaritzburg, Natal, pada bulan Maret yang dihadiri 1.400 delegasi anti-apartheid dan
menyepakati protes mogok kerja untuk memperingati 31 Mei, hari ketika Afrika Selatan
menjadi negara republik. Tanggal 29 Maret 1961, setelah pengadilan berlangsung selama
enam tahun, para hakim menjatuhkan vonis tidak bersalah yang lantas mempermalukan
pemerintah.
Menyamar sebagai sopir, Mandela berkeliling Afrika Selatan secara rahasia dan
menyusun struktur sel baru ANC dan mogok kerja massal pada 29 Mei. Dijuluki "Black
Pimpernel" di media—mengutip novel Emma Orczy tahun 1905 The Scarlet Pimpernel—
polisi mengeluarkan surat perintah penangkapannya. Setelah keluar dari Victor Verster,
Mandela menggandeng tangan Winnie di hadapan kerumunan dan pers; acara ini disiarkan
langsung di seluruh dunia. Di Balai Kota Cape Town, ia menyampaikan pidato yang
5
suara di Ohlange High School di Durban, dan meski menjadi Presiden terpilih, ia mengaku
secara terbuka bahwa pemilu ini penuh penipuan dan sabotase. Dengan 62% suara nasional,
ANC tinggal sedikit lagi mencapai dua pertiga mayoritas yang diperlukan untuk mengubah
konstitusi. ANC juga menang di 7 provinsi, sementara masing-masing Inkatha dan Partai
Nasional 1 provinsi. Pelantikan Mandela dilangsungkan di Pretoria pada tanggal 10 Mei
1994, disiarkan ke satu miliar penonton di seluruh dunia. Acara ini dihadiri 4.000 tamu,
termasuk pemimpin dunia dari berbagai latar belakang. Selain Presiden Afrika Selatan
berkulit hitam pertama, Mandela juga menjadi kepala Pemerintah Persatuan Nasional yang
didominasi ANC—yang justru tidak punya pengalaman di pemerintahan—tetapi juga
melibatkan perwakilan Partai Nasional dan Inkatha.
2. Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam membuat karya tulis ini adalah untuk
meninjau kepemimpinan Nelson Mandela dalam upaya menghapus politik apartheid di
Afrika Selatan ditinjau dari dua teori kepemimpinan antara lain trait theories dan
behavioral theories.
Ruang Lingkup tinjauan dalam karya tulis ini adalah kepemimpinan Nelson
Mandela yang ia tunjukkan dalam upaya menghapus politik apartheid sampai berhasil
terpilih menjadi Presiden Afrika Selatan dilihat dari dua sisi teori kepemimpinan, yaitu
trait theories dan behavioral theories khususnya transformational leadership.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Landasan Teori
Kepemimpinan menurut George dan Jones (dalam Basalamah, 2009) adalah tindakan
mempengaruhi oleh satu anggota kelompok atau organisasi terhadap para anggota lainnya untuk
membantu mencapai tujuan kelompok atau organisasi tersebut. Beberapa teori kepemimpinan
yang biasanya dikemukakan adalah trait theories dan behavioral theories.
Robbins dan Judge (dalam Basalamah 2009) mendefinisikan trait theories sebagai teori-
teori yang memperhatikan kualitas dan karakteristik pribadi yang membedakan antara
pemimpin dan bukan pemimpin. Karakteristik yang berkaitan dengan teori ini adalah
karakteristik pemimpin, pemimpin yang kharismatik dan masalah gender dalam
kepemimpinan. Berikut ini ulasan terkait dengan karakteristik tersebut.
1) Karakteristik Pemimpin
George dan Jones (dalam Basalamah, 2009) mengutip beberapa sumber dan
merangkum ciri-ciri pemimpin yang sukses dan efektif serta keahlian yang umumnya
dimiliki oleh mereka sebagai berikut:
a) Intelejensia membantu pemimpin dalam mengatasi persoalan yang sifatnya
kompleks.
b) Pengetahuan yang relevan dengan pekerjaannya memberikan jaminan bagi
kelompok dan organisasi dalam mencapai tujuan yang direncanakan bahwa
pemimpin tersebut tahu apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara
mengerjakannya, sumber daya apa saja yang dibutuhkan, dan sebagainya.
7
8
Sedangkan Warren Bennis (dalam Basalamah, 2009) mengidentifikasi empat ciri utama
dan kompetensi yang dimiliki pemimpin sebagai berikut:
Sementara itu menurut Greenberg dan Baron (dalam Basalamah, 2009) menunjukan
beberapa karakteristik pemimpin berdasarkan beberapa penilaian yang pernah dilakukan,
yaitu sebagai berikut:
1) Adanya dorongan (drive) yaitu mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu, ambisi,
energi, dan keinginan yang kuat serta inisiatif
2) Jujur dan mempunyai integritas, yaitu dapat dipercaya, dapat diandalkan dan bersikap
terbuka
3) Mempunyai motivasi kepemimpinan (leadership motivation) yaitu keinginan untuk
mempengaruhi pihak lain dan untuk mencapai tujuan Bersama
4) Memiliki beberapa dimensi kecerdasan atau injelensia selain dari pengetahuan tentang
bidang yang dipimpinnya atau keahlian teknis, yaitu:
a) Kecerdasan kognitif (Cognitive intelligence) yaitu kemampuan untuk
mengintegrasikan dan menginterpretasikan informasi dalam jumlah yang banyak
b) Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) yaitu kemampuan untuk bersikap
sensitif terhadap emosi diri mereka sendiri dan emosi orang lain.
c) Kecerdasan Kultural (Cultural Intelligence) yaitu sensitivitas seseorang pada
kenyataan bahwa pemimpin bertindak secara berbeda di negara yang berbeda
5) Percaya diri, yaitu yakin akan kemampuan diri sendiri
6) Mempunyai kreativitas yang tinggi
7) Mempunyai fleksibilitas yang tingi, yaitu kemampuan untuk beradaptasi dengan
keinginan para pengikutnya dan dengan situasi
Teori-teori keperilakuan memfokuskan pada apa saja yang dilakukan oleh para
pemimpin. Hal ini sesuai dengan pengertian kepemimpinan sebagai suatu proses, sehingga
apabila seseorang berperilaku tertentu atau menirukan perilaku pemimpin tertentu yang
sukses maka ia dapat pula menjadi pemimpin yang efektif., meskipun yang bersangkutan
mungkin memiliki karakteristik yang berbeda sebagaimana dibahas sebelumnya mengenai
cara untuk menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang kharismatik. Selain itu, Robbins
dan Judge (dalam Basalamah, 2009) juga membedakan antara pemimpin yang
10
Mandela dikenal sebagai komunikator yang baik, negosiator ulung dan penyampai pesan
yang unik. Hal ini dapat dibuktikan dengan kemampuannya berdeklamasi di depan
publik. Pada tahun 1964, Mandela dituduh melakukan sabotase dan konspirasi untuk
menggulingkan pemerintah. Saat itu sebenarnya ia dijadwalkan untuk bersaksi dalam
persidangan, tetapi Mandela malah memanfaatkan kesempatan itu untuk berdeklamasi di
depan publik. Pidato Mandela saat itu merupakan pidato yang paling terkenal sampai 3
dekade kemudian (Menurut Nancy Duarte, Principal at Duarte Design, Inc. seperti dikutip
dari blog Linkedin). Pada bulan Desember 1961, Nelson Mandela menghadiri konferensi
di Addis Ababa (Afrika Timur) atas undangan dari PAFMECSA (Pan African Freedom
Movement for East, Central, dan Southern Africa). Kehadirannya pada konferensi
tersebut membuatnya berhasil mendapatkan dukungan. Hal ini menjadi bukti bahwa ia
mampu mengkomunikasikan dengan baik masalah yang sedang dialaminya sehingga para
peserta konferensi bisa memberikan dukungan. Dalam perjuangannya, Nelson Mandela
juga pernah mengadakan perundingan dengan pemerintah.
Mandela bukanya semakin melemah dan menyerah dalam perjuanganya. Mental dan
kepribadianya justru semakin kuat, bahkan dia berubah menjadi pribadi yang baru. Di
dalam penjara Mandela merubah dirinya dari seorang pejuang radikal yang tak sabaran
dan yang suka nekat mengambil risiko menjadi pribadi yang bijak dan matang. Ia
mengambil jalur transendental yang tidak lagi melihat, merasakan, dan menghayati
penjara sebagaimana mestinya, tetapi lebih memilih menggunakan segenap hatinya,
semua indra ruhaninya, untuk melakoni pengalaman penjaranya dengan penuh total, dan
rasa syukur. Sel penjara yang pada umumnya menjadi sebuah ruang kematian, penyebab
datangnya stres, diubah menjadi sebuah ruang kelahiran barunya.
Warren Bennis (dalam Basalamah, 2004) berpendapat bahwa salah satu ciri utama
yang dimiliki pemimpin adalah kemampuan untuk menjaga konsistensi dan kepercayaan
sehingga orang-orang di sekitarnya mengandalkannya. Nelson Mandela adalah sosok
yang dipercaya dan diandalkan oleh orang di sekitarnya, hal ini dibuktikan dengan
terpilihnya ia menjadi pimpinan ANC dan Umkhonto We Sizwe.
Selain sifat-sifat yang disebutkan di atas, masih banyak lagi sifat kepemimpinan
yang ditunjukan oleh Nelson Mandela, misalnya memiliki etos kerja yang kuat, tidak
kaku dan memiliki kemudahan dalam berhubungan dengan orang lain (extrovertion).
Intinya, ia memiliki intelijensi, kematangan dan keluasan pandangan sosial, memiliki
motivasi dan keinginan mencapai tujuan (berprestasi), dan memiliki hubungan manusiawi
yang baik.
Nelson Mandela merupakan salah seorang pemimpin yang sangat dihormati, tidak hanya
dicintai oleh bangsanya sendiri, tetapi juga oleh masyarakat dunia yang menyaksikan keuletan
dan komitmennya untuk memperjuangkan cita-cita dan ideologinya. Menurut Lussier & Achua
(2016, hal. 328-331), seorang pemimpin transformasional melibatkan pengikutnya dan berusaha
untuk menciptakan lingkungan yang menjadikan mereka termotivasi dan membuat moral mereka
meningkat. Nelson Mandela memimpin perubahan di negara yang sebelumnya terpolarisasi
14
Saat Nelson Mandela masih berusia dua puluhan, ia sudah memiliki visi untuk
mengakhiri sistem apartheid yang terjadi di negara yang dicintainya. Pada tahun 1942, Mandela
15
bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (African National Congress/ANC) dan memimpin
kampanye damai dan tanpa kekerasan terhadap pemerintah Afrika Selatan serta diskriminasi
yang tidak adil terhadap rakyatnya sendiri di tanah mereka sendiri (Nelson Mandela, 2013). Ia
adalah seorang pemimpin karismatik yang mampu mengartikulasikan visinya dan diikuti jutaan
pengikut dengan visi yang sama, yaitu menghapuskan apartheid di Afrika Selatan. Selain itu, ia
dikenal sebagai panutan karena keyakinan moralnya yang kuat, teladan pribadi, dan pengorbanan
diri. Ia sangat sadar bahwa pemberontakan politiknya akan mengarah pada penuntutan dan
penahanan oleh pemerintah yang berkuasa, tapi dia tetap tidak gentar dengan konsekuensi dari
tindakannya. Bahkan ketika upayanya untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan membuat
Nelson Mandel ditahan di dalam penjara selama dua puluh tujuh tahun, ia tetap setia dan
berkomitmen pada visinya.
Nelson Mandela tidak hanya menunjukkan kesadaran diri (self-awareness) dan kesadaran
sosial (social-awareness) yang hebat; ia juga tahu bagaimana mengatur dirinya sendiri dan
hubungan untuk mendapatkan yang terbaik dari orang lain. Mandela mendorong keharmonisan
ras di suatu negara yang sebelumnya terpecah oleh apartheid, mempraktikkan pengampunan
terhadap para penganiaya tanpa kesalahan sebelumnya, serta fokus pada masa depan dan bukan
masa lalu.
Ketika Mandela diasingkan di Penjara Pulau Robben di Cape Town, ia berkata bahwa
"bagaimana Anda diperlakukan di penjara tergantung pada sikap Anda". Mandela mengerti
17
bahwa ia tidak bisa hanya bergantung pada dirinya sendiri lagi, tetapi bergantung pula pada
orang lain sehingga ketika ia bisa berkolaborasi dan berhubungan dengan rakyatnya, ia dapat
menciptakan peluang yang lebih baik untuk kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat Afrika
Selatan. Dalam hal mentransformasi pengikut ke level yang lebih tinggi, Mandala pernah
berkata, “Lebih baik memimpin dari belakang dan menempatkan orang lain di depan terutama
ketika Anda merayakan kemenangan dan ketika hal-hal baik terjadi. Pemimpin mengambil garis
depan ketika ada bahaya. Maka orang-orang akan menghargai kepemimpinan Anda.” Dalam
beberapa hal, sikap Mandela tersebut berbeda dibandingkan dengan perilaku banyak pemimpin
politik dan bisnis saat ini yang menghargai dan menginginkan pusat perhatian ketika segalanya
berjalan baik, dan menyalahkan orang lain serta menghindari tanggung jawab ketika ada
permasalahan.
Nelson Mandela menjadi salah satu contoh pemimpin transformasional (transformational
leader) yang memotivasi para pengikutnya melalui karisma, motivasi inspirasional,
pertimbangan individual dan stimulasi intelektual (Bass & Avolio, 1997). Contoh kepemimpinan
transformasional Nelson Mandela dalam rangka menghapus politik apartheid di Afrika Selatan,
meliputi:
Pengikut percaya dan menghormati pemimpin yang secara konsisten memilih untuk
melakukan hal yang benar, karena kepemimpinan bukan tentang memberi manfaat kepada
pemimpin secara pribadi, tetapi tentang mengangkat dan mengembangkan orang-orang di
sekitarnya. Dari 1994 hingga Juni 1999, Mandela memimpin negara melalui masa transisi
dari apartheid ke pemerintahan demokratis. Sebagai pemimpin transformasional, ia berhasil
menggunakan kecintaan negara itu terhadap olahraga untuk mempromosikan upaya
rekonsiliasi dengan mempromosikan tim rugby Springboks (mayoritas berkulit putih) dan
menjadi tuan rumah Piala Dunia Rugby pada 1995 yang selanjutnya menanamkan rasa
kebanggaan nasionalisme rakyatnya dan mempromosikan rekonsiliasi. Lebih jauh di bawah
konstitusi baru, Mandela memastikan bahwa hak-hak minoritas dan kebebasan berekspresi
dimasukkan di bawah sistem kekuasaan mayoritas kulit hitam.
18
Pemimpin menyampaikan visi melalui cerita dan simbol sehingga para pengikutnya dapat
memahami dan mengidentifikasi; membantu pengikut mencapai lebih dari yang mereka pikir
mungkin dengan menetapkan harapan tinggi, menginspirasi mereka untuk bekerja lebih keras
dan mencapai hal-hal besar sesuai dengan visi bersama. Mandela mendefinisikan visi sejati
untuk warga negaranya untuk memperjuangkan kebebasan. Dia dengan lancar mengutarakan
pentingnya mendapatkan kembali kemerdekaan mereka dan menghentikan penindasan di
Afrika Selatan. Karena itu, ia memainkan peran penting yang menggambarkan
kemampuannya untuk memberikan motivasi yang menginspirasi.
Pemimpin menantang pengikutnya untuk berpikir untuk diri mereka sendiri, mendorong
mereka untuk memikirkan masalah dengan cara baru, memberikan kesempatan bagi mereka
untuk berkembang dan tumbuh, dan mempersiapkan mereka untuk posisi yang lebih tinggi.
Mandela mampu membuat anggota dan pendukung Kongres Nasional Afrika (ANC)
menyadari bahwa pengorbanan dan keputusan mereka akan membawa Afrika Selatan menuju
kemerdekaan sejati. Tekad, keberanian, dan toleransi digambarkan ketika Mandela dipenjara
selama 27 tahun dan hal tersebut menjadi dorongan dan motivasi bagi rakyat Afrika Selatan
untuk memperjuangkan kebebasan nasional mereka.
3.4. Pertimbangan individual (Individualized consideration)
Menyadari bahwa masyarakat berada dalam kondisi terbaiknya ketika kebutuhan individu
mereka dipenuhi, dan upaya serta pencapaian mereka didorong dan diakui-melibatkan belas
kasih, penghargaan dan pengakuan serta membangun hubungan. Nelson Mandela memahami
rakyatnya dan keinginan mereka akan kebebasan dan demokrasi. Pengikut Mandela percaya
bahwa cita-cita dan visinya mewakili cara untuk mengakhiri tahun-tahun rezim aparthedi di
negara mereka. Mereka memiliki keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri
mereka untuk bebas dari segregasi dan diskriminasi selama bertahun-tahun. Sejalan dengan
itu, mereka merasa diberdayakan untuk mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencapai tujuan bersama mereka, dan bersedia mematuhi panduan yang diberikan oleh
pemimpin mereka yaitu Nelson Mandela.
19
BAB III
PENUTUP
Gaya Kepemimpinan Nelson Mandela berdasarkan teori kepribadian (trait theory) dan teori
perilaku (behavioral theory) patut untuk diteladani. Beberapa hal yang bisa dicontoh dari Nelson
Mandela dalam perannya berjuang menghapuskan politik apartheid.
Meskipun dipenjara sangat lama dan diisolasi dari dunia luar, Nelson Mandela tidak
serta merta mengeluh, dendam atau berubah menjadi manusia yang menjadi lebih buruk
dari sebelumnya. Justru dia dia berubah menjadi pribadi yang baru. Sel penjara yang pada
awalnya sebuah ruang kematian, diubah olehnya menjadi sebuah ruang kelahiran baru.
Dibilik penjara, Nelson Mandela mendapat perlakuan yang tidak baik dari sipir
penjara.Tapi, tanpa ngotot dengan solusi hukum, Mandela mengambil tanggung jawab
total atas kondisinya dengan tidak pernah mau terpancing untuk bertindak di bawah
martabat dan harga dirinya sebagai manusia. Ia menolak untuk mengeluh dan tidak pernah
bersikap cengeng. Bahkan tak pernah ia mengemis belas kasihan dari para sipir penjara
untuk mendapat perlakuan lebih baik
b. Optimisme (Optimism)
Nelson Mandela mempunyai visi yaitu bahwa suatu waktu , dia melihat Afrika tanpa
politik Apharteid dan semua orang mempunyai hak dan kebebasan yang sama. Nelson
Mandela mempunyai optimisme yang tinggi terhadap visinya tersebut bahwa suatu hari
akan terwujud meskipun akan susah dan banyak rintangan.
Sering di dalam penjara Nelson Mandela menghadapi perlakuan yang tidak manusiawi
dari para sipir penjara, ia meneguhkan hatinya dengan lebih menggunakan hatinya, dengan
19
20
lebih menggunakan segala kecerdasan, keramahan, serta rasa humornya. Ia lebih memilih
perlawanan moral tanpa kekerasan, seperti halnya Mahatma Ghandi.
Dari kisah perjuangan Nelson Mandela dapat dipetik pelajaran supaya kita tidak rasis
dan bersikpa diskriminatif terhadap sesame manusia karena efek dari sikap kita akan
merugikan orang lain dan juga bias mengoyak persatuan dan kesatuan.
Penjara dan beratnya siksaan tidak menjadikan dia seorang pemimpin yang kaku dan
bertangan besi, melainkan dengan sapaan lemah lembut dan bermakna makin disegani
kawan dan lawan politiknya. Mandela, pria berkulit hitam namun tidak sehitam kebengisan
mereka yang berkulit putih atau sawo matang, dia memiliki hati nurani dalam setiap
menghadapi musuh untuk kemudian melakukan rekonsiliasi bahkan dalam penataan
kabinetnyapun tidak mengesankan seenak perutnya, melainkan fleksibel
mengakumulasikan berbagai kepentingan umum.Maka, ketika beranjak menjadi seorang
Pemimpin, tidak lantas memanfaatkan setiap peluang atau kesempatan untuk mendandani
diri serta keluarganya, lelaki ini juga sangat toleran terhadap kepentingan pribadi
bawahannya sebagai salah satu hak azasi yang sangat manusia untuk dihargai sesuai
dengan martabat kemanusiaan
DAFTAR PUSTAKA
Basallamah, Anies Said. Bahan Ajar Kepemimpinan. Jakarta : PKN STAN, 2009.
Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1997). Full range leadership development: Manual for the
multifactor leadership questionnaire. Redwood City, CA: Mind Garden
Carmichael, J. L., Collins, C., Emsell, P. & Haydon, J., 2011. Leadership and Management
Development. New York, NY: Oxford University Press Inc.
Davies, A., 2016. Best Practice in Corporate Governance: Building Reputation and Sustainable
Success. New York, NY: Routledge Taylor & Francis Group.
Fathoni, Rifai Shodiq. 2017. Sejarah Dunia - Politik Apartheid di Afrika Selatan 1948-1994 M.
wawasansejarah.com/politik-apartheid-di-afrika-selatan. 02 November 2019
Nakamura, D. & Raghavan,S. 2013. President Obama reflects on Nelson Mandela’s legacy,
South Africa’s past. The Washington Post.
http://www.washingtonpost.com/world/africa/president-obama-reflects-on-nelson-
mandelas-legacy-south-africas-past/2013/06/29/9b9ed570-e0a6-11e2-8ae9-
5db15d3c0fca_story.html. 01 November 2019.
Northouse, P. G. 2013. Leadership:Theory and Practice. Edisi ke-6, Thousand Oaks, CA: Sage
Publications, Inc.
iii
McShane, S. L., Olekalns, M. & Travaglione, T. 2015. Organisational Behaviour: Emerging
Knowledge, Global Insights. Edisi ke-5, McGraw Hill Education-Australia.
Riggio, R. E. & Bass, B. M., 2006. Transformational Leadership. Edisi ke-2, Mahwah, New
Jersey: Psychology Press.
Rosenstein, B., 2015. Leader to Leader. 76 ed. New York, NY: John Wiley & Sons.
Trompenaars, F. & Voerman, E., 2009. Servant Leadership Across Cultures: Harnessing the
Strength of the World’s Most Powerful Leadership Philosophy. Edisi ke-1, Oxford, OX:
Infinite Ideas Limited.
iv