Anda di halaman 1dari 26

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN


POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
TANGERANG SELATAN

TINJAUAN KEPEMIMPINAN NELSON MANDELA DALAM UPAYA MENGHAPUS


POLITIK APARTHEID DI AFRIKA SELATAN

Kelompok 5 :
Anggun Budi Utami S. Depari (05)
Nurlatifah Asikin (24)
Pria Aji Pamungkas (26)
Rama Daneshwara (29)
Robi Fajar Bahari (33)
Samtri Dortua Gultom (34)
Willem Doanta (39)

Kelas 7-02 (Non AKT)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV AKUNTANSI ALIH PROGRAM (NON AKT)


TAHUN 2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................1
1. Latar Belakang......................................................................................................................1
1.1. Biografi Nelson Mandela..............................................................................................2
2. Tujuan Penulisan..................................................................................................................6
3. Ruang Lingkup Pembahasan................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................7
1. Landasan Teori.....................................................................................................................7
1.1. Teori Kepribadian (Trait Theories)...............................................................................7
1.2. Teori Keperilakuan (Behavioral Theories)...................................................................9
2. Kepemimpinan Nelson Mandela Berdasarkan Teori Kepribadian (Trait Theories)..........10
2.1. Memiliki Motivasi kepemimpinan (leadership motivation) dan dorongan (drive).....10
2.2. Memiliki kecerdasan (Intelejensia).............................................................................11
2.3. Kemampuan Berkomunikasi.......................................................................................11
2.4. Kematangan Emosional dan Toleransi terhadap Stres................................................12
2.5. Kemampuan untuk Menjaga Konsistensi dan Kepercayaan.......................................13
3. Kepemimpinan Nelson Mandela Berdasarkan Teori Keperilakuan (Behavioral Theories)
dengan Pendekatan Transformasional.......................................................................................13
3.1. Pengaruh yang diidealkan (Idealized influence).........................................................17
3.2. Motivasi inspirasional (Inspirational motivation)......................................................17
3.3. Stimulasi intelektual (Intellectual stimulation)...........................................................18
3.4. Pertimbangan individual (Individualized consideration)............................................18
BAB III..........................................................................................................................................19
PENUTUP.....................................................................................................................................19
1. Kesimpulan dan Lessons Learned......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Kepemimpinan dalam suatu organisasi mempunyai peran yang penting. Kepemimpinan


sendiri bisa diartikan salah satu fungsi manajemen untuk mempengaruhi, mengarahkan,
memotivasi dan mengawasi orang lain agar dapat melakukan tugas-tugas yang telah
direncanakan sehingga mencapai sasaran dan tujuan organisasinya. Kemampuan kepemimpinan
atau Leadership seorang manajer akan sangat mempengaruhi kinerja organisasi terutama dalam
hal pencapaian tujuan organisasinya. Pentingnya kepemimpinan dalam suatu organisasi antara
lain membangun kerja sama antar individu melalui visi dan target yang telah ditetapkan,
mengatasi perbedaan karakter antar individu dalam organisasi, dan dapat menyikapi segala
halangan dalam mencapai tujuan kepemimpinan sebenarnya merupakan suatu ilmu yang bisa
dipelajari dan dikembangkan. Ilmu kepemimpinan bisa dipelajari dari buku-buku kepemimpinan
atau menjadikan seseorang sebagai role model pemimpin.
Ilmu yang dipelajari dalam kepemimpinan antara lain bagaimana karakteristik pemimpin,
perilaku pemimpin, aliran situasional dan hubungan pemimpin dengan pengikutnya. Setiap
pemimpin mempunyai karakteristik dan perilaku memimpin masing-masing. Banyak hal dapat
membedakan pemimpin satu dengan yang lainnya. Saat kita akan memilih tokoh untuk dijadikan
role model pemimpin yang baik, kita harus dapat mengetahui bagaimana karakteristik pemimpin
tersebut dan bagaimana perilakunya dalam memimpin. Dalam hal ini, kelompok kami memilih
Nelson Mandela sebagai tokoh pemimpin yang patut untuk diteladani. Nelson Mandela adalah
seorang tokoh yang terkenal di dunia karena perjuanganya melawan rasisme dan menyatukan
warga kulit hitam dan kulit putih di Afrika Selatan. Nelson Mandela berhasil memperjuangkan
penghapusan politik apartheid. Apartheid merupakan kebijakan politik yang membedakan
penduduk berdasarkan warna kulit dan ras. Kebijakan ini dimulai oleh orang-orang kulit putih di
Afrika Selatan pada awal abad ke-20. Pemberlakuan politik apartheid di Afrika Selatan
membatasi keikutsertaan warga kulit hitam dalam politik negara tersebut. Meskipun usaha
oposisi terus dilakukan, tetapi pemerintah meresponnya dengan semakin membatasi hak politik
masyarakat kulit hitam.

1
2

Tahun 1960, terjadi demonstrasi di selatan Johannesburg, dua puluh ribu warga kulit
hitam tanpa paspor menyerbu pos polisi, membiarkan dirinya ditangkap pihak berwenang.
Demonstrasi itu berakhir dengan pembunuhan massal. ANC kemudian dilarang. Nelson Mandela
melakukan perlawanan bersenjata dalam gerakan bawah tanah, dengan menyerang pusat-pusat
industri. Tahun 1964 jajaran pimpinan gerakan bawah itu ditangkap. Nelson Mandela dan Walter
Sisulu dikenai tahanan seumur hidup. Di pengadilan Mandela menekankan ia bersedia mati
untuk visinya. Nelson Mandela dibebaskan 11 Februari 1990 dalam usia 74 tahun, setelah
ditahan 27 tahun. Ia berhasil melalui masa penahanan tersebut karena tidak ragu akan misinya
untuk mengakhiri apartheid di Afrika Selatan. Ia lalu menerima Nobel Perdamaian bersama
dengan De Klerk. Tahun 1994 berlangsung pemilu yang bebas dan adil untuk pertama kalinya di
Afrika Selatan. Mandela terpilih sebagai presiden kulit hitam pertama. Pemerintahnya
mengakhiri sistem apartheid dan merintis rekonsiliasi nasional.
Keberhasilan Nelson Mandela tidak terlepas dari bagaimana cara beliau memimpin.
Karakteristik pribadi yang beliau miliki dan bagaimana perilaku beliau saat memimpin
menciptakan gaya kepemimpinan seorang Nelson Mandela. Gaya kepemimpinan ini yang ingin
kami tinjau sehingga dapat diteladani.

1.1. Biografi Nelson Mandela

Mandela lahir tanggal 18 Juli 1918 di desa Mvezo di Umtatu, waktu itu terletak di
Provinsi Cape, Afrika Selatan. Dengan nama depan Rolihlahla, istilah Xhosa yang berarti
"pembuat masalah", ia nantinya justru lebih dikenal dengan nama klannya, Madiba. Kakek
buyut dari ayahnya, Ngubengcuka, adalah penguasa suku Thembu di Teritori Transkei yang
saat ini menjadi provinsi Eastern Cape di Afrika Selatan. Salah satu putranya, Mandela,
menjadi kakek Nelson dan sumber nama belakangnya. Karena Mandela adalah satu-satunya
putra raja yang ibunya berasal dari klan Ixhiba, "Dinasti Tangan Kiri", keturunan cabang
kadet keluarga kerajaannya bersifat morganatik, artinya tidak berhak mewarisi takhta tetapi
diakui sebagai anggota dewan kerajaan yang jabatannya turun temurun. Karena itu, ayahnya,
Gadla Henry Mphakanyiswa, merupakan kepala suku setempat dan anggota dewan kerajaan;
ia dilantik tahun 1915 setelah pendahulunya dituduh korupsi oleh hakim kulit putih yang
berkuasa waktu itu. Pada tahun 1926, Gadla juga dituduh melakukan korupsi dan Nelson
3

kelak diberitahu bahwa ayahnya dipecat karena bersikukuh menolak permintaan hakim yang
tidak masuk akal.

Mandela mengambil gelar Bachelor of Arts (BA) di University of Fort Hare, institusi
kulit hitam elit di Alice, Eastern Cape. Di sana ia belajar bahasa Inggris, antropologi, politik,
pemerintahan pribumi, dan hukum Belanda Romawi pada tahun pertamanya, dan ingin
menjadi penerjemah atau juru tulis di Departemen Urusan Pribumi. Nelson Mandela
melanjutkan belajar hukum di University of Witwatersrand, Mandela adalah satu-satunya
orang pribumi Afrika di fakultas tersebut, dan meski menghadapi rasisme ia berteman
dengan sejumlah mahasiswa Eropa, Yahudi, dan India liberal dan komunis.
Setelah bergabung dengan ANC, Mandela semakin dipengaruhi Sisulu dan
menghabiskan waktunya bersama aktivis lain di rumah Sisulu di Orlando. Tahun 1943,
Mandela bertemu Anton Lembede, seorang nasionalis Afrika yang sangat menentang front
ras bersatu terhadap kolonialisme dan imperialisme atau aliansi dengan kaum komunis.
Meski berteman dengan orang non-kulit hitam dan komunis, Mandela mendukung
pandangan Lembede, percaya bahwa orang Afrika kulit hitam harus terbebas sepenuhnya
dalam perjuangan mendapatkan penentuan nasib sendiri secara politik.
Semakin meningkatnya pengaruh Mandela di ANC, ia dan kader-kadernya mulai
menyerukan aksi langsung terhadap apartheid, seperti boikot dan mogok, yang dipengaruhi
oleh taktik masyarakat India Afrika Selatan. Karena meluangkan waktunya untuk politik,
Mandela gagal pada tahun terakhirnya sebanyak tiga kali di Witwatersrand; gelarnya
akhirnya ditahan permanen pada Desember 1949.

Pada Agustus 1953, Mandela dan Oliver Tambo membuka firma hukumnya sendiri.
Sebagai satu-satunya firma hukum milik orang Afrika di negara itu, firma ini populer di
kalangan orang kulit hitam yang merasa dirugikan dan sering menangani kasus kebrutalan
polisi. Karena tidak disukai pihak berwenang, firma ini dipaksa pindah ke lokasi terpencil
setelah izin pendiriannya dicabut sesuai Group Areas Act; akibatnya, pengguna jasa mereka
menyusut. Mandela berpendapat bahwa ANC "tidak punya alternatif terhadap
pemberontakan bersenjata dan keras" setelah terlibat dalam unjuk rasa yang gagal mencegah
penggusuran kota pinggiran berpenduduk kulit hitam Sophiatown, Johannesburg, pada
Februari 1955. Ia menyarankan Sisulu agar meminta persenjataan dari Republik Rakyat
4

Tiongkok, namun pemerintah Tiongkok percaya gerakan ini tidak cukup siap untuk perang
gerilya. Rusty Bernstein merancang Piagam Kebebasan yang isinya meminta pembentukan
negara demokratis non-rasialis disertai nasionalisasi industri besar. Saat piagam ini diadopsi
pada konferensi Juni 1955 di Kliptown yang dihadiri 3000 delegasi, polisi membubarkan
acara, namun ini tetap menjadi bagian utama ideologi Mandela.
Pada tanggal 5 Desember 1956, Mandela ditahan bersama sebagian besar eksekutif
ANC karena "pengkhianatan tinggi" terhadap negara. Pada sidang di Penjara Johannesburg
yang dipenuhi unjuk rasa massal, mereka menjalani pemeriksaan sementara di Drill Hall
tanggal 19 Desember sebelum dibebaskan dengan jaminan. Pada April 1959, para militan
Afrikanis yang tidak puas dengan pendekatan front bersatu ANC mendirikan Pan-African
Congress (PAC); teman Mandela Robert Sobukwe terpilih menjadi presiden, meski Mandela
menganggap kelompok ini "tidak dewasa". Kedua partai menyerukan kampanye antipas
pada bulan Mei 1960, yaitu pembakaran pas yang wajib dibawa ke mana-mana oleh
penduduk Afrika. Salah satu demonstrasi PAc dibubarkan polisi dan menewaskan 69
pengunjuk rasa dalam pembantaian Sharpeville. Sebagai bentuk solidaritas, Mandela
membakar pasnya ketika kerusuhan pecah di seluruh Afrika Selatan, sehingga pemerintah
memberlakukan darurat militer. Di bawah kondisi Keadaan Darurat, Mandela dan sejumlah
aktivis lain ditangkap pada tanggal 30 Maret, dipenjara tanpa tuduhan di penjara lokal
Pretoria yang kotor, sementara ANC dan PAC dibubarkan pada bulan April. Mandela
memanfaatkan waktu luangnya untuk mengadakan All-In African Conference dekat
Pietermaritzburg, Natal, pada bulan Maret yang dihadiri 1.400 delegasi anti-apartheid dan
menyepakati protes mogok kerja untuk memperingati 31 Mei, hari ketika Afrika Selatan
menjadi negara republik. Tanggal 29 Maret 1961, setelah pengadilan berlangsung selama
enam tahun, para hakim menjatuhkan vonis tidak bersalah yang lantas mempermalukan
pemerintah.
Menyamar sebagai sopir, Mandela berkeliling Afrika Selatan secara rahasia dan
menyusun struktur sel baru ANC dan mogok kerja massal pada 29 Mei. Dijuluki "Black
Pimpernel" di media—mengutip novel Emma Orczy tahun 1905 The Scarlet Pimpernel—
polisi mengeluarkan surat perintah penangkapannya. Setelah keluar dari Victor Verster,
Mandela menggandeng tangan Winnie di hadapan kerumunan dan pers; acara ini disiarkan
langsung di seluruh dunia. Di Balai Kota Cape Town, ia menyampaikan pidato yang
5

menyatakan komitmennya terhadap perdamaian dan rekonsiliasi dengan kaum minoritas


kulit putih, tetapi menegaskan bahwa pemberontakan bersenjata ANC belum berakhir dan
akan terus berlanjut sebagai "aksi defensif murni terhadap kekejaman apartheid". Ia berharap
pemerintah akan menyepakati negosiasi sehingga "pemberontakan bersenjata tidak
diperlukan lagi" dan memaksa bahwa fokus utamanya adalah membawa perdamaian ke
kalangan mayoritas kulit hitam dan memberi mereka hak suara di pemilu nasional dan lokal.
Dengan penetapan pemilu pada tanggal 27 April 1994, ANC mulai berkampanye,
membuka 100 posko pemilu, dan mempekerjakan penasihat Stanley Greenberg. Greenberg
merancang pondasi People's Forums di seluruh negeri, sehingga Mandela bisa tampil; meski
merupakan pembicara publik yang buruk, Greenberg adalah tokoh terkenal dengan status
tinggi di kalangan penduduk kulit hitam Afrika Selatan. ANC mengampanyekan
Reconstruction and Development Programme (RDP), yaitu program pembangunan satu juta
rumah dalam lima tahun, penciptaan pendidikan gratis universal, dan perluasan akses air
bersih dan listrik. Slogan partai ini adalah "a better life for all" (kehidupan yang lebih baik
untuk semua), walaupun tidak dijelaskan dari mana pendanaannya. Selain Weekly Mail dan
New Nation, pers Afrika Selatan menentang pencalonan Mandela, mengkhawatirkan konflik
etnis, dan mendukung Partai Nasional atau Partai Demokrat. Mandela menghabiskan banyak
waktu untuk menggalang dana untuk ANC, keliling Amerika Utara, Eropa, dan Asia untuk
bertemu donatur-donatur kaya, termasuk mantan pendukung rezim apartheid. Ia juga
mengusulkan pengurangan batas usia memberi suara dari 18 tahun menjadi 14; setelah
ditolak ANC, kebijakan ini menjadi bahan tertawaan.
Khawatir bahwa COSAG akan mengacaukan pemilu, terutama pasca Pertempuran Bop
dan Pembantaian Shell House—masing-masing kekerasan yang melibatkan AWB dan
Inkatha—Mandela bertemu beberapa politikus dan jenderal Afrikaner, termasuk P.W.
Botha, Pik Botha, dan Constand Viljoen, membujuk mereka untuk ikut sistem demokrasi,
dan de Klerk meyakinkan Buthelezi dari Inkatha untuk ikut pemilu alih-alih melancarkan
perang separatis. Selaku ketua kedua partai besar tersebut, de Klerk dan Mandela tampil
dalam acara debat televisi; meskipun de Kler dianggap luas sebagai pembicara terbaik di
acara ini, tawaran Mandela untuk bersalaman mengejutkannya, sehingga banyak komentator
menganggap Mandela-lah yang menang. Pemilihan umum berlangsung dengan sedikit aksi
kekerasan, termasuk bom mobil sel AWB yang menewaskan 20 orang. Mandela memberi
6

suara di Ohlange High School di Durban, dan meski menjadi Presiden terpilih, ia mengaku
secara terbuka bahwa pemilu ini penuh penipuan dan sabotase. Dengan 62% suara nasional,
ANC tinggal sedikit lagi mencapai dua pertiga mayoritas yang diperlukan untuk mengubah
konstitusi. ANC juga menang di 7 provinsi, sementara masing-masing Inkatha dan Partai
Nasional 1 provinsi. Pelantikan Mandela dilangsungkan di Pretoria pada tanggal 10 Mei
1994, disiarkan ke satu miliar penonton di seluruh dunia. Acara ini dihadiri 4.000 tamu,
termasuk pemimpin dunia dari berbagai latar belakang. Selain Presiden Afrika Selatan
berkulit hitam pertama, Mandela juga menjadi kepala Pemerintah Persatuan Nasional yang
didominasi ANC—yang justru tidak punya pengalaman di pemerintahan—tetapi juga
melibatkan perwakilan Partai Nasional dan Inkatha.

2. Tujuan Penulisan

Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam membuat karya tulis ini adalah untuk
meninjau kepemimpinan Nelson Mandela dalam upaya menghapus politik apartheid di
Afrika Selatan ditinjau dari dua teori kepemimpinan antara lain trait theories dan
behavioral theories.

3. Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang Lingkup tinjauan dalam karya tulis ini adalah kepemimpinan Nelson
Mandela yang ia tunjukkan dalam upaya menghapus politik apartheid sampai berhasil
terpilih menjadi Presiden Afrika Selatan dilihat dari dua sisi teori kepemimpinan, yaitu
trait theories dan behavioral theories khususnya transformational leadership.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Landasan Teori

Kepemimpinan menurut George dan Jones (dalam Basalamah, 2009) adalah tindakan
mempengaruhi oleh satu anggota kelompok atau organisasi terhadap para anggota lainnya untuk
membantu mencapai tujuan kelompok atau organisasi tersebut. Beberapa teori kepemimpinan
yang biasanya dikemukakan adalah trait theories dan behavioral theories.

1.1. Teori Kepribadian (Trait Theories)

Robbins dan Judge (dalam Basalamah 2009) mendefinisikan trait theories sebagai teori-
teori yang memperhatikan kualitas dan karakteristik pribadi yang membedakan antara
pemimpin dan bukan pemimpin. Karakteristik yang berkaitan dengan teori ini adalah
karakteristik pemimpin, pemimpin yang kharismatik dan masalah gender dalam
kepemimpinan. Berikut ini ulasan terkait dengan karakteristik tersebut.

1) Karakteristik Pemimpin
George dan Jones (dalam Basalamah, 2009) mengutip beberapa sumber dan
merangkum ciri-ciri pemimpin yang sukses dan efektif serta keahlian yang umumnya
dimiliki oleh mereka sebagai berikut:
a) Intelejensia membantu pemimpin dalam mengatasi persoalan yang sifatnya
kompleks.
b) Pengetahuan yang relevan dengan pekerjaannya memberikan jaminan bagi
kelompok dan organisasi dalam mencapai tujuan yang direncanakan bahwa
pemimpin tersebut tahu apa yang harus dikerjakan, bagaimana cara
mengerjakannya, sumber daya apa saja yang dibutuhkan, dan sebagainya.

7
8

c) Pemimpin yang memiliki dominasi, yaitu keinginan untuk mempengaruhi dan


mengendalikan pihak lain, membantunya dalam memberi jalan bagi upaya dan
kemampuan para pengikutnya kea rah pencapaian tujuan kelompok dan organisasi.
d) Sikap percaya diri membantu pemimpin dalam mempengaruhi para pengikutnya
serta membuatnya tetap bersikap tegar dalam menghadapi rintangan dan kesulitan.
e) Manajer yang enerjik membantunya dalam menghadapi banyak pekerjaan yang
harus dilakukannya sehari-hari.
f) Kematangan emosional pemimpin memberi jaminan bahwa pemimpin bukanlah
orang yang egois, bahwa ia dapat mengendalikan diri mereka serta dapat menerima
kritikan dari berbagai pihak.
g) Toleransinya terhadap stress membantu pemimpin dalam menghadapi
ketidakpastian yang memang biasa dihadapi oleh seorang pemimpin.
h) Integritas dan kejujuran memberi jaminan bahwa pemimpin berperilaku etis dan
layak untuk dipercaya dan diyakini oleh para pengikutnya.
i) Pemimpin yang baik adalah yang jujur, mempunyai rasa percaya diri dan
keberanian untuk mengatakan tidak bila memang diperlukan, mempunyai keinginan
dan mampu untuk mempengaruhi atau memanipulasi pihak lain, serta mempunyai
pengetahuan

Sedangkan Warren Bennis (dalam Basalamah, 2009) mengidentifikasi empat ciri utama
dan kompetensi yang dimiliki pemimpin sebagai berikut:

1) Memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan hasil, tujuan, dan arah organisasi


yang dapat menarik para pengikutnya
2) Memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengkomunikasikan makna aktivitas
yang sedang dijalankan secara jelas dan dapat dipahami para pengikutnya
3) Memiliki kemampuan untuk menjaga konsistensi dan kepercayaan sehingga orang-
orang disekitarnya mengandalkannya
4) Memiliki kemampuan untuk memahami orang lain dan menggunakan keahlian orang
tersebut sesuai kekuatan dan kelemahannya.
9

Sementara itu menurut Greenberg dan Baron (dalam Basalamah, 2009) menunjukan
beberapa karakteristik pemimpin berdasarkan beberapa penilaian yang pernah dilakukan,
yaitu sebagai berikut:

1) Adanya dorongan (drive) yaitu mempunyai keinginan untuk mencapai sesuatu, ambisi,
energi, dan keinginan yang kuat serta inisiatif
2) Jujur dan mempunyai integritas, yaitu dapat dipercaya, dapat diandalkan dan bersikap
terbuka
3) Mempunyai motivasi kepemimpinan (leadership motivation) yaitu keinginan untuk
mempengaruhi pihak lain dan untuk mencapai tujuan Bersama
4) Memiliki beberapa dimensi kecerdasan atau injelensia selain dari pengetahuan tentang
bidang yang dipimpinnya atau keahlian teknis, yaitu:
a) Kecerdasan kognitif (Cognitive intelligence) yaitu kemampuan untuk
mengintegrasikan dan menginterpretasikan informasi dalam jumlah yang banyak
b) Kecerdasan emosional (Emotional Intelligence) yaitu kemampuan untuk bersikap
sensitif terhadap emosi diri mereka sendiri dan emosi orang lain.
c) Kecerdasan Kultural (Cultural Intelligence) yaitu sensitivitas seseorang pada
kenyataan bahwa pemimpin bertindak secara berbeda di negara yang berbeda
5) Percaya diri, yaitu yakin akan kemampuan diri sendiri
6) Mempunyai kreativitas yang tinggi
7) Mempunyai fleksibilitas yang tingi, yaitu kemampuan untuk beradaptasi dengan
keinginan para pengikutnya dan dengan situasi

1.2. Teori Keperilakuan (Behavioral Theories)

Teori-teori keperilakuan memfokuskan pada apa saja yang dilakukan oleh para
pemimpin. Hal ini sesuai dengan pengertian kepemimpinan sebagai suatu proses, sehingga
apabila seseorang berperilaku tertentu atau menirukan perilaku pemimpin tertentu yang
sukses maka ia dapat pula menjadi pemimpin yang efektif., meskipun yang bersangkutan
mungkin memiliki karakteristik yang berbeda sebagaimana dibahas sebelumnya mengenai
cara untuk menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang kharismatik. Selain itu, Robbins
dan Judge (dalam Basalamah, 2009) juga membedakan antara pemimpin yang
10

transformasional dengan pemimpin transaksional (transactional leader) yaitu pemimpin


yang mengarahkan dan memotivasi pengikut kearah tujuan yang ditetapkan dengan
menjelaskan peranan dan pekerjaan yang diperlukan.
Konsep lain yang berkaitan dengan kepemimpinan transformasional adalah pemimpin
terobosan (Breaktrough leadership), yaitu kepemimpinan yang “menginspirasi individu-
individu melalui perilaku yang mendorong untuk terus menerus belajar, membangun rasa
percaya diri dan kompetensi, yang pada akhirnya menghasilkan pekerja yang mempunyai
komitmen, mengetahui akan hal-hal yang dianggap benar, dan penuh inspirasi” George dan
Jones (dalam Basalamah, 2009). Perilaku pimpinan yang mendorong pengikut diantaranya
adalah menghargai orang lain serta kemauan untuk melihat, mendengar dan belajar.
Sementara itu, hasil yang diperoleh oleh para pengikut adalah timbulnya keinginan untuk
terus-menerus belajar, rasa percaya diri, mempunyai kemampuan dan memiliki komitmen.

4. Kepemimpinan Nelson Mandela Berdasarkan Teori Kepribadian (Trait Theories)

Berdasarkan Teori Kepribadian (Trait Theories) seseorang dapat menjadi pemimpin


apabila ia memiliki sifat yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin. Keberhasilan seorang
pemimpin ditentukan oleh sifat kepribadian baik secara fisik maupun psikologis. Keefektifan
pemimpin ditentukan oleh sifat, perangai, atau ciri kepribadian yang bukan saja bersumber dari
bakat, tapi dari pengalaman dan hasil belajar. Berkaca dari perjalanan Nelson Mandela dalam
perjuangannya menghapuskan praktik apartheid di Afrika Selatan banyak sekali sifat pribadi
unggul yang ia tunjukkan sebagai seorang pemimpin, diantaranya:

2.1. Memiliki Motivasi kepemimpinan (leadership motivation) dan dorongan (drive).

Berdasarkan pendapat Greenberg dan Baron (dalam Basalamah, 2004), adanya


dorongan dan mempunyai motivasi kepemimpinan merupakan karakteristik dari
pemimpin. Nelson Mandela memiliki dorongan atau keinginan kuat untuk menghapuskan
politik apartheid dibuktikan dengan segala upaya yang terus dilakukannya meskipun
menerima berbagai bentuk perlawanan dari pihak pemerintah kulit putih, misalnya
penahanan dirinya. Empati terhadap kaum kulit hitam yang terbelenggu selama bertahun-
tahun karena adanya praktik apartheid membuat Nelson Mandela tergerak untuk
melakukan perlawanan, hingga akhirnya ia pun melakukan berbagai upaya, termasuk
mempengaruhi para kulit hitam lainnya untuk mencapai tujuan bersama, yaitu
11

menghapuskan politik apartheid. Keinginan untuk mempengaruhi orang lain ini


menunjukkan adanya motivasi kepemimpinan. Dengan karisma, kegigihan, dan
keteladanan yang dimilikinya, ia berhasil mempengaruhi orang lain untuk ikut berusaha
menghapsukan praktik apartheid. Terbukti pada saat PAC menginstruksikan kepada
warga Afrika Selatan untuk melakukan aksi demonstrasi, mereka tanpa ragu mengikuti
instruksi tersebut meskipun nyawa adalah taruhannya.

2.2. Memiliki kecerdasan (Intelejensia)

Berdasarkan pendapat Greenberg dan Baron (dalam Basalamah, 2004),


kecerdasaran atau intelejinsia juga merupakan karakteristik dari pemimpin. Nelson
Mandela tidak hanya cerdas secara intelektual, melainkan juga cerdas secara spiritual dan
emosional. Kecerdasan intelektual Nelson Mandela dibuktikan dengan keberhasilannya
meraih gelar Sarjana Hukum di Witwatersrand University dan dilanjutkan dengan
membuka biro hukum pertama yang diperuntukan bagi kaum kulit hitam yang terjerat
masalah-masalah hukum. Selain cerdas dalam bidang hukum, Nelson juga cerdas dalam
berpolitik. Pada saat ia bergabung dengan ANC, tidak butuh waktu lama baginya untuk
dapat masuk ke jajaran petinggi ANC dan akhirnya ia terpilih menjadi pemimpin ANC
pada tahun 1950. Tidak hanya menjadi pemimpin ANC, dia juga dipercaya untuk
memimpin organisasi lainnya seperti Umkhonto We Sizwe. Contoh lain atas
kecerdasannya adalah saat ia dan rekan-rekannya memutuskan untuk mengubah strategi
non-kekerasan menjadi kekerasan dalam melawan pemerintah kulit putih padahal pada
saat itu Nelson Mandela sama sekali tidak memiliki pengalaman dalam bidang militer.
Dengan berbekal buku-buku militer dan cara-cara berperang yang ia pelajari kemudia
diaplikasikan, dia akhirnya bisa memimpin pasukan. Keputusannya untuk mengubah
strategi non-kekerasan menjadi kekersan juga menunjukan bahwa ia pandai membaca
situasi dan konsidi serta mampu menjadi problem solver yang baik.

2.3. Kemampuan Berkomunikasi

Keunggulan lain yang ditunjukan oleh Nelson Mandela adalah kemampuan


berkomunikasi. Berdasarkan pendapat Warren Bennis (dalam Basalamah, 2004),
memiliki kemampuan untuk mengkomunikasikan tujuan organisasi dan makan aktivitas
yang sedang dijalankan merupakan ciri utama dan kompetensi yang dimiliki pemimpin.
12

Mandela dikenal sebagai komunikator yang baik, negosiator ulung dan penyampai pesan
yang unik. Hal ini dapat dibuktikan dengan kemampuannya berdeklamasi di depan
publik. Pada tahun 1964, Mandela dituduh melakukan sabotase dan konspirasi untuk
menggulingkan pemerintah. Saat itu sebenarnya ia dijadwalkan untuk bersaksi dalam
persidangan, tetapi Mandela malah memanfaatkan kesempatan itu untuk berdeklamasi di
depan publik. Pidato Mandela saat itu merupakan pidato yang paling terkenal sampai 3
dekade kemudian (Menurut Nancy Duarte, Principal at Duarte Design, Inc. seperti dikutip
dari blog Linkedin). Pada bulan Desember 1961, Nelson Mandela menghadiri konferensi
di Addis Ababa (Afrika Timur) atas undangan dari PAFMECSA (Pan African Freedom
Movement for East, Central, dan Southern Africa). Kehadirannya pada konferensi
tersebut membuatnya berhasil mendapatkan dukungan. Hal ini menjadi bukti bahwa ia
mampu mengkomunikasikan dengan baik masalah yang sedang dialaminya sehingga para
peserta konferensi bisa memberikan dukungan. Dalam perjuangannya, Nelson Mandela
juga pernah mengadakan perundingan dengan pemerintah.

2.4. Kematangan Emosional dan Toleransi terhadap Stres

Kematangan emosional dan toleransi terhadap stres merupakan keahlian yang


umumnya dimiliki oleh seorang pemimpin, hal tersebut sesuai dengan pendapat George
dan Jones (dalam Basalamah 2004). Selama di penjara, Nelson Mandela mengalami
penderitaan yang sangat buruk. Di sana ia ditempatkan di dalam sel tanpa dipan, kerja
paksa di siang hari, diisolasi jika melawan, kelaparan sepanjang waktu karena ransum
yang selalu minim, siksaan dan teror mental, serta rasa sepi yang berkepanjangan. Pada
tahun pertama di penjara, ibunya meninggal dunia. Beberapa bulan kemudian, anak
tertuanya juga tewas dalam sebuah kecelakaan. Namun disaat pemakaman kedua orang
terkasihnya, Mandela tidak diijinkan menghadirinya. Lalu putri bungsunya lahir, tapi
Mandela baru diperkenankan melihatnya pada saat anak itu menginjak usia 17 tahun.
Mandela bahkan diisolasi dari dunia luar. Dalam setahun dia hanya diperkenankan
menerima satu kunjungan, itu pun di batasi hanya selama 30 menit. Per enam bulan
Mandela hanya diperbolahkan menerima dan mengirim satu surat saja. Fotonya dilarang
disebarkan. Tujuanya jelas, agar rakyat kulit Hitam Afrika Selatan melupakan sosok
Nelson Mandela. Hal tersebut tentu saja bisa menyebabkan stres. Namun, Nelson
13

Mandela bukanya semakin melemah dan menyerah dalam perjuanganya. Mental dan
kepribadianya justru semakin kuat, bahkan dia berubah menjadi pribadi yang baru. Di
dalam penjara Mandela merubah dirinya dari seorang pejuang radikal yang tak sabaran
dan yang suka nekat mengambil risiko menjadi pribadi yang bijak dan matang. Ia
mengambil jalur transendental yang tidak lagi melihat, merasakan, dan menghayati
penjara sebagaimana mestinya, tetapi lebih memilih menggunakan segenap hatinya,
semua indra ruhaninya, untuk melakoni pengalaman penjaranya dengan penuh total, dan
rasa syukur. Sel penjara yang pada umumnya menjadi sebuah ruang kematian, penyebab
datangnya stres, diubah menjadi sebuah ruang kelahiran barunya.

2.5. Kemampuan untuk Menjaga Konsistensi dan Kepercayaan

Warren Bennis (dalam Basalamah, 2004) berpendapat bahwa salah satu ciri utama
yang dimiliki pemimpin adalah kemampuan untuk menjaga konsistensi dan kepercayaan
sehingga orang-orang di sekitarnya mengandalkannya. Nelson Mandela adalah sosok
yang dipercaya dan diandalkan oleh orang di sekitarnya, hal ini dibuktikan dengan
terpilihnya ia menjadi pimpinan ANC dan Umkhonto We Sizwe.

Selain sifat-sifat yang disebutkan di atas, masih banyak lagi sifat kepemimpinan
yang ditunjukan oleh Nelson Mandela, misalnya memiliki etos kerja yang kuat, tidak
kaku dan memiliki kemudahan dalam berhubungan dengan orang lain (extrovertion).
Intinya, ia memiliki intelijensi, kematangan dan keluasan pandangan sosial, memiliki
motivasi dan keinginan mencapai tujuan (berprestasi), dan memiliki hubungan manusiawi
yang baik.

5. Kepemimpinan Nelson Mandela Berdasarkan Teori Keperilakuan (Behavioral


Theories) dengan Pendekatan Transformasional

Nelson Mandela merupakan salah seorang pemimpin yang sangat dihormati, tidak hanya
dicintai oleh bangsanya sendiri, tetapi juga oleh masyarakat dunia yang menyaksikan keuletan
dan komitmennya untuk memperjuangkan cita-cita dan ideologinya. Menurut Lussier & Achua
(2016, hal. 328-331), seorang pemimpin transformasional melibatkan pengikutnya dan berusaha
untuk menciptakan lingkungan yang menjadikan mereka termotivasi dan membuat moral mereka
meningkat. Nelson Mandela memimpin perubahan di negara yang sebelumnya terpolarisasi
14

secara rasial selama bertahun-tahun. Kepemimpinannya dalam upaya menghapuskan apartheid di


Afrika Selatan diakui hingga ke seluruh belahan dunia. Melalui kepemimpinannya, ia mampu
melunakkan sikap keras masyarakat Afrika Selatan serta menyejajarkan mereka dalam upaya
untuk mencari landasan bersama yang produktif, seperti yang akan dilakukan oleh seorang
pemimpin transformasional. Ia menciptakan sebuah visi untuk rakyat Afrika Selatan,
mengomunikasikan visinya tersebut, dan mencontohkan visi tersebut secara nyata dalam ucapan
dan tindakan yang konsisten untuk mencapai visi tersebut.

Menurut Davies (2016, hal. 38-39), kepemimpinan transformasional yang dicontohkan


oleh Nelson Mandela dan didukung oleh kerja keras dari orang-orang di dalam dan di luar Afrika
Selatan menjadi faktor utama kebangkitan Afrika Selatan sebagai negara multi-etnis. Menurut
McShane et al., (2015, hal. 392-395) kepemimpinan transformasional sering membutuhkan
“figur kepala” untuk mengintegrasikan dan menggerakkan suatu proses perubahan, dan sosok
pemimpin menjadi instrumen perubahan tersebut. Inilah elemen-elemen yang diwujudkan
Nelson Mandela untuk mencapai kepentingan dan kebaikan yang lebih besar bagi rakyat Afrika
Selatan. Fokus utama kepemimpinan transformasional adalah pada pemberdayaan orang lain
(pengikut) dan mengembangkan mereka untuk mencapai potensi optimal yang dimilikinya.

Pendekatan transformasional menganalisis interaksi pemimpin-pengikut (leader-follower


interaction) dan menguji bagaimana seorang pemimpin dapat memotivasi pengikutnya dengan
menginspirasi dan memberdayakan mereka untuk mencapai visi bersama melalui orientasi pada
tujuan dan komitmen yang kuat. Pendekatan transformasional menguji karakteristik pemimpin
(leader), pengikut (followers), dan situasi (situation). Pemimpin transformasional memiliki
kemampuan untuk "terlibat dengan para pengikutnya dan menciptakan hubungan yang
meningkatkan motivasi dan moralitas baik dari pemimpin maupun pengikutnya" (Northouse,
2013, hal. 186). Kemampuan pemimpin transformasional untuk menginspirasi pengikut
menunjukkan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi: yang meliputi "kesadaran diri (self-
awareness), kepercayaan diri (confidence), kemampuan mengatur diri sendiri (self-regulation),
kesadaran (conscientiousness), motivasi (motivation), empati (empathy), dan keterampilan sosial
(social skills)" (Goleman, 1995).

Saat Nelson Mandela masih berusia dua puluhan, ia sudah memiliki visi untuk
mengakhiri sistem apartheid yang terjadi di negara yang dicintainya. Pada tahun 1942, Mandela
15

bergabung dengan Kongres Nasional Afrika (African National Congress/ANC) dan memimpin
kampanye damai dan tanpa kekerasan terhadap pemerintah Afrika Selatan serta diskriminasi
yang tidak adil terhadap rakyatnya sendiri di tanah mereka sendiri (Nelson Mandela, 2013). Ia
adalah seorang pemimpin karismatik yang mampu mengartikulasikan visinya dan diikuti jutaan
pengikut dengan visi yang sama, yaitu menghapuskan apartheid di Afrika Selatan. Selain itu, ia
dikenal sebagai panutan karena keyakinan moralnya yang kuat, teladan pribadi, dan pengorbanan
diri. Ia sangat sadar bahwa pemberontakan politiknya akan mengarah pada penuntutan dan
penahanan oleh pemerintah yang berkuasa, tapi dia tetap tidak gentar dengan konsekuensi dari
tindakannya. Bahkan ketika upayanya untuk memperjuangkan keadilan dan kesetaraan membuat
Nelson Mandel ditahan di dalam penjara selama dua puluh tujuh tahun, ia tetap setia dan
berkomitmen pada visinya.

Kepemimpinan transformasional mensyaratkan para pengikut (followers) untuk mampu


“mencapai lebih dari apa yang biasanya diharapkan dari mereka,” dan terbukti bahwa orang-
orang seperti Nelson Mandela telah melakukannya (Northouse, 2012). Dia mencontohkan rasa
hormat dari orang-orang Afrika Selatan sebagai hasil dari moralitas, visi, dan karismanya, dan
mampu mengarahkan para pengikutnya untuk menentang kebijakan rasis pemerintah Afrika
Selatan dengan cara yang damai dan tanpa kekerasan (Northouse, 2012; Nelson Mandela, 2013).
Nelson Mandela ditangkap berkali-kali karena kegiatan sosial dan politiknya, tetapi ia masih
dapat memimpin rakyatnya untuk tetap berjuang dan pantang menyerah melawan penindas
mereka.

Pemimpin transformasional berusaha untuk menginspirasi orang lain dengan mengatasi


kebutuhan aktualisasi diri individu untuk mendukung kebaikan yang lebih besar daripada
kepentingan diri mereka sendiri (Kuhnert, 1994). Nelson Mandela memahami rakyatnya dan
keinginan mereka akan kebebasan dan demokrasi. Pengikut Nelson Mandela percaya bahwa cita-
cita dan visinya mewakili bagaimana cara untuk mengakhiri ketidakadilan yang terjadi kepada
mereka. Mereka memiliki keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri mereka
untuk bebas dari segregasi dan diskriminasi selama bertahun-tahun. Sejalan dengan itu, mereka
juga merasa diberdayakan untuk mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai
tujuan bersama mereka, dan bersedia mematuhi panduan yang diberikan oleh pemimpin mereka,
dalam hal ini Nelson Mandela. Selain karakteristik Mandela dan para pengikutnya, karakteristik
16

situasional juga memfasilitasi keberhasilan Mandela sebagai pemimpin transformasional. Selama


dua puluh tujuh tahun yang dihabiskan Mandela di penjara, ia mengumpulkan dukungan yang
sangat besar dari dunia internasional. Bersamaan dengan dukungan domestik, dukungan
internasional ini memuncak hingga akhirnya ia dikeluarkan dari penjara dan dilantik sebagai
presiden kulit hitam pertama Afrika Selatan pada 10 Mei 1994.

Pemimpin transformasional juga memahami bahwa banyak pemangku kepentingan yang


terlibat dalam organisasi, dan bahwa ada kebutuhan untuk lingkungan yang inklusif dan
interaktif. Mereka adalah "arsitek sosial" yang menggunakan taktik komunikasi yang sangat
efektif dengan berpartisipasi dalam upaya kelompok, mendorong partisipasi, dan secara terbuka
mendukung dan peka terhadap perbedaan pendapat (Northouse, 2013, hal. 197). Dari tahun 1994
hingga Juni 1999, Mandela memimpin negara melalui masa transisi dari apartheid ke
pemerintahan mayoritas kulit hitam. Di bawah konstitusi baru, Mandela memastikan bahwa hak-
hak minoritas dan kebebasan berekspresi dimasukkan di bawah sistem kekuasaan mayoritas kulit
hitam (Nelson Mandela, 2013).

Nelson Mandela melambangkan pemimpin transformasional dengan berbagai nilai yang


bisa diteladani terutama perjuangannya untuk senantiasa mengorbankan kepentingannya sendiri
untuk kebaikan kemanusiaan yang lebih besar. Dalam pidato penerimaan Hadiah Nobel
Perdamaiannya pada tahun 1993, Mandela mendesak seluruh dunia untuk “memerangi rasisme,
di mana pun itu terjadi dan kedok apa pun yang diasumsikan” (Nelson Mandela-Nobel Lecture).
Sebagai presiden kulit hitam pertama di negara itu, Mandela sangat dicintai rakyatnya dan rekan-
rekannya di negara-negara lain dan keberhasilan monumentalnya semakin memicu inspirasi bagi
para pemimpin dunia lain termasuk Presiden A. Barack Obama (Nakamura & Sudarsan, 2013).

Nelson Mandela tidak hanya menunjukkan kesadaran diri (self-awareness) dan kesadaran
sosial (social-awareness) yang hebat; ia juga tahu bagaimana mengatur dirinya sendiri dan
hubungan untuk mendapatkan yang terbaik dari orang lain. Mandela mendorong keharmonisan
ras di suatu negara yang sebelumnya terpecah oleh apartheid, mempraktikkan pengampunan
terhadap para penganiaya tanpa kesalahan sebelumnya, serta fokus pada masa depan dan bukan
masa lalu.

Ketika Mandela diasingkan di Penjara Pulau Robben di Cape Town, ia berkata bahwa
"bagaimana Anda diperlakukan di penjara tergantung pada sikap Anda". Mandela mengerti
17

bahwa ia tidak bisa hanya bergantung pada dirinya sendiri lagi, tetapi bergantung pula pada
orang lain sehingga ketika ia bisa berkolaborasi dan berhubungan dengan rakyatnya, ia dapat
menciptakan peluang yang lebih baik untuk kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat Afrika
Selatan. Dalam hal mentransformasi pengikut ke level yang lebih tinggi, Mandala pernah
berkata, “Lebih baik memimpin dari belakang dan menempatkan orang lain di depan terutama
ketika Anda merayakan kemenangan dan ketika hal-hal baik terjadi. Pemimpin mengambil garis
depan ketika ada bahaya. Maka orang-orang akan menghargai kepemimpinan Anda.” Dalam
beberapa hal, sikap Mandela tersebut berbeda dibandingkan dengan perilaku banyak pemimpin
politik dan bisnis saat ini yang menghargai dan menginginkan pusat perhatian ketika segalanya
berjalan baik, dan menyalahkan orang lain serta menghindari tanggung jawab ketika ada
permasalahan.
Nelson Mandela menjadi salah satu contoh pemimpin transformasional (transformational
leader) yang memotivasi para pengikutnya melalui karisma, motivasi inspirasional,
pertimbangan individual dan stimulasi intelektual (Bass & Avolio, 1997). Contoh kepemimpinan
transformasional Nelson Mandela dalam rangka menghapus politik apartheid di Afrika Selatan,
meliputi:

3.1. Pengaruh yang diidealkan (Idealized influence)

Pengikut percaya dan menghormati pemimpin yang secara konsisten memilih untuk
melakukan hal yang benar, karena kepemimpinan bukan tentang memberi manfaat kepada
pemimpin secara pribadi, tetapi tentang mengangkat dan mengembangkan orang-orang di
sekitarnya. Dari 1994 hingga Juni 1999, Mandela memimpin negara melalui masa transisi
dari apartheid ke pemerintahan demokratis. Sebagai pemimpin transformasional, ia berhasil
menggunakan kecintaan negara itu terhadap olahraga untuk mempromosikan upaya
rekonsiliasi dengan mempromosikan tim rugby Springboks (mayoritas berkulit putih) dan
menjadi tuan rumah Piala Dunia Rugby pada 1995 yang selanjutnya menanamkan rasa
kebanggaan nasionalisme rakyatnya dan mempromosikan rekonsiliasi. Lebih jauh di bawah
konstitusi baru, Mandela memastikan bahwa hak-hak minoritas dan kebebasan berekspresi
dimasukkan di bawah sistem kekuasaan mayoritas kulit hitam.
18

3.2. Motivasi inspirasional (Inspirational motivation)

Pemimpin menyampaikan visi melalui cerita dan simbol sehingga para pengikutnya dapat
memahami dan mengidentifikasi; membantu pengikut mencapai lebih dari yang mereka pikir
mungkin dengan menetapkan harapan tinggi, menginspirasi mereka untuk bekerja lebih keras
dan mencapai hal-hal besar sesuai dengan visi bersama. Mandela mendefinisikan visi sejati
untuk warga negaranya untuk memperjuangkan kebebasan. Dia dengan lancar mengutarakan
pentingnya mendapatkan kembali kemerdekaan mereka dan menghentikan penindasan di
Afrika Selatan. Karena itu, ia memainkan peran penting yang menggambarkan
kemampuannya untuk memberikan motivasi yang menginspirasi.

3.3. Stimulasi intelektual (Intellectual stimulation)

Pemimpin menantang pengikutnya untuk berpikir untuk diri mereka sendiri, mendorong
mereka untuk memikirkan masalah dengan cara baru, memberikan kesempatan bagi mereka
untuk berkembang dan tumbuh, dan mempersiapkan mereka untuk posisi yang lebih tinggi.
Mandela mampu membuat anggota dan pendukung Kongres Nasional Afrika (ANC)
menyadari bahwa pengorbanan dan keputusan mereka akan membawa Afrika Selatan menuju
kemerdekaan sejati. Tekad, keberanian, dan toleransi digambarkan ketika Mandela dipenjara
selama 27 tahun dan hal tersebut menjadi dorongan dan motivasi bagi rakyat Afrika Selatan
untuk memperjuangkan kebebasan nasional mereka.
3.4. Pertimbangan individual (Individualized consideration)
Menyadari bahwa masyarakat berada dalam kondisi terbaiknya ketika kebutuhan individu
mereka dipenuhi, dan upaya serta pencapaian mereka didorong dan diakui-melibatkan belas
kasih, penghargaan dan pengakuan serta membangun hubungan. Nelson Mandela memahami
rakyatnya dan keinginan mereka akan kebebasan dan demokrasi. Pengikut Mandela percaya
bahwa cita-cita dan visinya mewakili cara untuk mengakhiri tahun-tahun rezim aparthedi di
negara mereka. Mereka memiliki keinginan kuat untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi diri
mereka untuk bebas dari segregasi dan diskriminasi selama bertahun-tahun. Sejalan dengan
itu, mereka merasa diberdayakan untuk mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan untuk
mencapai tujuan bersama mereka, dan bersedia mematuhi panduan yang diberikan oleh
pemimpin mereka yaitu Nelson Mandela.
19
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan dan Lessons Learned

Gaya Kepemimpinan Nelson Mandela berdasarkan teori kepribadian (trait theory) dan teori
perilaku (behavioral theory) patut untuk diteladani. Beberapa hal yang bisa dicontoh dari Nelson
Mandela dalam perannya berjuang menghapuskan politik apartheid.

a. Bisa mengendalikan diri (Emotional Self Control)

Meskipun dipenjara sangat lama dan diisolasi dari dunia luar, Nelson Mandela tidak
serta merta mengeluh, dendam atau berubah menjadi manusia yang menjadi lebih buruk
dari sebelumnya. Justru dia dia berubah menjadi pribadi yang baru. Sel penjara yang pada
awalnya sebuah ruang kematian, diubah olehnya menjadi sebuah ruang kelahiran baru.
Dibilik penjara, Nelson Mandela mendapat perlakuan yang tidak baik dari sipir
penjara.Tapi, tanpa ngotot dengan solusi hukum, Mandela mengambil tanggung jawab
total atas kondisinya dengan tidak pernah mau terpancing untuk bertindak di bawah
martabat dan harga dirinya sebagai manusia. Ia menolak untuk mengeluh dan tidak pernah
bersikap cengeng. Bahkan tak pernah ia mengemis belas kasihan dari para sipir penjara
untuk mendapat perlakuan lebih baik

b. Optimisme (Optimism)

Nelson Mandela mempunyai visi yaitu bahwa suatu waktu , dia melihat Afrika tanpa
politik Apharteid dan semua orang mempunyai hak dan kebebasan yang sama. Nelson
Mandela mempunyai optimisme yang tinggi terhadap visinya tersebut bahwa suatu hari
akan terwujud meskipun akan susah dan banyak rintangan.

c. Memilih perlawanan moral tanpa kekerasan

Sering di dalam penjara Nelson Mandela menghadapi perlakuan yang tidak manusiawi
dari para sipir penjara, ia meneguhkan hatinya dengan lebih menggunakan hatinya, dengan

19
20

lebih menggunakan segala kecerdasan, keramahan, serta rasa humornya. Ia lebih memilih
perlawanan moral tanpa kekerasan, seperti halnya Mahatma Ghandi.

d. Pantang Menyerah dan Terus Berjuang

Proses keberhasilan Nelson Mandela dalam perjuangannya menghapuskan Apharteid


membutuhkan waktu yang lama dan kesabaran. Banyak tantangan yang dialami Nelson
Mandela akan tetapi, beliau pantang menyerah dan terus berjuang.

e. Tidak rasis dan bersikap Diskriminatif

Dari kisah perjuangan Nelson Mandela dapat dipetik pelajaran supaya kita tidak rasis
dan bersikpa diskriminatif terhadap sesame manusia karena efek dari sikap kita akan
merugikan orang lain dan juga bias mengoyak persatuan dan kesatuan.

f. Tidak kaku dan adaptif (Adaptability)

Penjara dan beratnya siksaan tidak menjadikan dia seorang pemimpin yang kaku dan
bertangan besi, melainkan dengan sapaan lemah lembut dan bermakna makin disegani
kawan dan lawan politiknya. Mandela, pria berkulit hitam namun tidak sehitam kebengisan
mereka yang berkulit putih atau sawo matang, dia memiliki hati nurani dalam setiap
menghadapi musuh untuk kemudian melakukan rekonsiliasi bahkan dalam penataan
kabinetnyapun tidak mengesankan seenak perutnya, melainkan fleksibel
mengakumulasikan berbagai kepentingan umum.Maka, ketika beranjak menjadi seorang
Pemimpin, tidak lantas memanfaatkan setiap peluang atau kesempatan untuk mendandani
diri serta keluarganya, lelaki ini juga sangat toleran terhadap kepentingan pribadi
bawahannya sebagai salah satu hak azasi yang sangat manusia untuk dihargai sesuai
dengan martabat kemanusiaan
DAFTAR PUSTAKA

Abrams, Irwin. 30 Juni 2013. Nelson Mandela – Nobel Lecture.


http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/peace/laureates/1993/mandela-
lecture_en.html. 01 November 2019.

Basallamah, Anies Said. Bahan Ajar Kepemimpinan. Jakarta : PKN STAN, 2009.

Bass, B. M., & Avolio, B. J. (1997). Full range leadership development: Manual for the
multifactor leadership questionnaire. Redwood City, CA: Mind Garden

Budiman, Agus. Politik Apartheid Di Afrika Selatan. Jurnal Artefak. 1(1):17-23.

Carmichael, J. L., Collins, C., Emsell, P. & Haydon, J., 2011. Leadership and Management
Development. New York, NY: Oxford University Press Inc.

Davies, A., 2016. Best Practice in Corporate Governance: Building Reputation and Sustainable
Success. New York, NY: Routledge Taylor & Francis Group.

Fathoni, Rifai Shodiq. 2017. Sejarah Dunia - Politik Apartheid di Afrika Selatan 1948-1994 M.
wawasansejarah.com/politik-apartheid-di-afrika-selatan. 02 November 2019

Goleman, D. 1995 Emotional Intelligence. New York : Bantam.

Kho, Budi. 2019. Pengertian Kepemimpinan dan Teori Kepemimpinan (Leadership).


ilmumanajemenindustri.com/pengertian-kepemimpinan-teori-kepemimpinan-definisi-
leadership. 03 November 2019.

Kuhnert, K.W. 1994. Transforming Leadership: Developing people through delegation. In B. M.


Bass & B. J. Avolio (Eds), Improving organizational effectivenss through
transformational leadership (pp.10-25). Thousand Oaks, CA: Sage.

Lentz, C. A., 2009. Change Management. Las Vegas, NV: Lentz Leadership Institute.

Lussier, R. N. & Achua, C. F., 2016. Leadership: Theory, Application, & Skill


Development. Edisi ke-6, Boston, MA: Cengage Learning.

Nakamura, D. & Raghavan,S. 2013. President Obama reflects on Nelson Mandela’s legacy,
South Africa’s past. The Washington Post.
http://www.washingtonpost.com/world/africa/president-obama-reflects-on-nelson-
mandelas-legacy-south-africas-past/2013/06/29/9b9ed570-e0a6-11e2-8ae9-
5db15d3c0fca_story.html. 01 November 2019.

Northouse, P. G. 2013. Leadership:Theory and Practice. Edisi ke-6, Thousand Oaks, CA: Sage
Publications, Inc.

iii
McShane, S. L., Olekalns, M. & Travaglione, T. 2015. Organisational Behaviour: Emerging
Knowledge, Global Insights. Edisi ke-5, McGraw Hill Education-Australia.

Riggio, R. E. & Bass, B. M., 2006. Transformational Leadership. Edisi ke-2, Mahwah, New
Jersey: Psychology Press.

Rosenstein, B., 2015. Leader to Leader. 76 ed. New York, NY: John Wiley & Sons.

Taylor, James. 2017. Transformational Leadership.


https://www.essaytyping.com/transformational-leadership/. 01 November 2019.

The Biography Channel website. 2013. Nelson Mandela.


http://www.biography.com/people/nelson-mandela-9397017. 01 November 2019.

Trompenaars, F. & Voerman, E., 2009. Servant Leadership Across Cultures: Harnessing the
Strength of the World’s Most Powerful Leadership Philosophy. Edisi ke-1, Oxford, OX:
Infinite Ideas Limited.

Wikipedia. Nelson Mandela. https://id.wikipedia.org/wiki/Nelson_Mandela. 03 November 2019.

iv

Anda mungkin juga menyukai